BENTONIT PACITAN SEBAGAI ADSORBEN UNTUK DELORORISASI CPO (CRUDE PALM OIL) Repository - UNAIR REPOSITORY

  ii BENTONIT PACITAN SEBAGAI ADSORBEN UNTUK DELORORISASI CPO (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Oleh : WIKE ARNOVIA YANA AYU KUSUMA NIM : 080810261 Tanggal lulus : 19 Juli 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Abdulloh, S.Si, M.Si Dr. Mulyadi Tanjung, M.S. NIP. 19710923 199702 1 001 NIP. 19650422 199102 2 001 LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul : Bentonit Pacitan sebagai Adsorben untuk Decolorisai Crude

  Palm Oil (CPO)

  Penyusun : Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma NIM : 0808106261 Pembimbing I : Abdulloh, S.Si, M.Si Pembimbing II : Dr. Mulyadi Tanjung, M.S.

  Tanggal Ujian : 19 Juli 2012 Disetujui oleh :

  Pembimbing I, Pembimbing II, Abdulloh, S.Si, M.Si Dr. Mulyadi Tanjung, M.S.

  NIP. 19710923 199702 1 001 NIP. 19650422 199102 2 001 Mengetahui:

  Ketua Program Studi S-1 Kimia Departemen Kimia

  Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

  Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  iii Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga. iv

  Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma, 2012, Bentonit Pacitan Sebagai Adsorben Untuk Decolorisasi Crude Palm Oil (CPO), Skripsi ini dibawah bimbingan Abdulloh S.Si, M.Si dan Dr. Mulyadi Tanjung, M.S., Departemen

Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

  Telah dilakukan penelitian tentang bentonit pacitan sebagai adsorben untuk decolorization (penjernihan) Crude Palm Oil (CPO). Tujuan dari penelitian ini pemanfaatan bentonit sebagai adsorben untuk penjernihan CPO dan mengetahui komposisi optimum bentonit sebagai adsorben untuk penjernihan

  CPO. Sebelum digunakan sebagai adsorben CPO bentonit diaktivasi terlebih

  dahulu dengan H

2 SO 4 . Penjernihan CPO dilakukan dengan memasukkan bentonit aktif dengan variasi 1%; 2%; 3%; 4%; dan 5% kedalam CPO sebanyak 10 ml.

  Kemudian dipanaskan sambil diaduk dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75

  o

  menit pada suhu 120

  C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjernihan CPO dengan menggunakan bentonit alam pacitan dapat menjernihkan CPO dari warna yang tidak diinginkan yaitu orange keruh menjadi kuning emas secara optimal pada penambahan bentonit aktif sebanyak 1% dengan waktu pemanasan dan pengadukan selama 60 menit dan bentonit tanpa aktivasi sebanyak 2% dengan waktu pemanasan dan pengadukan selama 75 menit. Selain itu penambahan bentonit pada CPO sebagai adsorben dapat menurunkan kadar asam dan kekeruhannya. Semula kadar asam 7,82%, kadar β-karoten 234,72 ppm, kekeruhan 2,6 NTU. Setelah di adsorpsi dengan bentonit aktif kadar asam 5,43 %, kadar β-karoten 182,63 ppm, kekeruhan 0,9 NTU. Sedangkan bentonit tanpa aktivasi kadar asam 5,31 %, kadar β-karoten 180,21 ppm, kekeruhan 1,00 NTU. Bentonit aktif mempunyai kemampuan lebih cepat dalam decolorization

  2

  4

  (penjernihkan) CPO dikarenakan penambahan H SO pada bentonit dapat memperluas permukaan bentonit sehingga bentonit lebih optimum dalam menjernihkan CPO jika dibandingkan dengan benonit tanpa aktivasi.

  Kata Kunci : Crude Palm Oil (CPO), Bentonit aktif, Penjernihan, kekeruhan (NTU), Kadar asam, Kadar β-karoten

  v

  Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma, 2012, Pacitan Bentonite as Adsorbent for the Decolorization of Crude Palm Oil (CPO), this study was guided by Abdulloh S.Si., M.Si, and Dr. Mulyadi Tanjung, M.S, Departement of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT

  The research has been done for investigation Pacitan bentonite as adsorbent for the decolorization of CPO (Crude Palm Oil). The purpose of this study is bentonite as adsorbent for decolorization of CPO. Before used as adsorbent CPO, bentonite has been activated with H

