Optimasi komposisi polysorbate 80 dan gliserin emulsifying agent dalam lotion virgin coconut oil dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

  

OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN

SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DALAM LOTION VIRGIN

COCONUT OIL DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi

  

Oleh :

Willy Hartanto

NIM : 038114106

FAKULTAS FARMASI

  

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN

SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DALAM LOTION VIRGIN

COCONUT OIL DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi

  

Oleh :

Willy Hartanto

NIM : 038114106

FAKULTAS FARMASI

  

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk :

My Lord JESUS CHRIST who love us

Papa, mama tercinta atas segala sesuatu yang

terbaik yang telah diberikan

  

Christian, Edwin, ie Hwa, ie Mei Chen, ie Lili atas

segala dukungan dan bantuannya

Chemistry 2003 yang kucintai dan kubanggakan

Harapan dan cita-citaku

  

Almamaterku yang tercinta

  

PRAKATA

  Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.). Skripsi ini berjudul Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Gliserin sebagai

  

Emulsifying Agent dalam lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain

Faktorial.

  Selama perkuliahan, penelitian hingga proses penyusunan skripsi, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa dukungan, sarana, bimbingan, nasihat, kritik dan saran. Oleh karenanya pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada :

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktunya untuk penulis selama penelitian dengan memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, kritik dan saran yang membangun.

  3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

  4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

  5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan masukan selama kuliah maupun penyusunan skripsi.

  6. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. Yang telah memberikan banyak referensi dan masukan.

  7. Pak Mus, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Ottok, Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andre, dan Mas Yuwono selaku laboran dan karyawan yang telah membantu selama penelitian.

  8. Papa dan mama tercinta atas dukungan moral dan materi yang terbaik yang telah diberikan pada penulis. Adikku Christian, Edwin; ie Hwa, ie Mei Chen, dan ie Lili atas segala dukungan dan bentuannya.

  9. Rekan kerjaku (Shindi dan Silus) atas bantuan, kebersamaan, persahabatan, dan kerjasamanya. Teman-teman senasib di lantai I : Saw Palmetto’s team (Erma, Marlinna, Ratna, Yenny), effervescent’s team (Esti, Ranti, Tyas atas bantuan selama persiapan ujian), sun screen’s team (Eva, Renny, Tirza), repellant’s project (Indah), renal calculi’s team (Mita atas bantuan, dukungan dan semangat yang ditimbulkannya; Rinto), Ariyanto, dan Nunu atas dukungan dan kebersamaan selama penyusunan skripsi kita.

  10. Para pelaku sensory assessment yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas bantuannya yang mau mencoba lotion yang belum terdaftar.

  11. Teman-teman Chemistry angkatan 2003 semuanya atas kebersamaan, kenangan, dan persahabatan selama ini (semoga sampai selamanya) yang

  

INTISARI

  Penelitian optimasi komposisi polysorbate 80 dan gliserin sebagai

  

emulsifying agent dalam lotion Virgin Coconut Oil (VCO) bertujuan untuk

  mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO dan untuk mengetahui area komposisi optimum dari emulsifying agent yang dapat menghasilkan lotion VCO yang dapat diterima konsumen.

  Penelitian ini termasuk dalam rancangan ekperimental murni yang bersifat eksploratif dengan desain faktorial dengan 2 faktor, yaitu emulsifying agent yang berupa polysorbate 80-gliserin, dan 2 level yaitu level tinggi-level rendah. Untuk optimasi formula digunakan metode desain faktorial dengan kombinasi formula 1, a, b, dan ab. Optimasi tersebut dilakukan terhadap parameter sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan satu bulan.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa polysorbate 80 diprediksi dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas segera setelah pembuatan, dan perubahan viskositas. Sementara itu, stabilitas lotion diprediksi dipengaruhi secara dominan oleh interaksi antara gliserin dengan polysorbate 80. Pada level penelitian ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent yang menghasilkan karakter fisik lotion yang dikehendaki. Area optimum ditunjukkan melalui contour plot super imposed.

  Kata kunci : Polysorbate 80, gliserin, lotion Virgin Coconut Oil, desain faktorial.

