BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DAN UJI POTENSI PENGAWET ALAMI DARI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI ( Cymbopogon c it ratus ) DAN CENGKIH ( Syzygium aromaticum ) PADA DAGING AYAM - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian-penelitian yang telah

  dilakukan sebelumnya. Minyak atsiri aman digunakan pada pangan karena berstatus GRAS (Generally Recognise as Safe) (Rialita, 2014). De Oliveira et

  

al . (2013), melakukan penelitian mengenai aktivitas penghambatan bakteri

Listeria monocytogenes yang diinokulasikan dalam daging sapi dari minyak

  atsiri cengkih dan serai. Penelitian tersebut menggunakan minyak atsiri yang didapatkan dari hasil destilasi air dan dianalisis kandungan senyawanya dengan menggunakan GC-MS. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak atsiri cengkih yaitu senyawa fenol (eugenol) sebanyak 89.80%, sedangkan pada minyak atsiri serai kandungan utamanya yaitu senyawa aldehida (neral dan geranial) sebanyak 73.83%. Senyawa fenol dan aldehida merupakan golongan senyawa yang bertanggungjawab sebagai antibakteri (Bassolé & Juliani, 2012). Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan yaitu 1.56, 3.125 dan 6.25% (b/v) berdasarkan MIC nya. Konsentrasi 1.56% dapat menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri L. monocyogenes yang diinokulasikan pada daging sapi setelah penyimpanan 3 hari (5±2

  C). Uji sensoris dilakukan untuk melihat penerimaan terhadap rasa, bau dan warna. Aplikasi minyak atsiri konsentrasi rendah pada produk makanan dapat digunakan sebagai pengawet alami makanan.

  Hartanti et al. (2015), melakukan penelitian mengenai minyak atsiri cengkih yang dapat menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Aktivitas minyak atsiri cengkih dalam penghambatan pertumbuhan bakteri B.

  

subtilis pada konsentrasi 31.25 µg/ml, menghambat E. coli pada konsentrasi di

atas 1000 µg/ml, serta dapat menghambat pertumbuhan S. aureus, S.

typhimurium dan V. cholera pada konsentrasi 250 µg/ml. Hamad et al. (2016),

  melaporkan hal serupa yakni melihat penghambatan pertumbuhan bakteri dari minyak atsiri serai dan cengkih. Minyak atsiri serai dapat menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis pada konsentrasi 31.25 µg/ml, menghambat pertumbuhan S. typhimurium pada konsentrasi 1000 µg/ml, dan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus dan V. cholera pada konsentrasi di atas 1000 µg/ml.

  Penelitian Hamad dan Hartanti (2015) melakukan uji potensi minyak atsiri cengkih sebagai pengawet alami pada tahu. Minyak atsiri yang digunakan didapatkan dari hasil destilasi air (hydrodistillation) dan kemudian dilakukan identifikasi senyawa dengan GC-MS. Senyawa eugenol dalam cengkih bertanggungjawab sebagai agen antibakteri, merupakan kandungan tertinggi yaitu sebanyak 75.19%. Konsentrasi 250 µg/mL dapat digunakan untuk memperpanjang waktu simpan tahu sampai 2 hari pada suhu ruang. meningkatkan efikasi minyak atsiri tersebut dalam pengawetan makanan. Dalam review tersebut, Bassolé & Juliani menjelaskan berbagai kombinasi minyak atsiri yang dapat menghasilkan efek sinergis, aditif dan antagonis.

  Rialita (2014), melakukan penelitian mengenai kombinasi minyak atsiri lengkuas dan jahe terhadap beberapa bakteri yang diaplikasikan terhadap daging ayam. Minyak atsiri yang digunakan didapatkan dari hasil destilasi uap (100 C ± 6 jam), yang dipisahkan fase air dan minyaknya dengan Na

  2 SO

  4

  anhidrat dan minyak disimpan pada suhu 4 C di tempat gelap. Menurut Rialita, kombinasi minyak atsiri dapat menurunkan tingkat konsentrasi dan mengurangi pengaruh sensoris karena kombinasi berbagai komponen minyak atsiri bersifat lemah atau sedang dapat menghasilkan efek sinergis atau saling menguatkan. Kombinasi minyak atsiri konsentrasi 1:1 v/v menunjukkan efektifitas terbaik terhadap bakteri Gram positif daripada Gram negatif. Kombinasi pada 2xMIC memiliki efek bakteriostatik. Kombinasi minyak atsiri terbukti efektif pada media model protein seperti daging ayam.

