BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Bank 1. Pengertian Bank - SHODIQ TRI YULIADI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Bank 1. Pengertian Bank Lembaga keuangan bank sangat penting peranannya dalam

  pembangunan ekonomi suatu negara. Hal ini disebabkan karena lembaga keuangan bank mempunyai fungsi yang sangat mendukung terhadap pembangunan ekonomi suatu negara. Secara terminologi yaitu suatu bangku tempat duduk yang biasa digunakan oleh para bankir Italy dihalaman pasar pada saat memberikan pinjaman-

  

.

  Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 mengenai pengertian perbankan adalah sebagai berikut: “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.

  Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 mendefinisikan tentang perbankan sebagai berikut : ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

  Menurut G.M. Veryn Stuart (Melayu Hasibuan, 2001: 2) bank diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang-uang giral.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bank adalah suatu lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut bentuk kredit.

2. Asas-asas Hukum Perbankan

  Dalam melaksanakan kemitraannya antara bank dan nasabah perlu dilandasi beberapa asas hukum supaya tercipta suatu kemitraan yang baik. Beberapa asas hukum tersebut antara lain : a.

  Asas ekonomi demokrasi, asas ekonomi demokrasi secara tegas terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam penjelasan Pasal 2 menyatakan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.

  b.

  Asas kepercayaan, terdapat dalam Pasal 29 ayat (3) Undang- undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 bahwa dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

  c.

  Asas kerahasiaan, terdapat dalam pasal 1 ayat (28) Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 bahwa yang dimaksudkan dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Hal ini berarti bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank d.

  Asas kehati-hatian, terdapat dalam pasal 29 ayat (2) Undang- undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 bahwa bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercaya. Salah satu upaya dalam menerapkan asas kehati-hatian pada bank digunakan suatu prinsip yaitu penerapan prinsip mengenal nasabah (know

  your customer principles ), yaitu suatu prinsip yang diterapkan

  untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah (Muhammad Djumhana, 2012: 328).

3. Fungsi dan Tujuan Bank

  Sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai

  

finansial intermediasi atau lembaga perantara keuangan serta

  mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

  Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat.

  Dalam Pasal 4 Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

  Selanjutnya menurut Iswardono (Muhammad Djumhana, 2012: 107), Bank mempunyai fungsi sebagai berikut : a.

  Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan kepada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (Financial Investment).

  b.

  Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang.

  c.

  Menjamin keuangan masyarakat yang sementara tidak digunakan.

  d.

  Menciptakan Kredit (Credit Money deposit) yaitu dengan cara menciptakan Demand Deposit (deposito yang dapat diuangkan) yang sewaktu-waktu dari kelebihan cadangan (excess reserves).

4. Sumber Dana Perbankan

  Menurut Kasmir (2008: 46) bank dalam memperoleh sumber dana berasal dari : a.

  Dana yang bersumber dari Bank itu sendiri, sumber dana ini merupakan dana dari modal sendiri, maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya.

  b.

  Dana yang berasal dari masyarakat luas, sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk simpanan giro, c.

  Dana yang bersumber dari lembaga lainnya, merupakan sumber dana bank jika kesulitan dalam pencarian sumber dana yang diperoleh dari Bank itu sendiri maupun dari masyarakat luas. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dari : 1)

  Bantuan Likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. 2)

  Pinjaman antar bank (call money), biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring.

3) Pinjaman dari bank-bank luar negeri.

  4) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan Surat Berharga Pasar Uang kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.

5. Jenis-jenis Bank

  Menurut Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, ada dua jenis bank yaitu : a.

  Bank Umum Pengertian Bank Umum menurut Pasal 1 ayat (3) Undang- undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 diartikan sebagai bank dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  b.

  Bank Perkreditan Rakyat Pengertian Bank Perkreditan Rakyat menurut Pasal 1 ayat (4)

  Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 diartikan sebagai bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  Menurut Lukman Dendawijaya (2001: 26) Bank menurut fungsinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu : a.

  Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

  b.

  Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. c.

  Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

  d.

  Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Maksud dari mengkhususkan kegiatan tertentu antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.

  Jenis Bank dapat juga dilihat dari segi kepemilikannya. Kepemilikan dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank bersangkutan. Menurut Lukman Dendawijaya (2001: 29) Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya adalah sebagai berikut : a.

  Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) Bank Milik Pemerintah merupakan bank dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh Pemerintah, sehingga seluruh keuntungan Bank ini dimiliki oleh Pemerintah pula. Termasuk dalam Bank Milik Pemerintah adalah Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Tabungan Negara. Sedangkan Bank Umum Milik Pemerintah Daerah (BUMD) terdapat di Daerah Tingkat I dan Tingkat II masing-masing Propinsi, seperti BPD Jawa Tengah (Bank Jateng), BPD DKI Jakarta, BPD Nusa Tenggara Barat, dan BPD lainnya.

  b.

  Bank Milik Swasta Nasional Merupakan Bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional, begitu pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula. Contoh Bank Milik Swasta Nasional adalah Bank Central Asia, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon, Bank Haga, dan lain-lain.

  Bank Milik Asing Bank Milik Asing merupakan cabang dari Bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara. Contoh Bank Milik Asing antara lain ABN AMRO Bank, City Bank, Standard Chartered Bank, dan lain-lain.

  d.

  Bank Milik Campuran Bank Milik Campuran merupakan Bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional.

  Umumnya kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh Bank Campuran adalah ANZ Panin Bank, Sumitomo Niaga Bank, ING Indonesia Bank, dan lain-lain.

  Bank juga bisa dikelompokkan menurut statusnya. Pembagian jenis bank dari segi status merupakan pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya.

  Oleh karena itu untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Jenis bank dilihat dari status dibagi ke dalam dua macam (Lukman Dendawijaya, 2001: 32) yaitu : a.

  Bank Devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, pembukaan dan pembayaran Letter Of Credit (L/C), dan transaksi luar negeri lainnya.

  b.

  Bank Non Devisa Bank dengan status non devisa merupakan bank yang belum mempunyai ijin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank Devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.

6. Kegiatan Usaha Bank

  Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta ketentuan perubahannya, disebutkan usaha bank umum meliputi : a.

  Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan. b.

  Memberikan kredit.

  g.

  Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut dicairkan secepatnya. l.

  Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. k.

  Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan lain berdasarkan suatu kontrak. j.

  Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. i.

  h.

  Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

  Menempatkan dana pada atau meminjamkan dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lain baik dengan menggunakan atau sarana lainnya.

  c.

  f.

  Memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun nasabah.

  e.

  Membeli, Menjual atau menjamin resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

  d.

  Menerbitkan Surat Pengakuan Hutang.

  Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta urusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri (tagihan anjak piutang), usaha dalam hal uang elektronik atau e-

  money (kartu kredit), dan sebagai pihak yang mewakili

  kepentingan pemegang efek yang bersifat utang (kegiatan wali amanat). m.

  Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan.

  Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana tersebut di atas, berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 bank umum dapat pula: a.

  Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

  b.

  Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

  c.

  Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit dengan syarat harus menarik kembali penyertaannnya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

  d.

  Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

  Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999 Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi : a.

  Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa dipersamakan dengan itu.

  b.

  Memberikan kredit.

  c.

  Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

  d.

  Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

B. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

  Pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1313 Kitab Undang- undang Hukum Perdata Indonesia, yaitu :

  “Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa dimana seorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.

  Perjanjian itu bentuknya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis (Subekti, 2005: 1). Hal ini berarti apabila satu orang atau lebih saling mengikatkan diri terhadap apa yang diucapkan atau ditulis berarti orang tersebut sudah dapat dikatakan melakukan suatu 2.

   Asas-asas Perjanjian

  Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang menciptakan dasar dan kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan Asas penting yang terdapat dalam perjanjian, menurut Mariam Darus Badrulzaman (1983: 108) yaitu : a.

  Asas Kebebasan Berkontrak (Partif Otonomi) ”Sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian. Azas ini dinamakan juga azas otonomi

  ”konsensualisme”, yang menentukan adanya suatu perjanjian. Asas konsensualisme yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti “kemauan” (wiil) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu : “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

  Kata semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun tidak dikenal oleh undang- undang. Asas kebebasan berkontrak erat kaitannya dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan “dengan siapa” 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat.

  b.

  Asas Konsensualisme Asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah ”semua”. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

  c.

  Asas Kekuatan Mengikat Didalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata- mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan moral. Asas kekuatan mengikat ini terdapat di dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

  d.

  Asas Itikad Baik Asas itikad baik Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengerian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana tercantum dalam 3.

   Syarat Sahnya Perjanjian

  Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, maka syarat sahnya perjanjian penanggungan dalam perjanjian kredit adalah : a.

