BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Definisi Perilaku - STUDI FENOMENOLOGI PEMANFAATAN SUNGAI SEBAGAI MEDIA MCK DI DESA SOKARAJA KULON KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013), perilaku

  merupakan tanggapan atau reaksi individu yang terwujud, tidak saja badan dan ucapan. Perilaku manusia menurut Notoatmodjo (1997), pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Skiner mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Sedangkan menurut Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (1997) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perubahan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

  Menurut L. Green yang dikutip Notoadmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni : a. Faktor-faktor Predisposing (predisposing factor)

  Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

  b. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factor) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.

  Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya.

  c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor) Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

  Termasuk juga disini undang-undang, peraturan peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan.

3. Domain Perilaku

  a. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

  Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang teresebut terjadi suatu proses yang berurutan (Sunaryo, 2002): 1) Awarness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

  2) Int erest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang- nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses yang ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

  4) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. 5) Adopting, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

  Pengetahuan dalam penelitian ini adalah menyangkut pengetahuan tentang personal hygiene, penyediaan air bersih. b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,2011).

  Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yakni: 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Menurut Notoatmodjo (2011), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1) Menerima ( Receiving )

  Menerima, diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2) Merespons ( Responding ) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

  3) Menghargai ( valuing ) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4) Bertanggung jawab ( responsible )

  Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukakan dengan pertanyaan-pertanyaan dan ditanyakan pendapat informan. Sikap dalam penelitian ini adalah respon pengguna MCK di Sungai terhadap personal

  hygiene, pendapat tentang air bersih

  c. Praktik atau tindakan ( Practice) atau praksis Tingkat-tingkat Praktik atau Praksis: 1) Persepsi ( Perception)

  Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praksis tingkat pertama. 2) Respon terpimpin ( guided response )

  Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praksis tingkat dua.

  3) Mekanisme ( mecanism ) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praksis tingkat tiga. 4) Adaptasi ( adaptation )

  Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

4. Perilaku Kesehatan

  Menurut Handrik L. Blum dalma Notoatmodjo (1997), teori kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : faktor kturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor lingkungan baik fisik maupun sosial ekonimi dan budaya, serta faktor perilaku.

  Pengertian perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku terhadap sakit dan penyakit dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni: a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. b. Perilaku pencegahan penyakit adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit.

  c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatannya, yakni perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan misalnya mendatangi fasilitas kesehatan.

  d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, yakni perilaku untuk berhubungan dengan usaha-usah pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.

  Beeker (1980) dalam Notoatmodjo (2003), mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut:

  a. Perilaku kesehatan, yakni hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

  b. Perilaku sakit, yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. c. Perilaku peran sakit, yakni tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

5. Aspek-Aspek Perilaku

  Pada umumnya setiap individu dapat menggambarkan perilaku menurut aspek-aspek perilaku. Seperti yang diungkap oleh Soekadji (1983) bahwa setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga dimensi, yaitu: a. Frekuensi. Sering tidaknya perilaku muncul. Cara yang paling sederhana untuk mencatat perilaku yaitu dengan menghitung jumlah munculnya perilaku tersebut. Frekuensi sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku menggunakan air sungai muncul.

  b. Aspek lamanya berlangsung. Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan. Jika suatu perilaku tertentu mempunyai permulaan san akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang berdeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek lamanya berlangsung ini sangat berpengaruh bagi perilaku menggunakan air sungai, karena dapat diketahui sejak kapan seseorang mulai menggunakan air sungai.

  c. Intensitas, banyaknya daya (kemampuan) yang dikeluarkan untuk berperilaku. Aspek ini digunakan untuk mengukur seberapa banyak seseorang menggunakan air sungai untuk kebutuhannya.

  Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku menggunakan air sungai dalam penelitian ini adalah frekuensi, lamanya berlangsung dan intensitas.

B. Konsep Personal Hygiene 1. Definisi Personal Hygiene

  Yang dimaksud dengan hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula melindungi, memeliharadan mempertinggi derajat kesehatan manusia ( perorangan dan masyarakat) sedemikian rupa sehingga faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan.

  Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygien berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2010).

