PENGARUH PENANAMAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS KARAGINAN RUMPUT LAUT - Repository UNRAM

  PENGARUH PENANAMAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS KARAGINAN RUMPUT LAUT

  

Eucheuma cottonii

1) 2) 3)

  Muhammad Rizqi , Nunik Cokrowati , Muhammad Marzuki

  1)

  Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram Jl. Pendidikan No. 37 Mataram, NTB

  • Korespondensi : Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram Jl. Pendidikan No, 37 Mataram, NTB

  Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar karaginan rumput laut Eucheuma

  

cottonii dari hasil budidaya pada kedalaman yang berbeda. Adapun rancangan yang

  perlakuan dan 1 kontrol, P1 dengan kedalaman 25 cm di bawah permukaan air laut, P2 dengan kedalaman 50 cm di bawah permukaan air laut, P3 dengan kedalaman 75 cm di bawah permukaan air laut dan kontrol dengan kedalaman 15 cm di bawah permukaan air laut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan kedalaman yang berbeda mampu memberikan pengaruh terhadap kandungan karaginan rumput laut Eucheuma cottonii serta laju pertumbuhannya. Kadar karaginan tertinggi terdapat pada kedalaman 50 cm di bawah permukaan air laut, dan pertumbuhan tertinggi terdapat pada kedalaman 25 cm di bawah permukaan air laut. kadar karaginan pada perlakuan 50 cm di bawah permukaan air laut yaitu 30,8% lebih tinggi dari perlakuan 25 cm di bawah permukaan air laut yaitu 20,5%. Laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan 25 cm di bawah permukaan air laut dengan berat rata-rata 700 gram lebih tinggi dari perlakuan 50 cm di bawah permukaan air laut dengan berat rata-rata 591,5 gram, hal ini dikarenakan laju penyerapan cahaya serta zat hara yang optimal pada kedalaman 25 cm dan 50 cm di bawah permukaan air laut. adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu kadungan karagina tertinggi diperoleh dari kedalaman 50 cm di bawah permukaan air laut, untuk memperoleh pertumbuhan dan kadar karaginan rumput laut Eucheuma cottonii yang optimal di Teluk Seriwe Lombok Timur sebaiknya ditanam pada kedalaman >25 cm dan <50 cm di bawah permukaan air laut.

  Kata Kunci: rumput laut Eucheuma cottonii, kadar karaginan, laju pertumbuhan

  

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  Rumput laut sebagai salah satu komuditas ekspor merupakan sumber devisa bagi dunia sepanjang periode (2010-2014) meningkat sebesar 8,15% per tahun (ITC, 2015).

  Kebutuhan dunia terhadap rumput laut diproyeksikan akan terus meningkat tiap tahunnya, hal ini dikarenakan banyaknya industry di luar negeri yang memiliki permintaan tinggi terhadap bahan baku rumput laut seperti, industri kosmetik, makanan dan farmasi (Hikmah, 2015).

  Lombok Timur disebut sebagai Kawasan “Minapolitan” karena merupakan salah satu daerah yang mengembangkan budidaya rumput laut dalam produksi besar di NTB, luas lahan pengembangan untuk budidaya rumput laut sebesar 2000 hektar dengan potensi produksinya sebesar 558.250 ton basah. Produksi rumput laut Lombok Timur menempati posisi ke-2 untuk produksi rumput laut di NTB dengan total produksi sebesar 148.482 ton basah (KKP, 2013). Upaya untuk meningkatkan produksi rumput laut di Lombok Timur dilakukan melalui perluasan area penanaman yang ditopang oleh pengembangan teknologi budidaya berbasis hasil riset.

  Kualitas rumput laut sangat ditententukan oleh kedalaman pada saat penanaman rumput laut, kedalaman air untuk usaha budidaya dengan menggunakan metode long-line berkisar 2 meter (SNI, 2010). Perbedaan kedalaman penanaman rumput laut akan mempengaruhi tingkat penyerapan cahaya matahari untuk melakukan fotonsintesis sebagai sumber energinya, sinar matahari juga dibutuhkan untuk penyerapan zat-zat hara yang ada pada perairan tersebut (Mei dan Serdiati, 2010). Penanaman rumput laut yang terlalu dekat dengan permukaan air laut dapat menyebabkan kelebihan penyerapan radiasi matahari, hal ini dikarenakan temperatur yang diterima lebih tinggi pada siang hari, menjadi semakin lebih tinggi akibat tambahan panas dari konversi kelebihan energi photosynthetically-active radiation (PAR) (Cokrowati et al., 2011).

  Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pertumbuhan Seriwe, Lombok timur”

  Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar karaginan rumput laut Eucheuma cottonii dari hasil budidaya pada kedalaman yang berbeda di Teluk Seriwe, Lombok timur..

  Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai pertumbuhan dan kadar karagenan rumput laut Eucheuma cottonii pada kedalaman berbeda di Teluk Seriwe, Lombok timur serta diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan rumput laut dan karagenan untuk kepentingan konservasi dan budidaya komersial.

  

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

  Penelitian ini dilaksanakan selama 45 hari, terhitung mulai tanggal 20 februari sampai dengan 3 april 2018 di Desa Serewe, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.

  Alat dan Bahan

  Adapun alat yang digunakan adalah sebagai berikut, longline, tali ris, botol berisi pasir, pH meter, sechdisk, oven, timbangan, pelampung, panci, blender, kain halus, timbangan, baskom plastic, dan oven. Bahan yang digunakan adalah rumput laut Eucheuma cottonii.

  Metode Penelitian

  Metode yang digunakakan eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap dilakukan 3 dan 1 kontrol serta 16 ulangan, dimana setiap perlakuan terdiri dari 16 ulangan sehingga dilakukan pengacakan dengan system lotre karena kontrol hanya sebagai pembanding semua perlakuan, sedangkan P1,P2,P3 diacak menggunakan system lotre,data yang akan dikumpulkan ditiap perlakuan terdapat pada 4 titik ikat dalam tiap tali ris.Prosedur Penelitian.

  Persiapan dilakukan dengan menyiapkan bibit rumput laut Euchema cottoni yang didapatkan dari Balai Besar Penelitian Gerupuk. Bibit rumput Laut Eucheuma cottonii yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah hasil eksperimen Eucheuma cottonii menjadi Kultur jaringan.

  Parameter Pengamatan

  Pengamatan yang dilakuakan selama 40 hari meliputi laju pertumbuhan harian, pertumbuhan mutlak, rendemen karaginan.

  Pertumbuhan Mutlak

  Anggadiredja (1994), pertumbuhan mutlak diukur dengan menggunakan rumus G = W - W , dimana Wt = bobot basah akhir (g) dan Wo = bobot basah awal (g).

  t o Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

  Berat awal dan akhir rumput serta lama pemeliharaan dijadikan dasar dalam perhitungan laju pertumbuhan harian sebagai berikut ini (Dawes, 1981) : DGR % = (lnWt – LnWo)/t*100%, dimana DGR = daily Growth Rate (laju pertumbuhan harian) (%); Wt = bobot basah akhir (g); Wo = bobot basah awal (g); dan t = lama waktu budidaya (hari).

  Rendemen Karaginan

  Rendemen karaginan adalah kadar kandungan karaginan di dalam rumput laut yang dinyatakan dengan persen. Rendemen karaginan dihitung dengan menggunakan persamaan

  Parameter kualitas air

  Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini mencakup parameter fisika dan kimia yaitu suhu, salinitas, oksigen terlarut, total dissolved solid, intensitas cahaya.transparansi air laut, arus.

  Analisis Data

  Data yang telah dikumpulkan selama proses penelitian dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dan dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) apabila terdapat pengaruh yang signifikan dari setiap perlakuan.

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik

   Laju pertumbuhan spesifik merupakan nilai pertumbuhan rumput laut yang dihitung

  perhari selama masa pemeliharaan.Tingginya laju pertumbuhan spesifik mengindikasikan bahwa pertumbuhan rumput laut yang semakin baik. Pertumbuhan tanaman yang baik memiliki laju pertumbuhan lebih dari 2% per hari (Anggadiredja, et al., 2006).

