Pelaksanaan pembelajaran melukis di point education center Surakarta Jurnal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
JURNAL
Oleh :
EVI ROCKYANTININGSIH
K3210025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
Evi Rockyantiningsih
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
JPBS FKIP Universitas Sebelas Maret
Alamat korespondensi: Jl. Raya Solo No. 162 RT 13/03 Jiwan, Madiun
Hp. 085742074012
Abstract
The objective of research was to find out: (1) the objective of painting learning, 2)
learning model applied, 3) the material used in painting learning process,4) learning method
applied, 5) learning media used in painting learning process, 6) evaluation system of student
learning outcome, 7) painting learning process, and 8) constraints in painting learning.
This study was a single embedded case study. The data sources employed were
informant, place and event, archive and document. Techniques of collecting data used were
semi-structured interview, observation, document analysis, and archive. The sampling
technique used was purposive sampling. Data validation was carried out using data
triangulation and informant review. Technique of analyzing data used was an interactive
model of analysis encompassing data reduction, data display and conclusion drawing.
From the result of research, the following conclusions could be drawn. 1) The
objective of painting learning in point education center of Surakarta was to help formal
education institution provide painting learning for the children based on the attempt of
balancing the right and the left brain performances. 2) The painting learning model was
similar to that in formal education institution, namely contextual and quantum learning
models. 3) Learning material included knowledge, sketching skill, and picture coloring. In
addition, appreciative attitude was also instilled to the children. 4) The learning methods
used were lecturing, debriefing, demonstration, exercise, and assignment. 5) In contrast to
formal education institution, no learning media found in Point Education Center of
Surakarta. The sample sketch from instructor was only limited to visual aid. 6) Evaluation
system included the one in the form of student work appreciation and report. 7) The learning
process in point education center of Surakarta was non-formal in nature, lying between
formal and informal. 8) The obstacles experienced in painting learning including internal
and external ones. The obstacles might be because the point education center of Surakarta
was non-formal education rather than a more binding formal education institution.
Keywords: Non-formal, painting, learning, education.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: 1) Tujuan pembelajaran melukis, 2)
Model pembelajaran yang diterapkan, 3) Materi yang digunakan dalam proses
pembelajaran melukis, 4) Metode pembelajaran yang diterapkan, 5) Media pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran melukis, 6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa,
7) Proses pembelajaran melukis, dan 8) Kendala dalam pembelajaran melukis.
Bentuk penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang
digunakan berupa informan, tempat dan peristiwa, arsip dan dokumen. Teknik pengumpulan
data yang digunakan wawancara semi terstruktur, observasi, analisis dokumen dan arsip.
Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Keabsahan data menggunakan
triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model
analisis mengalir yang proses tahapannya meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Tujuan pembelajaran melukis di Point
Education Center Surakarta yaitu membantu lembaga pendidikan formal dalam memberikan
pembelajaran melukis bagi anak-anak atas dasar berusaha menyeimbangkan kinerja otak
kanan dan kiri. 2) Model pembelajaran melukis hampir sama dengan model pembelajaran di
lembaga pendidikan formal, yaitu model pembelajaran kontekstual dan quantum. 3) Materi
pembelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan membuat sketsa dan mewarnai gambar.
Selain itu ada juga penanaman sikap apresiatif pada anak. 4) Pembelajaran disampaikan
dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, latihan dan pemberian tugas. 5)
Berbeda dengan lembaga pendidikan formal, di Point Education Center Surakarta tidak
ditemukan media pembelajaran. Contoh sketsa dari instruktur hanya sebatas alat peraga
pembelajaran. 6) Sistem evaluasi meliputi evaluasi dalam bentuk apresiasi karya siswa dan
bentuk report. 7) Proses pembelajaran di Point Education Center Surakarta, bersifat
nonformal yaitu berada diantara formal dan informal. 8) Kendala yang dialami dalam
pembelajaran melukis antara lain kendala intern dan ekstern. Kendala yang ada dapat
muncul dikarenakan Point Education Center Surakarta adalah pendidikan nonformal bukan
lembaga pendidikan formal yang lebih mengikat.
Kata kunci : Nonformal, melukis, pembelajaran, pendidikan.
dapat
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan pendidikan
dipungkiri
berkembangnya
bila
jaman,
semakin
kelembagaan
meningkat.
pendidikan non formal semakin banyak
Pendidikan dipandang berperan besar dalam
yang berdiri dan berkembang di lingkungan
kemajuan bangsa dan dapat mengakomodir
masyarakat. Pendidikan non formal pada
masyarakat agar suatu negara memiliki
umumnya
manusia-manusia yang berkualitas. Sumber
lingkungan sekolah dan dapat diidentikkan
belajar pun dapat diperoleh dari pendidikan
dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
formal, informal bahkan non formal. Tak
Menurut Bertha Bintari (2006: 92) :
semakin
hari
semakin
commit to user
dilaksanakan
tidak
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Pendidikan Luar Sekolah
memegang
peranan
untuk
memfasilitasi pendidikan masyarakat
melalui pelatihan, kursus, ataupun
magang yang akan berlangsung
berhubungan dengan pemenuhan
kecakapan hidup sehingga para
peserta
didik
mampu
memberdayagunakan diri, mandiri
dan dapat meningkatkan taraf
hidupnya.”
Hadirnya pendidikan seni tidak bertujuan
Dengan kata lain, pendidikan non formal
mencipta, namun mampu menyeimbangkan
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
kecerdasan dari otak kanan dan kiri. Seperti
sumber daya manusia dan mampu meraih
hal nya seni lukis, seni lukis merupakan
totalitas
dalam
salah
manusia
melalui
rangka
sebuah
memanusiakan
keterampilan
agar terciptanya seniman, namun mampu
membentuk
melalui
visual,
melatih
penalaran melalui pengamatan terhadap
lingkungan sekitar. Bukan hanya sekedar
mengasah
kemampuan
satu
bidang
berkarya
seni
dan
yang
terus
berkembang sesuai kemajuan jaman.
Namun pada kenyataannya, seiring
perkembangan zaman peranan pendidikan
pendidik dan peserta didik yang mana
seni sebagaimana mestinya tidak seperti
interaksi tersebut terangkum dalam sebuah
yang
proses yaitu proses pembelajaran.
masyarakat menganggap seni tidak bisa
dasarnya
pelajaran
interaksi
kecerdasan
antara
Pada
adanya
kecerdasan,
koordinasi otak dan rasa yang dipadukan
maupun kecakapan. Dalam pelaksanaan
pendidikan,
keseimbangan
masing-masing
memiliki
tanggung
diharapkan.
Sebagian
bidang
menunjang
kehidupan
jawab
Masyarakat
hanya
masa
besar
depan.
memandang
bahwa
tersendiri dalam mengembangkan keilmuan,
mempelajari seni hanya sebagai kegiatan
keterampilan dan kecakapan. Pendidikan
sampingan saja untuk sekedar menambah
seni merupakan salah satu sarana yang
pengetahuan dan hiburan. Oleh karena itu,
dapat digunakan untuk mengembangkan
banyak sekali orang tua anak yang kurang
daya
berminat
keilmuan,
keterampilan,
dan
untuk
mendukung
anak-anak
kecakapan yang mampu menumbuhkan
mereka dalam bidang seni, seperti halnya
kreativitas peserta didik dalam sebuah
memasukkan
kelembagaan. Seperti yang dikemukakan
Lembaga Pendidikan Non Formal yang
Herbert Read (1958), sejak awal Plato
berbau seni. Hal ini juga berpengaruh pada
menyarankan “Art should be the basis of
eksistensi Lembaga Pendidikan Non Formal
anak-anak
mereka
ke
user
education” (dalam Kasiyan, 2002: commit
36). tobidang
seni, khususnya Sanggar maupun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tempat les melukis khususnya di daerah
karya
Surakarta.
pelaksanaan pembelajarannya mulai dari
Adapun
yang
berbondong-
lukis
bondong mengajak anak mereka untuk les
pemberian
menggambar hanya terdorong agar anak
digunakan.
anak,
yaitu
materi
dan
dalam
metode
hal
yang
mereka menjadi juara dalam lomba-lomba
Dengan adanya latar belakang yang
menggambar. Selain itu, perkembangan seni
telah dijelaskan, penulis membuat rumusan
rupa anak khususnya di Surakarta sangat
masalah sebagai berikut: 1) Apa tujuan
memerlukan kebebasan dan sifat murni
pembelajaran melukis di Point Education
ekspresif dari anak-anak, karena selama ini
Center Surakarta, 2) Bagaimana model
telah melekat
yaitu
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
adanya keseragaman warna dan coretan
pembelajaran melukis di Point Education
sehingga karya anak-anak berkarakter sama.