  

ABSTRACT

  The aim of research of polysorbate 80 and glycerine composition as an emulsifying agent in Virgin Coconut Oil (VCO) lotion is to find out whose the dominant factors affect the physical characteristic of VCO lotion, and also to find out the area optimum the composition of emulsifying agent to produce a VCO lotion who can accepted by consumer.

  This research is a pure experimental research, using factorial design method with two factors are polysorbate 80-glycerine as an emulsifying agent and two levels are high level-low level. The optimization formula used factorial design method with combination of all formulas. The optimization has done by measured lotion’s physical characteristic including spreadability, viscosity and physical stability after one month of storage.

  The result of this research exhibit that polysorbate 80 predicted dominantly affect spreadability, viscosity measured as soon as the making process finished, and viscosity changing. In other hand, the interaction of the effect of glycerine and polysorbate 80 was the predicted factor dominant in determining the lotion’s stability. There’s an area optimum of emulsifying agent compotition at the research’s level whose results wanted physical characteristics of lotion. The optimum area exhibited by contour plot super imposed.

  Key words : Polysorbate 80, glycerine, Virgin Coconut Oil lotion, factorial design.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PRAKATA................................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... ix

  INTISARI ................................................................................................... x

  ABSTRACT .................................................................................................. xi

  DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................

  1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B.

  Permasalahan ........................................................................................ 4 C. Keaslian Penelitian ............................................................................... 4 D.

  Manfaat Penelitian ................................................................................ 4 E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................

  6

  A.

  Kulit ....................................................................................................... 8 B.

Emulsi ................................................................................................... 11

C.

Lotion .................................................................................................... 12

D.

  

Moisturizer ............................................................................................ 12

E. Emulsifying Agent.................................................................................. 13 1.

  Polysorbate 80 ................................................................................. 13 2. Gliserin ............................................................................................ 14 3. Cetyl alcohol ................................................................................... 15 4. Asam stearat .................................................................................... 16 F.

Trietanolamin ........................................................................................ 17

G.

  

Metil Paraben ........................................................................................ 17

H. Hydrophile-Lypophile-Balance (HLB) System ..................................... 18 I. Metode Desain Faktorial ....................................................................... 18 J.

  

Landasan Teori ..................................................................................... 21

K.

  

Hipotesis ............................................................................................... 23

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 24 A.

Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................ 24

B.

Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................ 24

C.

Definisi Operasional ............................................................................. 25

D.

Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 27

E.

Tata Cara Penelitian .............................................................................. 28

  a.

  Pembuatan lotion ...................................................................... 30 b.

  Penentuan tipe emulsi lotion VCO ........................................... 30 c. Pengujian daya sebar ................................................................ 31 d.

  Pengujian viskositas ................................................................. 31 e. Pengujian stabilitas ................................................................... 31 f. Sensory assessment .................................................................. 31 B.

Analisis Data dan Optimasi .................................................................. 32

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 33 A. Pembuatan Lotion Virgin Coconut Oil ................................................. 33 B.

Penentuan Tipe Emulsi Lotion Virgin Coconut Oil .............................. 35

1. Menambahkan fase eksternal secara berlebih ................................ 36 2. Menggunakan zat warna yang larut dalam fase eksternal .............. 37 3. Menggunakan kertas saring ............................................................ 38 C.

Sifat Fisik dan Stabilitas Lotion Virgin Coconut Oil ............................ 39

1. Daya sebar ....................................................................................... 41 2. Viskositas ....................................................................................... 43 3. Perubahan viskositas ...................................................................... 46 4. Stabilitas lotion ............................................................................... 48 D.

Optimasi Formula .................................................................................. 49

1. Daya sebar ...................................................................................... 50 2. Viskositas ....................................................................................... 51

  5. Contour plot super imposed ........................................................... 55

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 57 A. Kesimpulan ........................................................................................... 57 B. Saran ..................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59 LAMPIRAN ............................................................................................... 62 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 87

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level ......................................................................... 20 Tabel II. Rancangan desain faktorial gliserin dan polysorbate 80 ....... 29 Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan .............................................. 30 Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik lotion VCO ............................... 40 Tabel V. Hasil perhitungan efek untuk tiap faktor dan interaksi ......... 41

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Penampang kulit manusia .....................................................

