BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PROFIL KANDUNGAN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI (Cymbopogon citratus) DAN KEMANGI (Ocimum basilicum L.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa komponen utama

  minyak atsiri serai yaitu sitral, geraniol, dan mirsen , sitronelol, α-pinen, kamfen, sabinen, mirsen (Aiemsaard et al., 2011; Risma et al.,

  2016)..Penggunaan minyak atsiri serai secara tunggal memiliki aktivitas antibakteri terhadap sulfat reducing bacterium (SRB) dengan MIC yaitu

  • 1

  0,17 mg ml dan memiliki kemampuan mematikan bakteri dengan efektifitas diameter hambatan E. coli 18,5-18,1 mm dan bakteri S. aureus 19,3-18,6 mm pada konsentrasi 50% b/v (Korenblum et al., 2013; Rahman

  

et al ., 2012). Menurut Nurlaeli, (2016) minyak atsiri serai berpotensi

  sebagai pengawet alami pada tahu dan daging ayam. Minyak atsiri serai konsentrasi minimum 125 μg/mL dapat mengawetkan tahu sampai hari ke 6 dan memperpanjang masa simpan selama 2 hari pada suhu ruang. Minyak atsiri serai konsentrasi minimum 125μg/mL dapat mengawetkan daging ayam sampai hari ke 9 dan memperpanjang masa simpan selama 3

  ο

  hari pada suhu 3-7 C.

  Minyak atsiri kemangi juga dilaporkan berpotensi untuk menekan pertumbuhan bakteri karena kandungan minyak atsiri dan flavanoidnya (Nababan et al., 2015). Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa minyak atsiri daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap

  

S. aureus dan E. coli dengan nilai MIC berturut-turut 0.5% v/v dan 0.25%

  v/v (Maryati et al., 2007). Selain itu, minyak atsiri kemangi juga berpotensi sebagai pengawet makanan pada tahu dan daging ayam. Minyak atsiri kemangi pada konsentrasi mulai dari 125 μg/ml dapat mengawetkan tahu selama 4 hari dan memperpanjang masa simpan tahu selama 2 hari. Minyak atsiri kemangi pada konsentrasi mulai dari 625 μg/ml dapat mengawetkan daging ayam selama 15 hari dan memperpanjang masa simpan daging ayam selama 6 hari (Dewi, 2016).

  Komponen utama minyak atsiri kemangi yaitu methylchavicol, geranial, neral , geraniol, nerol, caryophyllene (Shirazi et al., 2014).

  Minyak atsiri serai dan kemangi dalam penggunaan tunggal telah terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Menurut Oliveira et al., (2013) penggunaan kombinasi minyak atsiri dapat menurunkan tingkat konsentrasi karena kombinasi berbagai komponen minyak atsiri yang bersifat lemah atau sedang dapat menghasilkan efek yang sinergis. Dilaporkan bahwa kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah menunjukkan efek bakteriostatik terhadap bakteri B. cereus, E. coli,

  

S. typhimurium, P. aeruginosa setelah pertumbuhan 24 jam, dan

  berpotensi dapat mengontrol bakteri patogen dan perusak dibandingkan penggunaan minyak atsiri tunggal (Rialita, 2014).

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan kombinasi minyak atsiri serai dan kemangi yang akan digunakan sebagai pengawet alami dalam memperpanjang masa simpan daging ayam berdasarkan aktivitasnya sebagai penghambat pertumbuhan bakteri. Seperti yang telah dilaporkan oleh Rialita, (2014) bahwa penggunaan kombinasi minyak atsiri dapat menunjukkan efektivitas terbaik terhadap bakteri Gram positif dan gram negatif, dengan menghasilkan efek synergistic terhadap B. cereus, efek additive terhadap

  

E. coli dan S. Typhimurium, serta efek indifferent terhadap P. aeruginosa.

B. Landasan Teori 1. Foodborne disease dan food spoilage

  Pangan merupakan kebutuhan esensial untuk berbagai kegiatan tubuh manusia, oleh karena itu pangan harus terjamin bebas dari berbagai cemaran biologis, kimiawi, fisik, dan bahan berbahaya lainnya yang dapat mengganggu kesehatan. Adanya berbagai cemaran berbahaya pada pangan dapat mengakibatkan munculnya foodborne

  disease , yaitu penyakit pada manusia yang disebabkan oleh makanan

  dan atau minuman yang tercemar. Cemaran biologis pada pangan dapat berupa bakteri, virus, parasit, atau kapang. Cemaran biologis yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan wabah penyakit pada manusia ialah bakteri patogenik, antara lain Salmonella spp.,

  

Escherichia coli, Bacillus anthracis, Clostridium spp., Listeria

monocytogenes, Campylobacter spp., Vibrio cholerae, Enterobacter

sakazakii, Shigella, Bacilus cereus, dll. Bahan pangan yang

  terkontaminasi bakteri patogenik jika dikonsumsi oleh manusia akan menimbulkan gejala klinis antara lain berupa sakit perut, mual, muntah, diare, kram (kejang) perut, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, demam, bahkan dapat mengakibatkan dehidrasi (Kusumaningsih, 2010).