  Adanya kesepakatan dari pihak-pihak untuk membuat perikatan, yaitu Bank sebagai pihak yang pemberi kredit dengan nasabah sebagai penerima kredit.

  b.

  Adanya kecakapan dari pihak-pihak untuk membuat perikatan, bahwa kedua belah pihak yaitu Bank yang diwakili oleh pimpinannya dengan nasabah yang telah cakap melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu cakap melakukan Perjanjian Penanggungan dalam perjanjian kredit. c.

  Adanya suatu hal tertentu bahwa objek perjanjian jelas, yaitu tentang pinjaman modal kerja atau kredit uang.

  d.

  Adanya suatu sebab yang halal. Maksudnya, tujuan tersebut tidak merugikan salah satu pihak bahkan saling menguntungkan.

  Empat syarat dalam perjanjian tersebut harus ada dan tidak ada unsur-unsur lain yang dapat merugikan salah satu pihak. Dari keempat syarat tersebut, nampak bahwa syarat pertama dan kedua merupakan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan perjanjian itu batal. Pihak yang dapat meminta pembatalannya adalah pihak yang memberikan sepakatnya tidak bebas atau pihak yang tidak cakap. Menurut Pasal 1454 KUHPerdata, bahaya pembatalan mengancam selama 5 tahun. Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan (affirmation). Penguatan ini dapat terjadi secara tegas atau diam-diam misalnya orang tua, wali, atau pengampun menyatakan dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak yang belum dewasa atau orang yang berada dibawah pengampunan (Mariam Badrussalam, 1981: 26).

  Selain melihat unsur-unsur sahnya, perjanjian yang dibuat adakalanya menerapkan asas kebebasan berkontrak. Akan tetapi perlu disadari kadangkala para pihak yang melakukan negosiasi dalam perjanjian tersebut berada dalam kedudukan yang tidak seimbang yang pada akhirnya melahirkan perjanjian yang dapat merugikan salah satu pihak (Ronny Sautma Hotma Bako, 1995: 18).

  Pasal 1314 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan cara cuma-cuma atau atas beban. Selanjutnya menurut ayat (2), perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan keuntungan kepada pihak yang lain, menurut ayat (3), suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak (Solahuddin, 2007: 331).

  Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan perjanjian penanggungan dalam perjanjian kredit adalah hubungan timbal-balik akibat perjanjian, yaitu suatu hubungan dengan ketentuan masing-masing pihak memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan.

4. Hapusnya perjanjian

  R. Setiawan (1987: 107) menyatakan bahwa suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan prestasi.

  Pelaksanaan prestasi yang baik dan sempurna didasarkan pada kepatutan, artinya debitur melaksanakan prestasi atau kewajiban menurut yang sepatutnya, serasi, dan layak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian yang mereka sepakati.

  Menurut Subekti (2005: 68) setiap pihak yang membuat perjanjian pastilah menginginkan pelaksanaan isi perjanjian dengan sempurna dan secara sukarela. Namun adakalanya salah satu pihak dalam perjanjian mengingkari secara sukarela terhadap isi dari perjanjian yang telah disepakati. Suatu perjanjian dapat berakhir apabila :

  Berakhir dengan sendirinya, apabila jangka waktu perjanjian ini habis.

  b.

  Berakhir sebelum jangka waktu berakhir, apabila :

  a) Masing-masing pihak telah memenuhi segala hak dan kewajiban masing-masing sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

  b) Salah satu pihak melanggar ketentuan dalam pasal ini dan/atau menyebabkan kerugian terhadap pihak lain tanpa alas an yang sah. Pihak yang dirugikan berhak untuk memutuskan perjanjian secara sepihak.

c) Berlakunya suatu syarat batal. Berlakunya suatu syarat batal.

  Hapusnya perikatan akibat berlakunya suatu syarat batal dapat terjadi pada perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya didasarkan pada suatu peristiwa yang belum atau tentu terjadi.

  d) Lewat waktu (daluwarsa). Lewat waktu atau daluwarsa

  menurut Pasal 1946 KUHPerdata adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan. Lewat waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa acquisitive, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari perikatan disebut daluwarsa extinctif. Sedangkan menurut R. Setiawan (1987: 107) berakhirnya suatu perjanjian dapat disebabkan karena : b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

  c. Karena adanya suatu peristiwa tertentu, misalnya salah satu pihak meninggal dunia.

  d. Karena putusan hakim.

  e. Karena tujuan perjanjian telah tercapai.

  f. Dengan persetujuan para pihak.

