BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Puji Astuti BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia keperawatan semakin berkembang. Perawat

  dianggap sebagai salah satu profesi kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan kesehatan menuntut perawat saat ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang. Perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan (Harlley, 1997). Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya di rumah sakit (Depkes RI, 2002).

  Rumah sakit adalah salah satu organisasi yang bergerak di bidang kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Rumah sakit juga merupakan sebuah institusi perawatan dan tenaga ahli kesehatan lainnya atau rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan tekhnologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

  1 mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya (Undang- undang RI No.44 Tahun 2009). Di Rumah sakit terdapat berbagai instalasi misalnya Instalasi gawat darurat, instalasi rawat inap, Instalasi perawatan intensif, dan lain- lain.

  Ruang perawatan Intensif sebagai sebuah layanan kesehatan paripurna, di instansi rumah sakit juga dilengkapi dengan ruangan yang diperuntukkan bagi pasien dengan kondisi kritis. Ruang perawatan intensif merupakan ruang perawatan bagi pasien-pasien dengan tingkat ketergantungan yang tinggi. Pasien yang dirawat adalah pasien dengan kategori critically ill patients atau pasien dengan kondisi kritis. Ruang perawatan intensif terdiri dari ICU (Intensive care unit) dan HCU (High

  

care unit ). Secara umum, ruang ICU adalah ruang rawat di rumah sakit

  yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan / disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible). Ruang perawatan Intensif (ICU) adalah suatu ruangan khusus di Rumah sakit dengan dokter, perawat dan monitoring penting untuk memberikan perawatn intensif, perawatan diberikan kepada pasien kritis secara menyeluruh dan berkesinambungan (AACN, 2006 dalam Dwi 2011). Ruang HCU (High Care Unit) adalah suatu ruang perawatan pasien yang kondisinya agak gawat, dimana lebih intensive, tetapi tanpa alat ventilator atau alat bantu pernafasan. Di ruang perawatan intensif tersebut perawat di tuntut untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal itu menyebabkan perawat mengalami stress dalam bekerja.

  Stress merupakan reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) (Hawari, 2001). Stress juga bisa dikatakan sebagai gangguan pada tubuh dan fikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan,yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Cornelli, 2000). Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan- lingkungan lainnya, juga menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya, sehingga dalam lingkungan kerja ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami di dalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, isi atau struktur pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota, dan aspek-aspek organisasi lainnya. Stres digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stress konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stress semua sebagai suatu system (WHO, 2003).

  Stress pada perawat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah beban kerja. Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental. Beban kerja bersifat fisik meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankar pasien. Sedangkan beban kerja yang bersifat mental dapat berupa bekerja dengan shift atau bergiliran, kompleksitas pekerjaan (mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama bagi yang akan memerlukan operasi atau dalam keadaan kritis), bekerja dengan ketrampilan khusus dan merawat pasien, tanggung jawab terhadap kesembuhan serta harus menjalin komunikasi dengan pasien (Manuaba, 2000).

  Menurut Greenberg, (2002) apabila perawat tidak mampu menghadapi tuntutan di lingkungan kerjanya, maka akan muncul kelelahan fisik dan emosional yang pada akhirnya akan muncul job burnout (kejenuhan). Hal ini didukung dengan hasil penelitian dari Ilmi (2003) tentang pengaruh stress kerja terhadap prestasi kerja dan identifikasi manajemen stress yang digunakan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin menunjukkan bahwa tingkat stress kerja perawat dengan kategori tinggi sebesar 4,7%. Stresor yang dirasakan oleh perawat antara lain adalah beban kerja berlebih sebesar 82,2%, pemberian upah yang tidak adil 57,9%, kondisi kerja 52,3%, beban kerja kurang 48,6%, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 44,9%. Beban kerja berlebih tersebut dapat dikatakan sebagai penyebab dari kejenuhan kerja.

  Kejenuhan kerja atau job burnout merupakan suatu keadaan penderitaan psikologis yang mungkin dialami oleh seorang pekerja yang berpengalaman setelah bekerja untuk suatu periode waktu tertentu. Sindrom ini terdiri dari 3 gejala yaitu depersonalisasi, keletihan emosional dan penurunan prestasi pribadi. Sindrom kejenuhan tersebut dapat terjadi karena beberapa penyebab antara lain beban kerja, dukungan sosial dan konflik peran.

  Kejenuhan ini disebabkan karena adanya tugas atau tuntutan dalam pelayanan di ruang perawatan Intensif atau kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh perawat ICU dan HCU, yaitu antara lain resusitasi jantung paru, pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana, terapi oksigen, pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus, pemberian nutrisi enteral dan parenteral, pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh, pelaksanaan terapi secara titrasi, kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien, memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat, dan kemampuan melakukan fisioterapi dada (Depkes RI, 2003).

  Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah stress, kelelahan (fatique) dan kejenuhan.

  Kelelahan dan kejenuhan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati, 2007). Kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik ataupun tekanan mental. Salah satu penyebab fatique adalah gangguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada cicardium

  

rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Sharpe (2007) menyatakan bahwa

  pekerja pada shif malam memiliki resiko 28% lebih tinggi mengalami cidera atau kecelakaan. Dari beberapa catatan kecelakaan kerja yang terjadi, gangguan tidur dan kejenuhan menjadi dua faktor yang paling penting dari kesalahan manusia. Hal itu karena adanya tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan dan tidak bisa dihindari. Selain itu, pada perawat yang mengalami kejenuhan yaitu keadaan dimana individu mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stress yang dialami dalam jangka waktu yang lama dalam situasi tertentu akan menuntut keterlibatan emosional yang cukup tinggi.

  Di unit perawatan intensif atau ICU rumah sakit umum daerah Banyumas saat ini memiliki kapasitas 7 pasien, dan di ruang HCU memiliki kapasitas 9 pasien. Di ruang tersebut pasien dirawat dalam satu ruangan dengan penyekat korden untuk menjaga privasi pasien bila dilakukan tindakan. Jam kunjung sehari 2 kali yaitu pagi hari dari pukul 11.00 wib sampai pukul 14.00 wib dan sore hari mulai pukul 14.30 sampai pukul 19.00 wib. Jumlah perawat di ruang ICU yaitu 17 perawat yang terdiri dari 10 orang perawat laki- laki dan 7 orang perawat perempuan. Sedangkan di HCU jumlah perawatnya yaitu 15 perawat yang terdiri dari 5 orang perawat laki- laki dan 10 orang perawat perempuan. Shift kerja di RSUD Banyumas yaitu shift pagi dimulai jam 07.00- 14.00 wib, shift siang jam 14.00- 19.00 wib, dan shift malam jam 19.00- 07.00 wib. Shift pagi terdiri dari 4 - 5 orang perawat, shift siang dan malam terdiri dari 2- 3 orang perawat.

  Perawat- perawat di ICU dan HCU RSUD Banyumas mempunyai ketrampilan khusus. Perawat di ruang perawatan intensif memiliki tugas atau tuntutan dalam pelayanan kesehatan yang harus setiap waktu dilakukan yaitu monitoring pasien, resusitasi jantung paru, pemberian nutrisi enteral dan parenteral, pemantauan EKG, penggunaan ventilator sederhana, kemampuan melaksanakan tekhnik khusus sesuai dengan kondisi pasien, dan pemberian perawatan kritis lainnya. Hal ini menyebabkan suatu kejenuhan kerja shift pada perawat, selain karena tugas- tugas yang harus dilakukan juga karena waktu shift malam yang lebih panjang dari waktu shift lainnya, dan karena tenaga perawat yang terbatas tetapi kapasitas pasien yang banyak.

  Seiring perjalanan waktu kemajuan tekhnologi tampaknya memperlambat kemampuan kita untuk mempertahankan produktivitas, dan kita merasa hanya memiliki sedikit kendali bahkan tidak memiliki kendali sama sekali. Kemajuan di bidang tekhnologi yang seharusnya menambah waktu luang, ternyata malah menambah tekanan untuk berbuat lebih banyak dalam waktu yang singkat. Intinya, kita menjadi lebih rentan terhadap bahaya stress kerja karena kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di tempat kerja dan stress kerja dengan cepat menjadi isu pelayanan kesehatan nasional (Jones, & Bartlett, 2003).

  Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapat 30-40% masyarakat pekerja pemberi jasa layanan kesehatan yang bersifat teknis dan beroperasi selama 8-24 jam sehari mengalami kelelahan dan kejenuhan. Hal ini dikarenakan adanya pola kerja bergilir (Depkes RI, 2003). Fenomena adanya pola kerja bergilir juga dirasakan oleh perawat di berbagai rumah sakit di Indonesia, terutama pada bagian ICU dan HCU atau yang biasa disebut dengan bagian instalasi perawatan intensif.

  Berdasarkan masalah dan fenomena yang peneliti uraikan di atas, maka peneliti tertarik mengambil judul” Hubungan Tingkat Kejenuhan

  Kerja Sift Malam Dengan Tingkat Stress Perawat di Ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas Kabupaten Banyumas” untuk diteliti lebih lanjut.

