PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESMENT SYSTEM, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PEMAHAMAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ATAS PP NO. 46 TAHUN 2013 - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang

  pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami.

  Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Menurut Prof. Dr. Rochamat Soemitro, S.H. dalam Waluyo (2008:3),pengertian pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

  Menurut Mardiasmo ( 2011 : 1 ) pajak iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2. Kepatuhan Wajib Pajak a. Kepatuhan

  Kepatuhan merupakan keadaan dimana seseorang taat dan tidak menyimpang dari suatu aturan. Rahmat Saleh (2004: 2) menyatakan bahwa teori kepatuhan telah secara signifikan diteliti melalui kajian ilmu sosial khususnya bidang psikologis dan sosiologi, dimana kedua ilmu tersebut lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan individu. Pada dasarnya individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal dalam diri mereka.

b. Wajib Pajak

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mendeskripsikan Wajib Pajak sebagai, “orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajak an”. Untuk menjadi Wajib Pajak terdaftar, seseorang harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

  Mardiasmo (2011: 25) menjelaskan bahwa NPWP merupakan serangkaian nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang berfungsi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya. Lebih lanjut, Penjelasan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 Pasal 2, mendiskripsikan fungsi NPWP selain sebagai identitas Wajib Pajak juga berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Setiap Wajib Pajak dalam hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

c. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

  Kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai keadaan dimana Wajib Pajak taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya atau tidak menyimpang dari peraturan perpajakan yang berlaku. Rahmat Saleh (2004: 2) menyatakan bahwa teori kepatuhan telah secara signifikan diteliti melalui kajian ilmu sosial khususnya bidang psikologis dan sosiologi, dimana kedua ilmu tersebut lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan individu. Pada dasarnya individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal dalam diri mereka.

  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 Pasal 1 menyebutkan bahwa Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut.

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

  2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

  3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

  4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

  Norman D. Nowak dalam Sony Devano (2006:110) menggambarkan kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai sebuah “iklim” yang tercermin dalam situasi berikut.

  1. Wajib pajak paham dan berusaha memahami ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.

  2. Wajib Pajak mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

  3. Wajib Pajak menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

  4. Wajib Pajak membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

  Berdasarkan penjelasan beberapa pengertian Kepatuhan Wajib Pajak, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu sikap wajib pajak mematuhi peraturan yang berlaku dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

  d. Jenis Kepatuhan Perpajakan

  Terdapat dua jenis kepatuhan adalah sebagai berikut: 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

  2. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai undang-undang.

  e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

  John Hutagaol (2007: 186) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya yaitu besarnya penghasilan yang diperoleh, adanya sanksi perpajakan yang diterapkan, persepsi Wajib Pajak atas pengelolaan pendapatan pajak, perlakuan perpajakan yang adil, penegakan hukum, serta ketersediaan database pemerintah.

  Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor tersebut adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu yang dapat menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Faktor eksternal adalah faktor luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan lingkungan sekitar Wajib Pajak.

  Zaen Zulhat Imaniati (2016:33) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak, antara lain: 1)

  Pemahaman Perpajakan merupakan segala hal terkait perpajakan yang dimengerti dengan baik dan benar oleh Wajib Pajak serta dapat menerjemahkan dan/atau menerapkan yang telah dipahami. 2)

  Pengawasan adalah suatu usaha sistematis yang dilakukan oleh aparat pajak untuk melakukan pengawasan untuk menganalisis kinerja Wajib Pajak, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan. 3)

  Sosialisasi perpajakan dapat diartikan sebagai suatu upaya dari Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan.

  4) Sanksi perpajakan adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada pihak yang terbukti bersalah karena melanggar peraturan atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.

  5) Kualitas pelayanan petugas pajak merupakan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak oleh Direktorat Jendral Pajak untuk membantu wajib pajak memeuhi kewajiban perpajakannya.

  6) Biaya kepatuhan Wajib Pajak merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka melakukan pemenuhan

  7) Persepsi Wajib Pajak tentang penerapan PP No.46 tahun 2013 adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasi, menginterpretasi, mengalami dan mengolah mengenai kesederhanaan, kemudahan, dan keadilan yang tercantum didalam PP Nomor 46 Tahun 2013.