  Foodborne disease merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak yang pernah dijumpai di zaman ini.

  Selain karena bakteri patogen, keracunan makanan dapat terjadi karena bakteri pembusuk (food spoilage). Food spoilage dapat didefinisikan sebagai perubahan sensorik (tekstur, visual, penciuman atau rasa) sehingga masyarakat yang mengkonsumsi dapat mengalami keracunan makanan. Food spoilage dapat disebabkan oleh bakteri pembusuk sehingga mengakibatkan kerusakan fisik pada makanan karena aktivitas enzim atau mikroorganisme (Rawat, 2015).

  Penyakit karena keracunan makanan biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini juga menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006).

2. Daging ayam

  Daging memiliki kandungan gizi yang tinggi, lengkap, dan seimbang. Namun, kandungan gizi yang tinggi pada daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak atau

  . Kerusakan pada daging dapat disebabkan karena adanya

  perishable benturan fisik, perubahan kimia, dan aktivitas mikroba. Akibat dari kerusakan tersebut seperti pembentukan lendir, perubahan warna, perubahan bau, perubahan rasa dan terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging (Afrianti et al., 2013).

  Kandungan lemak daging ayam sekitar 25% dimana dengan tingginya kandungan lemak daging ini sangat mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme atau oksidasi lemak sehingga masa simpannya menjadi rendah. Syarat mutu mikrobiologi daging ayam yaitu tidak boleh sedikitpun mengandung bakteri Salmonella sp dan

  1. Konformasi Sempurna Ada sedikit kelainan pada tulang dada atau paha Ada kelainan pada tulang dada dan paha

  Ada bulu tunas Sumber: SNI No. 3924, 2009

  6. Kebersihan Bebas dari bulu tunas (pin feather) Ada bulu tunas sedikit yang menyebar, tetapi tidak pada bagian dada

  5. Perubahan warna Bebas dari memar dan atau “freeze burn” Ada memar sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak “freeze burn” Ada memar sedikit tetapi tidak ada “freeze burn”

  4. Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit sobek sedikit, tetapi tidak pada bagian dada Tulang ada yang patah, ujung sayap terlepas ada kulit yang sobek pada bagian dada

  3. Perlemakan Banyak Banyak Sedikit

  2. Perdagingan Tebal Sedang Tipis

Tabel 2.1 Persyaratan mutu fisik potongan daging ayam No Faktor Mutu Tingkatan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III

  Campylobacter sp per 25 gram, tidak boleh mengandung total plate count lebih dari 1x10

  cfu/g, persyaratan mutu fisik potongan ayam dapat di lihat pada Tabel 2.1 (SNI No. 3924, 2009).

  1

  cfu/g serta tidak boleh mengandung E. coli lebih dari 1x10

  2

  cfu/g, tidak boleh mengandung S. aureus dan Coliform lebih dari 1x10

  6

  Daging ayam sangat dikenal dimana-mana sebagai makanan yang mudah didapat dan sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber lemak dan protein hewani bagi tubuh manusia. Untuk mempertahankan kesegaran daging perlu dilakukan pengawetan. Saat ini, banyak pedagang menjual daging ayam yang disuntikkan dengan formalin untuk menjaga kesegaran daging atau dengan cara menyuntikkan air untuk menambah berat daging ayam yang akan dijual sehingga daging kelihatan segar dan keuntungan yang didapat oleh padagang lebih banyak (Situmorang, 2008). Salah satu proses pengawetan dengan pemakaian antibakteri dengan tujuan mempertahankan kualitas maupun kuantitas daging ayam adalah dengan memanfaatkan bahan herbal.

3. Pengawet makanan

  Pengawet yang dizinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/Menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan. Bahan pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang. Pada umumnya bahan pengawet digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Kristianingrum, 2006).

  a. Pengawet sintetis Bahan pengawet sintetis lebih banyak digunakan dibandingkan pengawet alami karena bahan ini mudah dibuat. Zat kimia yang sering digunakan sebagai pengawet organik adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida.