  9 Gambar 2. Struktur molekul polysorbate 80 ........................................... 13 Gambar 3. Struktur molekul gliserin ....................................................... 14 Gambar 4. Struktur molekul cetyl alcohol .............................................. 15 Gambar 5. Struktur molekul asam stearat ............................................... 16 Gambar 6. Struktur molekul trietanolamin .............................................. 17 Gambar 7. Struktur molekul metil paraben ............................................. 17 Gambar 8. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih .............................................. 36 Gambar 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut dalam fase eksternal ................ 37 Gambar 10. Gambar kertas saring yang telah dikeringkan setelah diteteskan dengan lotion VCO .............................................. 38 Gambar 11. Grafik hubungan antara daya sebar-gliserin (11a) ................ 42

  Grafik hubungan antara daya sebar-polysorbate 80 (11b) ..... 42 Gambar 12. Grafik hubungan antara viskositas-gliserin (12a) .................. 44

  Grafik hubungan antara viskositas-polysorbate 80 (12b) ...... 44 Gambar 13. Grafik hubungan antara perubahan viskositas-gliserin (13a). 47

  Grafik hubungan antara perubahan viskositas-polysorbate 80 (13b) .................................................................................. 47

  Grafik hubungan antara stabilitas lotion-polysorbate 80 (14b) ...................................................................................... 49

  Gambar 15. Contour plot daya sebar lotion .............................................. 51 Gambar 16. Contour plot viskositas lotion ............................................... 52 Gambar 17. Contour plot perubahan viskositas lotion ............................. 53 Gambar 18. Contour plot stabilitas lotion ................................................. 55 Gambar 19. Contour plot super imposed .................................................. 56

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Data penimbangan ................................................................. 62 Lampiran 2. Data pengukuran sifat fisik lotion VCO ................................ 63 Lampiran 3. Perhitungan persamaan desain faktorial daya sebar .............. 69 Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial viskositas ............... 72 Lampiran 5. Perhitungan persamaan desain faktorial perubahan viskositas ............................................................................... 75 Lampiran 6. Perhitungan persamaan desain faktorial stabilitas lotion ...... 78 Lampiran 7. Rekapitulasi sensory assessment ........................................... 81 Lampiran 8. Gambar VCO yang digunakan dalam penelitian .................. 85 Lampiran 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO .................................. 86

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak kelapa atau minyak kelentik sudah lama dikenal masyarakat

  

daerah tropis dan digunakan secara turun-temurun. Sejak zaman dahulu,

masyarakat banyak memanfaatkan minyak kelapa untuk menghaluskan kulit,

melebatkan rambut, menyembuhkan koreng, dan mengatasi permasalahan pada

kulit kepala bayi (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

  Minyak kelapa sangat baik untuk melembutkan kulit yang kasar dan

keriput. Hal ini dikarenakan struktur molekul minyak kelapa yang kecil sehingga

mudah diserap oleh kulit dan rambut. Minyak kelapa yang dipakai secara oral

maupun topikal dapat membantu menjaga kulit awet muda. Minyak kelapa dapat

membantu mengangkat sel-sel kulit mati dan menggantinya dengan sel-sel baru

sehingga kulit menjadi elastis dan kuat. Minyak kelapa juga dapat melindungi

kulit dari serangan bakteri dan jamur yang dapat merusak kulit (Sukartin dan

Sitanggang, 2005).

  Kelembaban kulit yang rendah dapat menyebabkan kulit kering, kasar

dan tidak menarik. Masyarakat yang tinggal di daerah tropis maupun yang tinggal

di daerah dingin cenderung mempunyai masalah kulit kering. Sebagian besar

masyarakat menggunakan pelembab untuk mengatasi kulit yang kering. Minyak digunakan untuk memasak, melainkan minyak kelapa murni yang disebut dengan

  

Virgin Coconut Oil (VCO) (Anonim, 2007a). Mekanisme VCO sebagai

moisturizer adalah dengan cara membentuk lapisan tipis di permukaan kulit

  (occlusive) yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Schwartz, 2006).