  8) Tingkat pendidikan disebutkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.

f. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau biasa disebut PP No. 46 Tahun 2013 merupakan kebijakan perpajakan yang tergolong baru. Peraturan ini mulai berlaku sejak diterbitkan pada 1 Juli 2013 dan wajib dilaksanakan maksimal per 1 Januari 2014. Tujuan penerbitan peraturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.

  Pemerintah memberikan perlakuan tersendiri terkait ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang. Pasal 2 PP 46 Tahun 2013 ini menyebutkan kriteria yang

1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

  Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

  2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a.

  Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

  3. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

  4. Tidak termasuk Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a.

  Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial; atau b.

  Wajib Pajak Badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

  Tujuan Pemerintah memberlakukan PP No.46 Tahun 2013 ini adalah (Kusbiantora, 2013): 1)

  Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, 2)

  Mengedukasi wajib pajak untuk tertib administrasi, 3)

  Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi wajib pajak.

  Selain itu Direktorat Jenderal Pajak (2013) juga menyebutkan kriteria objek pajak yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah: 1) Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. 2) Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)). 3) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

  Menurut Budi dalam Hana (2015) peraturan Menteri Keuangan dengan menaikkan omzet pengusaha kecil diterbitkan dengan maksud untuk mendorong Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun akan lebih banyak berpartisipasi melaporkan

g. Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah

  Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah diatur oleh Undang-Undang No 20 Tahun 2008. Pengertian UMKM adalah peluang usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh undang-undang. Usaha kecil adalah peluang usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi yang kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam undangundang. Kriteria UMKM, peluang usaha mikro memiliki asset maksimal Rp 50 juta, dengan omset maksimal Rp 300 juta/ tahun.

  Peluang usaha kecil memiliki asset >Rp 50 juta -Rp 500 juta dengan omset > Rp 300 juta

  • –Rp 2,5M /tahun. Peluang usaha menengah memiliki asset > Rp 500 juta
  • –Rp 10 M dengan omset > Rp 2,5 M – Rp 50 M /tahun.

  Usaha Mikro Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

  Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

  Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang dapat memperluas lapangan pekerjaan serta memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan Tenaga Kerja (Depnaker) usaha mikro adalah usaha yang memiliki kurang dari 5 orang tenaga kerja.

  h.

  

Indikator Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013

  Chaizi Nasucha (2004: 9) menggolongkan Wajib Pajak patuh jika Wajib Pajak yang bersangkutan mendaftarkan diri, menghitung, menyetor pajak terutang, dan melaporkan pajak melalui penyampaian SPT dengan benar dan tepat waktu.

  Variabel ini diukur dengan memodifikasi indikator Wajib Pajak patuh menurut Chaizi Nasucha (2004: 9) yang disesuaikan dengan PMK RI yaitu meliputi: 1.

  Pendaftaran NPWP, artinya pelaku UMKM terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 2. Penghitungan pajak terutang, yang meliputi pencatatan omset sebagai dasar pengenaan pajak, perhitungan pajak terutang, serta perhitungan pajak kurang bayar sesuai dengan PP No 46 Tahun 2013; 3. Pembayaran pajak, yaitu pelunasan pajak terutang baik masa maupun tahunan sesuai dengan kewajiban bedasarkan PP No. 46

  Tahun 2013; 4. Pelaporan SPT, merupakan penyampaian Surat Pemberitahuan dengan benar dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

a. Pengertian Penerapan Self Assesment System

  Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak

  mandiri oleh Wajib Pajak. Sistem ini memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak dalam tanggung jawab mereka untuk melakukan kewajibannya terhadap perpajakan, baik dalam perhitungan besarnya pajak terutang, memperhitungkan kredit pajak dan pajak kurang bayar, pembayaran pajak terutang, maupun pelaporan (Anastasia Diana dan Lilis Setiawati, 2010: 1).

  Penerapan Self Assessment System ini menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

  Mardiasmo (2011: 7-8) menyebutkan beberapa ciri penerapan Self Assessment System sebagai berikut.

  a.

  Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

  b.

  Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

  c.

  Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

  Kesadaran Wajib Pajak menjadi faktor terpenting dari penerapan sistem tersebut. Abdul Asri Harahap (2004: 43) menyatakan bahwa penerapan Self Assessment System membawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance). Dari uraian tersebut dapat pada praktiknya Wajib Pajak secara sadar dan aktif memenuhi kewajiban pajaknya. Artinya, Wajib Pajak dengan mandiri bertanggung jawab dalam melakukan perhitungan pajaknya, pembayaran, maupun pelaporan tanpa campur tangan fiskus (pemerintah). Sehingga peran fiskus terbatas pada pemantauan dan pengawasan serta sosialisasi kepada masyarakat.

b. Indikator Penerapan Self Assesment System

  Penelitian ini menggunakan dua indikator untuk mengukur bagaimana penerapan Self Assessment System yaitu sebagai berikut: a.

  Kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya, artinya Wajib Pajak tahu dan mengerti bagaimana sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia serta bertanggung jawab atas kewajibannya.

  b.

  Peran fiskus (pemerintah) dalam proses penerapan Self Assessment

  System , baik dalam proses edukasi masyarakat melalui sosialisasi

  maupun dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk dalam pemantauan.

4. Sanksi Perpajakan a. Pengertian Sanksi Perpajakan

  Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda yaitu

  sanctie . Dilihat dari konteks hukum, sanksi berarti hukuman yang

  dijatuhkan oleh pengadilan kepada pihak yang terbukti bersalah karena melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing- masing pasal Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat dijatuhkan apabila Wajib Pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang- undang Ketentuan Umum Perpajakan.

  Berdasarkan pendapat Mardiasmo (2003: 39) sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dapat disimpulkan bahwa sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Sanksi yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

  Penerapan sanksi diterapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang perpajakan. Pengenaan sanksi pajak kepada wajib pajak dapat menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya menyelundupkan pajak.

b. Macam-macam Sanksi Perpajakan

  Pemerintah telah membuat undang-undang perpajakan yang salah satu isinya adalah macam-macam sanksi. Berdasarkan undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi bagi pelanggar norma perpajakan sesuai dengan tingkat pelanggarannya, yaitu: 1)

  Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila Wajib Pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditenntukan dalam UU KUP.

  Sanksi adminitrasi dapat dikenakan apabila: a. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP walaupun ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.

  b.

  Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP, maka selisih pajak yang terutang tersebut ditambah atau dikenakan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang.

  c.

  Wajib Pajak tidak membayar atau kurang membayar pajak yang terutang pada saat jatuh tempo, pembayaran dikenakan sanksi saat tanggal jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

  2) Sanksi Pidana

  Sanksi pidana dalam perpajakan berupa penderitaan atau siksaan dalam hal pelanggaran pajak. Pengenaan sanksi pidana tidak menghilangkan kewenangan untuk menagih pajak yang masih terhutang.

  Sanksi pidana dalam Waluyo (2007: 424) diatur sebagai berikut: a.

  Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Dirjen Pajak atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar, sehingga menimbulkan kerugian kepada negara, dipidana dengan kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya sebesar 2 (dua) kali pajak terutang.

  b.

  Barang siapa dengan sengaja: 1.

  Tidak menyampaikan SPOP kepada Dirjen Pajak.

  2. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar.

  3. Memperlihatkan dokumen palsu yang seolah-olah benar.

  4. Tidak memperlihatkan dokumen lain.

  5. Tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan, sehingga menimbulkan kerugian kepada negara, dipidana dengan penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak terutang.

  Wajib Pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya.

  Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan Wajib Pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

c. Indikator - indikator Sanksi Perpajakan

  Berdasarkan uraian diatas, indikator yang dapat digunakan untuk mengukur variabel sanksi perpajakan adalah: 1) Pengetahuan Wajib Pajak tentang adanya sanksi perpajakan.

  Pengetahuan Wajib Pajak tentang sanksi pajak diperlukan karena dengan mengetahui sanksi pajak, Wajib Pajak akan berusaha untuk menghindari sanksi tersebut sehingga tidak melakukan kesalahan. Wajib Pajak berfikir bahwa dengan dikenakan sanksi akan merugikan dirinya sehingga Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya.

  2) Sikap Wajib Pajak terhadap sanksi perpajakan.