  Apabila suatu perikatan yang lahirnya ditentukan oleh peristiwa yang belum terjadi dinamakan perikatan dengan syarat tangguh.

  Sedangkan perikatan yang berakhirnya ditentukan oleh peristiwa yang belum terjadi dinamakan dengan perikatan dengan syarat batal. Pasal 1265 KUHPerdata menentukan apabila syarat batal dipenuhi, maka menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian (Solahuddin, 2007: 321).

C. Tinjauan Umum Mengenai Kredit 1. Pengertian Kredit

  Kredit berasal dari kata “credere” yang dalam bahasa latin artinya percaya (Muhammad Djumhana, 2012: 420). Hal ini memperjelas bahwa kepercayaan merupakan unsur utama sehingga hubungan kredit akan terjadi apabila antara kreditur mempercayai kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian yang telah dibuat.

  Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tidak mengatur secara khusus tentang perjanjian kredit. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat (12), disebutkan bahwa kredit yaitu : ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

  Selanjutnya Undang-undang tersebut diubah dengan Undang- undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat (11) disebutkan pengertian kredit yaitu : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang.

  Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), dengan perjanjian yang telah dibuatnya.

  Perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama.

  Demikian pula dengan masalah sanksi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama (Kasmir, 2008: 73). Hal- a.

  Perjanjian kredit sesuai dengan tujuan penggunaan kredit.

  b.

  Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman itu disertai pembayaran bunga sesuai yang diperjanjikan atau pembagian hasil.

  Sebagai penjagaan apabila debitur tidak membayar kewajiban bank pada umumnya mensyaratkan penyerahan agunan yang harus diikat sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

2. Unsur-unsur Kredit

  Menurut Drs. Soeyatno (Muhammad Djumhana, 2012: 421) unsur-unsur dalam perkreditan dapat dikelompokkan sebagai berikut : a.

  Kepercayaan Unsur kepercayaan merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Prestasi merupakan kewajiban dan tanggungan yang harus dilaksanakan oleh debitur dalam setiap perikatan.

  b.

  Tenggang waktu Tenggang waktu merupakan suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Didalam unsur ini, uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada c.

  Degree of risk

  Degree of risk merupakan tingkat risiko yang akan dihadapi

  sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit yang diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya karena sejauh-jauh manusia untuk menerobos hari depan itu maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya risiko. Dengan adanya unsur risiko ini maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

  d.

  Prestasi Prestasi merupakan kewajiban dan tanggungan yang harus dilaksanakan oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi atau objek kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diwujudkan barang atau jasa. Namun, karena kehidupan sekarang ini didasarkan pada uang maka yang sering dijumpai dalam transaksi kredit adalah uang.

  Kasmir (2008: 91) juga menyebutkan prinsip pemberian kredit dengan analisis 5C of Credit, yaitu Character (watak), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Collateral (Agunan), dan Condition

  of Economy (Kondisi Ekonomi). Selanjutnya untuk unsur penilaian

  menggunakan 5 C of Credit unsur penilaiannya sebagai berikut : Character, suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang- orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik dari pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup, keadaan keluarga dsbnya.

  b.

  

Capacity, untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam

  bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini.

  c.

  

Capital untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat

  laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. d.

  Colleteral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

  e.

  Condition, dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik Selain menerapkan analisis menggunakan 5 C of Credit, Kasmir

  of Credit dengan unsur penilaian sebagai berikut : a.

  Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaikannya.

  b.

  Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang berbeda dari bank.

  c.

  Purpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai dengan kebutuhan.

  d.

  Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.

  e.

  Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengemabalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain.

  f.

  Profitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.

  g.

  Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi. unsur-unsur kredit melalui (dalam buku pedoman Kebijakan Banker

  Assosiation for Risk Management ) : a.

  Analisis Kredit Secara Generik Faktor yang harus dipertimbangkan sebelum bank memberikan kredit antara lain :

  1) Tujuan kredit dan sumber pembiayaan. Bank harus memastikan kredit akan digunakan untuk tujuan yang dapat diterima sesuai dengan kebijakan kredit bank. Tujuan kredit penting dianalisa agar kredit yang diberikan tidak digunakan untuk maksud lain yang tidak disetujui oleh bank.