B. Tinjauan Pustaka 1. Daging ayam

  Menurut Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen (2010), daging ayam adalah bagian-bagian dari karsas ayam yang disembelih dan lazim dimakan manusia, termasuk kulit; dapat berupa daging unggas segar atau beku. Daging ayam mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral sehingga bernilai gizi tinggi. Harga yang relatif murah dan rasa yang enak membuat daging ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat (Kusumaningrum et al., 2013). Menurut Purba et al. (2005), mutu daging pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Kelezatan bahan (palatability) yang terdiri dari keempukan (tenderness), berair (juiceness), warna, aroma, dan flavor.

  b. Sifat fisis bahan yang terdiri dari kekenyalan (resilience), kekukuhan (firmness), pengikatan (binding), dan kekerasan (grainness).

  c. Kandungan nutrisinya, air, protein, lemak, dan mineral serta d. Kandungan mikroba.

  Pertumbuhan mikroba di dalam daging segar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, waktu, tersedianya oksigen, dan kadar air daging (Kusumaningrum et al., 2013). Menurut Oliveira et al. (2013), daging mudah rusak (perishable) dan terkontaminasi oleh mikroorganisme karena adanya kandungan air yang tinggi dan pH yang cocok untuk pertumbuhan bakteri patogen maupun bakteri pembusuk. Jika daging ayam yang sudah ditumbuhi bakteri, maka dapat menyebabkan

  

foodborne disease . Terdapat dua syarat mutu daging ayam, yaitu syarat

  mutu mikrobiologi dan fisik (Tabel 2.1). Syarat mutu mikrobiologi daging ayam yaitu tidak boleh sedikitpun mengandung bakteri Salmonella sp dan

  

Campylobacter sp per 25 gram, tidak boleh mengandung total plate count

  6

  lebih dari 1x10 cfu/g, tidak boleh mengandung S. aureus dan Coliform

  2

  lebih dari 1x10 cfu/g serta tidak boleh mengandung E. coli lebih dari

  1 1x10 cfu/g (SNI, 2009).

Tabel 2.1. Persyaratan tingkatan mutu fisik daging ayam (SNI, 2009)

  Faktor Tingkatan mutu No. mutu Mutu I Mutu II Mutu III

  1. Konformasi Sempurna Ada sedikit kelainan pada Ada kelainan pada tulang dada/ paha tulang dada paha

  2. Perdagingan Tebal Sedang Tipis

  3. Perlemakan Banyak Banyak Sedikit

  4. Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit sobek Tulang ada yang patah, sedikit, tetapi tidak pada ujung sayap lepas, kulit bagian dada sobek di dada

  5. Perubahan Bebas dari Ada memar sedikit tetapi Ada memar, tidak ada warna memar tidak pada bagian dada, tidak free burn (freeze burn) freeze burn

  6. Kebersihan Bebas dari Ada bulu tunas sedikit yang Ada bulu tunas bulu tunas menyebar, tetapi tidak pada (pin feather) bagian dada 2.

   Foodborne disease dan food spoilage Foodborne disease merupakan suatu penyakit yang bersifat

  infeksius atau toksik yang disebabkan karena makanan terkontaminasi bakteri patogen. Beberapa contoh bakteri patogen dan bakteri pembusuk yaitu Pseudomonas, Acinetobacter, Flavobacterium, Corynebacterium, Enterobacteriaceae, B. cereus, S. aureus, E. coli, Salmonella sp, dan C.

  jejuni (Rialita, 2014). Gejala yang dapat timbul akibat terkontaminasinya

  makanan oleh bakteri patogen yaitu sakit perut, mual, muntah, diare, tidak nafsu makan, perut kejang, demam, dan dehidrasi (Kusumaningsih, 2010). Menurut WHO (2015), terdapat 600 juta kasus foodborne disease di seluruh dunia pada tahun 2010, dan 230.000 di antaranya menyebabkan kematian. Perlu penanganan yang baik untuk memperkecil angka kejadian foodborne disease .