Center Surakarta, 3) Materi apa yang
Seperti
diberikan
sebuah
yang
fenomena
dijelaskan
dalam
dalam
proses
Point
Education
Center
http://sanggarkubobbo.blogspot.com
melukis
(diakses pada tanggal 12 Juli 2014), seni
Surakarta,
lukis di Surakarta tertinggal jauh dari
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
Yogyakarta dan Bali dimana originalitas
pembelajaran melukis di Point Education
anak masih kurang diperhatikan. Anak-anak
Center Surakarta, 5) Media pembelajaran
yang mengikuti les melukis, sebagian besar
apa saja yang digunakan dalam proses
memiliki karya yang serupa dan berorientasi
pembelajaran melukis di Point Education
pada prestasi semata.
Center Surakarta, 6) Bagaimana sistem
Disinilah peran lembaga pendidikan
di
pembelajaran
4)
Bagaimana
metode
evaluasi hasil belajar siswa pada Point
memberikan
Education Center Surakarta, 7) Bagaimana
pembelajaran seni bagi anak, khususnya
proses pembelajaran melukis di Point
dalam pembelajaran melukis agar karya seni
Education Center Surakarta, dan 8) Apa
anak-anak di Surakarta bukan karya instan
saja
yang telah kemasukan imajinasi orangtua
pembelajaran melukis di Point Education
maupun pembimbing sanggar. Jika dilihat
Center Surakarta.
sangat
diperlukan
dalam
kendala
atau
hambatan
dalam
dari kenyataan yang ada faktor pembimbing
UU No. 20 tahun 2003 dalam Abu
lukis di sanggar atau tempat les lah yang
Ahmadi & Nur Uhbiyati (1991: 69)
commit to user
sangat berpengaruh dalam pembentukan
menyebutkan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Pendidikan merupakan usaha
sadar
dan
mewujudkan
terencana
sumber yang ada di lingkungannya.”
untuk
dan
Pembelajaran bertujuan membantu siswa
pembelajaran agar peserta
agar memperoleh berbagai pengalaman dan
didik secara aktif mengembangkan
dengan pengalaman itu tingkah laku siswa
potensi
memiliki
yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
spiritual
keagamaan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai
diri,
kepribadian,
pengendali
proses
suasana
mengoptimalkan penggunaan sumber-
dirinya
kekuatan
pengendalian
kecerdasan
belajar
untuk
akhlak
mulia,
sikap
dan
perilaku
siswa
serta
menjadi bertambah. Apabila hanya fisik
keterampilan yang diperlukan dirinya,
peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran
masyarakat, bangsa, dan negara.”
dan
mentalnya
kurang
aktif,
maka
Faktor yang mempengaruhi pendidikan
kemungkinan besar tujuan pembelajaran
menurut
tidak tercapai.
Hasbullah
(2001)
dalam
http://www.lintasjari.com/2013/05.html
Komponen-
komponen
dalam
(diakses pada tanggal 16 September 2014)
pembelajaran antara lain: 1) Pendidik, 2)
adalah ideologi, sosial ekonomi, sosial
Peserta didik, 3) Model Pembelajaran, 4)
budaya,
Metode
perkembangan
IPTEK,
dan
psikologi.
Pembelajaran,
5)
Materi
Pembelajaran atau Sumber Pembelajaran, 6)
Di satu pihak ada sistem pendidikan
sekolah dan di pihak lain ada sistem
Media Pembelajaran, dan 7) Evaluasi
Pembelajaran.
pendidikan luar sekolah atau sering disebut
Menurut Sudjojono, seni adalah jiwa
sebagai pendidikan nonformal. Menurut
ketok, maksudnya adalah seni adalah jiwa
Sihombing dalam Tri Hariyanto (2007: 28) :
yang
“Pendidikan non formal adalah
menyembul
bukunya
menyiapkan,
menyebutkan bahwa
dan
luar.
Mulanya
diformulasikan oleh Eugene Veron dalam
usaha sadar yang dirahkan untuk
meningkatkan
ke
L’Esthetique
dimana
ia
daya
“The merit of a work of art,
manusia agar memiliki pengetahuan,
can be finally measured by the power
ketrampilan, sikap dan daya saing
with which it manifests or interprets
untuk merebut peluang yang tumbuh
the emotion that was its determining
mengembangkan
dan
sumber
berkembang,
commit to user
dengan
cause, and that, …. must constitute its
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
innermost and supreme unity.” Yang
akan memunculkan cerminan kejiwaan anak
mana secara singkat menjelaskan
sehingga selalu adanya ketidakteraturan
bahwa seni adalah ekspresi emosi.
dalam prosesnya namun hal ini sangatlah
(dalam Soedarso Sp, 2006: 54- 55).
wajar.
Salah satu klasifikasi seni yang bertahan
Seorang pendidik dituntut mampu
lama dan bersifat tetap bentuknya adalah
mencermati
segala
seni rupa. Seni lukis merupakan hasil dari
berkesenian
pada
seni rupa yang masuk dalam seni rupa dua
aktivitasnya kaitannya dengan fungsi-fungsi
dimensi dan merupakan cabang dari seni
jiwa anak (Slamet Subiyantoro, 2011: 92).
murni. Media dan teknik untuk melukis
Semua proses peristiwa belajar ini muncul
antara lain dapat menggunakan: kanvas, cat
menjadi karya seni yang mencerminkan
air, cat minyak, cat acrilik, pewarna batik,
karakter setiap individu. Apapun yang
kolase, grafis seni, grafis komputer dan
dihasilkan adalah bentuk ekspresi atau
sebagainya.
lukis
bahasa khas mereka. Seperti yang dijelaskan
dikenal berbagai macam aliran, antara lain:
oleh M. Bayu Tedjo (2014: 126), guru
lukisan primitifisme, naturalisme, realisme,
sebagai pendidik harus mengetahui dan
surealisme,
romantisme,
memahami karakter dari masing-masing
impresionisme, kubisme, ekspresionisme,
peserta didiknya guna mendapatkan hasil
dadaisme, pop art, dan sebagainya.
yang maksimal.
Dalam
sejarah
klasikisme,
seni
kelebihan
karya
atau
unsur
proses
Pelajaran seni budaya merupakan
salah satu aspek penting terkait dengan
METODE PENELITIAN
upaya pematangan subjek didik, yakni
Penelitian ini dilakukan dengan
memupuk kemandirian anak agar lebih
pendekatan
matang baik secara jasmani maupun rohani.
penelitian yang menghasilkan data diskriptif
Menurut Affandi (1994 : 77), seni budaya
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
dapat ditegaskan sebagai hasil atau produk
orang-orang
dari cerminan kejiwaan (dalam Slamet
diamati. Penelitian ini dilaksanakan di Point
Subiyantoro,
dapat
Education Center Surakarta. Penelitian ini
dipungkiri bila pembelajaran seni akan
dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan
mengarah pada pembelajaran yang santai
November 2014 sampai Januari 2015. Jenis
2011:
80).
Tidak
commit to user
dan tidak bisa mengikat, karena kebebasan
kualitatif
dan
deskriptif,
perilaku
yang
yaitu
dapat
penelitian yang digunakan dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini adalah studi kasus tunggal terpancang,
tujuan
pembelajaran
yaitu penelitian tersebut terarah pada satu
tercatat dalam rancangan maupun bank data
karakteristik dan peneliti sudah memilih dan
lembaga.
menentukan variable yang menjadi fokus
melukis
utamanya sebelum memasuki lapangan
Surakarta
studinya.
berdirinya lembaga. Tujuan tersebut antara
Tujuan
di
ini
pembelajaran
Point
juga
tidak
Education
tidak
berubah
pernah
dalam
Center
sejak
Sumber data yang digunakan dalam
lain Point Education Center Surakarta
penelitian ini adalah informan, tempat dan
melalui pendidikan non formal mencoba
peristiwa, dan dokumen. Penelitian ini
memberikan pembelajaran pendidikan seni
menggunakan
rupa khususnya dalam bidang seni lukis
model
analisis
mengalir
(Flow Model of Analysis), dimana tiga
untuk
komponen analisis (Reduksi data, Sajian
formal dalam memberikan pembelajaran
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi)
melukis
dilakukan saling menjalin dengan proses
pembelajaran melukis atas dasar berusaha
pengumpulan data dan mengalir bersamaan.
menyeimbangkan kinerja otak kanan dan
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran melukis
disini dibagi menjadi beberapa pembahasan
yaitu
tujuan
pembelajaran,
model
pembelajaran, materi pembelajaran, media
pembelajaran dan alat bahan melukis,
sistem evaluasi, proses pembelajaran dan
kendala atau hambatan dalam pembelajaran
melukis
di
Point
Education
Center
Surakarta.
membantu
bagi
lembaga
anak-anak,
pendidikan
memberikan
kiri anak sehingga kerja motorik dan rasa
anak dapat berkembang baik, berusaha
mencetak
anak-anak
yang
mengalami
perkembangan yang baik dari yang mulanya
tidak bisa menjadi bisa, dan yang bisa
menjadi mahir, bukan mencetak anak-anak
yang harus mengantongi kejuaraan di setiap
perlombaan saja. Sebaiknya tujuan tercapai
dengan baik agar pelaksanaan pembelajaran
berjalan dengan baik pula.