  2) Profil risiko terkini dari debitur, kinerja historis, industri dimana calon debitur menjalankan usaha. Profil risiko harus sesuai kebijakan bank yang menetapkan profil risiko tertentu yang dapat diterima bank.

  3) Kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi atau usaha debitur serta posisi debitur dalam industri.

  4) Analisis pemasaran hasil produksi dan aspek teknis sebagai dasar menentukan asumsi proyeksi keuangan yang rasional.

  5) Analisis keuangan termasuk analisis rasio dan analisis kemampuan untuk membayar kembali berdasarkan gambaran arus kas.

  6) Aspek legal dan agunan untuk menentukan persyaratan kredit yang akan datang.

  b.

  Analisis Kinerja Keuangan Historis Analisis kinerja keuangan historis dapat dilakukan dengan analisis keuangan berdasarkan beberapa teknik berikut ini :

  1) Analisis Rasio Keuangan

  1) Rasio likuiditas, adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.

  2) Rasio leverage, adalah rasio yang menunjukkan sejauh

  mana perusahaan menggunakan utang sebagai sumber modal (dana pihak luar).

  3) Rasio aktivitas, adalah rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektivitas manajemen dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya.

  4) Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan mencetak laba.

  2) Analisis Vertikal

  Analisis ini juga dikenal dengan istilah Common Size

  

Analysis yaitu analisis laporan keuangan dalam satu periode

  tertentu dengan cara membandingkan pos yang satu dengan pos yang lain. Perbandingan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosentase dimana salah satu pos ditetapkan dikaitkan sebagai prosentase dari total asset. Pada rugi-laba, komponen laba dan biaya dibandingkan dengan nilai penjualan.

  3) Analisis Horizontal

  Analisis horizontal dilakukan dengan membandingkan pos- pos laporan keuangan untuk dua periode atau lebih. Tujuan perbandingan ini adalah untuk mengetahui perubahan dan

  

trend dari waktu ke waktu. Selain itu, analisis horizontal juga

  dapat digunakan untuk melihat trend perkembangan masing- masing pos selama jangka waktu tertentu.

  4) Interpretasi Analisis Kinerja Keuangan Historis

  Analisis keuangan harus dapat menyimpulkan kondisi keuangan historis calon debitur. Analisis keuangan juga digunakan untuk menilai bagaimana calon debitur merencanakan untuk mengatasi berbagai rasio keuangan yang menunjukkan angka kurang baik.

  c.

  Kebutuhan Biaya Proyek 1)

  Kebutuhan Investasi Kebutuhan investasi meliputi analisis kebutuhan tanah, bangunan, mesin produksi, peralatan penunjang, kendaraan, dan biaya pra-operasional yang diperlukan agar perusahaan dapat melakukan produksi sesuai rencana. Untuk beberapa diperhitungkan juga bunga masa konstruksi yang dikapitalisir menjadi bagian dari investasi. Dalam analisis kebutuhan investasi analisis harus memastikan bahwa investasi tersebut memang dibutuhkan untuk melakukan produksi, dan biaya investasi diteliti agar tidak terjadi penggelembungan harga. 2)

  Kebutuhan Modal Kerja Modal kerja dibutuhkan untuk membiayai persediaan bahan baku dan bahan pembantu, piutang pada pelanggan, atau pengeluaran yang habis dalam satu siklus usaha. Metode perhitungan kebutuhan dana suatu bisnis sebenarnya merupakan perhitungan untuk mengidentifikasi financial gap (kesenjangan keuangan) yaitu selisih antara kebutuhan dana dengan sumber pembiayaan. d.

  Analisis Pemasaran Analisis pemasaran bertujuan untuk menyimpulkan berapa kemampuan perusahaan untuk memperoleh pangsa pasar, volume penjualan, serta harga jual dengan mempertimbangkan struktur industri dimana perusahaan berada dan kondisi persaingan.

  Analisis Porter digunakan untuk menilai daya saing perusahaan, dengan melihat bagaimana kondisi barrier to entry, adanya produk pengganti (substitute product), atau posisi tawar dari pembeli persaingan pada industri dimana perusahaan berada.