  Selain foodborne disease, suatu makanan yang terkontaminasi bakteri dapat menyebabkan food spoilage atau pembusukan makanan.

  Food spoilage terjadi bila makanan terkontaminasi oleh bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan perubahan secara visual dari makanan tersebut.

  Perubahan visual yang terjadi yaitu dari aspek tekstur, warna, bau, dan rasa yang menjadi tidak enak. Pembusukan makanan ini dapat terjadi karena terjadi aktivitas enzim dari bakteri pembusuk dalam makanan tersebut. Sehingga menimbulkan perubahan visual.

3. Pengawet makanan

  Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya: pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis, dan pengental (Winarno, 1992). Bahan pengawet dalam makanan digunakan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari kehidupan mikroba baik yang bersifat patogen maupun non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan seperti pembusukan (Tranggono et al., 1990). Bahan pengawet dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.

  Bahan pengawet ada dua macam, yaitu bahan pengawet organik dan anorganik. Bahan pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada bahan pengawet anorganik, karena lebih mudah dalam proses pembuatannya. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai pengawet organik adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat. Sedangkan zat pengawet anorganik yang sering digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit (Winarno, 1992). Asam benzoat merupakan zat pengawet yang paling luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan pengawet yang diizinkan pada Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/88 yaitu: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, sulfur dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoit, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium sulfit, nisin dan propil p-hidroksi benzoit. Sedangkan pengawet yang diperbolehkan dan dinyatakan aman dikonsumsi oleh FDA yaitu vitamin C, asam sitrat, natrium dan asam benzoat, sorbat, kitosan, asap cair, kunyit, air KI, sulfur dioksida, kalium nitrit, kalium dan natrium propionat, natrium metasulfat dan asam sorbat.

4. Serai (Cymbopogon citratus)

  Tanaman serai atau Lemongrass (Inggris) sering digunakan sebagai bumbu masakan di daerah Asia Tenggara dan tempat lainnya. Selain itu, oleh masyarakat, serai digunakan sebagai obat kumur, penghangat badan, mengobati sakit gigi, radang lambung dan usus (Zeruya, 2007). Nama serai di luar negeri bermacam-macam, diantaranya yaitu citronella (USA), sera (Hindi), lemon grass (Egypt), ta-khrai (Thailand), sakumau (Malaysia) (Shah et al., 2011). Sedangkan nama daerah serai di Indonesia yaitu serai (Sunda), sere (Jawa tengah), sarae (Lampung), lauwariso (Seram), sangae-sangae (Batak). Tanaman serai umumnya tumbuh sebagai tanaman liar di tepi jalan atau perkebunan, namun ada juga yang dengan sengaja ditanam. Kondisi pertumbuhan serai yaitu di daerah tropis lembab, cukup sinar matahari dan dengan curah hujan relatif tinggi. Menurut Shah

  et al . (2016), tanaman serai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Cymbopogon Spesies : Cymbopogon citratus Serai dapat tumbuh 1-1,5 m dengan panjang daunnya yang mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm berwarna hijau muda, tekstur kasar dan beraroma kuat (Fitriani et al., 2013). Serai berupa tumbuhan yang termasuk dalam keluarga Poaceae, menahun dan mempunyai perakaran yang dalam dan kuat. Memiliki jenis daun tunggal, lengkap, ujungnya berlidah (ligula), helaian dan lebih dari separuhnya menggantung.

  Kandungan senyawa kimia dalam serai yaitu minyak atsiri, saponin, tannin, alkaloid, flavonoid, keton (Sousa et al., 2010). Minyak atsiri serai memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. aureus, B. subtilis,

  E. coli , S. typhimurium (Hamad et al., 2016; Naik et al., 2010; Nuritasari et al., 2016; Singh et al., 2011). Senyawa yang bertanggungjawab dalam

  aldehida (α citral dan β citral) paling dominan (Hamad et al., 2016; Noermentari et al., 2016). Menurut Bassole dan Juliani (2012), senyawa aldehid merupakan senyawa yang bertugas menghambat pertumbuhan bakteri, selain fenol, keton, alkohol.