  Laju pertumbuhan spesifik rumput laut pada kedalaman 25 cm paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 4,95% sedangkan pertumbuhan spesifik terendah terdapat pada kedalaman paling bawah 75 cm yaitu sebesar 4,41% (Gambar 1). Pada kedalaman 25 cm memberikan hasil pertumbuhan spesifik yang terbaik dari semua perlakuan (Gambar 1).

  Pertumbuhan mutlak

  Pertumbuhan mutlak rumput laut tertinggi diperoleh pada kedalam 25 cm dengan rata- rata 700 gram (Gambar 2), pertumbuhan rumput laut pada kedalaman 25 cm dibawah laut terendah terdapat pada perlakuan dengan kedalaman 75 cm di bawah permukaan air laut dengan rata-rata 538,5 gram (Gambar 2).

  Kadar Karaginan

  Kadar karaginan yang diamati pada penelitian adalah rumput laut Eucheuma cottoni yang dibudidayakan atau dipelihara di luar bondre.

  Karaginan merupakan hidrokoloid yang terutama terdiri dari ester sulfat amonium, kalsium, magnesium, kalium dan natrium dari galaktosa dan 3.6-anhidrogalaktosa polisakarida (FAO, 2001). Setelah dilakukan uji kandungan karaginan pada semua perlakuan, hasil kandungan karaginan tertinggi diperoleh dari kedalaman 50 cm di bawah permukaan air laut (Gambar 3), dan kandungan karaginan terendah diperoleh dari kedalaman 15 cm di bawah permukaan air laut (Gambar 3). Kadar karaginan pada kedalaman 15 cm, 25 cm , dan 75 cm di bawah permukaan air laut tidak memenuhi standar kadar karaginan. Pada kedalaman 15 cm diperoleh hasil rata- rata 16,6 %, kedalaman 25 cm diperoleh hasil rata-rata 20,5 %, kedalaman 75 cm diperoleh hasil rata-rata 17,1 %, sedangakan kadar karaginan pada kedalaman 50 cm diperoleh hasil rata-rata 30,8 %. Hasil uji lanjut menunjukan bahwa kadar karagianan pada kedalaman 50 cm memenuhi standar karaginan (Gambar 3), hal ini sesuai dengan pernyataan Syamsuar (2006) yaitu persyaratan kadar karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan RI, yaitu minimum sebesar 25 %.

  Pembahasan Laju Pertumbuhan Spesifik

  Laju pertumbuhan spesifik merupakan nilai pertumbuhan rumput laut yang dihitung bahwa pertumbuhan rumput laut yang semakin baik. Pertumbuhan tanaman yang baik memiliki laju pertumbuhan lebih dari 2% per hari (Anggadiredja, et al., 2006).

  Rumput laut termasuk termasuk tumbuhan yang dalam proses metabolismenya memerlukan kesesuaian faktor-faktor fisika maupun kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi atau zat hara (seperti nitrat dan fosfat), dan pencahayaan sinar (Atmadja, 2007).

  Setelah dilakukan uji lanjut LSD (Tabel 1), laju pertumbuhan spesifik pada kedalaman 25 cm lebih tinggi dari perlakuan lainnya (Tabel ) karena kebutuhan nutrien serta cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan cukup optimal dibandingkan dengan perlakuan lainnya, seperti yang dinyatakan oleh Rejeki (2015) yaitu rendah dan tingginya laju pertumbuhan rumput laut pada kedalaman yang berbeda diduga karena beberapa kondisi ekologis baik fisika, kimia maupun kondisi ekologis lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut pada masing-masing kedalaman. Sedangkan laju pertumbuhan harian rumput laut pada kedalaman 15 cm lebih rendah dari kedalaman 25 cm dan lebih tinggi dari pada kedalaman 50 cm dan kedalaman 75 cm, hal ini dikarenakan laju penyerapan cahaya yang cukup tinggi. Pada saat surut terendah rumput laut di kedalaman 15 cm terkena langsung oleh cahaya matahari sehingga pigmen-pigmen rumput laut mengalami kerusakan dan pertumbuhannya tidak optimal, sesuai dengan pernyataan Burhanuddin (2012) yaitu intesitas cahaya matahari yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan pigmen-pigmen fotosintesis.