  Menurut Potter & Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

  Menurut Tarwoto (2004), sikap seseorang melakukan personal

  hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :

  a. Citra tubuh Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu. Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.

  b. Praktik sosial Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air panas atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan personal hygiene.

  c. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

  d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali pembelajaran tentang penyakit atau kondisi yang mendorong individu untuk meningkatkan personal hygiene.

  e. Budaya Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi personal hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. Menurut Coleman, 1973 dalam Muhith (2003) bahwa gender merupakan sebuah atribut psikologis yang membentuk sebuah kontinum dari sangat maskulin sampai sangat feminin. Seorang laki-laki mungkin memiliki karakteristik-karakteristik feminin tertentu sama seperti halnya perempuan memiliki sifat-sifat maskulin. Cara berpikir gender semacam ini jauh lebih canggih dibandingkan dengan pembagian dua arah yang memandang semua laki-laki maskulin dan semua perempuan feminin, namun kelemahannya bahwa cara berpikir ini mengasumsikan bahwa semua orang yang tinggi maskulinitasnya pastilah juga rendah feminitasnya. Seseorang yang memiliki dua sifat maskulin dan feminin semacam ini disebut “bersifat androgini”. Model gender semacam ini menghasilkan ruang psikologis yang lebih kompleks yang orang dapat memetakan identitas gender orang lain. f. Kebiasaan seseorang Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan shampo, dan lain-lain.

  g. Kondisi fisik Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

C. MCK (Mandi, Cuci, Kakus) 1. Pengertian MCK

  MCK singkatan dari Mandi, Cuci, Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah (Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), 2002). MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2001).

2. Jenis MCK

  Jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu: (Proyek REKOMPAK

  • – JRF, 2008)
a. MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius ± 50 m dari lapangan evakuasi).

  Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.

  b. MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50

  • – 100m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3 ha.

3. Penyediaan Air Bersih

  Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah berasal dari:

  a. Air permukaan , yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air permwukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.

  b. Air tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal yaitu erjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama.

  c. Air atmosfer / meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya (Waluyo, 2005).

  Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan , maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai standard tertentu , saat ini menjadi barang yang mahal karena sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan- kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).

  Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan unuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.

  Syarat

  • –syarat kualitas air bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

  a. Syarat fisik tidak berbau , tidak berasa

  b. Syarat kimia kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/l, kesadahan maksimal 500 mg/l c. Syarat mikrobiologis jumlah total koliform dalam 100 ml air yang diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan.

  Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarkat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan, penampungan mata air dan perpipaan.

4. Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

  Air yang tercemar oleh organisme patogen seperti bakteri atau virus dapat secara langsung mempengaruhi kesehatan tubuh manusia.

  Tipe pencemaran yang disebabkan zat racun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dapat diamati melalui, (Sunu, 2001). Pengaruh zat racun pada benda hidup , seharusnya diuji dari dua aspek: a. Kemungkinan hidup organisme tertentu dalam air yang mengandung zat racun tertentu dan batas konsentrasinya b. Proses konsentrasi zat racun oleh berbagai organisme bagian dari ekosistem umum melalui rantai makanan c. Pengaruh zat racun pada kesehatan manusia

  d. Pengaruh keracunan akibat meminum air yang tercemar secara langsung e. Pengaruh keracunan akibat makan ikan atau produksi laut yang lain dimana zat racun sudah diakumulasi.

  f. Pengaruh akibat makan produksi pertanian yang zat racunnya telah diakumulasi dengan cara air irigasi atau tanah tercemar.

5. Kualitas air baik fisik, biologis berdampak terhadap kesehatan masyarakat.

  Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan berimplikasi terhadap keluhan penyakit bagi penggunanya. Berikut ini dapat dijelaskan beberapa dampak kualitas air terhadap keluhan kesehatan, yaitu sebagai berikut: a. Kualitas Fisik Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

  Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik, maupun anorganik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2001).

  Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap keadaan kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).

  Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).

  b. Hubungan Kualitas Biologis Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat

  Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti kecacingan, skabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan virus juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri penyebab bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, Shigella, dan vebrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, virus Hepatitis A, poliomyelitis, dan virus trachoma. Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga Eschericia coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas (Fardiaz,1992).

  Menurut Achmadi (2008) perilaku pemajanan (behavioural exposure) adalah hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduknya berikut perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit).

  Berdasarkan pendapat Achmadi tersebut, penggunaan air sungai yang tercemar bahan kimia berpotensi menyebabkan keluhan kesehatan. Semakin sering frekuensi kontak serta semakin lama durasi (waktu) setiap kali kontak dengan potensi bahaya penyakit (air sungai yang tercemar) menyebabkan peluang terjadinya gangguan kesehatan semakin besar.