5. Cengkih (Syzygium aromaticum)

  Cengkih memiliki nama daerah yang berbeda-beda, yaitu: clove (Inggris), cengkih (Jawa, Sunda), wunga lawing (Bali), bunga lawing (Gayo), sake (Nias), cangkih (Lampung), hungolawa (Gorontalo) (Thomas, 2007). Menurut Interagency Taxonomic Information System atau

  ITIS (2016), tanaman cengkih dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium Spesies : Syzygium aromaticum Cengkih (S. aromaticum) atau clove merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki tangkai bunga kering yang beraroma khas.

  Cengkih banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara- negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Pohon cengkih merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan tinggi 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkih akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5-2 cm. Bunga cengkih mengandung minyak atsiri, dan juga senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan gom. Minyak esensial dari cengkih mempunyai fungsi anestetik dan antimikrobial. Minyak cengkih sering gigi. Zat yang terkandung dalam cengkih yang bernama eugenol, digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi (Laitupa dan Susane, 2010).

  Minyak atsiri daun cengkih memiliki aktivitas antibakteri dengan menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Rahayu, 2000). Senyawa yang mengambil peran penting dalam aktivitas antibakteri tersebut yaitu eugenol yang bersifat asam lemah. Senyawa asam lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepas

  • ion H dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Kondisi yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri gram positif dan negatif (Rahayu, 2000).

6. Minyak atsiri (Essential oil)

  Minyak atsiri atau minyak eteris atau minyak terbang merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar (Lutony dan Rahmayati, 2002) tanpa mengalami perubahan komposisi, larut dalam pelarut organik, komposisi berbeda sesuai dengan sumber penghasilnya. Minyak atsiri biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan, tetapi ada juga beberapa minyak yang berwarna kemerah-merahan, hijau, coklat dan biru. Minyak atsiri jika dibiarkan di udara terbuka dan terkena sinar matahari maka akan menjadi gelap, berubah bau, menjadi lebih kental dan akhirnya menjadi resin (Masriah, 2007). Sifat minyak atsiri yang umum yaitu mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).

  Minyak atsiri memiliki komposisi yang berbeda-beda, disebabkan adanya perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). destilasi (penyulingan), ekstraksi dan pengepresan (penekanan) (Voight, 1984). Destilasi merupakan proses pemisahan komponen cairan atau padatan dari dua atau lebih campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya. Titik didih komponen minyak mudah menguap anatara 150-300

  C pada tekanan 760 mmHg. Komponen dengan titik didih rendah akan terdestilasi dahulu baru kemudian yang bertitik didih tinggi.

  Metode destilasi dibagi menjadi 3 metode, yaitu:

  a. Destilasi air Bahan yang akan didestilasi harus kontak langsung dengan air sampai terendam seluruhnya atau mengapung tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang akan didestilasi (Sastrohamidjojo, 2004). Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

  b. Destilasi air dan uap air Bahan yang akan didestilasi diletakkan di atas rak atau saringan berlubang dengan air berada di bawah saringan tersebut. Air yang dipanaskan menyebabkan uap air yang basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tersebut hanya mengalami kontak dengan uap dari pemanasan air atau tidak kontak langsung.

  c. Destilasi dengan uap langsung Air penyulingan tidak diisi langsung di dalam alat destilasi. Uap jenuh atau uap kelewat panas (di atas 1 atm) dialirkan pada pipa uap berpori pada bagian bawah bahan dan kemudian bergerak ke atas melewati saringan dan kontak dengan bahan (Indriyanti,

7. GC-MS (Gas chromatography-mass spectrometry)

  GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau

  mobile phase ) adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti

  helium atau yang tidak reaktif seperti gas nitrogen. Stationary phase atau fase diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersbut. Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC-MS adalah (1) preparasi sampel, (2) derivatisasi, (3) injeksi, (4) pemisahan, (5) deteksi oleh MS, (6) pembacaan hasil.