  VCO merupakan minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan atau dengan pemanasan terbatas sehingga dihasilkan minyak jernih (bening) dan beraroma khas kelapa. Pembuatan VCO yang dibuat tanpa pemanasan menggunakan teknik fermentasi atau teknik minyak pancing. Pemanasan terbatas menggunakan suhu antara 60°-80°C dilakukan untuk menghasilkan VCO karena jika dipanaskan hingga lebih dari 100°C akan dihasilkan minyak yang berwarna kuning tua atau kecoklatan yang merupakan minyak goreng biasa (Anonim, 2007a). VCO tersebut dibuat dalam bentuk sediaan lotion untuk memudahkan penggunaannya. Sediaan yang masih dalam bentuk minyak tentunya akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman jika dioleskan langsung pada kulit (Rawling, 2002).

  Digunakan VCO karena kandungan asam lemak jenuh pada minyak kelapa lebih tinggi (92%) daripada minyak nabati lainnya. Tingginya asam lemak jenuh dapat membuat minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi. Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44- 52%). Asam laurat ini dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang membran selnya mengandung asam lemak. Dengan demikian, minyak kelapa dapat berfungsi sebagai preservative yang dapat menjaga stabilitas fisiknya. Yang VCO merupakan asam lemak jenuh rantai sedang, sedangkan pada minyak kelapa biasa berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh rantai sedang selain asam laurat adalah asam kaproat, asam kaprilat, dan asam miristat yang di dalam tubuh dipecah untuk memproduksi energi dan bukannya disimpan sebagai lemak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

  Lotion

  VCO diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan konsumen karena mudah dicuci dengan air dan tidak meninggalkan kesan lengket di kulit. Emulsifying agent yang digunakan dalam sistem emulsi akan mempengaruhi sifat fisik dan kestabilan lotion.

  Polysorbate 80 secara sifat fisik lebih kental daripada gliserin dan lebih bersifat sebagai emulsifying agent sehingga diduga polysorbate 80 akan lebih dominan dalam mempengaruhi sifat fisik lotion. Penentuan efek moisturizer lotion dilakukan dengan menggunakan metode sensory assessment. Metode sensory

  

assessment diharapkan dapat memberikan gambaran tentang efek moisturizer dan

kenyamanan lotion saat digunakan konsumen.

  Kombinasi polysorbate 80 dan gliserin dioptimasi berdasarkan metode desain faktorial, sehingga didapatkan lotion VCO yang optimum baik dari segi kualitas fisik dan kestabilan lotion. Desain faktorial merupakan salah satu metode optimasi formula dengan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Persamaan umum dari desain faktorial : Y = b + b

  X + b X + b

  X X . Melalui persamaan

  1

  1

  2

  2

  12

  1

  2 ini dapat dibuat contour plot untuk masing-masing parameter fisik yang diuji. mendapatkan formula yang optimum sebatas level emulsifying agent yang diteliti. Metode ini dapat menjelaskan efek tiap-tiap faktor maupun interaksi antar faktor secara simulasi sehingga dapat diketahui efek mana yang dominan (James, 1999).

B. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Manakah di antara polysorbate 80, gliserin, atau interaksinya yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO?

  2. Dapatkah ditemukan area komposisi emulsifying agent yang optimum dengan sifat fisik lotion yang dikehendaki dalam pembuatan lotion VCO?

  C. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

  VCO yang digunakan sebagai lotion moisturizer dengan menggunakan polysorbate 80 dan gliserin sebagai emulsifying agent belum pernah dilakukan.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

  Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion yang berasal dari bahan alam dengan menggunakan emulsifying agent yang berupa polysorbate 80 dan gliserin.

2. Manfaat praktis

  Menghasilkan sediaan berupa lotion VCO yang berkhasiat sebagai moisturizer , praktis, dan dapat diterima masyarakat.

E. Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh polysorbate 80, gliserin, atau interaksi keduanya yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO.