  Pertumbuhan Mutlak

  Hasil analisis uji lanjut LSD menunjunjukan pertumbuhan rumput laut pada kedalaman 25 cm di atas permukaan air laut sangat berbeda nyata dengan pertumbuhan kebutuhan nutrient serta penetrasi cahaya matahari yang optimal sehingga Eucheuma cottonii bisa tumbuh optimal pada kedalaman 25 cm, sesuai dengan pernyataan DPSMK (2013) yaitu cahaya matahari dibutuhkan oleh rumput laut untuk proses fotosintesis dimana hasilnya adalah fiksasi O2, ultraviolet juga dibutuhkan pertumbuhan dirinya dan kemampuan cahaya menembus perairan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.

  Kadar Karaginan

  Perbedaan kadar karaginan pada kedalaman yang berbeda disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah ekologi perairan, penanganan pasca panen, dan pertumbuhan rumput laut, seperti yang dinyatakan oleh Widowati et al (2015) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya kadar karaginan dapat dipengaruhi oleh cara penanganan saat panen, pengolahan maupun metode pembuatan dan di lanjutkan oleh Harun (2013) yaitu salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas karaginan rumput laut Eucheuma cottonii adalah tingkat pertumbuhan rumput laut.

  Faktor ekologi perairan yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar karaginan

  

Eucheuma cottonii adalah cahaya matahari, kedalaman penanaman dan arus. Persentasi kadar

  karaginan tertinggi diperoleh pada kedalaman 50 cm, hal ini dikarenakan pada kedalaman 25 cm cahaya matahari yang dibutuhkan untuk pembentukan cukup optimal, berbeda nyata dengan kedalaman 15 cm (kontrol) dan kedalaman 25 cm, pada kedalaman 15 cm intesitas cahaya matahari terlalu tinggi menyebabkan kerusakan pigmen-pigmen fotosintesis sehingga menghalangi pembentukan karaginan dalam proses fotosintesis (Burhanuddin, 2012). Sedangkan pada kedalaman 25 cm rumput laut lebih fokus memfungsikan energi dari cahaya matahari untuk proses pertumbuhan, seperti yang dinyatakan oleh Sulistitijo (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan rumput laut berkorelasi negatif dengan karaginannya, dimana saat pertumbuhan tinggi kandungan karaginannya menurun, hal ini disebabkan karena didistrubusikan untuk pertumbuhan dan pembentukan karaginan, sedangkan fase generatif dimana energi direduksi untuk proses generatif sehingga kandungannya menurun dan pertumbuhannya tetap berjalan sampai mencapai titik maksimal (DPSMK, 2013). Pada kedalaman 75 cm lebih tinggi kadar karaginannya dibandingkan dengan kedalaman 15 cm (kontrol), pada kedalaman 75 cm kadar karaginannya diperoleh rata-rata 17,1%, sedangkan kedalaman 15 cm (kontrol) kadar karaginannya diperoleh rata-rata 16,6%, hal ini dikarenakan pada kedalaman 75 cm terjadi kekurangan penyerapan cahaya matahari sehingga rumput laut dengan sendirinya membentuk pigmen fikoeritrin yang membantu klorofil-a menyerap cahaya matahari, seperti yang dinyatakan oleh Kinball (1990) yaitu fikoeritrin merupakan pigmen pelengkap yang berfungsi membantu klorofil-a dalam menyerap cahaya matahari pada proses fotosintesis.

  Parameter Kualitas Air

  Rumput Laut Eucheuma cottonii merupakan makro alga yang hidup di laut, pada umumnya di dasar perairan dan menempel pada substrat atau benda lain dan juga hidupnya terapungdi permukaan laut.

  o

  Suhu perairan selama penelitian cukup optimal yaitu berkisar antara 29-31

  C, Kordi

  o

  (2011) menjelaskan bahwa suhu yang optimal bagi pertumbuhan rumput laut yaitu 26-30 C. Suhu air yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan percabangan rumput laut sangat kecil dan mempengaruhi kualitas produksi rumput (Surni, 2014).