Model Pembelajaran Melukis
Menurut Winataputra (2001) dalam
Tujuan Pembelajaran Melukis
Sama halnya dengan lembaga pendidikan
Sugiyanto (2008: 7), model pembelajaran
formal, Point Education Center Surakarta
adalah
kerangka
konseptual
yang
juga memiliki tujuan pembelajaran dalam
prosedur yang sistematis dalam
commit tomelukiskan
user
melukis.
Namun
dalam
perumusannya
mengorganisasikan
pengalaman
belajar
perpustakaan.uns.ac.id
untuk
mencapai
digilib.uns.ac.id
tujuan
belajar,
dan
dalam
mencapai
hasil
belajar,
5)
berfungsi sebagai pedoman bagi para
pemodelan, dalam pembelajaran adanya
perancang pembelajaran dan para pengajar
peraga
dalam merencanakan dan melaksanakan
instruktur yang dapat ditiru siswa, dan 6)
Point
penilaian nyata, dilihat pada penilaian siswa
Education Center Surakarta tidak ada
yang lebih menekankan pada proses belajar
kerangka
aktivitas
pembelajaran.
Pada
berupa
contoh
sketsa
gambar
dalam
model
siswa. Hal ini sama halnya dengan pendapat
digunakan.
Namun
Sanjaya (2004) dalam Sugiyanto (2009: 17-
secara tidak langsung peneliti menemukan
20), mengenai tujuh komponen utama
beberapa model pembelajaran, walaupun
model
tidak direncanakan sebelumnya. Model
konstruktivisme,
pembelajaran tersebut antara lain model
masyarakat belajar, pembelajaran terpadu,
pembelajaran
pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
konseptual
pembelajaran
yang
kontekstual
dan
model
pembelajaran quantum.
Pembelajaran
pembelajaran
Untuk
melukis
Point
kontekstual
inkuiri,
yakni
bertanya,
penerapan
model
pembelajaran quantum di Point Education
Education Center Surakarta, ditemukan
Center
adanya
dengan
instruktur yang selalu memberikan kesan
pembelajaran
hangat dan akrab sehingga siswa merasa
kontekstual antara lain 1) konstruktivisme,
nyaman saat mengikuti bimbingan. Disela-
dapat dilihat melalui hasil belajar melukis
sela pembelajaran pun instruktur juga
siswa Point Education Center Surakarta
memberikan candaan agar pembelajaran
dicapai melalui proses pengamatan dan
tidak terkesan kaku, ruang kelas di Point
pengalaman nyata yang dibangun sendiri, 2)
Education Center Surakarta di penuhi oleh
inkuiri,
gambaran-gambaran
beberapa
komponen
utama
dilihat
kemiripan
model
saat
siswa
melalukan
Surakarta
terlihat
jelas
dinding
pada
(mural)
pencarian visual yang akan dilukis melalui
dengan visual kartun dan bertema macam-
proses berpikir sistematis, 3) bertanya,
macam sehingga suasana pembelajaran
ditemukan saat siswa bertanya kepada
sangat menyenangkan dan secara tidak
instruktur
maupun
langsung memotivasi dan menginspirasi
pewarnaan, 4) masyarakat belajar, sering
siswa dalam melukis. Oleh karena itu dapat
terjadi komunikasi siswa dengan instruktur,
dikatakan bahwa model pembelajaran di
mengenai
sketsa
commit to user
teman maupun orangtua yng menunggu
Point Education Center Surakarta adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
model pembelajaran quantum, meskipun
siswa, selain itu agar siswa mengenal dan
tidak
peka dengan situasi lingkungan sekitar
sepenuhnya
menggunakan
karakteristik model pembelajaran quantum
sehingga
tersebut. Hal ini dapat dilihat sesuai dengan
mengasah kemampuan otak, namun juga
pendapat Sugiyanto (2009: 73-76) tentang
kemampuan rasa siswa. Seperti halnya yang
karakteristik umum pembelajaran quantum
dijelaskan oleh Sri Anitah (2009: 127),
antara lain pembelajaran quantum bersifat
sumber belajar adalah segala sesuatu yang
konstruktivisme, memusatkan pada interaksi
dapat
yang
dan
kegiatan belajar. Penyampaian tema dan
bermakna, menekankan pada kealamiahan
teknik pewarnaan pada siswa dilakukan
dan
instruktur
menyenangkan,
kewajaran
mengutamakan
proses
bermutu
pembelajaran,
keberagaman
dan
kebebasan, serta mengintegrasikan totalitas
tubuh
dan
pikiran
dalam
disini
digunakan
tidak
dalam
dengan
hanya
memfasilitasi
pendekatan
personal
sehingga instruktur benar-benar mengerti
karakteristik setiap siswa.
Materi melukis di Point Education
proses
Center Surakarta sebagian besar mengambil
pembelajaran.
tema yang masih dalam ruang lingkup
Materi Pembelajaran Melukis
Materi yang diajarkan di Point
Education Center Surakarta meliputi teknik
membuat sketsa dari bentuk geometri dan
teknik mewarnai gambar dengan gradasi
warna yang paling sederhana, semuanya
mengarah pada aspek praktek. Teknik
mewarnai
melukis
menggunakan teknik kering,
lingkungan
sekitar
anak-anak
yang
sederhana agar siswa mengenal dan peka
dengan situasi lingkungan sekitar sehingga
melukis
disini
tidak
hanya
mengasah
kemampuan otak, namun juga kemampuan
rasa siswa.
Metode Pembelajaran Melukis
yaitu dengan menggunakan pastel minyak.
Dalam melaksanakan pembelajaran,
Untuk pemberian teknik semua dilakukan
Point
oleh instruktur melukis. Materi dalam
menggunakan
pembelajaran melukis di Point Education
pembelajaran.
Center Surakarta cenderung mengambil
antara lain ceramah, demonstrasi, tanya
tema
jawab, latihan atau drill, dan penugasan.
dari
diyakini
lingkungan
faktor
sekitar,
lingkungan
karena
Education
Center
Surakarta
beberapa
metode
Metode
yang digunakan
memberi
commit toMetode
user yang selama ini digunakan masih
pengaruh inspirasi yang begitu kuat bagi
cenderung mengikuti pola pendidikan di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lembaga pendidikan formal. Penggunaan
pembelajaran melukis sudah diberi satu set
metode-metode
tersebut
perlengkapan belajar yang terdiri dari tas
menyesuaikan keadaan siswa dan keinginan
jinjing, sapu tangan, pastel minyak, spidol
instruktur. Penggunaan metode pada proses
hitam besar, dan buku gambar ukuran A3.
pembelajaran
pembelajaran sesuai dengan teori yang
Alat bahan melukis yang digunakan
menyatakan bahwa metode mengajar adalah
Point Education Center Surakarta juga
cara-cara pelaksanaan dari proses suatu
masih kurang variatif. Penyampaian materi
pengajaran, atau sebagaimana teknisnya
hanya bergantung pada alat peraga sehingga
suatu bahan pelajaran diberikan kepada
hal ini akan berpengaruh pada kurang
siswa-
berkembangnya
siswa
di
sekolah
(Winarno
Surakhmad, 2002: 148).
terhadap
pengetahuan
seni
lukis,
siswa
terdapat
pula
keserupaan hasil karya siswa yang satu
Media Pembelajaran Melukis
Media pembelajaran juga sangat
berperan bagi perkembangan pengetahuan
dan kreativitas siswa, semakin menarik
media pembelajaran yang diberikan maka
semakin tercipta pula pembelajaran yang
menyenangkan. Namun di Point Education
Center Surakarta tidak ditemukan adanya
penggunaan media pembelajaran. Instruktur
dengan yang lainnya. Seperti menurut
pendapat Daryanto (2013:7) bahwa media
pembelajaran cukup penting sebagai salah
satu komponen pembelajaran, karena tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan
pembelajaran
juga
tidak
akan
bisa
berlangsung secara optimal.
Evaluasi Pembelajaran Melukis
Proses evaluasi di Point Education
dalam menyampaikan materi pembelajaran
hanya sebatas menggunakan alat peraga
Center
visual yaitu gambar sketsa yang di gambar
nonformal dan formal. Secara nonformal
di kertas HVS. Dalam membuat alat peraga
evaluasi dilaksanakan kapan saja, beriringan
ini instruktur menggunakan bolpoint atau
dengan proses bimbingan melukis. Waktu
juga spidol kecil, sedangkan untuk warna
pelaksanaan evaluasi dilakukan kapan saja
tergantung permintaan siswa. Karena teknik
di sela-sela proses bimbingan, karena
yang digunakan siswa teknik kering, maka
evaluasi melukis di Point Education Center
media lukis yang digunakan siswa adalah
Surakarta
Surakarta
juga
dilakukan
mencakup
secara
evaluasi
pastel minyak. Di Point Education Center
siswa. Dan pada akhir
commit toperkembangan
user
Surakarta,
siswa
sebelum
masuk
pembelajaran, evaluasi diadakan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan tanda bintang bagi siswa yang
untuk memantabkan pemahaman materi
mengalami perkembangan yang baik. Selain
yang disampaikan.
itu ada juga apresiasi bagi siswa dengan
memajang karya siswa terbaik di kaca
depan kantor pada setiap akhir bulan,
dengan apresiasi “The Best Student of …
(nama
bulan)…”.