  Bagian utama dari kromatografi gas (GC) adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor. Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon

  2

  2

  2

  (Ar), nitrogen (N ), hidrogen (H ), dan karbon dioksida (CO ). Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ada dua dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, sedikit polar, polar, semi polar dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar.

  Spektrometer massa (MS) sebagai detektor terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut.

8. Metode pengukuran pertumbuhan bakteri

  Metode untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme pada suatu media ada dua macam, yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung (Pratiwi, 2008). a. Metode Langsung 1) Pengukuran menggunakan bilik hitung (counting chamber)

  Metode pengukuran bakteri ini menggunakan bilik hitung

  Petroff Hausser. Keuntungan menggunakan metode ini adalah

  mudah, murah, dan cepat, serta bisa diperoleh informasi tentang ukuran dan morfologi mikroorganisme. Kerugiannya yaitu populasi mikroorganisme yang digunakan harus banyak

  6

  (minimum 10 CFU/ml), karena pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati. Pengukuran dilakukan dengan mengalirkan suspensi mikro organisme melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda pada dua sisi orifice mengukur tahanan listrik (ditandai dengan naiknya tahanan) pada saat bakteri melalui

  orifice . Pada saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini

  adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. 3) Pengukuran dengan plating technique

  Pengukuran ini adalah perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (Colony Forming Unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah, dan sensitive karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung dan dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air, ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus digunakan media yang sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel. 4) Pengukuran dengan teknik filtrasi membran

  Sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan vacum. Bakteri yang terperangkat selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis karena membutuhkan alat khusus yang mahal. 1) Pengukuran turbudity (kekeruhan)

  Pengukuran ini dilakukan atas dasar terjadinya bakteri yang bermultiplikasi pada media cair, sehingga akan menyebabkan kekeruhan media. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara membandingkan densitas optik (optical density, OD) antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri. 2) Pengukuran aktivitas metabolik

  Pengukuran didasarkan pada asumsi bahwa jumlah produk

  2

  metabolik tertentu, misalnya asam atau CO , menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang dihasilkan mikroorganisme. 3) Pengukuran berat sel kering (BSK)

  Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (deksikator) dan ditimbang beberapa kali hingga mencapai berat konstan yang dihitung sebagai berat sel kering (BSK).

C. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian mengenai identifikasi senyawa kimia dan uji potensi pengawet alami dari kombinasi minyak atsiri serai (C. citratus) dan cengkih (S. aromaticum) pada daging ayam dapat dilihat pada Gambar 2.1. Komponen kimia minyak atsiri serai dan cengkih Identifikasi senyawa kimia dengan GC-MS (Hamad et al., 2014) Destilasi

  Minyak Destilasi daun- Minyak atsiri daun cengkih atsiri serai batang serai cengkih

  (Feriyanti, 2013) Memiliki aktivitas Memiliki aktivitas antibakteri (Burt, 2004; antibakteri (Burt, 2004; Hamad et al., 2016)

  Hartanti et al., 2016) Digunakan sebagai pengawet Sebagai pengawet makanan makanan alami (Burt, 2004; alami (De Oliveira et al., Hamad et al., 2015) 2013; Singh et al., 2011)

  Kombinasi minyak atsiri dapat memperbaiki aspek sensoris (rasa, warna, Kombinasi minyak atsiri tekstur, bau), memperkecil konsentrasi cengkih dan serai pada minyak atsiri yang digunakan, karena berbagai perbandingan kombinasi lemah/sedang dapat digunakan sebagai pengawet menimbulkan efek sinergis (Bassolé dan alami pada daging ayam Juliani, 2012; Rialita, 2014).

  Kontrol Minyak Minyak Minyak atsiri Minyak atsiri Minyak atsiri negatif atsiri serai atsiri serai cengkih serai cengkih serai cengkih

  (aquades) 1% cengkih 1% 2:0.2 % 0.2:2 % 1:1 %

  Potensi sebagai pengawet dianalisis berdasarkan aspek secara organoleptis dan absorbansi bakteri pada media NB pada waktu penyimpanan hari ke-0, 3, 6, 9, 12, 15.