  2. Mengetahui area komposisi polysorbate 80 dan gliserin yang optimum pada contour plot superimposed dalam pembuatan lotion VCO.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Virgin Coconut Oil Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari daging

  

buah kelapa (Cocos nucifera L.) yang masih segar (Shilhavy, 2005) yang dapat

melembutkan dan melembabkan kulit (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

  

Terdapat tiga teknik pembuatan VCO yang umum digunakan yaitu :

1.

   Teknik Pemanasan Prinsip dari teknik pemanasan adalah memisahkan lapisan paling atas yang berupa krim pada santan yang telah didiamkan 12 jam dari lapisan lainnya untuk kemudian dipanaskan agar terbentuk minyak. Minyak hasil pemanasan kemudian disaring dan minyak yang dihasilkan dipanaskan kembali hingga didapatkan minyak yang lebih jernih (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

2. Teknik Fermentasi

  Prinsip dari teknik fermentasi mirip dengan teknik pemanasan, hanya saja dalam teknik ini digunakan suatu enzim pemecah protein. Lapisan krim yang didapat ditambah dengan enzim [mikroorganisme] seperti Sacharomyces cerevisiae , poligalakturonase, amilase, atau pektinase dan difermentasikan selama 1-2 hari. Hasil fermentasi menghasilkan tiga lapis cairan dan yang Minyak tersebut kemudian dipanaskan hingga jernih (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

3. Teknik Minyak Pancing

  Prinsip pembuatan VCO dengan minyak pancing adalah menarik molekul minyak di dalam santan dengan minyak pancing (VCO yang sudah jadi) hingga didapat minyak yang diinginkan. Minyak pancing akan memutus ikatan antara air dan protein yang terikat dengan molekul santan. Teknik ini pada dasarnya adalah mengubah bentuk emulsi minyak-air menjadi minyak- minyak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

  Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak dalam minyak kelapa sebagian besar berupa minyak lemak jenuh (92%). Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang lebih tinggi (92%). Tingginya asam lemak jenuh yang dikandungnya menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi (Sukartin dan Sitanggang, 2005)

  Asam lemak jenuh terdiri atas tiga subkelompok. Yang pertama adalah kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau short chain triglyceride (SCT). Kelompok kedua adalah minyak dengan asam lemak rantai sedang atau

  

medium chain triglyceride (MCT) dan kelompok ketiga adalah minyak dengan lemak jenuh dalam minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44 - 52 %) yang merupakan MCT. Asam laurat inilah yang membuat minyak kelapa menjadi unik karena sebagian besar minyak nabati tidak mengandung MCT. MCT di dalam tubuh dipecah dan secara dominan digunakan untuk memproduksi energi dan jarang tersimpan sebagai lemak. Oleh karena itu, asam lemak pada minyak kelapa menghasilkan energi, bukan lemak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

B. Kulit Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.

  Kulit memiliki kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah yang paling kaku dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela-sela jari. Kulit menjadi lebih tipis dan berkeriput pada usia tua dan kelihatan kekuningan bahkan keabu-abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah, sel-selnya sangat tipis, sehingga memungkinkan sediaan kosmetik dapat berpenetrasi (Young, 1972).

  Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara fisik maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar individu dengan lingkungan, karena merupakan indera yang sensitif terhadap sentuhan yang kadang membuat perasaan emosional (Rawling,2002).

  Kecantikan kulit dipengaruhi oleh keadaan keratinisasi (pigmentasi lebih gelap) pada permukaan sel, aktivitas kelenjar sekresi, dan keadaan jaringan lemak.

  Kelembaban kulit yang rendah menyebabkan kulit kering, kasar, dan tidak menarik. Pada tingkatan yang lebih buruk menyebabkan kulit pecah-pecah dan mudah teriritasi (Rawling, 2002).

  

Gambar 1. Penampang kulit manusia (Anonim, 2007b)

  Secara garis besar, kulit dibagi menjadi tiga lapis yaitu :

1. Epidermis

  Merupakan lapisan kulit terluar yang tersusun atas stratum corneum,

  stratum lucidum , Rein’s barrier, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum . Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari

  epidermis, sehingga suatu bentuk sediaan topikal harus dapat melewati

  stratum corneum sebelum menimbulkan efek yang diinginkan (Jellinek, 1970).