  Salinitas selama penelitian berkisar antara 29-32 ppt. Salinitas yang optimal bagi pertumbuhan laut yaitu berkisar antara 28-33 ppt(Kordi, 2011), berarti salinitas pada lokasi penelitian masih dalam kisaran yang optimal bagi rumput laut yang dibudidayakan. Perubahan salinitas yang ekstrim dapat menyebabkan stress pada rumput laut, yang mengakibatkan rumput laut mudah terserang penyakit (ice-ice) ( Susilowati et al., 2012).

  

kotoran seperti epifit pada thallus maupun transportasi oksigen, sesuai pernyataan Litaay

(2014) yaitu kecepatan arus berperan penting dalam perairan misalnya, pencampuran massa

air, pengangkutan unsur hara, maupun transportasi oksigen. Kecepatan arus selama penelitian

tidak optimal yaitu berkisar antara 0,042-0,083 m/detik , kotoran seperti epifit banyak

menempel pada bondre maupun substrat rumput laut sehingga pertumbuhan rumput laut yang

dipelihara di dalam bondre terganggu, kisaran arus yang baik menurut Kordi (2011) adalah

  0,2-0,4 m/detik.

  Kecerahan pada lokasi budidaya juga masih dalam kisaran optimal yaitu berkisar 3,5-6 m. Anggadiredja (2001) menjelaskan bahwa keadaan perairan sebaiknya relatif jernih dengan tingkat kecerahan tinggi, dan tampakan (jarak pandang kedalaman) dengan alat sechidisk mencapai 2-5 m, kondisi seperti ini dibutuhkan agar cahaya matahari dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis.

  Derajat keasaman atau pH pada teluk seriwe cukup optimal yaitu 7, sesuai dengan standar pH yang layak dijadikan lokasi budidaya Eucheuma cottonii yaitu 7-8,5 (SNI, 2010), dilihat dari pertumbuhan Eucheuma cottonii yang cukup optimal dari semua perlakuan diindikasikan akibat optimalnya dalam penyerapan unsur hara, seperti yang dinyatakan Wenno et al (2012) yaitu Penyerapan unsur hara oleh tanaman membutuhkan pH optimum sekalipun tersedia dalam jumlah cukup.

  

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  Berdasarkan hasil dari analisi data dan pembahasan terhadap hasil penelitian, dapat Kedalaman berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan kadar karaginan Eucheuma

  

cottonii di Teluk Seriwe. Kadar karaginan tertinggi diperoleh pada perlakuan 50 cm di bawah

  permukaan air laut dengan jumlah 30,5% dan kadar karaginan terendah diperoleh pada perlakuan 15 cm di bawah oermukaan air laut dengan jumlah 16,6%, pertumbuhan optimal

  

Eucheuma cottonii terdapat pada kedalaman 25 cm di bawah permukaan air laut, dan kadar

karaginan tertinggi diperoleh pada kedalaman 50 cm di bawah permukaan air laut.

  Saran

  Untuk memperoleh kualitas rumput laut Eucheuma cottonii yang bermutu tinggi, maka sebaiknya dilakukan budidaya pada kedalaman maksimal 50 cm di bawah permukaan air laut dan minimal 25 cm di bawah permukaan air laut.

  

Abustang, 2016. Pengaruh Perbedaan Bobot Tallus Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii Strain Coklat yang Dikayakan. Jurnal Rumput Laut Indonesia.

  1(2): 82-87.

  Ahda A., A.Surono, A. Imam, I. Batubara, I. Ismanadji, M. Suitha, R. Yunaidar, Setiawan, N.

  Kurnia, E. Danakusumah, Sulistijo, A. Zatnika, J. Basmal, I. Effendi , N. Runtuboy. 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan..

  Anggadiredja, J.T. 2001.Seri Agribisnis Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Anggadireja, J.T., A. Zatnika, H. Purwoto, S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya.

  Jakarta. Anggadiredja, J.T., A. Zatnika, H. Purwoto, S. Istini. 2011. Rumput Laut. Penebar Swadaya.