  Kombinasi minyak atsiri serai dan cengkih diduga memiliki potensi sebagai pengawet alami pada daging ayam yang lebih baik dibandingkan pada penggunaan secara tunggal.

  

Gambar 2. 1 Kerangka konsep penelitian

D. Hipotesis

  Kombinasi minyak atsiri serai dan cengkih diduga memiliki potensi sebagai pengawet alami pada daging ayam yang lebih baik dibandingkan pada penggunaan secara tunggal berdasarkan aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga diduga dapat mencegah terjadinya foodborne

  disease dan food spoilage.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara

  metode non eksperimental dan metode eksperimental. Metode non eksperimental yaitu melakukan determinasi tanaman serai dan cengkih, destilasi daun cengkih dan serai, identifikasi kandungan senyawa kimia dalam minyak atsiri serai dan cengkih dengan menggunakan GC-MS. Metode eksperimental yaitu melakukan uji potensi minyak atsiri serai dan cengkih sebagai pengawet daging ayam berdasarkan aktivitasnya sebagai menghambat pertumbuhan bakteri dengan menggunakan perbandingan konsentrasi minyak atsiri serai dan cengkih.

  B. Variabel Penelitian

  1. Variabel bebas Variabel bebas dari penelitian ini adalah perbandingan konsentrasi minyak atsiri serai dan cengkih dan waktu penyimpanan daging ayam.

  2. Variabel tergantung Variabel tergantung dari penelitian ini adalah absorbansi sampel yang dikultur pada media NB dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm, dan pengamatan organoleptis sampel daging ayam.

  3. Variabel terkendali Variabel terkendali dari penelitian ini adalah proses pengerjaan aseptis, sterilisasi, media kultur, suhu penyimpanan, waktu destilasi, preparasi sampel.

  C. Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan. Proses pengerjaan determinasi tanaman cengkih dan serai dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, destilasi minyak atsiri serai dan cengkih dilakukan di Laboratorium Water and Waste Water

  Treatment Fakultas Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Purwokerto

  (UMP), identifikasi kandungan senyawa minyak atsiri serai dan cengkih dilakukan di Laboratorium Microinstrument Terpadu UMP, dan uji potensi minyak atsiri serai dan cengkih sebagai pengawet makanan dilakukan di Laboratorium Bioprocess Fakultas Teknik Kimia UMP.

  D. Alat dan Bahan

  1. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan analitik

  (Shimadzu), dandang uap destilasi, mikropipet (Socorex), GCMS-QP2010 SE dengan SH-Rxi-5Sil MS (Shimadzu), LAF/Laminar Air Flow (Mascotte model LH-S), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1240), pH meter, autoklaf, oven (Memmert) dan alat-alat gelas (Pyrex).

  2. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu simplisia batang dan daun serai, simplisia daun cengkih, akuades, natrium sulfat anhidrat, n-heksan, daging ayam segar, formalin, dimetil solfoksida (DMSO), natrium benzoat, media Nutrient Broth (NB) dan alkohol.

  E. Cara Penelitian

  1. Pengumpulan Tanaman Daun cengkih yang dipakai diambil dari daerah Pemalang, Jawa

  Tengah. Serai (aerial parts) yang digunakan diambil dari daerah Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah.

  2. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Taksonomi

  Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto mengunakan buku acuan “Flora of Java” Volume III (Backer dan Bakhuizen Van Den Brink, 1968).

  3. Penyiapan Simplisia Sampel yang telah dikumpulkan, dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari sampai menjadi simplisia kering.

  4. Pengambilan Minyak Atsiri (Destilasi) Pengambilan minyak atsiri serai dan cengkih dilakukan dengan metode destilasi uap dan air. Simplisia serai dan cengkih masing-masing dimasukkan ke dalam dandang uap berbeda yang telah diisi dengan akuades. Proses destilasi berlangsung selama 5-6 jam. Minyak yang didapat yang masih tercampur dengan air dipisahkan dengan Na

  2 SO

  4

  anhidrat sebanyak 10% dari cairan. Minyak yang telah dipisahkan, disaring dan disimpan dalam botol vial dalam lemari pendingin suhu

  o

  rendah 5±2 C dalam botol kaca dibungkus aluminium foil (Oliveira et al., 2013).