6. Frekuensi Kontak dengan Air Sungai

  Menurut Achmadi (2009), sistem komunitas dengan kejadian penyakit terdapat aspek yang disebut faktor risiko kependudukan terhadap penyakit yaitu ada atribut manusia yang menentukan risiko penyakit. Atribut tersebut merupakan hal-hal yang menyertai kehidupan seseorang atau kelompok.

  Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi dan cuci. Semakin sering masyarakat menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis pemajanan zat-zat kimia yang mencemari air sungai terhadap kulit.

  Proses hubungan interaktif antara komunitas dengan kuman penyebab penyakit (mikroorganisme, misalnya virus atau bakteri) menggambarkan bahwa sistem kekebalan tubuh manusia diantaranya adalah kekebalan tubuh tidak spesifik, yakni ditujukan untuk menangkal masuknya segala macam zat dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat menimbulkan penyakit, seperti zat-zat berbahaya bagi tubuh. Sistem kekebalan yang tidak spesifik berupa pertahanan fisik, kimiawi, mekanik dan fagositosis. Pertahanan fisik berupa kulit dan selaput lendir sedangkan kimiawi berupa enzim dan keasaman lambung. Pertahan mekanik adalah gerakan usus, rambut getar dan selaput lendir. Pertahanan fagositosis adalah penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih dan zat komplemen yang berfungsi pada berbagai proses pemusnahan kuman atau zat asing. Kerusakan pada sistem pertahanan ini akan memudahkan masuknya kuman atau zat asing ke dalam tubuh. Misalnya, kulit luka, gangguan keasaman lambung, gangguan gerakan usus atau proses penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih (sel leukosit). Salah satu contoh kekebalan alami adalah mekanisme memusnahkan bakteri atau mikroorganisme lain yang mungkin terbawa masuk saat kita makan atau minum, contohnya pada kasus penyakit Diare, yakni makanan dan minuman yang mengandung bakteri coli. HCl yang ada pada lambung akan mengganggu kerja enzim - enzim penting dalam mikroorganisme.

  Lisozim merupakan enzim yang sanggup mencerna dinding sel bakteri sehingga bakteri akan kehilangan kemampuannya menimbulkan penyakit dalam tubuh kita. Hilangnya dinding sel ini menyebabkan sel bakteri akan mati. Selain itu juga terdapat senyawa kimia yang dinamakan interferon yang dihasilkan oleh sel sebagai respon adanya serangan virus yang masuk tubuh. Interferon bekerja menghancurkan virus dengan menghambat perbanyakan virus dalam sel tubuh

7. Lama Waktu Kontak dengan Air Sungai

  Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan model yang mempelajari hubungan antara komponen lingkungan yang berperan dalam timbulnya gangguan kesehatan (penyakit) terhadap masyarakat dalam suatu wilayah. Tujuan dari paradigma tersebut adalah melakukan pencegahan atau meminimalisasi risiko terjadinya penyakit (misalnya dalam manajemen penyakit berbasis lingkungan). Dalam paradigma ini disebutkan bahwa komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan akan terkait dengan komunitas manusia (khususnya perilaku dalam lingkungan). Atribut komunitas masyarakat yang berperilaku tidak baik terhadap lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit (Achmadi, 2010).

  Pencemaran dalam perspektif ekosistem menurut Achmadi (2010), merupakan gambaran tentang hubungan atau saling ketergantungan antara benda hidup maupun benda tidak hidup. Salah satu benda hidup yang dapat menjadi bahan pencemar ekosistem adalah zat kimia yang bersifat toksik maupun tidak toksik.

  Kesemuanya adalah bagian dari sebuah tatanan kehidupan pada sebuah wilayah dalam suatu ekosistem dimana manusia bertempat tinggal (Achmadi, 2010).

  Perubahan tatatan ekosistem akan memberi dampak terhadap perubahan kehidupan (gangguan kesehatan) pada manusia. Seperti pada badan air atau aliran sungai, dosis zat pencemar menunjukkan tingkat toksisitas artinya peningkatan jumlah zat kimia pencemar akan meningkatkan risiko penyakit akibat penggunaan air sungai.