  Jakarta. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington.

  Atmadja, W., S. 2007. Divisi Penelitian dan Pengembangan Seaweed. Kelompok Studi Rumput Laut dan Kelautan. UNDIP. Semarang. 8 hal. Budi S. P., 2016. Pengaruh Konsentrasi Konsorsium Bakteri K4, K5, dan K6 Terhadap

  Tingkat Kesehatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Journal of Aquaculture Hal 146-154.

  Management and Technology Vol.5 No.

  Buhanuddin, 2012. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Yang Dibudidayakan Pada Jarak Dari Dasar Perairan Yang Berbeda. Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Vol.1 No.2 .

  Cokrowati, N. 2016. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Program Penulisan Hibah Buku Ajar.

  Universitas Mataram. Cokrowati, N. Hilmi, Y. Farida, N. 2011. Pengaruh Kedalaman Tanam Terhadap

  Pertumbuhan Eucheuma spinosum Pada Budidaya Dengan Metode rawai. Jurnal Kelautan Vol.4 No.2 1907-9931. Daud R. 2013. Pengaruh Masa Tanam Terhadap Kualitas Rumput Laut Kappaphycus

alvarezii. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau , No. 129.

Darmawati, 2013. Analisis Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Yang di

  Tanam Pada Berbagai Kedalaman. Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar. Vol.2 No.2. Makassar. Dawes C.J. 1981. Marine Botany. New York (US): John Willey & Sons. 628p. Dinas Kelautan dan Perikanan NTB. 2016. http://www.antarantb.com/Diakses pada tanggal 04 Agustus, 2016. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2013. Teknik Penanaman Rumput Laut.

  Buku Teks Bahan Ajar Siswa. Ega. L., C. G. C. Lopulalan, dan F. Meiyasa. 2016. Artike Kajian mutu karagenan Rumput laut Eucheuma cottonii Berdasarkan Sifat Fisiko-Kimia pada Tingkat Konsentrasi

  Kalium Hidroksida (KOH) Yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 5(2): 38-44. Effendi H. 2003.Telaahan Kualitas Air. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

  [FAO] Food And Agriculture Organization. 2007. Carrageenan. Preparet at The 68 JECFA Published in FAO JECFA Monographs. Harun, M. Montolalu, R. Suwetja, K. 2013. Karakteristik Fisika Kimia Karaginan Rumput

  Laut Jenis Kappaphycus alvarirezii Pada Umur Panen Yang Berbeda Di Perairan Desa Hikmah. 2015. Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Komuditas Rumput Laut

  Eucheuma cottonii Untuk Peningkatan Nilai Tambah di Sentra Kawasan Industrialisasi. Balai Besar Penelitian Sosial ekonomi Kelautan dan Perikanan.

  Gedung Balitbang, Jakarta Utara.

  

Hudha , M. I., R. Sepdwiyanti, dan S. D. Sari. 2012. Ekstraksi Karagenan dari Rumput Laut

(Eucheuma spinosum) dengan Variasi Suhu Pelarut dan Waktu Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia . 1 (1) : 7-12.

  Hutagalung H. P., A. Rozak. 1997. Penentuan kadar Nitrat. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. H. P Hutagalung, D. Setiapermana dan S. H. Riyono (Editor).

  Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.LIPI. Jakarta.

  Ikhsan. 2005. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma cottonii), dan Kandungan Karaginan Pada Berbagai Bobot Bibit dan Asal Thallus Di Perairan Desa Guruaping Oba Maluku Utara. [Tesis]. Bogor Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

  Indriani. 2003. Rumput Laut, Budidaya Pengolahan dan Pemasaran. Seri Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta. International Trade Center (ITC). 2015. Data Ekspor Impor Rumput Laut Dinas. HS 121220, HS 121221, HS 121229, HS 130231, HS 130239. Priode 2010-2014. Kadi A. 2004. Potensi Rumput Laut Dibeberapa Perairan Pantai Indonesia. Oceanografi. LIPI