  Stratum corneum merupakan lapisan sel tanpa inti sel sehingga disebut sebagai sel mati yang terdiri dari keratin, protein yang tidak larut air, rendah, tapi berperan penting dalam menentukan kelembutan dan fleksibilitas kulit. Permukaan stratum corneum tertutup oleh sebum dan keringat. Sebum ini berfungsi untuk menjaga fleksibilitas kulit dan mengatur kelembaban lapisan kulit yang berada di bawahnya (Jellinek, 1970).

  2. Corium (dermis)

  Terdiri atas jaringan pengikat dan serabut kolagen yang menentukan elastisitas kulit. Antara epidermis dan corium dihubungkan dengan lapisan papiler yang akan menjadi pipih seiring bertambahnya usia sehingga elastisitas kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat pada bagian corium, tepatnya pada lapisan retikuler (Jellinek, 1970).

  3. Hipodermis

  Terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung sel lemak yang berfungsi sebagai pelindung getaran mekanik dan cadangan lemak (Jellinek, 1970).

  Untuk menjamin kulit berada dalam kondisi yang baik, ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu cleansing, freshing atau toning, dan moisturizing.

  Kulit membutuhkan makanan yang dapat berfungsi sebagai barier pelindung yang akan melindungi kulit dari cuaca dan kotoran. Moisturizing cream digunakan saat kulit mulai mengalami penuaan dan kandungan air dalam kulit mulai berkurang karena kulit yang kering. Fungsi utama dari moisturizing cream adalah memperlambat hilangnya kelembaban dari kulit (Young, 1972).

C. Emulsi

  Emulsi merupakan suatu sistem heterogen yang minimal terdiri dari satu macam cairan yang tidak saling campur yang dapat terdispersi ke dalam cairan lain dalam bentuk droplet atau globules yang biasanya berdiameter lebih dari 0,1 m. Emulsi juga dapat didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang tidak saling campur secara termodinamika dengan suatu emulsifying

  agent yang mengikat kedua jenis cairan tersebut (Allen, 2002).

  Suatu emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous

  

phase ), medium dispers (fase eksternal atau continuous phase), dan komponen

  ketiga yang diketahui sebagai emulsifying agent. Diameter globules fase dispers pada umumnya berada dalam rentang 0,1 – 10 m meskipun ada beberapa yang lebih kecil dari 0,01 m dan lebih besar dari 100 m (Allen, 2002).

  Emulsi dibuat dalam bentuk sediaan jika ada dua cairan yang tidak saling campur yang harus terdispersi menjadi satu kesatuan. Biasanya berupa campuran antara komponen polar (air) dan nonpolar (minyak). Jika fase minyak terdispersi dalam fase air disebut emulsi tipe minyak dalam air (O/W). Sedangkan jika fase air yang terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi tipe air dalam minyak (W/O). Emulsi tipe W/O tidak larut dalam air, tidak dapat dicuci dengan air, mengabsorpsi air, occlusive, dan berminyak. Sedangkan emulsi tipe O/W dapat larut air, dapat dicuci dengan air, mengabsopsi air, nonocclusive, dan tidak berminyak (Allen, 2002).

D. Lotion

  Lotion merupakan suatu sediaan topikal yang nonviscous yang ditujukan

  untuk kulit sehat. Lotion yang paling banyak dibuat adalah emulsi tipe minyak dalam air. Lotion dapat diaplikasikan pada kulit yang berambut dan mempunyai daya sebar yang luas dengan membentuk lapisan tipis yang tidak dimiliki krim karena sifat krim yang viscous (Anonim, 2006a).

  Lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada

  permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus, lembut, dan tidak berminyak. Lotion biasanya berupa emulsi dengan tipe minyak dalam air dengan maksud agar lotion segera mengering setelah diaplikasikan pada kulit dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel, 1989; Wilkinson and More, 1982).