  2 SO 4 . Decolorization of CPO

  is done by inserting an active bentonite with variation of 1%, 2%, 3%, 4% and 5% into CPO as many as 10 mL. Then heated and stirried with a variation time 15, 30,

  o

  45, 60, and 75 minutes at temperature 120

  C. The result showed that the decolorization of CPO using Pacitan bentonite can purify CPO from unwanted color is orange turbid to yellow optimally on the addition of active bentonite as much as 1% with heating and stirring for 60 minutes and without activation 2% with heating and strring for 75 minutes. Moreover, the addition of bentonite can reduce acid level and turbidity. First acidity levels 7,82%, β-karoten levels 234,72 ppm and turbidity 2,6 NTU. After adsorbed with active bentonite, acidity levels 10,23%, β-karoten levels 182,63 ppm, turbidity 0,9 NTU. Whereas no activation of the bentonite acid levels 5,31%, β-karoten levels 180,21 ppm, turbidity 1,00 NTU. Active bentonite has ability to more faster reduce CPO due to the addition

  2

  4

  of H SO to expand the surface of bentonite so that bentonite is more optimum in purifying CPO compared to bentonite without activation.

  Keyword : CPO (Crude Palm Oil), active bentonite, decolorization, turbidity (NTU), acid levels, β-karoten levels vi

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Bentonit Pacitan sebagai Adsorben untuk Decolorisasi Crude Palm

  Oil (CPO) dengan baik dan tepat waktu.

  Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini mungkin terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja mengingat segala keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf jika terjadi sesuatu yang kurang berkenan.

  Saran dan kritik membangun akan penyusun harapkan dan terima demi kesempurnaan naskah selanjutnya. Penyusun berharap penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

  Surabaya, Juni 2012 Penyusun

  Wike Arnovia Yana Ayu K

  vii UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamin…

  Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena hanya dengan rahmat, kasih sayang, dan lindunganNya penyusun dapat melaksanakan dan menyelesaikan serangkaian penelitian hingga naskah skripsi ini dapat tersusun dengan baik. Tiada daya dan kekuatan melainkan dari Allah.

  Penulisan naskah skripsi dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku ketua Departemen Kimia yang telah memberikan arahan dan fasilitas selama menempuh studi di Departemen Kimia,

  2. Bapak Abdulloh, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar meluangkan waktu, saran, bimbingan, dan dukungan sampai terselesaikannya naskah skripsi ini,

  3. Dr. Mulyadi Tanjung, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, serta pikiran kepada penyusun sehingga naskah ini dapat terselesaikan dengan baik,

  4. Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si selaku dosen penguji III atas ilmu, koreksi, arahan yang diberikan.

  5. Drs. Hamami M.Si selaku dosen penguji IV atas saran dan arahannya sehingga naskah skripsi ini menjadi lebih baik dan optimal.

  6. Ibu Dra. Usreg Sri Handajanie, M.Si selaku dosen wali atas nasehat dan dukungannya kepada penulis,

  viii

  7. Seluruh staf pengajar program studi S1 Kimia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penyusun,

  8. Karyawan laboratorium kimia fisik UNAIR: Pak Kamto yang selalu sabar menungguku jika anak-anak KF Lovers lembur ngelab, Mbak Kiki yang selalu menemani anak-anak mengerumpi bersama dan mau dengerin curhatan anak-anak KF Lovers,

  9. Untuk Mama dan Papa terima kasih telah memberikan kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan spiritual, moral, maupun material, Mbakku yang paling cantik Eka Natalia yang selalu mensupportku untuk dan memotivasiku untuk jadi wanita karir yang sukses, Masku Vicky Heru yang selalu memotivasi untuk selalu menjadi yang terbaik serta keponakan- keponakanku yang lucu kakak Mynov dan dedek Darrel yang selalu memberikan keceriaan kalau Tete lagi pusing mikirin skripsi. Love you “My Family”, tanpa kalian Tete mungkin tidak bisa seperti sekarang ini,

  10. Spesial untuk Mas Awku (Edy Agus Waluyo) makasih sudah memberikan warna baru dalam kehidupanku. Terima kasih atas supportmu selama ini dan selalu sabar mendengarkan ceritaku kalau aku lagi galau tentang skripsi. “Love you”,

  11. Teman-teman satu Departemen Kimia S1 angkatan 2008 yang banyak memberikan saran dan dukungannya, terumata Riza Damayanti yang selalu mau mengantarku kemana-mana terlebih dalam mencari bahan skripsi dan selalu menjadi pendengar setiaku, Amel, Ariesta, Mumun, Ve’ makasih sudah mau menjadi teman terbaikku, KF Lovers: Siti Maryam, M. Avi, Faiz

  ix Tamami, Afian, Della, Tari, Sari, Laras, Reyla, Icus, Ratih kebersamaan pada waktu ngelab tak akan ku lupa. Aku pasti merindukan kebersamaan itu lagi,