  Kasim N., Asnaini. 2012. Penentuan Musim Reproduksi Generatif dan Preferensi Perekatan Spora Rumput Laut (Eucheuma cottonii).Ilmu Kelautan ISSN 0853-7291. Kementerian kelautan dan perikanan (KKP). 2015. Analisa Data Pokok. Pusat data statistik dan informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2016. Pedoman Teknis Pembagunan Kawasan

  Kebun Bibit Rumput Laut. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Republik Indonesia. Kimball, J.W. 1990. Biologi. Edisi Kelima, Jilid 1 Erlangga. Jakarta. Kordi, M.G. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput laut di Laut dan Tambak. Lily Publisher. Lestari H. 2017. Optimasi Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Menghasilkan Karagenan Murni Dengan Metode Respon Permukaan. Universitas Lampung. Litaay C. 2014. Sebaran dan Keragaman Komunitas Makro Algae. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Teluk Ambon. 6(1): 131-142. seaweed, Kappaphycus striatum, in the laboratory until outplanting in the field and maturation to tetrasporophyte. J. Appl. Phycol. 22:579–585. DOI 10.1007/s10811- 0099497 7. Marzuki, M. 2017. Pendekatan Multidimensi Menuju Pengelolaan Holistik. Perikanan

  Budidaya Laut Teluk Saleh. Penerbit Depublish. Yogyakarta Mei, W., N. Serdiati. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada

  Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Media Lutbang Sulteng (1):21 ISSN: 1979- 5971. Masyahoro dan Mappiratu. 2010. Respon Pertumbuhan Pada Berbagai Kedalaman Bibit dan Umur Panen Rumput Laut Eucheuma cottonii di Perairan teluk Palu, Sulteng.

  3(2):104-111. ISSN:1979-5971. Nirwani. 2012. Studi Herbivori Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Oleh Ikan Baronang Sigabus sp. Pada Salinitas Yang Berbeda. Journal Of Marine Research.

  Vol.1 No.1. Halaman 48-53 Rejeki, S. Fikri, L. Lakhsmi. 2015. Produksi dan Kualitas Rumput Laut Eucheuma cottonii

  Dengan Kedalaman Berbeda Di Perairan Bulu Kabupaten Jepara. Journal of

Aquaculture Management and Technology. Volume 4, Nomor 2. Halaman 67-74.

Richmond A. 2004. Principles for attaining maximal microalgal productivity photobioreactors: an overview. Hydrobiologia. 512: 33-37.

  

Risjani, Y. 1999. An Investigation of Reverse and Transport of Nitrogen Along The Thallus

oo Eucheuma. Agritek, 7(4): 69-73.

Rosdiana, L.H. 2003. Pengaruh Kedalaman dan Asal Stek yang Berbeda Terhadap

Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Fakultas Biologi UNSUD. 38 hal.

  Purwokerto.

Pangerang, K., N. Emiyarti. 2013. Studi Kualitas Air Untuk Budidaya Rumput Laut

(Kappaphycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal

  Mina Laut Indonesia Vol.3 No.2 147-155.

  

Parwata, P., dan Oviantari V. 2007. Optimasi Produksi Semi-refined Carrageenan (SRC) dari

Rumput Laut Eucheuma cottonii Dengan Variasi Teknik Pengeringan dan Kadar Air Bahan Baku. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Ganesha.

  Poncomulyo, T., Maryani, H. & Kristiani, L. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut.

  

Pong-masak, P.R., Tjaronge. 2008. Protokol Seleksi Varietas Bibit Unggul Rumput Laut.

  Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Budidaya. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 27 hlm.

  

Syamsuar. 2006. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai

Umur Panen. Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor.

SNI 01-2690. 1992. Rumput Laut Kering. Dewan Standarisasi Nasional hlm 1-7 (ID). Jakarta.

  [SNI 7579.2:2010] Standar Nasional Indonesia. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni

  (Eucheuma cottonii)-Bagian 2: Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

  [SNI 7672:2011] Standar Nasional Indonesia. 2011. Bibit Rumput Laut Eucheuma cottonii.