  Usaha debitur dari sisi barrier to entry baik apabila pesaing tidak mudah masuk pada industri yang sama. Usaha debitur akan semakin baik apabila tidak ada atau sulit mencari produk pengganti yang dapat menggantikan fungsinya. Usaha debitur akan semakin aman apabila bahan baku yang diperlukan cukup banyak pihak yang menyediakan, dan hasil produksi dapat diserap oleh pasar secara luas, tidak ada pihak yang dapat menguasai atau mendikte harga beli bahan baku maupun harga jual produk jadi. Usaha debitur akan semakin aman apabila peta persaingan industri yang dipilih debitur tidak terlalu ketat dan pesaing tidak terlalu banyak.

  Pada akhir analisis pemasaran, analisis harus menyimpulkan berapa volume penjualan dan dengan harga berapa sebagai dasar untuk menentukan asumsi yang akan digunakan pada analisis keuangan.

  e.

  Analisis Teknis Produksi Analisis teknik produksi bertujuan untuk menyimpulkan berapa kemampuan perusahaan untuk melakukan produksi, biaya produksi baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung dengan mempertimbangkan unsur bahan baku, bahan pembantu, biaya umum, serta biaya tenaga kerja langsung. Usaha debitur akan dengan biaya operasional dan biaya umum yang lebih rendah. Pada akhir analisis teknik produksi, analisis harus menyimpulkan berapa volume produksi dan berapa biayanya sebagai dasar menentukan asumsi yang akan digunakan pada analisis keuangan.

  f.

  Aspek Keuangan Sumber informasi keuangan yang diperoleh untuk melakukan analisis keuangan adalah hasil dari analisis kebutuhan investasi dan modal kerja, hasil dari analisis pemasaran dan analisis teknis produksi. Dari biaya investasi dan modal kerja kebijakan bank mengatur berapa bagian pembiayaan harus dibiayai oleh debitur sendiri dari modal, dan berapa bagian dibiayai dari kredit bank.

  Semakin besar porsi kredit, untuk bank semakin risiko lebih tinggi. Seluruh biaya investasi dan modal kerja merupakan pengeluaran awal yang direncanakan menghasilkan arus kas pada tahun berikutnya. Analisis keuangan akan melihat apakah rencana penghasilan arus kas cukup untuk menutup biaya investasi dan modal kerja yang harus dikeluarkan.

  g.

  Aspek Yuridis dan Agunan Hubungan kredit dengan debitur dapat menimbulkan permasalahan apabila faktor legal lemah. Aspek hukum menilai masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang dimiliki perusahaan yang akan mengajukan kredit. Penilaian dimulai perusahaan serta dokumen penting lainnya. Hal ini dilakukan agar pihak bank tidak berhubungan dengan perusahaan yang rentan terhadap masalah hukum dikemudian hari.

  Agunan atau jaminan yang diberikan debitur beraneka ragam sesuai dengan jenis kredit yang diminta. Jaminan kebendaan dapat dikelompokkan menjadi : 1)

  Jaminan yang sifatnya materiil atau berwujud, misalnya : (a)

  Jaminan barang-barang bergerak atau gadai yaitu hak Kreditur atas barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh yang berhak untuk mengambil pelunasan suatu utang dari hasil penjualan barang tersebut. Contoh : logam mulia, perhiasan dan lain-lain.

  (b) Jaminan barang yang tidak bergerak atau yang sekarang dikenal dengan hak tanggungan. Contoh yang dapat dijadikan obyek hak tanggungan adalah tanah hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.

  (c) Fiducia atau yang dikenal dengan FEO (Fiducia Eigendom

  Overdracht ) yaitu suatu bentuk ikatan jaminan dimana

  benda bergerak diserahkan kembali penguasaannya kepada penerima kredit dengan kepercayaan untuk digunakan meneruskan usahanya. Contoh: stok barang dagangan, inventaris kantor.

  Jaminan yang sifatnya immaterial atau tidak berwujud contohnya hak tagih, hak cipta, asuransi dan lain-lain.

  h.

  Aspek AMDAL AMDAL atau analisis dampak lingkungan merupakan analisis terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara serta kesehatan manusia apabila proyek tersebut dijalankan. AMDAL mengkaji mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan di Indonesia. AMDAL dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. i.

  Customer Profitability Analysis (CPA) CPA merupakan analisis komprehensif hubungan nasabah dengan bank yang meliputi transaksi kredit, dana, fee based dan hubungan basis lainnya. Manfaat dari Customer Profitability

  Analysis (CPA) bagi bank adalah :

  1) Sebagai dasar pengukuran profitability dari nasabah suatu bank atas berbagai kerjasama dengan pihak bank.