  12. Untuk Genk Gonk 159A: Nina (Mbahe), Eka (Ekong), Ina, Laras, Mbak Rani, Mbak Nita, Mbak Vanda, Mbak Erna atas keceriaan dan pengalaman dalam bersosialisasi,

  13. Semua pihak yang telah membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  Surabaya, Juni 2012 Penyusun, Wike Arnovi Yana Ayu K.

  x

  DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL .....................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ...................................................iv ABSTRAK .................................................................................................v ABSTRACT ..............................................................................................vi KATA PENGANTAR ...............................................................................vii UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................viii DAFTAR ISI .............................................................................................xi DAFTAR TABEL .....................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................xv

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

  1.2 Perumusan Masalah...............................................................................4

  1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................5

  1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................5

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................6

  2.1 Bentonit ................................................................................................6

  2.1.1 Bentonit secara umum .................................................................6

  2.1.2 Komposisi dan sifat-sifat bentonit ................................................8

  2.1.3 Pembentukan bentonit .................................................................9

  2.1.4 Stuktur bentonit ...........................................................................10

  2.1.5 Penggolongan bentonit ................................................................11

  2.1.6 Penggunaan bentonit ....................................................................12

  2.2 Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) ...................................................13

  2.2.1 Trigliserida pada minyak kelapa sawit .........................................14

  2.2.2 Senyawa non trigliserida pada minyak kelapa sawit .....................17

  2.2.3 Warna dalam minyak ..........................................................................17

  2.2.3.1 Zat warna alamiah ............................................................. 17

  2.2.3.2 Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak ..............................................................18

  2.2.3.2.1 Warna gelap .............................................................18

  2.2.3.2.2 Warna coklat ............................................................19

  2.2.3.2.3 Warna kuning ...........................................................19 2.2.4 β-karoten pada minyak sawit mentah (CPO) ................................20

  2.2.5 Bilangan asam .............................................................................22

  2.2.6 Standart mutu minyak kelapa sawit yang siap dipasarkan.............23

  2.3 Penjernihan atau Penghilangan Warna ...................................................23

  2.4 Penjernihan dengan menggunakan adsorben ..........................................25 xi

  2.5 Spektrofotometer UV-Vis......................................................................27

  2.6 Turbidimeter .........................................................................................28

  BAB III METODE PENELITIAN .......................................................31

  3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................31

  3.2 Bahan Penelitian ..................................................................................31

  3.3 Peralatan Penelitian ...............................................................................31

  3.4 Diagram Alir .........................................................................................32

  3.5 Prosedur Kerja ......................................................................................32

  3.5.1 Pembuatan larutan KOH 0,1 N ....................................................32

  3.5.2 Pembuatan larutan baku asam oksalat ..........................................33

  3.5.3 Preparasi sampel ..........................................................................33

  3.5.4 Pembuatan adsorben bentonit aktif ..............................................33

  3.6 Karakterisasi CPO .................................................................................33

  3.6.1 Penentuan kadar asam lemak .......................................................33

  3.6.2 Penentuan β-karoten dalam minyak sawit ...................................34

  3.6.3 Uji kejernihan minyak sawit ........................................................34

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................35

  4.1 Penyiapan Sampel ................................................................................35

  4.2 Pembuatan Adsorben ............................................................................35

  4.3 Penjernihan CPO dengan Adsorben Bentonit .......................................36

  4.4 Hasil Karakteristik CPO Setelah Dijernihkan dengan Adsorben Bentonit ...............................................................................................37