  Sedangkan zat pengawet anorganik adalah sulfit, nitrit, Na benzoat, dan nitrat (Kristianingrum, 2006). Formalin atau formaldehid merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut disertai muntah

  • –muntah, mencret darah, timbul depresi susunan saraf atau gangguan pendarahan (Norliana et al ., 2009).

  b. Pengawet alami Pengawet alami biasanya berasal dari tanaman atau rempah- rempah karena mengandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa bahan tambahan makanan sintetik akan memberikan gangguan kesehatan yang cukup serius, sehingga konsumen banyak yang beralih ke bahan alami (Puspitasari et al., 1997).

  Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan bahan pengawet yang berasal dari tumbuhan karena dianggap lebih aman. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa bahan alami cukup efektif sebagai pengawet makanan. Senyawa fenolik beberapa rempah-rempah seperti lengkuas, cengkeh dan pala serta temu kunci. Di berbagai industri, senyawa antioksidan biasanya digunakan sebagai bahan pengawet karena bisa memperpanjang masa simpan produk sampai 200%. Berbagai jenis minyak atsiri diketahui juga mempunyai sifat sebagai antimikroba (Puspitasari et al ., 1997).

4. Serai (Cymbopogon citratus)

  Tanaman serai (Cymbopogon citratus) merupakan tanaman herba anual, berasal dari Suku Poaceae yang digunakan sebagai pembangkit cita rasa pada makanan dan dipercaya pula dapat dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Tanaman serai mampu tumbuh sampai 1-1,5m. Panjang daunnya mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5cm, berwarna hijau muda, kasar dan mempunyai aroma yang kuat (Fitriani et al., 2013).

  Penyelidikan fitokimia mengungkapkan bahwa ekstrak sereh berisi beberapa nabati konstituen, yaitu minyak atsiri, saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid. Sebagai tanaman obat, khasiat, dan manfaat sereh sudah banyak diketahui oleh masyarakat. Sereh dimanfaatkan sebagai penghangat badan, obat kumur, anti demam, pencegah muntah, mengobati sakit gigi, gangguan berkemih, radang lambung, radang usus (Zeruya, 2007).

  Serai adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Di Indonesia, spesies yang lebih dikenal adalah West Indian Lemongrass dan masyarakat umumnya menggunakannya sebagai campuran bumbu dapur dan rempah-rempah karena mempunyai aroma khas seperti lemon. Aroma ini diperoleh dari senyawa sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai yang memiliki khasiat sebagai antijamur dan antibakteri. Konsentrasi efektif minyak atsiri serai juga mampu menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus sp. secara invitro (Ella et al ., 2013).

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, konsentrasi 100% merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Saragih et al., 2016). Hasil penelitian sebelumnya juga memperlihatkan bahwa serai memiliki aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh adanya zona hambat di sekitar sumuran yang diberi minyak atsiri serai terhadap pertumbuhan P. acnes secara in vitro (Dewi, 2015).

  Serai umumnya tumbuh sebagai tanaman liar di tepi jalan atau kebun, tetapi dapat ditanam dalam berbagai kondisi di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan bercurah hujan relatif tinggi. Kedudukan taksonomi tanaman C. citratus (Saragih, 2016) yaitu:

  Kerajaan : Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Poales Suku : Poaceae Marga : Cymbopogon

  Spesies : Cymbopogon citratus Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman serai antara lain pada daun sereh dapur mengandung minyak atsiri dengan komponen yang terdiri dari alkaloid, saponin,tanin, asitosterol, terpen, alkohol, keton, flavanoid, sitral, sitronel ol, α-pinen, kamfen, sabinen, mirsen

  (Saosa et al., 2010; Risma et al., 2016). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat minyak atsiri C. citratus memiliki daya antibakteri terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. Konsentrasi minyak atsiri C. citratus sebesar 20% memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan E. faecalis yang hampir sama dengan EDTA dalam bahan irigasi saluran akar (Darjono, 2010). Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa minyak atsiri serai memiliki aktivitas anti bakteri dengan Efektifitas minyak atsiri diperoleh pada konsentrasi 50% terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Rahman et al ., 2012).

5. Kemangi (Ocimum basilicum L.)

  Kemangi adalah sejenis tanaman rumput dan tumbuh secara tahunan. Daun dari tanaman ini berbentuk oval dan berujung tajam. Dinamakan kemangi karena kemangi digunakan sebagai ramuan aromatik yang telah digunakan secara tradisional sebagai jamu untuk mengobati sakit kepala, batuk, diare, cacing, dan kerusakan ginjal, malaria, penyakit paru-paru. Minyak atsiri kemangi (Ocimum

  

basilicum L.) mampu menghambat pertumbuhan dan membunuh

  beberapa bakteri patogen diantaranya adalah bakteri Escherichia coli,

  

Staphylococcus aureus , dan Klebsiella pneumonia seperti senyawa

alkaloid, minyak atsiri dan fenol (Angelina et al., 2015).