E. Moisturizer

  Moisturizer merupakan suatu campuran kompleks dari bahan kimia yang

  secara khusus dirancang untuk membuat lapisan terluar kulit menjadi lebih lembab dan lebih fleksibel dengan meningkatkan kandungan air (Anonim, 2006b).

  

Moisturizer merupakan produk emollient yang diformulasikan khusus sebagai

  krim yang tidak berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering (Ash and Michael, 1977).

  Produk emollient seperti moisturizer mempunyai bahan yang larut minyak atau larut air dalam jumlah banyak yang dapat mengurangi hilangnya air

  (occlusive) yang dapat menjaga kelembaban di lapisan kulit terluar (Ash and Michael, 1977). Ada dua alasan utama yang membuat mekanisme occlusive menjadi pilihan dalam mengatasi kulit kering, yaitu air transepidermal merupakan sumber air yang paling efektif dan occlusive agent mempunyai efek emollient (Schwartz, 2006).

F. Emulsifying Agent

  merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai

  Emulsifying agent

  hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulsifying

  

agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air sekaligus dan emulsifying

agent akan menempatkan diri berada di antara kedua fase tersebut. Keberadaan

emulsifying agent akan menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air

(Friberg, Quencer, and Hilton, 1996).

  1. Polysorbate 80 Gambar 2. Struktur molekul polysorbate 80 (Anonim, 2007c)

  Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap molekul anhidrida sorbitolnyanya berkopolimerisasi dengan 20 molekul etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993), berbau karamel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas

  Polysorbate 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut dalam alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 mempunyai titik lebur yang berada pada suhu 5°-6°C, nilai pH 6.0-8.0, stabil dalam larutan dengan pH 2-12 (Greenberg, 1954), mempunyai nilai HLB 15 (Allen, 2002) dan bobot jenis antara 1,06-1,09 (Anonim, 1995). Polysorbate 80 digunakan sebagai

  emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak esensial dalam air (Greenberg, 1954).

  Polysorbate 80 merupakan emulsifier nonionik yang tercantum dalam USP/NF, BP, dan EP sebagai produk yang generally recognized as safe (GRAS). Polysorbate 80 praktis dapat ditoleransi tidak mengiritasi yang memiliki potensi toksik yang sangat rendah (Anonim, 2006c). Konsentrasi polysorbate 80 yang biasa digunakan sebagai emulsifier tunggal pada emulsi tipe W/O sebesar 1-15%. Sedangkan polysorbate 80 yang dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik dalam emulsi tipe O/W biasanya memiliki konsentrasi sebesar 1-10% (Boylan, Cooper, and Chowhan, 1986).

  2. Gliserin Gambar 3. Struktur molekul gliserin (Anonim, 2006d)

  Gliserin berupa sirup cair, agak manis (sekitar 0.6 kali gula tebu), mengabsorpsi lembab dan H S di udara (Anonim, 1976). Bobot jenis gliserin

  2

  3 tidak kurang dari 1,249 g/cm (Anonim, 1995). Gliserin dapat campur dengan dalam 500 bagian etil eter. Gliserin tidak larut dalam benzen, kloroform, CCl ,

  4 petroleum eter, dan minyak. Gliserin digunakan sebagai pelarut, humectant,

  plasticizer , emollient, pemanis, bahan kosmetik, dan lubricant (Anonim, 1976).

  Gliserin merupakan moisturizer alami dengan konsentrasi rendah yang jika berada dalam konsentrasi tinggi dapat menyerap lembab. Gliserin dapat membantu menjaga kondisi kulit yang biasanya digunakan dalam krim dan lotion (Anonim, 2006e). Gliserin digunakan sebagai humectant untuk menjaga kelembaban sediaan dikarenakan sifatnya yang higroskopis (Anonim, 2000). Gliserin dapat digunakan sebagai humectant dengan konsentrasi 10- 20% (Voigt,1994). Gliserin tidak mengiritasi dan jarang menyebabkan sensitifitas yang ekstrim (Smolinske, 1992).

  3. Cetyl alcohol HO Gambar 4. Struktur molekul cetyl alcohol (Boylan et al.,1986) Cetyl alcohol mengandung tidak kurang dari 90% C H O,

  16

  34 selebihnya terdiri dari alkohol yang sejenis. Pemeriannya berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah.