  Budaya atau kebiasaan yang dimanifestasikan dalam perilaku komunitas tertentu, sangat berperan dalam kejadian suatu penyakit, misalnya masyarakat yang tinggal di daerah alisan sungai memiliki kebiasaan menggunakan air sungai untuk mandi dan cuci. Pada saat air sungai sudah tercemar zat kimia seperti Arsen. Karena sifat arsenik kering adalah mengkristal sangat berbahaya dan yang rawan adalah saat arsenik dalam bentuk solution berbahaya untuk kulit dan mata. Hal itu akan menyebabkan penyakit hyperkeratosis simetris pada tangan, telapak kaki, melanosis, depigmentasi, bowen disease, karsinoma, pada sel basal, karsinoma pada sel mukosa atau dapat juga terjadi penyakit kanker paru - paru (Achmadi, 2010).

D. Konsep Masyarakat

  1. Pengertian Masyarakat Menurut WHO dalam Jomima, Theresia dan Syafrudin (2009) mengartikan masyarakat adalah (1) kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut adat yang berkesinambungan, terkait rasa identitas diri, (2) sekelompok orang yang memiliki ikatan tertentu, saling berinteraksi dan mempunyai masalah-masalah umum, (3) kelompok sosial yang ditentukan oleh batasan geografi, nilai, dan interest umum, setiap anggota saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain.

  Menurut Chayatin N. dan Mubarak W. I. (2009) mendefinisikan tetang msyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Menurut Paul B. Horton &

  C. Hunt dalam Widiyarto (2013) masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relative mandiri, hidup bersama-sam dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut.

  2. Ciri-ciri Masyarakat Indonesia Menurut Effendi dalam Widiyarto (2013). Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia dibagi menjadi 3 kategori dengan ciri-ciri sebagai berikut:

  a. Masyarakat desa, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Hubungan keluarga dan masyarakat kuat, (2) Hubungan didasarkan atas adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial, (3) Percaya pada kekuatan-kekuatan gaib, (4) Tingkat buta relative tinggi, (5) Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami bersama setiap orang, (6) Tidak ada lembaga khusus dibidang teknologi dan keterampilan diwariskan oleh orang tua langsung kepada keturunannya, (7) Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi keluarga dan sebagian kecil dijual dipasaran untuk memenuhi kebutuhan lainnya dan uang berperan sangat terbatas, (8) Semangat gotong royong dibidang ekonomi dan sosial sangat kuat.

  b. Masyarakat madani, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan kemasyarakatan mengendor, (2) Adat istiadat masih dihormati dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar, (3) Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan kembali apabila telah kehabisan akal, (4) Timbul pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan dasar dan menengah, (5) Tingkat buta huruf mulai menurun, (6) Ekonomi masyarkat lebih mengarah kepada produksi pasaran, sehingga menimbulkan deferensiasi dalam struktur masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya, (7) Gotong royong tradisional tinggal untuk keperluan sosial dikalangan keluarga dan tetangga. Dan kegiatan-kegiatan lainnya didasrkan upah.

  c. Masyarakat Modern, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan- kepentingan pribadi, (2) Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling pengaruh berpengaruh, (3) Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (4) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga keterampilan dan kejuruan, (5) Tingkat pendidikan tinggi dan merata, (6) Hukum yang berlaku adlah hukum yang tertulis kompleks, (7) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya.

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERI SOSIALISASI PENCEGAHAN HIVAIDS DI DESA SOKARAJA KULON KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

0 0 7

TUGAS AKHIR - ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BAPAK. H MASALAH UTAMA NYERI ETCAUSA GASTRITIS DI DESA LEMBERANG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku - KARAKTERISTIK PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH SISWA-SISWI SMK X BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 21

PENGARUH LATIHAN SENAM AEROBIK TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN PADA WANITA MENOPAUSE DI DESA KARANGKEDAWUNG RT III RW II KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga 1. Pengertian Keluarga - ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Tn. K DENGAN FOKUS UTAMA An. S DENGAN ISPA DI DESA LEMBERANG RT 02 RW 01 KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 22

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP GANGGUAN DAYA INGAT PADA LANSIA DI RT 6 RW 6 DESA SOKARAJA KULON BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP GANGGUAN DAYA INGAT PADA LANSIA DI RT 6 RW 6 DESA SOKARAJA KULON BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA GANGGUAN JIWA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 13

STUDI FENOMENOLOGI PEMANFAATAN SUNGAI SEBAGAI MEDIA MCK DI DESA SOKARAJA KULON KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - STUDI FENOMENOLOGI PEMANFAATAN SUNGAI SEBAGAI MEDIA MCK DI DESA SOKARAJA KULON KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 9