  Sikap disini menunjukkan apakah Wajib Pajak akan patuh atau tidak untuk memenuhi sanksi pajak jika melakukan kesalahan

a. Pengertian Pemahaman Perpajakan

  Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Suharsimi Arikunto (2009: 119): “pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan”. Hal ini berarti bahwa orang yang memiliki pemahaman mampu menyimpulkan atau menerangkan kembali terhadap sesuatu objek yang dipahami.

  Pemahaman Perpajakan adalah segala hal terkait perpajakan yang dimengerti dengan baik dan benar oleh Wajib Pajak serta dapat menerjemahkan dan/atau menerapkan yang telah dipahaminya. Pemahaman Wajib Pajak terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan serta sikap Wajib Pajak mempengaruhi perilaku perpajakan Wajib Pajak dan akhirnya perilaku perpajakan mempengaruhi keberhasilan perpajakan.

  Scholes dan Wolfson (1992) dalam Zaen (2016) ia mengemukakan bahwa tingkat pemahaman dari Wajib Pajak dan fiskus mengenai undang-undang perpajakan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

  Jika pemahaman tentang perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak rendah maka kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan yang berlaku juga rendah.

  Menurut Adiputra (2014) dalam Fatmawati (2015) Wajib Pajak yang memiliki pemahaman tentang pajak, diharapkan menyadari bahwa peran pajak menjadi sangat penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah untuk pencapaian tujuan pembangunan yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Selanjutnya pemahamanya tersebut bisa diimplementasikan dengan suatu tindakan yaitu pembayaran dan pelaporan SPT dan dengan sendirinya tumbuh sikap patuh. Karena pemahaman mendalam tentang perpajakan bukan hanya berguna bagi Wajib Pajak atau petugas pajak, melainkan juga bagi semua masyarakat umum karena hasil penerimaan pajak akan digunakan untuk fasilitas umum.

  Ada bebearapa hal yang mendukung pemahaman Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan yaitu:

  1. Perhatian: cara ini bisa dilakukan dengan sosialisasi, penyuluhan kepada pelaku UMKM.

  2. Relevansi: mengemukakan relevansi peraturan yang berlaku dan menjelaskan manfaat serta tujuan pentingnya perpajakan.

  3. Kepercayaan: memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak yang telah menguasai maksud adanya pajak dan isi akan peraturan yang berlaku kepada Wajib Pajak lain yang masih kurang paham.

b. Indikator-indikator Pemahaman Perpajakan

  Berdasarkan konsep pengetahuan dan pemahaman pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 141) dalam Zaen (2016), beberapa indikator Wajib Pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan, yaitu: 1)

  Pengetahuan Mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

  Ketentuan umum dan tata cara perpajakan sudah diatur dalam undang-undang nomor 16 tahun 2009 yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material. Tujuannnya adalah untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Isi dari ketentuan umum dan tata cara perpajakan tersebut antara lain mengenai hak dan kewajiban wajib pajak, SPT, NPWP, dan Prosedur Pembayaran, Pemungutan serta Pelaporan Pajak.

  2) Pengetahuan Tentang Sistem Perpajakan di Indonesia

  Sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia adalah self

  asessment system yaitu pemungutan pajak yang memberi

  wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3)

  Pengetahuan Mengenai Fungsi Perpajakan Terdapat dua fungsi perpajakan yaitu sebagai berikut:

  Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan.

  b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagi alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya: pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

B. Penelitian yang Relevan

  Peran penelitian-penelitian sebelumnya sangat berguna bagi penulis untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut. Penelitian ini dibuat dengan mengacu beberapa penelitian terdahulu.

1. Hana Pratiwi Burhan (2015)

  Hana Pratiwi Burhan (2015) yang berjudul “Pengaruh Sosialisasi

  Perpajakan, Pengetahuan Perpajakan, Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi Perpajakan dan Implementasi PP No. 46 Tahun 2013 terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris pada Wajib Pajak di Kabup aten Banjarnegara)”. Sampel pada penelitian ini adalah Wajib Pajak 30 orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Banjarnegara.

  Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan,

  2013 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi. Sedangkan persepsi Wajib Pajak tentang sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Persamaan pada penelitian ini terletak pada penggunaan variabel bebas sanksi perpajakan dan variabel terikat kepatuhan Wajib Pajak. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pengguanaan variabel bebas penerapan self assesment system, pemahaman perpajakan, sampel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian.

2. Fatmawati (2015)

  Fatmawati (2015) yang berjudul “Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Atas PP No. 46 Tahun 2013 dan Implementasi Self Assessment

  System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Persepsi Wajib Pajak

  Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Pelaku UMKM Kerajinan Gerabah Kasongan). Sampel pada penelitian ini adalah pelaku UMKM Kerajinan Gerabah Kasongan sebanyak 51 responden.

  Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 dan implementasi self assesment system bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan persepsi Wajib Pajak sebagai variabel moderasi memperlemah atau tidak memoderasi pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 dan implementasi self assesment system terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

  Persamaan pada penelitian ini terletak pada penggunaan variabel terikat yaitu kepatuhan Wajib Pajak serta penggunaan variabel bebas penerapan self assesment system, dan pemahaman Wajib Pajak. Perbedaan penelitian Fatmawati dengan penelitian ini adalah menggunakan variabel moderasi dengan analisis data Moderated Regression Analysis (MRA) sedangkan penelitian ini menggunakan analisis linier berganda dan penggunaan variabel bebas sanksi perpajakan.

3. Zaen Zulhaj Imaniati (2016)

  Zaen Zulhaj Imaniati (2016) yang berjudul “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Penerapan PP No. 46 Tahun 2013, Pemahaman Perpajakan, Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Yogyakarta . Sampel pada

  ”

  penelitian ini adalah pelaku UMKM di Kota Yogyakarta sebanyak 95 responden.

  Persepsi Wajib

  Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Pajak tentang penerapan PP No. 46 tahun 2013, Pemahaman Perpajakan, Sanksi Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota Yogyakarta. Persamaan pada penelitian ini terletak pada penggunaan variabel terikat yaitu kepatuhan Wajib Pajak serta penggunaan variabel bebas sanksi perpajakan dan pemahaman perpajakan. Penelitian ini juga menggunakan responden dari UMKM di Kota Yogyakarta serta metode dan analisis data yang sama. Penelitian ini tidak menggunakan variabel bebas penerapan self assesment system akan tetapi menggunakan variabel persepsi perpajakan.

4. Lilis Natalia Tamba (2016)

  Lilis Natalia Tamba (2016) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Self

  Assessment System , Perubahan Tarif Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UKM Setelah Penerapan PP No.

  46 Tahun 2013 (Survei Pada Wajib Pajak Di KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan) ” . Sampel pada penelitian ini adalah Wajib Pajak pelaku UMKM yang melaporkan pajaknya di KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan sebanyak 81 responden.

  Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Penerapan Self

  Assessment System , Perubahan Tarif Pajak Dan Sanksi Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

  Persamaan pada penelitian ini terletak pada penggunaan variabel terikat yaitu kepatuhan Wajib Pajak serta penggunaan variabel bebas yaitu penerapan self assessment system dan sanksi perpajakan. Penelitian ini juga menggunakan metode dan analisis data yang sama. Penelitian ini tidak menggunakan variabel bebas pemahaman perpajakan akan tetapi menggunakan variabel perubahan tarif pajak.

C. Pengembangan Hipotesis

  Penelitian ini melibatkan 4 variabel dengan 3 variabel independen, 1 variabel dependen. Variabel independen meliputi Penerapan Self Assessment

  

System , Sanksi Perpajakan, dan Pemahaman Perpajakan sedangkan variabel

dependen adalah Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013.

1. Pengaruh Penerapan Self Assessment System terhadap Kepatuhan Wajib

  Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 Bentuk dari transparansi pelayanan pemerintah dalam perpajakan salah satunya adalah diterapkannya self assessment system. Melalui sistem ini negara memberi kebebasan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Penerapan Self Assessment System ini hanya akan optimal apabila Wajib Pajak secara aktif turut berkontribusi. Jadi pemberian kepercayaan bertujuan mendorong Wajib Pajak untuk memiliki integritas dan tanggung jawab terkait perpajakan sehingga akan secara sadar patuh memenuhi kewajiban perpajakannya atas PP No. 46 Tahun 2013. H

  1 : Penerapan Self Assesment System berpengaruh positif dan signifikan

  terhadap Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 2. Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No.