  Badan Standar Nasional. [SNI 7673.3:2011] Standar Nasional Indonesia. 2011. Produksi Bibit Rumput Laut Kotoni

  (Eucheuma cottonii) - Bagian 3: Metode Rakit Bambu Apung. Badan Standar Nasional.

  

Setyaningsih H. 2011. Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Dengan Metode Longline dan Stategi Pengembengannya. IPB. Bogor.

Sopyan I. 2001. Rancangan Awal Alat Pengering Energi Matahari (Solar Dryer) Untuk

Pengeringan Rumput Laut. Program Studi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan

  Ilmu Kelautan IPB (ID). Depok.

Sudradjat A. 2008. Budidaya 23 Komuditas Laut Menguntungkan. Jakarta: Penebar Swadaya.

  171p.

Sulistijo, W.S. 1996. Perkembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang

Oceanografi. LIPI. Jakarta.

  

Suminto, A, Hartoko., L.A, Kangkan. 2007. Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut

Berdasrkan parameter Fisika, Kimia dan Biologi. Jurnal Pesisir Laut Vol.3 No.1. 76-

  93. Surni, W. 2014. Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Kedalaman Air laut Yang Berbeda. Program Studi Pendidikan Biologi. E-mail: steve_narayaman.yahoo.com.

  

Suryaningrum, T.D., Sukarto, S.T, dan Purto, S. 1991. Kajian Sifat-Sifat Mutu Komoditi

Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan 68: 13-24.

  Susanto AB, Abdillah YR. 2008. Rumput Laut dan Biogas sebagai Alternatif Bahan Bakar. Tri YN., Santoso, L. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice Untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 3 No. 2. Hal 37-43. Ulqodry, T. Z, Yulisman, M. Syahdan dan Santoso. 2010. Karakteristik dan Sebaran Nitrat

  Fosfat dan Oksigen Terlarut da Perairan Karimunjawa. Jawa Tengah. Jurnal . (D) 13109, 35-41.

  Penelitian Sains Vol. 13 No. 1

  Wenno M.R., J.L. Thenu, C.G.C. Lopulalan. 2012. Karakteristik Kappa Karaginan Dari

  Kappaphycus Alvarezii Pada Berbagai Umur Panen.JPB Perikanan, Vol. 7 No. 1. Hal 61–67

Yasita, D. ID., Rachmawati. 2010. Optimasi Proses Ekstruksi Pada Pembuatan Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Food Grade. Jurusan Teknik Kimia , Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Tabel 1. Hasil pengamatan pertumbuhan spesifik Hasil uji lanjut LSD laju pertumbuhan spesifik Perlakuan (Kedalaman) Rerata

  a

  25 4,949

  b

  K 4,645

  b

  50 4,602

  c

  75 4,412 Keterangan :Notasi yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan peerbedaan yang signifikan.

  Tabel 2. Hasil uji lanjut LSD pertumbuhan mutlak Perlakuan (konsentrasi ekstrak) Rerata

  a

  25 700

  b

  K 605

  b

  50 591,5

  b

  75 538,5 Keterangan :Notasi yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan peerbedaan yang signifikan.

  Gambar 1. Laju pertumbuhan Spesifik

No Bondre

  5.00

  4.95

  4.90 % k fi

  4.80 si e p

  4.70 S

  4.64 n a

  4.60

  4.60 h u b

  4.50 rat a-rat a m u

  4.41

  4.40 rt e P

  4.30 ju a L

  4.20

  4.10 K (15 cm ) P1 (25 cm ) P2 (50 cm ) P3 (75 cm ) Gambar 2. Laju Pertumbuhan Mutlak

  800 ) m

  

700

ra

  700 g ( k 605

  591.5 a tl 600

  538.5 u M n

  500 a h u b

  400 m u rt

  300 e P

  200 100 K (15 cm ) P1 (25 cm ) P2 (50 cm ) P3 (75 cm )

  Perlakuan

  Gambar. 3 Kadar Karaginan

  % Poly. (%) P2, 30.8 P1, 20.5 R² = 0.648

  P3, 17.1 K, 16.6

  0.5

  1

  1.5

  2

  2.5

  3

  3.5

  4

  4.5