  4.4.1 Kadar asam lemak setelah CPO mengalami proses penjernihan ...37

  4.4.2 Hasil penentuan kadar β-karoten dalam CPO ..............................39

  4.4.3 Hasil penentuan kekeruhan CPO .................................................44

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................48

  5.1 Kesimpulan ...........................................................................................48

  5.2 Saran .....................................................................................................49

  DAFTAR PUSTAKA ................................................................................50 LAMPIRAN xii

  DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman

  2.1 Komposisi Bentonit Pacitan Dalam Bentuk Oksidanya

  8

  2.2 Komposisi dari Minyak Kelapa Sawit

  16

  2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

  16

  2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng

  23

  2.5 Perbedaan antara Adsorpi Fisika dan Adsorpi Kimia

  27

  4.1 Absorbansi Larutan Standar

  40

  4.2 Kadar β-karoten CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi

  42

  4.3 Kadar β-karoten CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Aktif

  43

  4.4 Hasil Pengukuran Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi

  44

  4.5 Hasil Pengukuran Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Aktif

  45

  xiii

  DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Halaman

  2.1 Struktur Bentonit

  11

  2.2 Gambar Bagian Buah Kelapa Sawit

  14

  2.3 Reaksi Pembentukan Trigliserida

  14

  2.4 Struktur Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh

  15

  2.5 Struktrur β-karoten

  21

  2.6 Spektrum UV Senyawa Karotena

  22

  4.1 Crude Palm Oil (CPO)

  35

  4.2 Bentonit Aktif Setelah Dioven dan Bentonit Aktif Dihaluskan 36

  4.3 Kurva dari CPO Setelah Proses Penjernihan dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi

  37

  4.4 Kurva dari CPO Setelah Proses Penjernihan dengan Adsorben Bentonit Aktif

  38

  4.5 Grafik Standar β-karoten

  41

  4.6 Kurva Kadar β-karoten Dalam CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi

  42

  4.7 Kurva Kadar β-karoten Dalam CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Aktif

  43

  4.8 Kurva Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi

  45

  4.9 Kurva Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Aktif

  45

  4.10 CPO Setelah Dijernihkan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi dan Bentonit Aktif

  47

  xiv xv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran

  1 Data penambahan berat adsorben bentonit pada CPO

  2 Hasil kadar lemak CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit

  3 Hasil kadar β-karoten dalam CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit

  4 Hasil λ maksimum

  5 Hasil uji luas permukaan bentonit

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Minyak goreng sawit (MGS) merupakan salah satu komoditas yang mempunyai nilai strategis dan merupakan sembilan kebutuhan pokok. Permintaan akan MGS dalam dan luar negeri yang semakin meningkat merupakan pentingnya komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Kebutuhan MGS terus meningkat dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya pabrik, industri makanan, dan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng (Martianto, et al, 2009).

  Hasil survei yang dilakukan oleh Martianto, et al, (2005) menunjukkan bahwa sebesar 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23 gram per hari. Menurut Amang, et al, (1996), diperkirakan total konsumsi minyak goreng pada tahun 2013 di Indonesia adalah sebesar 2.533 juta liter, sehingga memerlukan banyak sekali industri minyak goreng di Indonesia. Menurut standar industri di Indonesia minyak goreng didefinisikan sebagai miyak yang diperoleh dengan cara pemurnian minyak nabati. Minyak goreng mempunyai fungsi yaitu sebagai pengantar panas untuk mematangkan bahan makanan dan salah satu sumber lemak dalam tubuh. Proses penggorengan dengan minyak goreng umumnya pada o o suhu sekitar 180 C sedangkan minyak goreng sendiri memiliki titik didih 200 C

  1

  2 (Martianto, et al., 2009). Salah satu bahan baku utama dari minyak goreng adalah kelapa sawit. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) yang dapat diolah menjadi bahan baku minyak goreng (Morad, et al., 2010). Kelebihan minyak nabati dari kelapa sawit adalah harga yang murah dan

rendah kolesterol. Minyak sawit juga memiliki beberapa manfaat diantaranya .

  Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan dan minyak goreng mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar, kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma, kejernihan serta kemurnian produk. Minyak Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak bebas (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Sedangkan kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, minyak kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % ‐ 22,2 % dan kadar asam lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (Baharin, et al., 2001). Perbedaan kemurnian pada minyak goreng dapat dikarenakan adanya air, zat pengotor yang dapat menyebabkan emulsi dan dapat menyebabkan warna minyak goreng menjadi keruh dan pekat (Che Man, et al., 1999). Sehingga untuk menghasilkan minyak goreng yang murni dibutuhkan pengadsorpsi warna minyak tersebut.

  Proses pemurnian diperlukan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik sehingga memperpanjang masa simpan minyak

  3 (Martianto, et al., 2009). Pada pengolahan minyak pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Umumnya tahap-tahap pemurnian minyak terdiri dari degumming, netralisasi, bleaching (pemucatan), deodorisasi dan pendinginan (Ketaren, 1986). Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh tingkat kemurnian CPO. Minyak kelapa sawit mentah masih mengandung beberapa impurities baik yang terlarut maupun yang tidak terlarut dalam minyak serta suspensi yang turut terekstraksi pada waktu pengepresan kelapa sawit (Ketaren, 1986). Impurities pada minyak kelapa sawit ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan warna merah gelap yang tidak diinginkan pada minyak. Dalam industri minyak kelapa sawit, warna merupakan parameter utama dalam penentuan kualitas minyak dan digunakan sebagai dasar dalam penentuan apakah minyak tersebut diterima atau tidak dalam dunia perdagangan (Rahadjeng, 1991). Semakin gelap warna CPO maka akan semakin mahal biaya yang dibutuhkan dalam proses pemurnian, selain itu warna yang gelap juga menandakan kualitas minyak yang rendah .