Dalam
melakukan
evaluasi, Point Education Center Surakarta
tidak mempermasalahkan proporsi maupun
bentuk objek yang digambar oleh siswa
karena apapun bentuk yang dilukis siswa itu
merupakan ekspresi mereka. Di Point
Education Center Surakarta bentuk evaluasi
juga hampir sama dengan lembaga-lembaga
pendidikan
formal
yaitu
menggunakan
angka-angka dan rentang huruf dari A
sampai D, yang kemudian dilaporkan pada
orangtua siswa secara tertulis berupa report.
Adapun point-point yang di evaluasi
oleh Point Education Center Surakarta
antara lain sketsa yang dibuat siswa, bentuk
objek yang dibuat siswa, proses pewarnaan,
kerapian karya, dan perkembangan teknik.
Dari evaluasi diatas bisa dilihat seberapa
jauh keberhasilan Point Education Center
Surakarta dalam pembelajaran melukis. Hal
ini sama halnya seperti yang dijelaskan oleh
Sri Anitah (2009: 95), dalam tahap evaluasi
merupakan tahap penyajian apakah tujuan
pembelajaran tercapai atau belum, selain itu
Proses Pembelajaran Melukis di Point
Education Center Surakarta
Proses
pembelajaran
Point
di
Education Center Surakarta berlangsung
selama 2 jam yaitu antara pukul 15.00-17.00
WIB.
Pertemuan
bimbingan
melukis
diberikan dalam setiap minggunya 2 (dua)
kali pertemuan yaitu Selasa dan Sabtu.
Berbeda dengan yang ada dalam sekolah
formal, dalam hal berpakaian, siswa diberi
kesempatan dengan menggunakan pakaian
bebas tetapi sopan. Proses pembelajaran di
Point Education Center Surakarta, bersifat
nonformal yaitu bersifat antara formal dan
informal.
Secara
formal
terlihat
pada
perencanaan pembelajaran, pendidik, waktu
pelaksanaan dan tempat yang terencana oleh
lembaga. Sedangkan secara informal terlihat
dari situasi pembelajaran, siswa dalam
berpakaian dan interaksi pendidik dengan
siswa yang terkesan santai dan bersahabat
namun sopan. Menurut Munardi (1997: 8),
norma-norma yang berlaku dalam proses
pendidikan nonformal dan informal tidak
semua jelas tertulis sebagaimana pada
sekolah
formal,
akan
tetapi
mampu
mengendalikan dan membimbing peserta
commit todidik
user bagaimana harus menjalani proses
belajar (dalam Slamet Subiyantoro, 2008:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99). Dalam pembelajaran melukis di Point
yang
Education Center Surakarta, instruktur tidak
perkembangan
memahami
sesuai
ekstern muncul dari luar lembaga antara lain
perkembangan gambar anak menurut V.
mengenai kesulitan mencari SDM yang
Lowenfeld (dalam Muharam dan Warti
kompeten saat instruktur mengundurkan diri
Sudaryanti,
bila sudah ada pekerjaan baru, dan adanya
lukisan
1992:
anak
34),
tingkat
tidak
memahami
gambar
psikologi
anak.
Kendala
perkembangan gambar anak dibagi menjadi
tekanan
6, yaitu: 1) Masa coreng mencoreng, umur 2
berambisi ingin anak mereka mengantongi
- 4 tahun, 2) Masa pra bagan, umur 4 – 7
juara perlombaan melukis. Selama ini
tahun, 3) Masa bagan, umur 7 – 9 tahun, 4)
penanganan kendala
Masa permulaan realism, umur 9 – 11
lembaga Point Education Center Surakarta
tahun, 5) Masa pseundo realisme
dengan cukup baik.
, umur
11 – 13 tahun, 6) Masa krisis puber, umur
dari
orangtua
yang
terlalu
yang ada diatasi
Kendala yang ada dapat muncul
13 – 17 tahun. Adanya pemahaman
dikarenakan
instruktur terhadap tingkatan perkembangan
Surakarta adalah pendidikan nonformal
gambar anak, dapat menjadi acuan untuk
bukan lembaga pendidikan formal yang
mengetahui tingkat perkembangan anak
lebih mengikat. Selain itu pembelajaran
dalam berkarya.
khususnya dalam hal seni yang sudah ditata
Kendala
dan
pendukung
dalam
Pembelajaran Melukis di Point Education
Center Surakarta
Kendala dan hambatan yang dialami
lembaga Point Education Center Surakarta
dalam pembelajaran melukis dibagi antara
lain kendala intern dan ekstern. Kendala
intern meliputi kesulitan dalam menangani
siswa-siswi yang rewel dan belum bisa
memegang pastel minyak dengan baik,
sebagian siswa ada yang tidak selesai dalam
Point
Education
Center
baik tidak selalu berlangsung seperti apa
yang
diinginkan,
karena
itu
muncul
ketidakteraturan dalam prosesnya. Seperti
pendapat dari Slamet Subiyantoro (2008:
110)
yaitu
akses
formal
yang
ketat
menimbulkan dampak yang berimbang,
yaitu ketidakformalan itu sendiri karena
sifat-sifat materi kesenian dengan tuntutan
kebebasan.
Pendukung
melukis
di
Point
dalam
pembelajaran
Education
Center
Surakarta antara lain: 1) Sarana prasarana di
pengerjaan karya, metode pembelajaran
commit to user
Point Education Center Surakarta terbilang
yang terlalu menuntun siswa, dan instruktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaksanaan pembelajaran melukis
cukup baik dan lengkap sebagai lembaga
Point
Education
Center
pendidikan nonformal, 2) Lingkungan di
di
Point
bersifat nonformal, yaitu berada antara
Education
Center
Surakarta
bersahabat bagi siswa. Lingkungan tidak
formal
berisik, bersih, di dekorasi layaknya taman
pembelajarannya
bermain, dan suasana nyaman membuat
sebenarnya sedikit mengikat. Hal ini terlihat
siswa merasa betah dan nyaman dalam
jelas pada tujuan pembelajaran, model dan
mengikuti
set
metode pembelajaran yang tidak tertulis,
perlengkapan lukis dari lembaga yang sudah
model pembelajaran yang secara tidak
lengkap membuat orang tua siswa tidak
langsung masih belum sistematis, belum
kerepotan dalam persiapan anak mereka
adanya penggunaan media pembelajaran,
masuk bimbingan melukis. 4) Instruktur
cara berpakaian siswa yang bebas namun
yang ceria, ramah dan bersahabat membuat
rapi, situasi pembelajaran yang santai dan
atmosfer
enjoy
pembelajaran.
3)
Satu
pembelajaran
menjadi
dan
informal
Surakarta
dihadapkan
pada
mana
longgar
namun
materi,
melukis,
masuk
pelaksanaan, alat bahan dan aspek evaluasi
mempengaruhi
jalannya
pembelajaran di Point Education Center
yang sudah ditetapkan oleh lembaga.
Surakarta. Sebagian besar siswa datang dan
mengerjakan tugas dari instruktur dengan
semangat dan suka cita
SIMPULAN
Point Education Center Surakarta
merupakan lembaga pendidikan nonformal
yang turut serta dalam penyelenggaraan
pendidikan bahasa inggris dan seni rupa
khususnya
bidang
seni
lukis.
Bentuk
bimbingan di Point Education Center antara
lain memberikan pengetahuan pada anakanak tentang pembuatan sketsa objek
sampai pewarnaan.
pembelajaran,
tema
menyenangkan. 5) Siswa yang bersemangat
juga
waktu
lebih
yang
commit to user
tempat
perpustakaan.uns.ac.id
105
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu &Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.
Bangun, S.C. 2014. Seni Budaya SMA/SMK/MA/MAK XI Semester 1. Jakarta :
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Diunduh dalam
http://bse.kemdikbud.go.id, diakses pada 15 Januari 2015.
Bintari, Bertha. 2006. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Visi,
Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal.
Vol.1 (1). 91-98.
Chasiyah. dkk. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Cet. II, Yogyakarta : Gava Media.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar
melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung:
Refika Aditama.
Hadi. A, Soedomo. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP UNS
dan UNS Press.
Hamalik, Oemar. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hariyanto, Tri. 2007. Peranan Lembaga Pendidikan Non Formal dalam
Menghasilkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas di Surakarta (Kasus
di Lembaga Pendidikan Non Formal di Surakarta). Tesis Tidak
Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.
Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.
Kasiyan. 2002. Pendidikan Kesenian dalam Pembangunan Karakter Bangsa.
Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan. Th.XXI (1). 33-40.