  46 Tahun 2013 Dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila Wajib Pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dapat dapat hukuman kurungan dan hukuman penjara. Sanksi perpajakan dapat terjadi jika wajib pajak melanggar peraturan yang telah ditetapkan, semakin besar kesalahan maka semakin besar sanksi yang diperoleh. Sanksi perpajakan ditetapkan karena dapat memotivasi wajib pajak untuk patuh melaksanakan kewajibannya. Karena wajib pajak akan memenuhi kewajiban pajaknya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan wajib pajak.

2 H : Sanksi Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

  Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013 3. Pengaruh Pemahaman Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak atas

  PP No. 46 Tahun 2013 Pemahaman perpajakan adalah segala hal terkait pepajakan yang dimengerti dengan baik dan benar oleh Wajib Pajak dan dapat menerjemahkan dan/atau menerapkan yang telah dipahaminya. Pemahaman perpajakan yang diketahui oleh Wajib Pajak merupakan pengaruh untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang diketahuinya.

  Jika Wajib Pajak memahami perpajakan atas PP No. 46 Tahun 2013 maka hal ini akan meningkatkan kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban.

  Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak memahami perpajakan, maka akan menurunkan kepatuhannya untuk memenuhi kewajiban.

  H

  3 : Pemahaman Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

  Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013

4. Pengaruh Penerapan Self Assesment System , Sanksi Perpajakan , dan

  Pemahaman Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Penerapan self assessment system adalah sistem mulai dari perhitungan, membayar dan melaporkan dilakukan oleh Wajib Pajak.

  Penerapan ini memberikan kebebasan Wajib Pajak dalam menghitung dan membayarkan apa yang menjadi kewajibanya terlebih atas PP No. 46 Tahun 2013. Dengan hal ini diharapkan Wajib Pajak untuk aktif berkontribusi dalam pemenuhan pajak.

  Sanksi merupakan suatu hukuman yang dikenakan bagi seseorang yang tidak mematuhi peraturan. Sanksi dapat memotivasi Wajib Pajak untuk patuh karena Wajib Pajak berpikir bahwa sanksi pajak akan semakin merugikan Wajib Pajak. Adanya sanksi perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

  Pemahaman menunjukkan seberapa mengerti seseorang terhadap sesuatu. Apabila Wajib Pajak memahami perpajakan, hal ini ini akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak memahami perpajakan maka Wajib Pajak akan cenderung tidak mematuhi kewajiban perpajakannya atas PP No. 46 Tahun 2013 H

  4 : Penerapan Self Assesment System, Sanksi Perpajakan, dan

  Pemahaman Perpajakan secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak atas PP No. 46 Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan variabel terikat Kepatuhan Wajib Pajak UMKM atas PP No. 46 Tahun 2013 (Y) dan variabel bebas yaitu Penerapan

  1

  2 Self Assesment System (X ), Sanksi Perpajakan (X ), dan Pemahaman

  Perpajakan (X

  3 ) .Paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai H + 4

  berikut : Penerapan Self Assesment

  H System (X

  • 1 )
  • 1 H + 2 Kepatuhan Wajib Pajak atas

      Sanksi Perpajakan (X

      2 )

      PP No. 46 Tahun 2013 (Y) 3 + H Pemahaman Perpajakan (X

      3 )

    Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

      Keterangan : Garis Linier Sederhana Garis Linier Berganda

Dokumen yang terkait

PENGARUH KUALITAS SISTEM PERPAJAKAN, RESIKO AUDIT, AKUNTABILITAS, DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

1 1 20

PENGARUH SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

1 6 24

PENGARUH PERSEPSI DAN IMPLEMENTASI SELF ASSESMENT SYSTEM ATAS PAJAK FINAL 1 WAJIB PAJAK TERTENTU TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK UMKM DI KECAMATAN WIYUNG SURABAYA (SESUAI PP NO.46 TAHUN 2013)

0 1 10

PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM HALAMAN JUDUL - PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJ

1 4 20

PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM - Perbanas Institutional Repository

1 2 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM - Perbanas Institutional Repository

1 6 40

PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

1 1 17

PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

0 0 17

PENGARUH MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN, DAN PRESEPSI WAJIB PAJAK ATAS SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

1 1 24