B. Perumusan Masalah

  Kejenuhan kerja atau job burnout merupakan suatu keadaan penderitaan psikologis yang mungkin dialami oleh seorang pekerja yang berpengalaman setelah bekerja untuk suatu periode waktu tertentu. Sindrom ini terdiri dari 3 gejala yaitu depersonalisasi, keletihan emosional dan penurunan prestasi pribadi. Sindrom kejenuhan tersebut dapat terjadi karena beberapa penyebab antara lain beban kerja, dukungan sosial dan konflik peran.

  Dari uraian latar belakang di atas, penulis menentukan rumusan masalah yaitu: “Apakah ada Hubungan Tingkat Kejenuhan Kerja Shift Malam Dengan

  

Tingkat Stress Perawat di Ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas

Kabupaten Banyumas”.

  C. Tujuan penelitian

  1. Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Tingkat Kejenuhan Kerja Shift Malam Dengan Tingkat Stress Perawat di Ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas Kabupaten Banyumas.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui tingkat kejenuhan kerja shift malam perawat di ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas Kabupaten Banyumas.

  b. Mengetahui tingkat stress perawat di Ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas Kabupaten Banyumas

  c. Mengetahui hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat stress.

  D. Manfaat penelitian

  1. Bagi Peneliti

  a. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Keperawatan. b. Merupakan suatu pengalaman untuk menemukan masalah dan bagaimana pemecahannya, khususnya tentang tingkat kejenuhan kerja shif malam dengan tingkat stress perawat di ruang Perawatan Intensif.

  2. Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan tentang penerapan pola shift kerja serta untuk mengetahui hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat stress perawat di ruang perawatan intensif.

  3. Bagi Institusi Kesehatan a. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.

  b. Sebagai informasi tambahan khususnya dalam bidang psikologi keperawatan khususnya untuk perawat ICU dan HCU yang mengalami kejenuhan atau beban kerja pada waktu shift malam di Rumah Sakit, serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan, dan membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan sehingga meminimalkan terjadinya tingkat stress perawat akibat kejenuhan kerja shift malam.

  4. Bagi peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan tingkat kejenuhan kerja perawat ICU dan HCU di Rumah Sakit.

E. Penelitian Terkait

  Penelitian yang dilakukan Oleh Miftahol Arifin (2009 ) yang berjudul hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja perawat ICU di RSUD Dr.

  H. Slamet Martodirdjo Pamekasan. Penelitian ini menggunakan desain cros

  sectional, populasinya seluruh perawat pelaksana ruang ICU. Pengambilan sample menggunakan teknik total sampling, yaitu berjumlah 13 responden.

  Variabel independen adalah beban kerja dan variabel dependent stres kerja. Data diambil menggunakan kuesioner. Data yang didapat di analisis menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 Hasil penelitian dari 13 responden didapatkan 11 orang mempunyai beban kerja sedang, 2 orang beban kerja ringan dan 10 orang mengalami stres kerja sedang, 3 orang stres kerja ringan. Dari uji statistik Rank Spearman didapatkan p = 0,002 menunjukkan adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dengan pada perawat ICU RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama- sama meneliti tentang tingkat stress. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian ini meneliti hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja perawat ICU, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu meneliti tentang hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat stress perawat di ruang Perawatan Intensif.

  Penelitian yang dilakukan oleh Eka Puji Rahayu (2009),yang berjudul hubungan antara shift kerja dengan stress kerja pada tenaga kerja bagian farmasi di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini adalah jenis penelitian asosiatif, bersifat deskriptif analitik. Populasinya adalah seluruh tenaga kerja bagian farmasi yang bekerja di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel yaitu sampel jenuh. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 responden. Hasil penelitian yaitu sebagian besar pegawai di bagian farmasi adalah mengalami stres tinggi pada shift sore sebanyak 12 orang (40,0%), shift pagi mengalami stres tinggi sebanyak 11 orang (36,7%) dan shift pagi yang mengalami stres sedang sebanyak 1 (3,3%), untuk shift malam yang mengalami stres tinggi sebanyak 6 orang (20,0%). Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu analisis dengan uji chi

  

square , diperoleh nilai signifikansi 0,460 (p>0,05), nilai r hitung sebesar 1,552

  dengan nilai r tabel untuk (p=0,05); adalah sebesar 5,991. Dari hasil tersebut diketahui bahwa r hitung < r tabel . Kesimpulannya bahwa tidak ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada tenaga kerja bagian farmasi. Artinya bahwa yang mengalami stres tinggi adalah pada bagian shift sore. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama- sama meneliti tentang shift kerja. Perbedaannya adalah pada penelitian ini merupakan penelitian asosiatif, bersifat deskriptif analitik sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional.