BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat - G. HANDAYANI BAB III

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 1.

  Waktu Penelitian dilaksanakan sekitar dua bulan yaitu mulai dari Bulan April 2015 sampai Bulan Mei 2015.

2. Tempat

  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Laboratorium Terpadu, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

3.2 Materi Penelitian 1.

  Bahan yang akan digunakan yaitu aquades, agar, sukrosa, Natrium Hipoklorit (NaOCL), alkohol 70%, detergent halus, rimpang kencur, daun kencur, akar kencur.

  2. Alat yang akan digunakan yaitu Laminar Air Flow cabinet (LAF), botol kultur, timbangan analitis, skalpel, pinset, pH meter, lampu spirtus, gelas ukur, pengaduk, otoklaf, lemari es, microwave, karet, plastik penutup botol kultur.

  17

  3.3 Metode Pelaksanaan 1.

  Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan metode Survey dengan 6 perlakuan.

  Perlakuan eksplan daun menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E1S1). Perlakuan eksplan daun menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E1S2). Perlakuan eksplan akar menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E2S1).

  Perlakuan eksplan akar menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E2S2). Perlakuan eksplan rimpang menggunakan sterilan natrium hipoklorit 5% dan alkohol 70% (E3S1). Perlakuan eksplan rimpang menggunakan sterilan natrium hipoklorit 10% dan alkohol 70% (E3S2). Pada masing-masing perlakuan terdapat 5 sampel sehingga diperoleh 30 unit perlakuan.

  3.4 Pelaksanaan Penelitian 1.

  Pembuatan larutan stok Pembuatan larutan stok bertujuan agar waktu kerja yang dilakukan lebih efektif dan efisien dalam pembuatan larutan medium MS yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun prosedur pembuatan larutan stok yang akan digunakan dalam pembuatan medium MS adalah terlebih dahulu menimbang bahan yang dibutuhkan sesuai tabel kebutuhan unsur untuk larutan medium MS. Penimbangan bahan dilakukan dengan kelipatan kebutuhan larutan medium MS yang nantinya akan digunakan selama penelitian.

  Adapun prosedur pembuatan larutan stok adalah sebagai berikut : a.

  Larutan stok A, merupakan larutan hara makro, dibuat 100 kali dilarutkan dalam 1000 ml aquades b.

  Larutan stok B, merupakan larutan hara makro, dibuat 1000 kali dilarutkan dalam 100 ml aquades c.

  Larutan stok C, merupakan campuran FeSO4.7H20 dan Na-EDTA dibuat 100 kali dan dilarutkan ke dalam 200 ml aquades d.

  Larutan stok D, merupakan larutan vitamin kecuali mio-inositol, dibuat 100 kali dalam 200 ml aquades e.

  Larutan stok E, merupakan larutan mio-inositol, dibuat 100 kali dalam 100 ml aquades

2. Pembuatan Medium MS

  Prosedur pembuatan medium MS yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Semua bahan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer , meliputi: a.

  Aquades sebanyak 500 ml terlebih dahulu dimasukkan ke gelas piala 1000 ml.

  b.

  Menambahkan larutan stok A 100 ml; stok B o,5 ml; stok C 0.5 ml; stok D 0,5 ml; stok E 1 ml; stok F 0.5 ml, vitamin, mio-inositol, sukrosa dan agar.

  c.

  Menambahkan air sampai volume 1000 ml.

  d.

  Mengatur pH larutan dengan PH meter, dengan kebutuhan pH sekitar 5,7-5,8 , jika pH tinggi diturunkan dengan HCl 1N dan jika Ph rendah dinaikkan dengan KOH 1N dengan cara ditetesi sampai mencapai pH yang diinginkan.

  e.

  Memasukkan magnetic strirrer ke daalam gelas beker, kemudian hotplate dinyalakan, dan ditunggu hingga larutan yang dibuat menjadi homogen.

  f.

  Menuang larutan medium ke botol kultur sebanyak 15 ml/botol.

  g.

  Menutup botol kultur yang telah diisi medium dasar MS dengan aluminium foil dan memberikan label sesuai perlakuan.

  h.

  Melakukan sterilisasi basah menggunakan autoklaf dengan memasukkan botol-botol tersebut ke dalam autoklaf dan disterilisasi dengan suhu 121

  o C dengan tekanan 1,5 psi selama 20-30 menit.

  i.

  Menyimpan media yang sudah disterilisasi di dalam ruang penyimpanan media yang steril ber-AC (suhu 24-26

  o

  C) selama 3 hari sebelum digunakan untuk memastikan bahwa media yang telah dibuat tersebut tidak terkontaminasi dan dapat digunakan dalam penelitian.

3. Sumber dan sterilisasi Eksplan

  Bahan yang akan digunakan sebagai eksplan adalah daun, akar dan irisan rimpang. Rimpang ditumbuhkan pada media steril sampai tumbuh daun dan akar. Penyediaan eksplan dilakukan dengan cara mengambil potongan akar dari rimpang yang tumbuh, irisan melintang rimpang dan irisan daun dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dari daun yang sudah terpilih dan disterilisasikan. Sterilisasi dilakukan sesuai perlakuan.

  Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan pencucian dan pembuangan bagian-bagian yang kotor dan mati di bawah air bersih yang

  mengalir . Pencucian dapat dilakukan dengan penyikatan menggunakan detergent halus. Terkadang bahan yang sudah bersih dibiarkan di bwah air mengalir selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memecah koloni kontaminan yang masih menempel dipermukaan agar koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan sterilisasi. Juga untuk mengurangi dan menghilangkan senyawa fenol, terutama pada tanaman yang kandungan fenoliknya tinggi.

  Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu. Ukuran ini harus lebih besar dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan sterilan sesuai perlakuan yang dirancang. Eksplan daun, akar dan rimpang direndam dengan larutan Natrium hipoklorit (NaOCL) dengan konsentrasi 5 % pada gelas beker yang berbeda setiap eksplan, setelah 5 menit di cuci sebentar dengan aqudes steril lalu direndam dengan larutan alkohol 70% selama 1 menit. Begitu pula dengan konsentrasi larutan 10%. Setelah waktu perendaman tercapai, bahan dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dibawa masuk ke dalam laminar dan siap di tanaman pada media kultur.

3.5 Variabel yang Diamati Pengamatan dilakukan setelah eksplan ditanam selama 30 hari.

  Pengamatan meliputi : 1.

  Identifikasi sumber kontaminan: mengamati sumber kontaminan (bakteri atau jamur) yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada masing- masing perlakuan.

  2. Tingkat kontaminasi : diamati kategori tingkat kontaminasi pada masing- masing perlakuan (ringan : apabila koloni masih berbentuk lendir semi transparan, sedang; apabila koloni sudah berlendir putih tebal, berat: apabila koloni sudah menutupi seluruh permukaan eksplan bahkan menutupi permukaan media) 3. Persentase kontaminasi : dihitung jumlah eksplan yang terkontaminasi dengan mengamati jumlah eksplan yang terserang kontaminan (jamur dan bakteri) sejak pertama eksplan ditanam.

4. Hari pertama kontaminasi : mengamati hari keberapa pertama kali eksplan terkena kontaminasi.

3.6 Analisa Data

  Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif dengan bantuan tabel, diagram, dan rumus. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.

  Menghitung persentase kontaminasi : 2. Rerata waktu pertama kontaminasi :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persentase Kontaminasi

Gambar 4.1 Persentase Kontaminasi

  Perlakuan E1S1 merupakan perlakuan eksplan daun yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapa 100%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% masih kurang kuat, sehingga sumber kontaminan masih dapat hidup dan menyerang semua eksplan pada perlakuan ini.

  Perlakuan E1S2 merupakan perlakuan eksplan daun yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10% direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 %

  23 selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi adalah 0%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 10% sudah cukup kuat sehingga dapat menghalangi kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media.

  Konsentrasi dan lama perendaman bayclin atau natrium hipoklorit (Naocl) menurut Darmono (2003) sebanyak 1-10% selama 5-30 menit, menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) 5-10% selama 5-10 menit. Dari kisaran waktu perendaman dan konsentrasi sterilan yang masih berlaku untuk semua jenis tanaman tersebut, diketahui bahwa untuk tanaman kencur dengan eksplan daun, kadar konsentrasi yang baik adalah 10% dengan waktu perendaman yang sama yaitu 5 menit.

  Perlakuan E2S1 merupakan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi adalah 0%.

  Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% pada eksplan akar sudah cukup kuat sehingga dapat menghalangi kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media. Perlakuan E2S2 merupakan perlakuan eksplan akar yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 20%.

  Pada perlakuan E1S1 konsentrasi sterilan adalah 5% kemudian pada perlakuan E1S2 konsentrasi sterilan dinaikkan menjadi 10%. Ketika konsentrasi sterilan dinaikkan maka terjadi penurunan kontaminasi karena sifat sterilan natrium hipokloroit yang menghilangkan kontaminan dengan cara mengeluarkan cairan sel kontaminan melalui osmosis, sehingga semakin tinggi konsentrasi sterilan maka cairan natrium hipoklorit akan semakin pekat dan akan lebih kuat menarik keluar cairan sel kontaminan.Namun pada perlakuan E2S1 dengan kadar sterilan 5% ketika konsentrasi sterilan dinaikkan menjadi 10% pada perlakuan E2S2 justru mengalami kontaminasi, padahal pada konsentrasi sterilan 5% sama sekali tidak mengalami kontaminasi. Hal ini karena sumber kontaminan pada perlakuan E2S2 diduga merupakan kontaminan internal, atau sumber kontaminasi yang sudah masuk ke dalam sel eksplan, sedangkan proses sterilisasi yang dilakukan merupakan sterilisasi permukaan sehingga tidak mencapai bagian dalam dari eksplan.

  Kontaminan internal mungkin saja terdapat dalam suatu jaringan tanaman, karena sebagian besar tumbuhan bersimbiosis dengan makhluk hidup lain seperti bakteri maupun jamur. Mikroba yang hidup didalam jaringan atau sel tumbuhan biasa disebut mikroba endofit atau endofitik.

  Bakteri dapat bersifat endofitik hidup secara epifit di dalam sel atau ruang antar sel tanaman (Nagy dkk, 1995). Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tumbuhan di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisma sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 1996).

  Eksplan akar pada penelitian ini berasal dari tempat tumbuh yang sama sehingga kemungkinan besar ketika salah satu akar mengandung mikroba endofit maka eksplan akar lainnya juga kemungkinan mengandung mikroba endofit juga. Namun dari hasil penelitian hanya sedikit bagian akar yang diduga mengandung mikroba endofit dilihat dari kontaminasi yang terjadi. Hal ini diduga akar kencur mengandung senyawa tertentu yang juga merupakan antibiotik sehingga dapat mengendalikan kontaminan.

  Senyawa sesquiterpen dalam minyak atsiri kunyit merupakan turunan dari senyawa terpen seperti alkohol yang bersifat bakterisida dengan merusak struktur tersier protein bakteri atau denaturasi protein (Tarwiyah, 2001). Kencur juga mempunyai turunan senyawa derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen 0,02%) (Sukari dkk, 2008).

  Kurkumin pada kunyit adalah suatu senyawa fenolik. Turunan fenol ini akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya terabsorbsi dan penetrasi ke dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein, akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri. Kencur juga mempunyai kandungan fenol. Rimpang kencur mengandung antara lain saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Johnny, 1991).

  Senyawa antibiotik pada kencur diduga dapat menghalangi kontaminan dari kencur itu sendiri. Studi terhadap 20 serbuk obat herbal campuran menunjukkan bahwa spesies jamur kontaminan yang dominan adalah

  

Aspergillus . Selain Aspergillus juga diisolasi jamur lain seperti Paecilomyces,

Eurotium , Monascus , Acremonium , Penicillium , Cladosporium ,

Scopulariopsis , Phialophora dan Fonseceae. Ekstrak dari obat herbal tersebut

ternyata mampu menghambat produksi aflatoksin dari Aspergillusparasiticus.

  Semua ekstrak mengurangi produksi aflatoxin B1 dan aflatoxin G1 sebanyak 62–97%. Hal ini menunjukkanbahwa serbuk obat herbal campuran mengandung kontaminan jamur yang lebih rendah, mungkin karena kandungan senyawa aktif dalam serbuk obat herbal campuran tersebut menghambat pertumbuhan jamur dan juga produksi aflatoksin (Fuat dkk, 2009).

  Perlakuan E3S1 merupakan perlakuan eksplan rimpang yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 5 % direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 60%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 5% masih kurang kuat, sehingga sumber kontaminan masih dapat hidup dan menyerang semua eksplan maupun media pada perlakuan ini.

  Perlakuan E3S2 merupakan perlakuan eksplan rimpang yang menggunakan bahan sterilan Natrium hipoklorit (Naocl) dengan konsentrasi 10% direndam selama 5 menit dan dilanjutkan perendaman alkohol 70 % selama 1 menit. Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kontaminasi mencapai 40%. Hal ini dimungkinkan tingkat konsentrasi sterilan Natrium hipoklortit 10% belum cukup kuat menghalangi sumber kontaminan untuk menyerang eksplan maupun media sehingga kontaminasi masih terjadi namunkadar konsentrasi 10% lebih disarankan dibandingkan tingkat konsentrasi 5% karena terdapat penurunan persentase kontaminasi.

  Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa menggunakan waktu perendaman yang sama dengan tingkat konsentrasi yang berbeda menghasilkan tingkat kontaminasi yang juga berbeda pada tiap eksplan yang digunakan. Tingkat konsentrasi sterilan natrium hipoklorit (Naocl) 5% menimbulkan efek yang berbeda pada tiga eksplan yang digunakan. Pada eksplan daun kontaminasi yang terjadi mencapai 100%, pada eksplan akar tidak terjadi kontaminasi atau tingkat kontaminasi 0%, sedang pada eksplan rimpanng kontaminasi mencapai 60%. Tingkat konsentrasi sterilan natrium hipoklorit (Naocl) 10% juga menimbulkan efek yang berbeda pada tiga eksplan yang digunakan. Eksplan daun tidak mengalami kontaminasi atau tingkat kontaminasi 0%, pada eksplan akar kontaminasi mencapai 20%, sedangkan pada eksplan rimpang kontaminasi mencapai 40%.

  Kombinasi beberapa tingkat konsentrasi bahan sterilan dan jenis eksplan menghasilkan perpaduan yang menarik. Pada eksplan daun konsentrasi sterilan yang baik adalah 10%. Untuk eksplan akar, konsentrasi 5% dan 10% bisa dikatakan sama baik, karena pada kedua tingkat konsentrasi sterilan tersebut tidak ditemukan kontaminan eksternal, namun tingkat konsentrasi sterilan 5% lebih disarankan karena dengan tingkat konsentrasi sterilan yang lebih sedikit tetapi sudah efektif untuk mengatasi kontaminan eksternal. Sedang untuk eskplan rimpang, tingkat konsentrasi sterilan yang baik adalah 10%. Terdapat dua eksplan yang persentase kontaminasinya 0% atau dapat dikatakan bebas kontaminasi 100% yaitu eksplan daun dengan konsentrasi sterilan 10% dan eskplan akar dengan konsentrasi sterilan 5% .Eksplan yang tingkat kontaminasinya mencapai 0% dapat dianjurkan untuk dilanjutkan pada tahap selanjutnya pada kultur jaringan. Pada tingkat selanjutnya eksplan mana yang paling baik apakah eksplan daun atau akar, tergantung pada perlakuan selanjutnya misalkan zat pengatur tumbuh yang diberikan atau faktor penentu lainnya.

4.2 Rerata Waktu Pertama Kontaminasi Muncul

  Hasil pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan bahwa rerata waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan variasi waktu yang beragam. Dalam pengamatan ini asal kontaminasi berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan sampai sumber kontaminasi muncul dalam media. pertama. Data hasil pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rerata waktu Pertama kontaminasi muncul

  (hari setelah inokulasi) Perlakuan Rerata waktu pertama kontaminasi

E1S1 4,4

  • E1S2
  • E2S1 E2S2

  18 E3S1 4,3 E3S2 10,5 Dari data Tabel 4.1. Terlihat bahwa waktu pertama kontaminasi muncul dari masing-masing perlakuan sterilisasi menunjukkan perlakuan E1S1 (Eksplan daun dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) rerata waktu kontaminasi muncul adalah 4,4 hari setelah inokulasi (HSI). Perlakuan E2S2( Eksplan akar dengan Naocl 10% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 18 HSI.

  E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 4,3 HSI. E3S2( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) mengalami kontaminasi dengan rerata waktu pertama kontaminasi adalah 10,5 HSI.

  Perbedaan waktu pertama terjadi kontaminasi diduga terkait dengan jenis kontaminasi internal atau eksternal. Kontaminasi internal berarti sumber kontaminasi berasal dari dalam jaringan atau sel eksplan, sehingga bisa lolos dari sterilisasi permukaan yang dilakukan dan sumber kontaminan ini bisa keluar lalu menyerang eksplan.

4.3 Sumber kontaminasi

  Kultur dapat terinfeksi satu atau lebih mikrobia seperti bakteri, fungi berfilamen, yeast, virus dan fitoplasma. Kontaminasi merupakan masalah serius yang menghambat keberhasilan untuk mendapatkan kultur aseptik ( Leifert & Cassels, 2001). Pengamatan terhadap sumber kontaminasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa sumber kontaminan disebabkan oleh jamur maupun bakteri. Sumber kontaminan yang menyerang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Sumber Kontaminasi

  KONTAMINAN (%) PERLAKUAN JAMUR DAN JAMUR BAKTERI BAKTERI

  • E1S1

  √

  • E1S2
  • E2S2

  √ E3S1 √ √ √

  E3S2 √ Dari tabel di atas dapat terlihat kontaminan yang bersumber dari jamur menyerang beberapa perlakuan yang diteliti. Pada eksplan E1S1 ( Eksplan daun dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 100%, sumber dari kontaminannya semua adalah jamur. Pada perlakuan E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 60%, semua sumber kontaminasinya adalah jamur. Pada perlakuan E3S2 ( Eksplan rimpang dengan Naocl 10% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 40% sumber dari kontaminannya semua adalah jamur. Menurut Wudianto (2002) jamur/cendawan pada umumnya berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun, kumpulan dari benang halus ini yang disebut miselium bisa dilihat dengan jelas.

  Kematian eksplan akibat kontaminasi jamur umumnya terjadi karena pertumbuhan cendawan yang lebih cepat daripada pertumbuhan eksplan sendiri. Hal ini menyebabkan cendawan dapat mendominasi permukaan media dan dapat menginvasi (menutupi) eksplan. Pada eksplan daun terdapat banyak kontaminan jamur diduga karena daun mengalami kontak langsung dengan udara, sedang udara adalah sumber banyak spora jamur.

  Adanya dominasi cendawan dalam botol kultur mengakibatkan eksplan yang ditanam tidak memiliki ruang tumbuh yang cukup sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat dan akhirnya berujung pada kematian eksplan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan eksplan yang mengalami kontaminasi karena jamur dapat diketahui bahwa terdapat warna jamur yang berbeda. Menurut Wudianto (2002) warna miselium bermacam- macam yaitu ada yang berwarna putih, cokelat, hitam, merah dan lain sebagainya. Warna miselium jamur yang menyerang dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 4.3 Warna Miselium Jamur

  Perlakuan Warna miselium jamur E1S1 Hitam

  • E1S2
  • E2S1
  • E2S2 E3S1 Merah muda E3S2 Hitam a.

  Kontaminan jamur dengan b. Kontaminan jamur dengan hifa hitam hifa putih dan merah muda

Gambar 4.2. Sumber kontaminan jamur Jamur yang berwarna hitam diduga adalah mucor atau Rhizopus, keduanya belum bisa dibedakan. Menurut Susilowati (2001) :

  Klasifikasi Mucor

  Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomucotina Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Familia : Mucoraceae Genus : Mucor Ciri morfologi koloni : hifa seperti benang putih; bagian tertentu tampaksporangium dan sporangiofor berupa titik- titik hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis: hifa tanpasekat, terdapat sporangium dan sporangiospora.

  Klasifikasi Rhizopus

  Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomycotina Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Familia : Mucoraceae Genus : Rhizopus Ciri morfologi koloni : hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabuhitam; bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiofora berupa titik-titik hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis: hifa tanpa sekat, terdapat rizoid dan sporangiospora.

  Dilaporkan rhizopus kerap menyerang beberapa tanaman herbal. Pengujian terhadap produk herbal yang sering digunakan oleh penderita AIDS yang diperoleh dari pasar lokal,supermarket jaringan dan penderitaAIDS di Missouri, AS menunjukkanadanya kontaminasi Staphylococcusauricularis,

  

Enterococcus casseliflavus,Enterobacter agglomerans, E.intermedius,

Klebsiella pneumoniae,Sphingomonas aucimobilis , kapangRhodotorula mucilaginosa, serta jamurAspergillus nige (dan spesies Aspergillus spp. yang

  lain) dan Rhizopus spp (Kineman dkk, 2002). Studi terhadap 91 sampeltanaman obat di Brazil menemukanadanya kontaminan jamur dari generaAspergillus, Penicillium, Alternaria,Chaetomium, Cladosporium, Mucor, Paellomyces, Phoma, Rhyzopus danTrichoderma (Bugno dkk, 2006).

  Kontaminan tidak hanya bersumber dari jamur tetapi juga dari bakteri. Kontaminan bakteri dapat bersifat inisial, laten, maupun introduksi. Inisial bila kontaminan dari eksplan yang kurang sempurna dalam proses sterilisasi, laten bila kontaminana tidak menunjukkan sifat patogenik in-situ namun berkembang pada media kultur, introduksi bila kontaminan berasal dari lingkungan laboratorium akibat penanganan sterilisasi alat dan ruangan yang kurang baik (Wolf, 2007).

  Pada eksplan E2S2 ( Eksplan akar dengan Naocl 10% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 20%, sumber kontaminannya adalah bakteri. Pada perlakuan E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 60%, sumber kontaminasinya sebagian adalah bakteri. Menurut Darmono (2003) kontaminasi bakteri yang menyerang eksplan umumnya ditandai dengan keluarnya cairan warna putih keruh seperti susu dan berbau busuk. Sandra (2002) juga menyebutkan kontaminsi oleh bakteri menyebabkan pembusukan, biasanya ditandai dengan keluarnya lendir dan bau busuk.

  Kontaminan bakteri yang sering dijumpai pada kultur in vitro adalah

  

Agrobacterium, Bacillus, Corynebacterium, Enterobacter, Lactobacillus,

Pseudomonas, Staphylococcus, dan Xanthomonas (Wolf, 2007). Bila sumber

  kontaminan dari berbagai macam tanah diuji di media agar maka akan terbentuk koloni bakteri yang sangat bervariasi yaitu : 5-60% Arthrobacter, 7- 67% Bacillus, 3-15% Pseudomonas, lebih dari 20% Agrobacterium, 2-12%

  Alcaligans dan 2-10% Flavobacterium, sedangkan kurang dari 5% dari koloni

  sel Corynobacterium, Micrococcus, Staphylococcus, Xanthomonas, Mycobacterium dan Sarcina (Alexander, 1979).

  Pada kultur in vitro karakteristik koloni bakteri dapat diamati langsung , diantaranya dikenali dengan adanya lendir berwarna putih, coklat, merah muda atau kuning (Wolf, 2007). Ciri bakteri menurut Cantika (2006) :

  Pseudomonas sp. : Berlendir bening hingga putih susu. Planococcus citreus : Sangat putih, ujung koloni tidak beraturan. Pseudomonas putida : Lendir putih, media berubah warna menjadi pink hingga merah.

  Kurthia gibsonii : Berlendir putih, menggenangi permukaan media.

  Pseudomonas sp . merupakan bakteri yang dapat berkembang biak

  secara bebas di lingkungan alam, bakteri gram negatif, berbentuk batang dan dapat bersifat patogen terhadap manusia, hewan dan tanaman. Pseudomonas

  

solanacearum merupakan species yang menjadi patogen banyak tanaman

  (Holt dkk, 1994). Pseudomonas solanacearum adalah bakteri penyebab penyakit layu pada tanaman heliconia (Sewake dan Uchida, 1995). Genus

  

Pseudomonas hidup di tanah dan membutuhkan energi dari luar. Jumlah genus

  ini di dalam tanah tergantung banyaknya substrat yang ditambahkan untuk energinya (Rao, 1994). Pseudomonas sp. masuk ke jaringan tanaman pada proses pemeliharaan tanaman. Bakteri dapat menyebar melalui tanah yang digunakan sebagai media tanam.

  Planococcus citreus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat atau

  kokus yang berhabitat di lautan yang sangat toleran dengan kondisi garam yang tinggi dan tidak bersifat patogen terhadap tanaman (Holt dkk, 1994).

  Apabila bakteri hidup dalam suatu organisme hidup dapat bersifat patogen karena organisme tersebut dapat menjadi sumber makanannya (Pelczar dan Chan, 1986). Eksplan yang terkontaminasi Planococcus citreus mengalami perubahan warna menjadi coklat dan seperti menyusut. Menurut Rodriguez (1988) Planococcus sp. dapat ditemukan pada tanah yang hiper salin, barang- barang yang mengandung garam tinggi dan makanan laut makarel.

  Penyebarannya ke dalam tanaman dapat melalui sumber air yang digunakan dalam penyiraman atau dari media tanam yang digunakan.

  Pseudomonas putida di dalam tanah bersifat menguntungkan untuk

  pertumbuhan tanaman. Pseudomonas putida berkembang biak di dalam akar dan rizosfer, meningkatkan penyediaan nutrisi, mengeliminasi mikroorganisme patogen dan memproduksi metabolit untuk pertumbuhan tanaman (Vancura, 1989). Meskipun bakteri ini bersifat menguntungkan, namun responnya dapat berbeda pada kultur in vitro karena eksplan yang terkontaminasi bakteri ini tetap saja mengalami kematian. Beberapa strain dari

  Pseudomonas putida memproduksi senyawa yang berbahaya untuk tanaman.

  Perbedaan kontaminasi eksplan yang disebabkan oleh Pseudomonas dengan Pseudomonas sp adalah bakteri tersebut memproduksi zat

  putida

  warnaatau pigmen yang dapat merubah warna media yang awalnya bening menjadi pink hingga merah darah. Margalith (1992) menyatakan bahwa bakteri dapat menghasilkan zat warna dengan mereduksi senyawa NO3 atau memiliki pigmen dalam tubuhnya. Menurut Holt dkk. (1994) Pseudomonas putida memilki pigmen flourescent secara alami dalam tubuhnya.

  Kurthia Gibsonii adalah bakteri gram positif berbentuk batang yang

  hidup pada kotoran hewan dan makanan yang berbahan baku daging. Bakteri ini tidak bersifat patogen (Holt dkk, 1994). Penyebarannya dapat melalui pupuk organik yang terdapat pada media tanam atau air yang sudah tercemari bakteri ini. Pada awalnya bakteri ini tidak menyebabkan perubahan apapun terhadap eksplan, namun bakteri ini sangat cepat berkembang hingga menutupi permukaan media dan eksplan menjadi tergenang. Keadaan ini menyebabkan eksplan tidak dapat bertahan dan berkembang lagi dan akhirnya mati. a.

  Kontaminan bakteri dengan b. Kontaminan bakteri dengan lendir putih kekuningan lendir merah muda

Gambar 4.3. Sumber kontaminan bakteri

  Setelah diidentifikasi maka diduga bakteri yang menyerang pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Tabel 4.4. Jenis bakteri

  Perlakuan Jenis bakteri

  • E1S1
  • E1S2
  • E2S1 E2S2 Pseudomonas putida E3S1 Pseudomonas sp E3S2 - Pseudomonas dilaporkan terdapat pada tanaman herbasius temulawak.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 4 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari rimpang temulawak , yaitu spesies Actinomyces viscosus dan

  

Pseudomonas stutzeri dari Batu, Actinomces viscosus dan Bacillus brevis dari

( , 2015).

  Purwodadi pada temulawak Imawati Dalam praktek laboratorium, glukosa secara luas digunakan sebagai sumber karbon organik, tetapi berbagai senyawa lain juga dapat digunakan secara khusus atau sumber karbon tertentu oleh bakteri yang berbeda. Diantara bakteri yang “pintar”, Pseudomonas menggunakan lebih dari 100 senyawa organik yang berbeda sebagai satu- satunya sumber karbon dan energi.

  Pada penelitian ini dalam satu botol kultur bisa terdapat satu sumber kontaminan bisa juga terdiri dari beberapa sumber kontaminan. Seringkali bakteri-bakteri tersebut berasosiasi dengan spora atau miselia fungi (Wolf, 2007). E3S1( Eksplan rimpang dengan Naocl 5% selama 5’ + alkohol 70 % selama 1’) yang mengalami kontaminasi 60%, sebagian sumber kontaminasinya adalah jamur dan bakteri sekaligus dalam satu botol kultur. Setelah dilakukan identifikasi diketahui jamur yang menyerang adalah jamur dengan warna miselium merah muda dan bakteri yang menyerang diduga adalah Pseudomonas putida. Pada eksplan akar dan rimpang sumber kontaminasi bervariasi berupa bakteri dan jamur. Hal diduga karena tanah merupakan tempat hidup bakteri dan jamur tertentu, selain itu diduga terdapat jamur dan bakteri yang bersimbiosis dengan akar dan rimpang.