  Kemangi dapat digunakan sebagai obat, bagian-bagian yang dapat digunakan sebagai obat adalah akar, daun, dan biji. Tanaman kemangi merupakan tumbuhan yang berbatang lunak, berdaun tipis, berbunga putih dan mengandung minyak atsiri. Tanaman kemangi mengandung minyak atsiri yang terdiri atas osimena, farnesena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, kubebena, pinena, santelena, terpinena, sitral, dan kariofilena. Selain itu senyawa lain yang juga terkandung di dalamnya yaitu anetol, apigenin, asam karbonat, asam kafeat, eskuletin, eriodiktiol, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin tanin, ß-caroten dan ß- sitosterol (Afrensi, 2007)

  Kemangi efektif dalam pengobatan penyakit menular dan juga mengurangi banyak efek samping yang sering ditemui pada antimikroba sintetik. Antimikroba yang berasal dari tumbuhan kemangi memiliki potensi terapeutik yang cukup baik salah satunya digunakan sebagai mouthwash daun kemangi yang menunjukkan aktivitas antibakteri dan antibiofilm terhadap Streptococcus mutans secara in vitro (Yosephine et al., 2013). Hasil analisis data penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kemangi dari konsentrasi 2% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus (Nababan et al., 2015).

  Adapun klasifikasi dari O. basilicum L. (Bilal et al., 2012) yaitu: Kerajaan : Divisi : Class : Ordo : Suku : Marga : Spesies : Ocimum basilicum Tanaman kemangi mengandung minyak atsiri yang banyak dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Minyak atsiri ini telah digunakan sebagai bahan pembuatan minyak wangi, lotion, sabun, sampo, atau kosmetik (Afrensi, 2007). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa minyak atsiri daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Maryati et al., 2007). Ekstrak daun kemangi juga dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan Candida sp. lebih baik dibandingkan ketokonazol 2% pada kandidiasis vulvovaginalis secara in vitro (Umar, 2011). Selain itu, ekstrak methanol daun kemangi juga menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap sebagian besar bakteri Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan kapang (Kaya et al., 2008).

6. Minyak atsiri

  Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung puluhan atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile). Minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji, maupun bunga dengan cara penyulingan uap (Sastrohamidjojo, 2004).

  Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses distilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan. Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan karena kedua bahan tidak dapat saling dilarutkan (Guenther, 2006)

  Sebagian besar minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara penyulingan menggunakan uap atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi. Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. Proses penyulingan dengan demikian merupakan proses penting bagi produsen minyak atsiri (Indriyanti, 2013).

  Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu: a. Penyulingan dengan air (water distillation)

  Bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Indriyanti, 2013).

  b. Penyulingan dengan air dan uap (water steam distillation) Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas serta bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Indriyanti, 2013).

  c. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).

  Prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Indriyanti, 2013).

7. Gas chromatography mass spectrometer (GC-MS)

  Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang paling sesuai digunakan untuk mengidentifikasi minyak atsiri. GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas (Gandjar dan Rohman, 2007). Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam (Novitaloka, 2013).

  Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase diam yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang bertingkat biasanya menggunakan suhu kisaran 50°C-350°C yang bertujuan untuk menjamin bawa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Komponen dalam GC-MS:

  a. Gas pengangkut Fase gerak disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom sehingga gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas (Gandjar dan Rohman, 2007).

  b. Tempat injeksi atau ruang suntik sampel Ruang suntik harus dipansakan tersendiri atau terpisah dari kolom dan biasanya 10-15°Clebih tinggi daripada suhu kolom maksimum.

  Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

  c. Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat proses pemisahan oleh fase diam. Oleh karena itu kolom merupakan komponen sentral pada GC-MS (Gandjar dan Rohman, 2007).

  d. Detektor Detektor pada kromatografi adalah sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen- komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah diantara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

8. Metode uji pertumbuhan bakteri

  Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel persatuan isi kultur) ataupun densitas sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi kultur). Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung (Pratiwi, 2008).

  a. Pengukuran secara langsung 1) Pengukuran dengan menggunakan bilik hitung (Counting

  chamber)

  Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik hitung

  Petroff Hausser , sedangkan untuk mikroorganisme eukariot

  digunakan hemositometer. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mudah, murah, dan cepat, serta bisa diperoleh informasi tentang ukuran dan morfologi mikroorganisme. Kerugiannya adalah populas mikroorganisme yang digunakan harus banyak (minimum berkisar 106 CFU/ml), karena pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan menghitung sel yang motil. 2) Pengukuran menggunakan electronic counter

  Suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur tahanan listrik (ditandai dengan naiknya tahanan) pada saat bakteri melalui

  orifice . Pada saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini

  adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. 3) Pengukuran dengan plating thecnique

  Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (Colony

  Forming Unit ) dengan cara membuat seri pengenceran sampel

  dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah, dan sensitif karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung dan dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air, ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus digunakan media yang sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel. 4) Pengukuran dengan menggunakan teknik filtrasi membran

  (membrane filtration technique) Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan vacum. Bakteri yang terperangkat selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis.

  b. Pengukuran secara tidak langsung (Pratiwi, 2008) 1) Pengukuran kekeruhan (turbidity)

  Bakteri yang bermultiplikasi pada media cair akan menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara membandingkan densitas optik (optical density, OD) antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri.

  2) Pengukuran aktivitas metabolik Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa jumlah produk metabolik tertentu, misalnya asam atau CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang dihasilkan mikroorganisme.

  3) Pengukuran berat sel kering (BSK) Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (deksikator) dan ditimbang beberapa kali hingga mencapai berat konstan yang dihitung sebagai berat sel kering (BSK).

C. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian profil kandungan kimia dan potensi kombinasi minyak atsiri serai (Cymbopogon citratus) dan kemangi (Ocimum basilicum l.) sebagai pengawet alami daging ayam dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  • kemangi 1%

  digunakan sebagai

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

  Berdasarkan kajian pustaka, kombinasi minyak atsiri serai dan kemangi diduga memiliki potensi pengawet alami lebih tinggi dibandingkan penggunaan minyak atsiri serai secara tunggal yang berdasarkan aktivitasnya sebagai penghambat pertumbuhan bakteri pada daging ayam.

  Simplisia daun serai Destilasi uap-air untuk mendapatkan minyak atsiri Minyak atsiri serai memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus pada konsentrasi 50% b/v (Korenblum et al ., 2013; Rahman et al., 2012)

  Minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli dengan nilai

  MIC 0.5% dan 0.25% v/v (Maryati et al ., 2007)

  Potensi dianalisis berdasarkan pengamatan organoleptis dan pengamatan pertumbuhan bakteri secara tidak langsung (absorbansi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 600 nm) pada waktu penyimpanan hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15

  

Kombinasi minyak atsiri serai dan kemangi diduga memiliki potensi pengawet alami lebih

tinggi dibandingkan penggunaan minyak atsiri serai secara tunggal yang berdasarkan

aktivitasnya sebagai penghambat pertumbuhan bakteri pada daging ayam

Minyak atsiri serai dan kemangi diidentifikasi dengan Chromatography Gas-Mass

  Spectrocopy (GC-MS) Simplisia daun kemangi Penelitaan menurut Oliviera et al., (2013) kombinasi minyak atsiri dapat menghasilkan efek yang sinergis Kombinasi minyak atsiri serai dan kemangi digunakan sebagai pengawet alami daging ayam yang berpotensi sebagai media pertumbuhan bakteri Kontrol negatif (Akuades)

  Minyak atsiri Serai 1% Minyak atsiri

  Kemangi 1% Minyak atsiri Serai 0,2%+ kemangi 2%

  Minyak atsiri Serai 2%+ kemangi 0,2% Minyak atsiri

  Serai 1%

Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 18

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 5

IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DAN UJI POTENSI PENGAWET ALAMI DARI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI (Cymbopogon citratus) DAN CENGKIH (Syzygium aromaticum) PADA DAGING AYAM

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DAN UJI POTENSI PENGAWET ALAMI DARI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI ( Cymbopogon c it ratus ) DAN CENGKIH ( Syzygium aromaticum ) PADA DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SKRINING FITOKIMIA DAN UJI POTENSI INFUSA SERAI (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI TERHADAP TAHU DAN DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SKRINING FITOKIMIA DAN UJI POTENSI INFUSA SERAI (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI TERHADAP TAHU DAN DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 2 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI CENGKIH (Syzigium aromaticum) DAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA DAGING AYAM SEGAR - repository perpustakaan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - POTENSI MINYAK ATSIRI SERAI (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA DAGING AYAM DAN TAHU PUTIH SERTA IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA MENGGUNAKAN GC-MS - repository perpustakaan

1 0 7

PROFIL KANDUNGAN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI (Cymbopogon citratus) DAN KEMANGI (Ocimum basilicum L.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 17