  Cetyl alcohol bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu (Anonim, 1995).

  Cetyl alcohol ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh produk

  akhir yang halus dan lembut. Cetyl alcohol juga memberikan kelembutan pada kulit tempat aplikasi, dan menghasilkan produk yang mudah berpenetrasi

  1996). Cetyl alcohol mempunyai titik didih sebesar 316°-344°C dan berat

  3 jenis sebesar 0,811-0,830 g/cm . Cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi, serta dapat bersifat sebagai emollient, emulsifying agent dan mampu menyerap air. Cetyl alcohol tidak toksik dan tidak mengiritasi (Boylan et al.,1986).

  4. Asam stearat Gambar 5. Struktur molekul asam stearat (Anonim, 2006f)

  Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C H O ) dan asam

  18

  36

  2 palmitat (C H O ) dengan berat molekul 284,47 (Boylan et al.,1986)

  16

  32

2 Pemeriannya keras mengkilat, hablur, putih atau kuning pucat, dan mirip

  lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air (Anonim,1979). Asam stearat mempunyai nilai HLB sebesar 15 (Rieger, 1996).

  Asam stearat mempunyai titik didih 383°C dan titik lebur 51°-62,5°C

  3 dengan berat jenis sebesar 0,847 g/cm . Asam stearat dalam bentuk serbuk mungkin mengiritasi, tapi dengan air akan sedikit larut dan mudah dihilangkan dengan cara netralisasi menggunakan suatu basa (Boylan et al., 1986).

  

G. Trietanolamin

HO OH N HO

  

Gambar 6. Struktur molekul trietanolamin (Boylan et al., 1986)

  Trietanolamin merupakan turunan amonia yang dipasarkan dalam bentuk mono-, di-, dan trietanolamin dengan sifat yang larut dalam air, alkohol dan kloroform. Trietanolamin berupa cairan kental yang berwarna kuning jernih dan berbau lemah (Young, 1972) dengan titik lebur 21,2°C (Boylan et al., 1986). Jika dikombinasikan dengan asam lemak akan membentuk garam (Young, 1972).

  Trietanolamin digunakan sebagai bagian dari sistem emulsi yang berkonjugasi dengan asam organik seperti asam stearat yang berfungsi dalam mengontrol pH (Anonim, 2006g). Hanya monoetanolamin murni yang mempunyai efek toksik yang nyata jika terabsorpsi di kulit. Dietanolamin dan trietanolamin sangat tidak tosik jika terabsorpsi di kulit (Boylan et al., 1986).

  H. Metil Paraben

Gambar 7. Struktur molekul metil paraben (Anonim, 2006h)

  Metil paraben atau nipagin merupakan derivat dari paraben yang merupakan senyawa kimia yang digunakan secara luas sebagai pengawet dalam kosmetik dan industri farmasi (Anonim, 2006h). Metil paraben berupa serbuk halus hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan agak membakar diikuti rasa tebal. Metil paraben larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, larut dalam 60 bagian gliserol P panas, dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben melebur pada suhu 125° -128°C (Anonim, 1979).

  Paraben merupakan pengawet yang efektif di banyak formula. Paraben dan bentuk garamnya umumnya digunakan sebagai bakterisida dan fungisida.

  Paraben dapat ditemui dalam shampo, moisturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan topikal dan pasta gigi. Paraben dianggap aman karena toksisitasnya rendah dan sejarah penggunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet (Anger, Rupp, Lo, and Takruri, 1996).

I. Hydrophile-Lipophile-Balance (HLB) System

  Sistem HLB digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu

  

emulsifying agent dengan skala 0-20 yang dapat menyederhanakan pemilihan dan

  pencampuran emulsifier. Emulsifying agent dengan nilai HLB rendah (< 6) cenderung stabil pada emulsi tipe W/O, sedangkan nilai HLB tinggi ( 8 ≥ ) akan cenderung stabil pada emulsi tipe O/W (Block, 1996).

  J. Metode Desain Faktorial

  Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk variabel bebas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.