  Salah satu bahan pemurni yang dapat digunakan untuk penjernihkan atau pemurnian warna minyak goreng yaitu bentonit. Bentonit adalah lempung yang tersusun sebagian besar dari smektit (monmorillonit) sebanyak 75% dan banyak terdapat di daerah Pacitan Jawa Timur. Bentonit yang sudah diaktivasi mempunyai daya pemucat yang optimum pada proses pemucatan minyak goreng (Keraten, 1986). Sebelumnya sudah pernah dilakukan penelitian bahwa bentonit yang telah dipanaskan o pada suhu 250 C dan diaktivasi dengan pengasaman pada perbandingan jumlah

  4 H 2 SO 4 pekat dan jumlah bentonit (cc/gr) 1:3 mempunyai daya absorpsi optimum sebagai pemucat minyak goreng (Rahadjeng, 1991). Selain itu untuk pemucatan minyak goreng, bentonit juga dapat digunakan untuk lumpur pembilas dalam pengeboran minyak bumi, sebagai pencegah kebocoran dalam bangunan sipil basah (misalnya bendungan dan DAM), katalisator dan lain-lain (Dietrich, 2002).

  Pada penelitian yang sudah ada banyak menggunakan bentonit sebagai pemucat minyak goreng curah dan minyak goreng bekas sehingga pada penelitian ini mencoba menggunakan bentonit sebagai pemurni CPO (Crude Palm Oil) dengan membandingkan penggunaan bentonit pacitan yang diaktivasi dengan penambahan H SO dan tidak diaktivasi dan divariasi komposisinya. Dalam penelitian ini bentonit 2 4 digunakan sebagai pemurni CPO dengan parameter kadar asam lemak, kejernihan yang meliputi jumlah karotin yang terabsorpsi dan turbiditas.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah bentonit Pacitan yang diaktivasi, dan tanpa aktivasi dapat dimanfaatkan untuk menjernihkan CPO?

  2. Berapakah komposisi optimal bentonit Pacitan yang diaktivasi, dan tanpa aktivasi dapat menjernihkan CPO paling baik?

  3. Manakah bentonit pacitan yang lebih efektif untuk menjernihkan CPO, bentonit Pacitan yang diaktivasi atau tanpa aktivasi?

  5

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Mengetahui apakah bentonit Pacitan yang diaktivasi dan tanpa aktivasi dapat dimanfaatkan untuk menjernihkan CPO dengan mutu dan kejernihan yang baik.

  2. Mengetahui berapa komposisi yang tepat dari bentonit Pacitan yang diaktivasi dan tanpa aktivasi dapat menjernihkan CPO paling optimal.

  3. Mengetahui manakah bentonit yang lebih efektif untuk menjernihkan CPO, bentonit Pacitan yang diaktivasi atau tanpa aktivasi.

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan industri tentang penjernihan (decolorisasi) CPO dapat menggunakan bentonit sebagai adsorben.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit

2.1.1 Bentonit secara umum

  Nama bentonit pertama kali digunakan untuk menyebut lempung yang bersifat plastis dan sangat koloidal yang tersusun sebagian besar dari smektit (montmorrilonit) sebanyak 75% atau lebih yang ditemukan pertama kali di daerah Ford Benton dalam lapisan Cretaceous di Wyoming Amerika Serikat (Reddy, et al., 2005).

  Bentonit termasuk jenis lempung dengan materi koloid yang kuat dan akan berubah menjadi substansi gelatin ketika bereaksi dengan air. Lempung ini akan mengembang hingga beberapa kali volume asalnya jika ditempatkan dalam air dan membentuk gel tiksotropik bila sedikit saja ditambahkan pada air. Warna bentonit bervariasi sesuai dengan kondisi yaitu kuning keputih-putihan, kehitaman, hijau kekuningan hingga coklat (Wigati, 1998). Bentuknya pun bervariasi ada yang berbentuk serbuk, bongkahan atau menjadi gel atau suspense ketika bercampur dengan air.

  Nama montmorrilonit sendiri adalah sejenis nama mineral yang banyak ditemukan di daerah montmorrilont, Perancis oleh Damaour pada tahun 1847.

  Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit. Struktur monmorillonit terdiri dari 3 layer yang terdiri dari 1 lapisan alumina (AlO

  6 ) berbentuk oktahedral pada bagian

  6 tengah diapit oleh 2 buah lapisan silika (SiO

  4 ) berbentuk tetrahedral. Diantara

  lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent,

  2+ 2+ +

  seperti Na , Ca dan Mg dan memiliki jarak (d-spacing) sekitar 1,2 – 1,5 μm (Syuhada, 2009). Montmorrilonit mampu mengadsorpsi ion positif secara selektif pada larutan polar sehingga pada waktu sama dapat melakukan pertukaran ion pada berbagai aplikasinya.

  Bentonit banyak digunakan untuk berbagai aplikasi dalam proses katalis, proses adsorpsi maupun sebagai resin penukar ion dalam berbagai industri.

  Bentonit banyak dijadikan alternatif utama dalam proses adsorpsi karena montmorrilonit di dalamnya memiliki ukuran ruang antar lapis yang mempunyai kapasitas besar dalam adsorpsi sehingga sangat efektif sebagai adsorben. Adsorben lain yang sering digunakan adalah zeolit, namun material zeolit relatif sulit disintesis dalam ukuran yang berkapasitas adsorpsi besar.

  Di Indonesia maupun di dunia, bentonit dengan berbagai manfaat menjadi obyek bisnis yang menguntungkan. Hasil penelitian Direktorat Sumber Daya mineral ternyata cukup besar deposit bentonit di kecamatan Punung Pacitan Jawa Timur. Bentonit juga dikenal dengan nama tanah pemucat (Bleaching earth) karena kemampuannya dapat merubah warna minyak, lemak maupun air limbah.

  Aplikasi lain yang banyak menggunakan bentonit adalah lumpur pembilas pada kegiatan pemboran, pembuatan pelet biji besi, penyumbat kebocoran bendungan dan kolam. Selain itu digunakan juga dalam industri minyak sawit dan farmasi (Syuhada, 2009).

2.1.2 Komposisi dan sifat-sifat bentonit Komposisi bentonit bervariasi menurut proses terjadinya dan lokasinya.

  2 O 0,16 0,2 0,14 1,87

  2 O

  3

  19,85 20,38 16,28 17,39 Fe

  2 O

  3

  8,11 6,42 6,38 3,38 MgO 2,66 3,24 4,54 4,44 CaO 1,43 1,12 1,19 1,51 Na

  K

  2

  2 O 0,16 0,28 0,18 0,24

  H

  2 O

  H

  2 O

  Total 100,92 98,58 100,44 96,45

  50,38 49,68 54,07 55,55 Al

  SiO

  • 14,45 1,27 13,49 10,09
    • 3,72 4,56 4,17 1,52

  • : air lembab yang hilang pada pemanasan 100-110

  C H

  Variasi dari komposisi bentonit ini terletak pada kandungan dari logam-logam penyusunya yang terletak pada tetrahedral dan oktahedral (Djumarman,1977).

Tabel 2.1 Komposisi bentonit Pacitan dalam bentuk oksidanya (Harsini., 1995)

  Keterangan : B-1 : lapisan atas yang berwarna kemerahan B-2 : lapisan tengah yang berwarna abu-abu muda B-3 : lapisan bawah yang berwarna abu-abu tua B-4 : standar bentonit Amerika H

  2 O

  o

  o

  • : air interkalasi yang hilang pasa pemanasan 400

  bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silica, aluminium oksida dan hidroksida Oksida B-1% B-2% B-3% B-4%

  C Bentonit dibedakan dari lempung yang lain karena hampir seluruhnya (

  85% - 90%) terdiri dari mineral lempung kelompok monmorilonit (Djumarman, 1977) yang secara umum ditunjukkan oleh rumus (OH)

  4 Si

  8 Al 4 .nH

  2 O. Mineral yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu layer sentral oktahedral.

  2 O

  Luas permukaan monmorillonit yang cukup besar menyebabkan sifat plastisitas dan kelekatannya yang tinggi dalam keadaan basah. Mineral-mineral tersebut pada umumnya berupa butiran yang sangat halus, sedangkan lapisan penyusunnya tidak terikat dengan kuat. Dalam kontaknya dengan air, mineral- mineral tersebut menunjukkan pengembangan antar lapis yang menyebabkan volumenya meningkat dua kali lipat. Jarak dasar monmorillonit meningkat seraca bersamaan dengan menyerapnya air. Peningkatan jarak dasar terjadi secara bertahap yang akhirnya menyebabkan pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation antar lapis. Potensi mengembang dan mengerut yang tinggi ini merupakan penyebab mineral dapat menerima dan menukar ion-ion logam dan senyawa-senyawa organik (Tan, 1992).