  Minyak atsiri dianalisis dengan menggunakan GCMS-QP2010 SE dengan SH-Rxi-5Sil MS, dilengkapi dengan kolom HP-5 5% fenilmetilsiloksan ukuran 30 m x 0,25 mmID x 0,25 µm df. Suhu oven

  o o

  diprogram dari suhu 50 C selama 2 menit, lalu dinaikkan sampai 100 C

  o

  dengan laju 2 C/menit, dan langsung dinaikkan lagi sampai 280 C dengan

  o

  laju 5 C/menit dan ditahan sampai 10 menit. Gas pembawa berupa gas helium dengan laju alir sebesar 1ml/menit. Rasio injeksinya yaitu 1:50 dan voltasi ionisasi yaitu 70 eV. Suhu injektor dan deterktor masing-masing

  o o

  280 C dan 230

  C. Volume minyak atsiri atau sampel yang diinjeksi sebanyak 1µL 10000 ppm dengan n-heksan sebagai pelarutnya. Waktu tunggu pembacaan pelarut selama 2 menit dan analisis satu sampel berlangsung selama 73 menit. Identifikasi konstituen dari spektrum massa dibandingkan dengan library Wiley 9.0 (Adam, 2001).

  6. Uji Potensi minyak atsiri serai dan cengkih sebagai bahan pengawet daging ayam a. Pembuatan media NB

  Melarutkan 4 g NB dalam 500 mL akuades, diaduk dan dipanaskan di atas hot plate sampai homogen, lalu tutup rapat dengan aluminium foil. Kemudian dilakukan sterilisasi basah (Pratiwi, 2008).

  b. Sterilisasi alat

  Alat yang digunakan disterilkan dengan metode sterilisasi

  o

  kering menggunakan oven bersuhu 170 C selama 1 jam (Pratiwi, 2008). Alat yang digunakan dicuci dan dibungkus rapat baru dimasukkan ke dalam oven.

  c. Sterilisasi bahan Bahan yang digunakan disterilkan dengan metode sterilisasi basah menggunakan autoklaf 121 C 1 atm selama 20 menit (Pratiwi,

  2008). Bahan diletakkan dalam wadah yang sesuai dan ditutup rapat dengan aluminium foil, lalu di masukkan ke dalam autoklaf.

  d. Persiapan daging ayam Purwokerto, Jawa Tengah. Daging ayam segar dipotong dadu kecil (1cm x 1cm x 1cm), kemudian dicuci dengan akuades steril.

  e. Persiapan kelompok perlakuan Penelitian ini menggunakan 9 kelompok perlakuan. Masing- masing kelompok perlakuan disiapkan dalam volume 500 mL.

  Terdapat 3 kelompok yang menggunakan kombinasi minyak atsiri dengan perbandingan minyak atsiri serai dengan cengkih sebesar 0.2:2, 1:1, dan 2:0.2 %. Dan terdapat 2 kelompok perlakuan dengan minyak atsiri tunggal konsentrasi 1%. Sebagai kontrol positif digunakan formalin 10% dan Na benzoat 0.12%. Sebagai kontrol negatif yaitu DMSO dan air steril.

  Sejumlah volume minyak atsiri tertentu dipipet, ditambah DMSO dengan volume yang sama dan ditambahkan akuades steril sampai 500 mL. Formalin diambil 50 mL dan ditambahkan akuades steril sampai 500 mL. Na benzoat ditimbang 0.6 g dan dilarutkan dengan akuades steril sampai 500 mL. Diambil DMSO 5 mL dan ditambahkan dengan akuades steril sampai 500 mL. Air steril disiapkan dalam wadah sebanyak 500 mL (tabel 3.1). Perlakuan dilakukan secara aseptis.

Tabel 3.1. Jumlah pemipetan cairan kelompok perlakuan

  Kelompok Perlakuan Pemipetan Bahan (mL) Minyak Atsiri serai Minyak Atsiri cengkih Formalin Na Benzoat DMSO Aqua steril Kontrol negatif (aquades)

  • ad 500 DMSO - - - -

  5 Minyak serai 1% 5 - - -

  5 Minyak cengkih 1% - 5 - -

  5 Minyak serai cengkih 0,2:2 % 1 10 - -

  11 Minyak serai cengkih 1:1 % 5 5 - -

  10 Minyak serai cengkih 2:0.2 % 10 1 - -

  11 Kontrol positif (formalin) - - 50 - - Na benzoat 0,12% - - - 0,6 -

  Pengawetan daging ayam dengan cara memasukkan potongan daging ayam yang telah dicuci bersih ke dalam 9 kelompok perlakuan selama 1 menit dan dibantu dengan pengadukan. Setiap 6 potong daging ayam dipindahkan ke dalam gelas steril untuk dilakukan penyimpanan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12 dan 15. Semua disimpan di dalam lemari pendingin (2-7

  C), kecuali untuk penyimpanan hari ke- 0.

  f. Pengamatan potensi minyak atsiri serai dan cengkih sebagai pengawet alami pada daging ayam Setiap waktu penyimpanan dilakukan pengamatan. Pengamatan tersebut ada 2 aspek, yaitu pengamatan secara organoleptis dan absorbansi bakteri pada media NB. 1) Organoleptis

  Pengamatan uji organoleptis pada sampel daging ayam yang telah diawetkan dengan kelompok perlakuan. Uji dilakukan dengan diambil sampel potongan daging ayam kemudian diamati keberadaan lendir, tekstur, bau dan warna (Andayani et al., 2014). 2) Absorbansi bakteri pada media NB

  Perhitungan absorbansi bakteri diambil dari sampel daging ayam yang telah diawetkan dengan kelompok perlakuan. Diambil 1 potong daging ayam dan dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi 25 mL media NB steril. Homogenkan campuran tersebut selama 1 menit. Diambil 1 mL cairan yang telah homogen dan tuangkan pada tabung reaksi yang berisi 9 mL media NB steril. Tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37

  C. Ukur absorbansi media setelah 24 jam dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm. Sebagai blanko digunakan media NB steril. Perlakuan dilakukan replikasi sebanyak 3x dan semua dalam F.

   Analisis Data

  Analisis deskriptif dilakukan untuk deskripsi data hasil organoleptis sampel daging ayam hasil penyimpanan. Sedangkan data hasil absorbansi diolah secara statistik. Sebelum dianalisis harus dilakukan uji homogenitas dan normalitas. Data yang tidak homogen dan tidak normal, kemudian dianalisis secara non-parametrik menggunakan metode Kruskal-Wallis. Jika terdapat perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan analisis Post Hoc menggunakan tes Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan, bermakna (p <0.05) atau tidak bermakna (p>0.05) (Dahlan, 2011).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jahe Gajah (Zingiber officinale var. officinale) - PERBANDINGAN POTENSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH ( Zingiber officinale var. officinale ) DESA TETEL PURBALINGGA DARI HASIL PENYULINGAN DAN EKSTRAKSI TERHADA

1 2 16

POTENSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI CAMPURAN MINYAK ATSIRI CENGKEH ( Syzygium aromaticum) DAN KITOSAN UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM ASEPTIS

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri - POTENSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI CAMPURAN MINYAK ATSIRI CENGKEH ( Syzygium aromaticum) DAN KITOSAN UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM ASEPTIS - repository perpustakaan

0 0 15

EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH DENGAN KALSIUM PROPIONAT SEBAGAI PENGAWET PADA DAGING AYAM

0 2 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANT I AGING TETRAHIDROKURKUMIN , EKSTRAK PEGAGAN ( Centella asiatica ), DAN KOMBINASI TETRAHIDROKURKUMIN - EKSTRAK PEGAGAN - repository perpustakaan

0 0 24

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 18

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 5

FORMULASI, STABILITAS, DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN PASTA GIGI DARI MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS ( Alpinia galanga L.) - repository perpustakaan

0 0 17

IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DAN UJI POTENSI PENGAWET ALAMI DARI KOMBINASI MINYAK ATSIRI SERAI (Cymbopogon citratus) DAN CENGKIH (Syzygium aromaticum) PADA DAGING AYAM

0 1 17