Kuntoro, Sodiq A. 2006. Pendidikan Nonformal (PNF) bagi Pengembangan
Sosial. Visi, Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Non Formal. Vol.1 (2). 14-23.
Kwesi, Gideon. dkk. 2013. The Use of Visual Art Forms in Teaching and
Learning in Schools for The Deaf in Ghana: Investigating The Practice.
International Journal of Innovatif Research & Development. Vol. 2 Issue 5.
408-422. Dalam www.ijird.com, diunduh pada 19 Desember 2014.
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Meleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Rosda Karya.
Muharam & Sudaryanti. 1992. Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Jakarta: Bumi
Aksara
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
commit to user
Rineka Cipta.
106
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nurteti, Lilis. 2010. Paedagogik Pengantar Analisis. Ciamis: IAID.
Sampurno, M. Bayu Tejo. 2014. Belajar dari Lukisan Anak. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Seni #2, Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS UNESA.
124-131.
Soedarso, Sp. 2006. TRILOGI SENI, Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni.
Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Subiyantoro, Slamet. 2008. Seni, Pariwisata dan Budaya (Kumpulan Hasil-hasil
Penelitian). Karanganyar: CV. Mefi Caraka.
Subiyantoro, Slamet. dkk. 2011. BUNGA RAMPAI, Guru, Pendidikan Karakter,
dan Nilai Kebudayaan Jawa. Klaten: CV. Mutiara Ilmu.
Subiyantoro, Slamet. 2011. Antropologi Seni Rupa. Surakarta: UNS Press.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulistyo, Edy Tri. dkk. 2011. Media Pendidikan dan Pembelajaran di Kelas.
Surakarta: UNS Press.
Surakhmad, Winarno. 2002. Pengantar Interaksi Belajar. Bandung: Tarsito.
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori & Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Syaodih, Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli Definisi, Tujuan, Unsur, Jalur, Faktor
dalam http://www.lintasjari.com/2013/05.html. diakses pada tanggal 16
September 2014.
Mendobrak seni rupa anak-anak dalam http://sanggarkubobbo.blogspot.com,
diakses pada tanggal 12 Juli 2014.
Perbedaan Sistem antara Pendidikan Non Formal dan Informal dalam
http://nursekhamaulidapmtkbunisma.blogspot.com/2013/02/makalahpendidikan-non-formal-dan.html. diakses pada tanggal 18 September 2014.
http://belajarpsikolog.com/2011/07/macam-macam-metode-pembelajaran.html.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
Macam
macam
Metode
dalam Mengajar
dalam
http://ndramura89.wordpress.com/category/metode-pembelajaran.html.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
commit to user
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
JURNAL
Oleh :
EVI ROCKYANTININGSIH
K3210025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
Evi Rockyantiningsih
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
JPBS FKIP Universitas Sebelas Maret
Alamat korespondensi: Jl. Raya Solo No. 162 RT 13/03 Jiwan, Madiun
Hp. 085742074012
Abstract
The objective of research was to find out: (1) the objective of painting learning, 2)
learning model applied, 3) the material used in painting learning process,4) learning method
applied, 5) learning media used in painting learning process, 6) evaluation system of student
learning outcome, 7) painting learning process, and 8) constraints in painting learning.
This study was a single embedded case study. The data sources employed were
informant, place and event, archive and document. Techniques of collecting data used were
semi-structured interview, observation, document analysis, and archive. The sampling
technique used was purposive sampling. Data validation was carried out using data
triangulation and informant review. Technique of analyzing data used was an interactive
model of analysis encompassing data reduction, data display and conclusion drawing.
From the result of research, the following conclusions could be drawn. 1) The
objective of painting learning in point education center of Surakarta was to help formal
education institution provide painting learning for the children based on the attempt of
balancing the right and the left brain performances. 2) The painting learning model was
similar to that in formal education institution, namely contextual and quantum learning
models. 3) Learning material included knowledge, sketching skill, and picture coloring. In
addition, appreciative attitude was also instilled to the children. 4) The learning methods
used were lecturing, debriefing, demonstration, exercise, and assignment. 5) In contrast to
formal education institution, no learning media found in Point Education Center of
Surakarta. The sample sketch from instructor was only limited to visual aid. 6) Evaluation
system included the one in the form of student work appreciation and report. 7) The learning
process in point education center of Surakarta was non-formal in nature, lying between
formal and informal. 8) The obstacles experienced in painting learning including internal
and external ones. The obstacles might be because the point education center of Surakarta
was non-formal education rather than a more binding formal education institution.
Keywords: Non-formal, painting, learning, education.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: 1) Tujuan pembelajaran melukis, 2)
Model pembelajaran yang diterapkan, 3) Materi yang digunakan dalam proses
pembelajaran melukis, 4) Metode pembelajaran yang diterapkan, 5) Media pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran melukis, 6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa,
7) Proses pembelajaran melukis, dan 8) Kendala dalam pembelajaran melukis.
Bentuk penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang
digunakan berupa informan, tempat dan peristiwa, arsip dan dokumen. Teknik pengumpulan
data yang digunakan wawancara semi terstruktur, observasi, analisis dokumen dan arsip.
Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Keabsahan data menggunakan
triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model
analisis mengalir yang proses tahapannya meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Tujuan pembelajaran melukis di Point
Education Center Surakarta yaitu membantu lembaga pendidikan formal dalam memberikan
pembelajaran melukis bagi anak-anak atas dasar berusaha menyeimbangkan kinerja otak
kanan dan kiri. 2) Model pembelajaran melukis hampir sama dengan model pembelajaran di
lembaga pendidikan formal, yaitu model pembelajaran kontekstual dan quantum. 3) Materi
pembelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan membuat sketsa dan mewarnai gambar.
Selain itu ada juga penanaman sikap apresiatif pada anak. 4) Pembelajaran disampaikan
dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, latihan dan pemberian tugas. 5)
Berbeda dengan lembaga pendidikan formal, di Point Education Center Surakarta tidak
ditemukan media pembelajaran. Contoh sketsa dari instruktur hanya sebatas alat peraga
pembelajaran. 6) Sistem evaluasi meliputi evaluasi dalam bentuk apresiasi karya siswa dan
bentuk report. 7) Proses pembelajaran di Point Education Center Surakarta, bersifat
nonformal yaitu berada diantara formal dan informal. 8) Kendala yang dialami dalam
pembelajaran melukis antara lain kendala intern dan ekstern. Kendala yang ada dapat
muncul dikarenakan Point Education Center Surakarta adalah pendidikan nonformal bukan
lembaga pendidikan formal yang lebih mengikat.
Kata kunci : Nonformal, melukis, pembelajaran, pendidikan.
dapat
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan pendidikan
dipungkiri
berkembangnya
bila
jaman,
semakin
kelembagaan
meningkat.
pendidikan non formal semakin banyak
Pendidikan dipandang berperan besar dalam
yang berdiri dan berkembang di lingkungan
kemajuan bangsa dan dapat mengakomodir
masyarakat. Pendidikan non formal pada
masyarakat agar suatu negara memiliki
umumnya
manusia-manusia yang berkualitas. Sumber
lingkungan sekolah dan dapat diidentikkan
belajar pun dapat diperoleh dari pendidikan
dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
formal, informal bahkan non formal. Tak
Menurut Bertha Bintari (2006: 92) :
semakin
hari
semakin
commit to user
dilaksanakan
tidak
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Pendidikan Luar Sekolah
memegang
peranan
untuk
memfasilitasi pendidikan masyarakat
melalui pelatihan, kursus, ataupun
magang yang akan berlangsung
berhubungan dengan pemenuhan
kecakapan hidup sehingga para
peserta
didik
mampu
memberdayagunakan diri, mandiri
dan dapat meningkatkan taraf
hidupnya.”
Hadirnya pendidikan seni tidak bertujuan
Dengan kata lain, pendidikan non formal
mencipta, namun mampu menyeimbangkan
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
kecerdasan dari otak kanan dan kiri. Seperti
sumber daya manusia dan mampu meraih
hal nya seni lukis, seni lukis merupakan
totalitas
dalam
salah
manusia
melalui
rangka
sebuah
memanusiakan
keterampilan
agar terciptanya seniman, namun mampu
membentuk
melalui
visual,
melatih
penalaran melalui pengamatan terhadap
lingkungan sekitar. Bukan hanya sekedar
mengasah
kemampuan
satu
bidang
berkarya
seni
dan
yang
terus
berkembang sesuai kemajuan jaman.
Namun pada kenyataannya, seiring
perkembangan zaman peranan pendidikan
pendidik dan peserta didik yang mana
seni sebagaimana mestinya tidak seperti
interaksi tersebut terangkum dalam sebuah
yang
proses yaitu proses pembelajaran.
masyarakat menganggap seni tidak bisa
dasarnya
pelajaran
interaksi
kecerdasan
antara
Pada
adanya
kecerdasan,
koordinasi otak dan rasa yang dipadukan
maupun kecakapan. Dalam pelaksanaan
pendidikan,
keseimbangan
masing-masing
memiliki
tanggung
diharapkan.
Sebagian
bidang
menunjang
kehidupan
jawab
Masyarakat
hanya
masa
besar
depan.
memandang
bahwa
tersendiri dalam mengembangkan keilmuan,
mempelajari seni hanya sebagai kegiatan
keterampilan dan kecakapan. Pendidikan
sampingan saja untuk sekedar menambah
seni merupakan salah satu sarana yang
pengetahuan dan hiburan. Oleh karena itu,
dapat digunakan untuk mengembangkan
banyak sekali orang tua anak yang kurang
daya
berminat
keilmuan,
keterampilan,
dan
untuk
mendukung
anak-anak
kecakapan yang mampu menumbuhkan
mereka dalam bidang seni, seperti halnya
kreativitas peserta didik dalam sebuah
memasukkan
kelembagaan. Seperti yang dikemukakan
Lembaga Pendidikan Non Formal yang
Herbert Read (1958), sejak awal Plato
berbau seni. Hal ini juga berpengaruh pada
menyarankan “Art should be the basis of
eksistensi Lembaga Pendidikan Non Formal
anak-anak
mereka
ke
user
education” (dalam Kasiyan, 2002: commit
36). tobidang
seni, khususnya Sanggar maupun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tempat les melukis khususnya di daerah
karya
Surakarta.
pelaksanaan pembelajarannya mulai dari
Adapun
yang
berbondong-
lukis
bondong mengajak anak mereka untuk les
pemberian
menggambar hanya terdorong agar anak
digunakan.
anak,
yaitu
materi
dan
dalam
metode
hal
yang
mereka menjadi juara dalam lomba-lomba
Dengan adanya latar belakang yang
menggambar. Selain itu, perkembangan seni
telah dijelaskan, penulis membuat rumusan
rupa anak khususnya di Surakarta sangat
masalah sebagai berikut: 1) Apa tujuan
memerlukan kebebasan dan sifat murni
pembelajaran melukis di Point Education
ekspresif dari anak-anak, karena selama ini
Center Surakarta, 2) Bagaimana model
telah melekat
yaitu
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
adanya keseragaman warna dan coretan
pembelajaran melukis di Point Education
sehingga karya anak-anak berkarakter sama.
Center Surakarta, 3) Materi apa yang
Seperti
diberikan
sebuah
yang
fenomena
dijelaskan
dalam
dalam
proses
Point
Education
Center
http://sanggarkubobbo.blogspot.com
melukis
(diakses pada tanggal 12 Juli 2014), seni
Surakarta,
lukis di Surakarta tertinggal jauh dari
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
Yogyakarta dan Bali dimana originalitas
pembelajaran melukis di Point Education
anak masih kurang diperhatikan. Anak-anak
Center Surakarta, 5) Media pembelajaran
yang mengikuti les melukis, sebagian besar
apa saja yang digunakan dalam proses
memiliki karya yang serupa dan berorientasi
pembelajaran melukis di Point Education
pada prestasi semata.
Center Surakarta, 6) Bagaimana sistem
Disinilah peran lembaga pendidikan
di
pembelajaran
4)
Bagaimana
metode
evaluasi hasil belajar siswa pada Point
memberikan
Education Center Surakarta, 7) Bagaimana
pembelajaran seni bagi anak, khususnya
proses pembelajaran melukis di Point
dalam pembelajaran melukis agar karya seni
Education Center Surakarta, dan 8) Apa
anak-anak di Surakarta bukan karya instan
saja
yang telah kemasukan imajinasi orangtua
pembelajaran melukis di Point Education
maupun pembimbing sanggar. Jika dilihat
Center Surakarta.
sangat
diperlukan
dalam
kendala
atau
hambatan
dalam
dari kenyataan yang ada faktor pembimbing
UU No. 20 tahun 2003 dalam Abu
lukis di sanggar atau tempat les lah yang
Ahmadi & Nur Uhbiyati (1991: 69)
commit to user
sangat berpengaruh dalam pembentukan
menyebutkan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Pendidikan merupakan usaha
sadar
dan
mewujudkan
terencana
sumber yang ada di lingkungannya.”
untuk
dan
Pembelajaran bertujuan membantu siswa
pembelajaran agar peserta
agar memperoleh berbagai pengalaman dan
didik secara aktif mengembangkan
dengan pengalaman itu tingkah laku siswa
potensi
memiliki
yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
spiritual
keagamaan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai
diri,
kepribadian,
pengendali
proses
suasana
mengoptimalkan penggunaan sumber-
dirinya
kekuatan
pengendalian
kecerdasan
belajar
untuk
akhlak
mulia,
sikap
dan
perilaku
siswa
serta
menjadi bertambah. Apabila hanya fisik
keterampilan yang diperlukan dirinya,
peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran
masyarakat, bangsa, dan negara.”
dan
mentalnya
kurang
aktif,
maka
Faktor yang mempengaruhi pendidikan
kemungkinan besar tujuan pembelajaran
menurut
tidak tercapai.
Hasbullah
(2001)
dalam
http://www.lintasjari.com/2013/05.html
Komponen-
komponen
dalam
(diakses pada tanggal 16 September 2014)
pembelajaran antara lain: 1) Pendidik, 2)
adalah ideologi, sosial ekonomi, sosial
Peserta didik, 3) Model Pembelajaran, 4)
budaya,
Metode
perkembangan
IPTEK,
dan
psikologi.
Pembelajaran,
5)
Materi
Pembelajaran atau Sumber Pembelajaran, 6)
Di satu pihak ada sistem pendidikan
sekolah dan di pihak lain ada sistem
Media Pembelajaran, dan 7) Evaluasi
Pembelajaran.
pendidikan luar sekolah atau sering disebut
Menurut Sudjojono, seni adalah jiwa
sebagai pendidikan nonformal. Menurut
ketok, maksudnya adalah seni adalah jiwa
Sihombing dalam Tri Hariyanto (2007: 28) :
yang
“Pendidikan non formal adalah
menyembul
bukunya
menyiapkan,
menyebutkan bahwa
dan
luar.
Mulanya
diformulasikan oleh Eugene Veron dalam
usaha sadar yang dirahkan untuk
meningkatkan
ke
L’Esthetique
dimana
ia
daya
“The merit of a work of art,
manusia agar memiliki pengetahuan,
can be finally measured by the power
ketrampilan, sikap dan daya saing
with which it manifests or interprets
untuk merebut peluang yang tumbuh
the emotion that was its determining
mengembangkan
dan
sumber
berkembang,
commit to user
dengan
cause, and that, …. must constitute its
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
innermost and supreme unity.” Yang
akan memunculkan cerminan kejiwaan anak
mana secara singkat menjelaskan
sehingga selalu adanya ketidakteraturan
bahwa seni adalah ekspresi emosi.
dalam prosesnya namun hal ini sangatlah
(dalam Soedarso Sp, 2006: 54- 55).
wajar.
Salah satu klasifikasi seni yang bertahan
Seorang pendidik dituntut mampu
lama dan bersifat tetap bentuknya adalah
mencermati
segala
seni rupa. Seni lukis merupakan hasil dari
berkesenian
pada
seni rupa yang masuk dalam seni rupa dua
aktivitasnya kaitannya dengan fungsi-fungsi
dimensi dan merupakan cabang dari seni
jiwa anak (Slamet Subiyantoro, 2011: 92).
murni. Media dan teknik untuk melukis
Semua proses peristiwa belajar ini muncul
antara lain dapat menggunakan: kanvas, cat
menjadi karya seni yang mencerminkan
air, cat minyak, cat acrilik, pewarna batik,
karakter setiap individu. Apapun yang
kolase, grafis seni, grafis komputer dan
dihasilkan adalah bentuk ekspresi atau
sebagainya.
lukis
bahasa khas mereka. Seperti yang dijelaskan
dikenal berbagai macam aliran, antara lain:
oleh M. Bayu Tedjo (2014: 126), guru
lukisan primitifisme, naturalisme, realisme,
sebagai pendidik harus mengetahui dan
surealisme,
romantisme,
memahami karakter dari masing-masing
impresionisme, kubisme, ekspresionisme,
peserta didiknya guna mendapatkan hasil
dadaisme, pop art, dan sebagainya.
yang maksimal.
Dalam
sejarah
klasikisme,
seni
kelebihan
karya
atau
unsur
proses
Pelajaran seni budaya merupakan
salah satu aspek penting terkait dengan
METODE PENELITIAN
upaya pematangan subjek didik, yakni
Penelitian ini dilakukan dengan
memupuk kemandirian anak agar lebih
pendekatan
matang baik secara jasmani maupun rohani.
penelitian yang menghasilkan data diskriptif
Menurut Affandi (1994 : 77), seni budaya
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
dapat ditegaskan sebagai hasil atau produk
orang-orang
dari cerminan kejiwaan (dalam Slamet
diamati. Penelitian ini dilaksanakan di Point
Subiyantoro,
dapat
Education Center Surakarta. Penelitian ini
dipungkiri bila pembelajaran seni akan
dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan
mengarah pada pembelajaran yang santai
November 2014 sampai Januari 2015. Jenis
2011:
80).
Tidak
commit to user
dan tidak bisa mengikat, karena kebebasan
kualitatif
dan
deskriptif,
perilaku
yang
yaitu
dapat
penelitian yang digunakan dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini adalah studi kasus tunggal terpancang,
tujuan
pembelajaran
yaitu penelitian tersebut terarah pada satu
tercatat dalam rancangan maupun bank data
karakteristik dan peneliti sudah memilih dan
lembaga.
menentukan variable yang menjadi fokus
melukis
utamanya sebelum memasuki lapangan
Surakarta
studinya.
berdirinya lembaga. Tujuan tersebut antara
Tujuan
di
ini
pembelajaran
Point
juga
tidak
Education
tidak
berubah
pernah
dalam
Center
sejak
Sumber data yang digunakan dalam
lain Point Education Center Surakarta
penelitian ini adalah informan, tempat dan
melalui pendidikan non formal mencoba
peristiwa, dan dokumen. Penelitian ini
memberikan pembelajaran pendidikan seni
menggunakan
rupa khususnya dalam bidang seni lukis
model
analisis
mengalir
(Flow Model of Analysis), dimana tiga
untuk
komponen analisis (Reduksi data, Sajian
formal dalam memberikan pembelajaran
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi)
melukis
dilakukan saling menjalin dengan proses
pembelajaran melukis atas dasar berusaha
pengumpulan data dan mengalir bersamaan.
menyeimbangkan kinerja otak kanan dan
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran melukis
disini dibagi menjadi beberapa pembahasan
yaitu
tujuan
pembelajaran,
model
pembelajaran, materi pembelajaran, media
pembelajaran dan alat bahan melukis,
sistem evaluasi, proses pembelajaran dan
kendala atau hambatan dalam pembelajaran
melukis
di
Point
Education
Center
Surakarta.
membantu
bagi
lembaga
anak-anak,
pendidikan
memberikan
kiri anak sehingga kerja motorik dan rasa
anak dapat berkembang baik, berusaha
mencetak
anak-anak
yang
mengalami
perkembangan yang baik dari yang mulanya
tidak bisa menjadi bisa, dan yang bisa
menjadi mahir, bukan mencetak anak-anak
yang harus mengantongi kejuaraan di setiap
perlombaan saja. Sebaiknya tujuan tercapai
dengan baik agar pelaksanaan pembelajaran
berjalan dengan baik pula.
Model Pembelajaran Melukis
Menurut Winataputra (2001) dalam
Tujuan Pembelajaran Melukis
Sama halnya dengan lembaga pendidikan
Sugiyanto (2008: 7), model pembelajaran
formal, Point Education Center Surakarta
adalah
kerangka
konseptual
yang
juga memiliki tujuan pembelajaran dalam
prosedur yang sistematis dalam
commit tomelukiskan
user
melukis.
Namun
dalam
perumusannya
mengorganisasikan
pengalaman
belajar
perpustakaan.uns.ac.id
untuk
mencapai
digilib.uns.ac.id
tujuan
belajar,
dan
dalam
mencapai
hasil
belajar,
5)
berfungsi sebagai pedoman bagi para
pemodelan, dalam pembelajaran adanya
perancang pembelajaran dan para pengajar
peraga
dalam merencanakan dan melaksanakan
instruktur yang dapat ditiru siswa, dan 6)
Point
penilaian nyata, dilihat pada penilaian siswa
Education Center Surakarta tidak ada
yang lebih menekankan pada proses belajar
kerangka
aktivitas
pembelajaran.
Pada
berupa
contoh
sketsa
gambar
dalam
model
siswa. Hal ini sama halnya dengan pendapat
digunakan.
Namun
Sanjaya (2004) dalam Sugiyanto (2009: 17-
secara tidak langsung peneliti menemukan
20), mengenai tujuh komponen utama
beberapa model pembelajaran, walaupun
model
tidak direncanakan sebelumnya. Model
konstruktivisme,
pembelajaran tersebut antara lain model
masyarakat belajar, pembelajaran terpadu,
pembelajaran
pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
konseptual
pembelajaran
yang
kontekstual
dan
model
pembelajaran quantum.
Pembelajaran
pembelajaran
Untuk
melukis
Point
kontekstual
inkuiri,
yakni
bertanya,
penerapan
model
pembelajaran quantum di Point Education
Education Center Surakarta, ditemukan
Center
adanya
dengan
instruktur yang selalu memberikan kesan
pembelajaran
hangat dan akrab sehingga siswa merasa
kontekstual antara lain 1) konstruktivisme,
nyaman saat mengikuti bimbingan. Disela-
dapat dilihat melalui hasil belajar melukis
sela pembelajaran pun instruktur juga
siswa Point Education Center Surakarta
memberikan candaan agar pembelajaran
dicapai melalui proses pengamatan dan
tidak terkesan kaku, ruang kelas di Point
pengalaman nyata yang dibangun sendiri, 2)
Education Center Surakarta di penuhi oleh
inkuiri,
gambaran-gambaran
beberapa
komponen
utama
dilihat
kemiripan
model
saat
siswa
melalukan
Surakarta
terlihat
jelas
dinding
pada
(mural)
pencarian visual yang akan dilukis melalui
dengan visual kartun dan bertema macam-
proses berpikir sistematis, 3) bertanya,
macam sehingga suasana pembelajaran
ditemukan saat siswa bertanya kepada
sangat menyenangkan dan secara tidak
instruktur
maupun
langsung memotivasi dan menginspirasi
pewarnaan, 4) masyarakat belajar, sering
siswa dalam melukis. Oleh karena itu dapat
terjadi komunikasi siswa dengan instruktur,
dikatakan bahwa model pembelajaran di
mengenai
sketsa
commit to user
teman maupun orangtua yng menunggu
Point Education Center Surakarta adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
model pembelajaran quantum, meskipun
siswa, selain itu agar siswa mengenal dan
tidak
peka dengan situasi lingkungan sekitar
sepenuhnya
menggunakan
karakteristik model pembelajaran quantum
sehingga
tersebut. Hal ini dapat dilihat sesuai dengan
mengasah kemampuan otak, namun juga
pendapat Sugiyanto (2009: 73-76) tentang
kemampuan rasa siswa. Seperti halnya yang
karakteristik umum pembelajaran quantum
dijelaskan oleh Sri Anitah (2009: 127),
antara lain pembelajaran quantum bersifat
sumber belajar adalah segala sesuatu yang
konstruktivisme, memusatkan pada interaksi
dapat
yang
dan
kegiatan belajar. Penyampaian tema dan
bermakna, menekankan pada kealamiahan
teknik pewarnaan pada siswa dilakukan
dan
instruktur
menyenangkan,
kewajaran
mengutamakan
proses
bermutu
pembelajaran,
keberagaman
dan
kebebasan, serta mengintegrasikan totalitas
tubuh
dan
pikiran
dalam
disini
digunakan
tidak
dalam
dengan
hanya
memfasilitasi
pendekatan
personal
sehingga instruktur benar-benar mengerti
karakteristik setiap siswa.
Materi melukis di Point Education
proses
Center Surakarta sebagian besar mengambil
pembelajaran.
tema yang masih dalam ruang lingkup
Materi Pembelajaran Melukis
Materi yang diajarkan di Point
Education Center Surakarta meliputi teknik
membuat sketsa dari bentuk geometri dan
teknik mewarnai gambar dengan gradasi
warna yang paling sederhana, semuanya
mengarah pada aspek praktek. Teknik
mewarnai
melukis
menggunakan teknik kering,
lingkungan
sekitar
anak-anak
yang
sederhana agar siswa mengenal dan peka
dengan situasi lingkungan sekitar sehingga
melukis
disini
tidak
hanya
mengasah
kemampuan otak, namun juga kemampuan
rasa siswa.
Metode Pembelajaran Melukis
yaitu dengan menggunakan pastel minyak.
Dalam melaksanakan pembelajaran,
Untuk pemberian teknik semua dilakukan
Point
oleh instruktur melukis. Materi dalam
menggunakan
pembelajaran melukis di Point Education
pembelajaran.