2.1.3 Pembentukan bentonit

  Secara umum pembentukan bentonit berasal dari proses geologis bahan asal abu vulkanik yang mengalami perubahan oleh proses hidrotermal, proses pelapukan maupun pergeseran kimia. Bentonit juga terdapat pada batuan plutonik dengan pembentukan yang relatif lebih lambat dari pada abu vulkanik.

  Pembentukan bentonit sangat dipengaruhi oleh komponen utama mineral yang terkandung di dalamnya. Selain itu komponen kimia air, daya alir pada bahan dasarnya, iklim dan macam relief tempat pembentukannya juga mempengaruhi pembentukannya.

2.1.4 Stuktur bentonit

  Struktur bentonit ditentukan oleh struktur mineral penyusunnya yaitu mineral monmorillonit. Berdasarkan struktur mineral berdasarkan jenis lempung yaitu terdiri dari lembaran-lembaran tetrahedral dan oktahedral dalam berbagai komposisi. Diusulkan untuk monmorrilonit yaitu :

  1. Hofmann dan Endell.

  2. Edelman dan Favajee. Kedua hipotesis tersebut menunjukkan keasamaan-keasamaan dalam hal ini struktur sel unit yang dianggap simetris. Selembar oktahedral aluminium diapit oleh dua lembar tetrahedral silica. Lapisan-lapisan tersebut bertumpuk dalam pola acak dan beberapa mineral tersebut berbentuk serat. Ikatan yang menahan lapisan- lapisan bersama cukup lemah. Ikatan yang menyebabkan mineral mengembang apabila ada air yang menyusup.

  Perbedaan antara susunan Hofman dan Edelmann yaitu terletak pada susunan jaringan tertrahedral silika. Edelmann dan Favajee berpendapat bahwa ada suatu susunan alternatif dari tetrahedral silica dengan ikatan Si-O-Si bersudut

  o

  180 dengan bidang dasar yang terdiri dari gugus OH yang terikat pada silika dan tetrahedral (Tan, 1992).

Gambar 2.1 Struktur Bentonit (Syuhada et al, 2009)

2.1.5 Penggolongan bentonit

  Secara garis besar bentonit dapat digolongkan menjadi 2 bagian sesuai dengan mineral lempung penyusun utamanya yaitu:

  1. Natrium Bentonit (Na-bentonit) Bentonit ini mampu menyerap air dalam jumlah yang besar disertai dengan pengembangan volume yang besar pula dan tetap terdispersi dalam air selama beberapa waktu. Bentonit ini dapat menyerap air sebanyak lima kali dari beratnya, sehingga volumenya bisa bertambah lima belas kali dari volume keringnya. Sifat dari pengembangan bentonit natrium ini bersifat reversible, artinya dapat dikeringkan kembali beberapa kali tanpa merubah sifatnya. Dalam keadaan kering bentonit ini berwarna putih atau krem sedangkan pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan mengkilap. Bentonit tipe ini mempunyai perbandingan soda dan kapur tinggi. Posisi pertukaran ionya banyak diduduki

  • oleh ion Na . akan tetapi bentonit jenis ini tidak dapat diaktifkan. Bentonit tipe
natrium ini biasanya digunakan untuk pembuatan pellet bijih besi, sebagai lumpur pembilas bahan pembakar minyak, dan penyumbat kebocoran pada bendungan.

  2. Kalsium Bentonit (Ca-bentonit) Bentonit ini bersifat tidak mengembang dan tetap terdispersi dalam air secara alami maupun setelah diaktifkan dengan asam. Posisi pertukaran ionnya

  2+ +

  diduduki oleh ion Ca dan Mg . Dalam keadaan kering bentonit ini berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, dan coklat.

  Perbedaan dari kedua jenis bentonit diatas yaitu berdasarkan sifat pengembangannya. Akan tetapi, bentonit untuk jenis yang tidak mengembang perlu dilakukan pengaktifan terlebih dahulu agar diperoleh hasil evaluasi yang sempurna.

  Apabila didispersikan di dalam air, dengan cepat bentonit natrium akan terurai menjadi partikel-partikel yang sangat kecil. Bentonit kalsium juga demikian tetapi biasanya partikel-partikelnya lebih besar ukurannya (Djumarman, 1977).

2.1.6 Penggunaan bentonit

  Secara umum bentonit banyak digunakan dalam aplikasi tiga hal yaitu sebagai resin penukar ion, adsorben dan penyerap air dalam jumlah besar tanpa pengembangan volume terutama pada Ca-bentonit.

  Kombinasi antara bentonit dengan bahan lain sering digunakan dalam berbagai keperluan industri. Pada komposisi tertentu campuran bentonit ini bermanfaat dalam proses produksi kertas yaitu sebagai bahan perentensi kaolin dan efek fine us tanpa resin. Bentonit juga sering dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair pada industri rayon dengan prinsip adsorpsi.

  Bentonit atau fuller earth digunakan dalam proses penjernihan warna pada industry minyak goreng (Sherrington, 1968). Nama lain bentonit adalah bleaching

  earth atau tanah pemucat yang digunakan dalam penjernihan warna pada tekstil,

  minyak dan lemak. Penggunaan bentonit akan efektif jika bentonit diaktivasi terlebih dahulu dengan tujuan memperluas permukaan sehingga kapasitas adsorpsi lebih besar.

2.2 Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO)

  Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit yang kemudian diolah lagi menjadi minyak goreng sawit (MGS). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah dari kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang disebut pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut dengan endocarp. Sedangkan inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Dari bagian buah kelapa sawit yang mengandung minyak adalah lapisan sebelah dalam (mesocarp) dengan kadar minyak rata-rata sebanyak 56% dan inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%.

  Pericarp Mesocarp Kernel Endocarp

  2.2 Gambar Bagian Buah Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit pada umumnya seperti minyak nabati lainnya yaitu merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida.

2.2.1 Trigliserida pada minyak kelapa sawit

  Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit juga terdiri atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak menurut reaksi sebagai berikut :

  O H C O C R 2 1 CH OH

  2 O O C R HC 2 O

  • 3 H

  2 CHOH

  • 3 RCOOH

  O H C O C R 2 3 CH OH 2 Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Trigliserida

  1

  2

3 Bila R = R = R atau ketiga asam lemak penyusunnya sama maka

  trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran.

  Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :

  O H O

H H H

2 2 2 H C C C C OH C C C C OH 2 H C

  H C

  3

  3 H

  Asam Lemah Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh

Gambar 2.4 Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh

  Makin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida, makin tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut .Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase padat. Sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul trigliserida maka makin rendah titik helm atau titik cair minyak tersebut sehingga pada suhu kamar berada pada fasa cair. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit (Ketaren, 1986).

Tabel 2.2 Komposisi dari Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986).

  Trigiserida Jumlah (%) Tripalmitin

  3-5 Dipalmito-Stearine

  1-3 Oleo-Miristopalmitin 0-5 Oleo-Dipalmitin

  21-43 Oleo-Palmitostearin 10-11 Palmito-Diolein

  32-48 Stearo-Diolein

  0-6 Linoleo-Diolein

  3-12

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

  Asam Lemak Jumlah

  • Asam Kaprilat
  • Asam kaproat Asam Miristat

  1,1 – 2,5 Asam Palmitat

  40 – 46 Asam Stearat

  3,6 – 4,7 Asam Oleat

  30 – 45

  • Asam Laurat Asam Linoleat

  7 – 11 Minyak kelapa sawit jika dilihat berdasarkan dari asam lemaknya digolongkan menjadi minyak asam palmiat karena minyak kelapa sawit ini memiliki kandungan asam palmiat yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kandungan asam lemak lainya.

  Jenis asam lemak sendiri terdiri dari dua jenis yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Rantai karbon hidrokarbon dalam suatu asam lemak bersifat tak jenuh apabila mengandung ikatan rangkap. Untuk saat ini asam lemak tak jenuh sangat diminati oleh masyarakat karena lebih aman bagi kesehatan sedangkan asam lemak jenuh beresiko tinggi mempertinggi kadar kolesterol dalam darah yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah dalam jantung, sehingga bisa menyebabkan gangguan pada jantung.

  2.2.2 Senyawa non trigliserida pada minyak kelapa sawit

  Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan.

  2.2.3 Warna dalam minyak

  Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna- warna yang tidak disukai oleh konsumen. Zat warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu zat warna alamiah dan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah (Ketaren, 1986).

2.2.3.1 Zat warna alamiah

  Yang termasuk golongan zat warna alamiah adalah zat warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa sawit, dan ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.

  Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang.

2.2.3.2 Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak

2.2.3.2.1 Warna Gelap