  2) Sebagai dasar dalam menentukan harga atas berbagai servis yang diberikan oleh bank termasuk loan pricing. Ini berarti bank dapat memberikan bunga kredit yang lebih rendah apabila nasabah memberikan bisnis lain yang memberikan keuntungan

  3) Sebagai alat analisis untuk pengembangan produk dan jasa perbankan.

  4) Sebagai alat analisis dalam menghadapi persaingan pasar untuk menentukan target market atau nasabah yang potensial.

3. Fungsi dan Tujuan Kredit

  Menurut Drs. Soeyatno (Muhammad Djumhana, 2012: 423) fungsi kredit bagi bidang perekonomian dan perdagangan dapat diuraikan sebagai berikut : a.

  Kredit dapat meningkatkan daya guna dari modal dan uang.

  b.

  Kredit dapat menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

  c.

  Kredit sebagai stabilisasi ekonomi.

  d.

  Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

  e.

  Kredit dapat meningkatkan daya guna sesuatu barang.

  Menurut Adiwarman (Muhammad Djumhana, 2012: 423), Tujuan Kredit dapat dilihat dari sudut pemberi kredit dan penerima kredit, yaitu : a.

  Pemberi Kredit Kreditur atau pemberi kredit memberikan kredit dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa bunga yang merupakan balas jasa dari pinjaman yang diberikan kepada seseorang. Prinsip pemberian kredit di sini ialah profitability maka perlu jaminan keamanan agar tidak menimbulkan kesulitan berarti. Selain itu bank dalam memberikan kredit mempunyai tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat atau kemakmuran bersama. Sehingga dapat dikatakan tujuan kredit dari sudut pemberi kredit memberikan efek ganda terhadap perekonomian bangsa yaitu bukan saja memberikan keuntungan kepada bank sebagai lembaga perkreditan atau badan usaha juga diperhitungkan dengan kepentingan sosial ekonomi rakyat banyak. Pemerintah berharap agar lembaga perbankan turut mengembangkan ekonomi dan memperkecil jurang antara yang kaya dengan yang miskin atau untuk pemerataan pendapatan. Karena itu pengembangan kredit berperan untuk pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat. b.

  Penerima Kredit Tujuan kredit ialah untuk mendapatkan bantuan prestasi

  (uang, barang, jasa) dengan kewajiban menggantinya pada waktu sesudahnya, ditambah beberapa syarat lain. Bantuan yang diperoleh debitur dapat berupa barang ataupun jasa pengembalian atas penggantinya, dapat berupa barang ataupun jasa pengembalian atas penggantinya, dapat pula ketiga-tiganya. Dengan nilai pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan nilai benda yang waktu yang perlu diberi harga.

4. Jaminan Kredit

  Ketentuan mengenai jaminan kredit bank diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Menurut Pasal 1131 KUHPerdata jaminan adalah segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu. Sedangkan menurut Pasal 1132 KUHPerdata, barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya. Hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

  Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit juga diatur dalam

  Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit menurut Penjelasan

  Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

  Selanjutnya mengenai agunan diatur dalam pasal 1 ayat (23) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi :

  “

  Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”.

  Dengan demikian yang dimaksud dengan agunan atau jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut sebagaimana dimuat dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

  Menurut J. Satrio (2007: 3) hukum jaminan diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Selanjutnya J Satrio (2007: 16) mengelompokkan jaminan menjadi dua kelompok, yaitu : a.

  Jaminan umum Jaminan umum adalah jaminan yang lahir karena undang- undang. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari undang-undang ini adalah pasal 1131 KUHPerdata yang menentukan bahwa semua bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya. Hal ini berarti semua harta benda debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas hutangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur. Perjanjian yang lahir karena ditentukan undang-undang ini akan menimbulkan jaminan umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh utang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para Kreditur mempunyai kedudukan konkuren yang secara bersama-sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh Undang-undang (1131 dan 1132 KUHPerdata).

  b.

  Jaminan khusus Jaminan khusus adalah jaminan yang lahir karena adanya perjanjian antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan perorangan. Agar kreditur memiliki hak yang utama atau istimewa (preference) atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh debitur maka jaminan tersebut harus diikat secara khusus. Dikatakan demikian karena dalam perjanjian khusus, perikatannya diikat secara khusus dan krediturnya khusus yaitu kreditur yang diutamakan. Jaminan khusus dapat dikelompokkan lagi menjadi (J. Satrio, 2007: 17) : 1)