Center Surakarta cenderung mengambil
antara lain ceramah, demonstrasi, tanya
tema
jawab, latihan atau drill, dan penugasan.
dari
diyakini
lingkungan
faktor
sekitar,
lingkungan
karena
Education
Center
Surakarta
beberapa
metode
Metode
yang digunakan
memberi
commit toMetode
user yang selama ini digunakan masih
pengaruh inspirasi yang begitu kuat bagi
cenderung mengikuti pola pendidikan di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lembaga pendidikan formal. Penggunaan
pembelajaran melukis sudah diberi satu set
metode-metode
tersebut
perlengkapan belajar yang terdiri dari tas
menyesuaikan keadaan siswa dan keinginan
jinjing, sapu tangan, pastel minyak, spidol
instruktur. Penggunaan metode pada proses
hitam besar, dan buku gambar ukuran A3.
pembelajaran
pembelajaran sesuai dengan teori yang
Alat bahan melukis yang digunakan
menyatakan bahwa metode mengajar adalah
Point Education Center Surakarta juga
cara-cara pelaksanaan dari proses suatu
masih kurang variatif. Penyampaian materi
pengajaran, atau sebagaimana teknisnya
hanya bergantung pada alat peraga sehingga
suatu bahan pelajaran diberikan kepada
hal ini akan berpengaruh pada kurang
siswa-
berkembangnya
siswa
di
sekolah
(Winarno
Surakhmad, 2002: 148).
terhadap
pengetahuan
seni
lukis,
siswa
terdapat
pula
keserupaan hasil karya siswa yang satu
Media Pembelajaran Melukis
Media pembelajaran juga sangat
berperan bagi perkembangan pengetahuan
dan kreativitas siswa, semakin menarik
media pembelajaran yang diberikan maka
semakin tercipta pula pembelajaran yang
menyenangkan. Namun di Point Education
Center Surakarta tidak ditemukan adanya
penggunaan media pembelajaran. Instruktur
dengan yang lainnya. Seperti menurut
pendapat Daryanto (2013:7) bahwa media
pembelajaran cukup penting sebagai salah
satu komponen pembelajaran, karena tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan
pembelajaran
juga
tidak
akan
bisa
berlangsung secara optimal.
Evaluasi Pembelajaran Melukis
Proses evaluasi di Point Education
dalam menyampaikan materi pembelajaran
hanya sebatas menggunakan alat peraga
Center
visual yaitu gambar sketsa yang di gambar
nonformal dan formal. Secara nonformal
di kertas HVS. Dalam membuat alat peraga
evaluasi dilaksanakan kapan saja, beriringan
ini instruktur menggunakan bolpoint atau
dengan proses bimbingan melukis. Waktu
juga spidol kecil, sedangkan untuk warna
pelaksanaan evaluasi dilakukan kapan saja
tergantung permintaan siswa. Karena teknik
di sela-sela proses bimbingan, karena
yang digunakan siswa teknik kering, maka
evaluasi melukis di Point Education Center
media lukis yang digunakan siswa adalah
Surakarta
Surakarta
juga
dilakukan
mencakup
secara
evaluasi
pastel minyak. Di Point Education Center
siswa. Dan pada akhir
commit toperkembangan
user
Surakarta,
siswa
sebelum
masuk
pembelajaran, evaluasi diadakan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan tanda bintang bagi siswa yang
untuk memantabkan pemahaman materi
mengalami perkembangan yang baik. Selain
yang disampaikan.
itu ada juga apresiasi bagi siswa dengan
memajang karya siswa terbaik di kaca
depan kantor pada setiap akhir bulan,
dengan apresiasi “The Best Student of …
(nama
bulan)…”.
Dalam
melakukan
evaluasi, Point Education Center Surakarta
tidak mempermasalahkan proporsi maupun
bentuk objek yang digambar oleh siswa
karena apapun bentuk yang dilukis siswa itu
merupakan ekspresi mereka. Di Point
Education Center Surakarta bentuk evaluasi
juga hampir sama dengan lembaga-lembaga
pendidikan
formal
yaitu
menggunakan
angka-angka dan rentang huruf dari A
sampai D, yang kemudian dilaporkan pada
orangtua siswa secara tertulis berupa report.
Adapun point-point yang di evaluasi
oleh Point Education Center Surakarta
antara lain sketsa yang dibuat siswa, bentuk
objek yang dibuat siswa, proses pewarnaan,
kerapian karya, dan perkembangan teknik.
Dari evaluasi diatas bisa dilihat seberapa
jauh keberhasilan Point Education Center
Surakarta dalam pembelajaran melukis. Hal
ini sama halnya seperti yang dijelaskan oleh
Sri Anitah (2009: 95), dalam tahap evaluasi
merupakan tahap penyajian apakah tujuan
pembelajaran tercapai atau belum, selain itu
Proses Pembelajaran Melukis di Point
Education Center Surakarta
Proses
pembelajaran
Point
di
Education Center Surakarta berlangsung
selama 2 jam yaitu antara pukul 15.00-17.00
WIB.
Pertemuan
bimbingan
melukis
diberikan dalam setiap minggunya 2 (dua)
kali pertemuan yaitu Selasa dan Sabtu.
Berbeda dengan yang ada dalam sekolah
formal, dalam hal berpakaian, siswa diberi
kesempatan dengan menggunakan pakaian
bebas tetapi sopan. Proses pembelajaran di
Point Education Center Surakarta, bersifat
nonformal yaitu bersifat antara formal dan
informal.
Secara
formal
terlihat
pada
perencanaan pembelajaran, pendidik, waktu
pelaksanaan dan tempat yang terencana oleh
lembaga. Sedangkan secara informal terlihat
dari situasi pembelajaran, siswa dalam
berpakaian dan interaksi pendidik dengan
siswa yang terkesan santai dan bersahabat
namun sopan. Menurut Munardi (1997: 8),
norma-norma yang berlaku dalam proses
pendidikan nonformal dan informal tidak
semua jelas tertulis sebagaimana pada
sekolah
formal,
akan
tetapi
mampu
mengendalikan dan membimbing peserta
commit todidik
user bagaimana harus menjalani proses
belajar (dalam Slamet Subiyantoro, 2008:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99). Dalam pembelajaran melukis di Point
yang
Education Center Surakarta, instruktur tidak
perkembangan
memahami
sesuai
ekstern muncul dari luar lembaga antara lain
perkembangan gambar anak menurut V.
mengenai kesulitan mencari SDM yang
Lowenfeld (dalam Muharam dan Warti
kompeten saat instruktur mengundurkan diri
Sudaryanti,
bila sudah ada pekerjaan baru, dan adanya
lukisan
1992:
anak
34),
tingkat
tidak
memahami
gambar
psikologi
anak.
Kendala
perkembangan gambar anak dibagi menjadi
tekanan
6, yaitu: 1) Masa coreng mencoreng, umur 2
berambisi ingin anak mereka mengantongi
- 4 tahun, 2) Masa pra bagan, umur 4 – 7
juara perlombaan melukis. Selama ini
tahun, 3) Masa bagan, umur 7 – 9 tahun, 4)
penanganan kendala
Masa permulaan realism, umur 9 – 11
lembaga Point Education Center Surakarta
tahun, 5) Masa pseundo realisme
dengan cukup baik.
, umur
11 – 13 tahun, 6) Masa krisis puber, umur
dari
orangtua
yang
terlalu
yang ada diatasi
Kendala yang ada dapat muncul
13 – 17 tahun. Adanya pemahaman
dikarenakan
instruktur terhadap tingkatan perkembangan
Surakarta adalah pendidikan nonformal
gambar anak, dapat menjadi acuan untuk
bukan lembaga pendidikan formal yang
mengetahui tingkat perkembangan anak
lebih mengikat. Selain itu pembelajaran
dalam berkarya.
khususnya dalam hal seni yang sudah ditata
Kendala
dan
pendukung
dalam
Pembelajaran Melukis di Point Education
Center Surakarta
Kendala dan hambatan yang dialami
lembaga Point Education Center Surakarta
dalam pembelajaran melukis dibagi antara
lain kendala intern dan ekstern. Kendala
intern meliputi kesulitan dalam menangani
siswa-siswi yang rewel dan belum bisa
memegang pastel minyak dengan baik,
sebagian siswa ada yang tidak selesai dalam
Point
Education
Center
baik tidak selalu berlangsung seperti apa
yang
diinginkan,
karena
itu
muncul
ketidakteraturan dalam prosesnya. Seperti
pendapat dari Slamet Subiyantoro (2008:
110)
yaitu
akses
formal
yang
ketat
menimbulkan dampak yang berimbang,
yaitu ketidakformalan itu sendiri karena
sifat-sifat materi kesenian dengan tuntutan
kebebasan.
Pendukung
melukis
di
Point
dalam
pembelajaran
Education
Center
Surakarta antara lain: 1) Sarana prasarana di
pengerjaan karya, metode pembelajaran
commit to user
Point Education Center Surakarta terbilang
yang terlalu menuntun siswa, dan instruktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaksanaan pembelajaran melukis
cukup baik dan lengkap sebagai lembaga
Point
Education
Center
pendidikan nonformal, 2) Lingkungan di
di
Point
bersifat nonformal, yaitu berada antara
Education
Center
Surakarta
bersahabat bagi siswa. Lingkungan tidak
formal
berisik, bersih, di dekorasi layaknya taman
pembelajarannya
bermain, dan suasana nyaman membuat
sebenarnya sedikit mengikat. Hal ini terlihat
siswa merasa betah dan nyaman dalam
jelas pada tujuan pembelajaran, model dan
mengikuti
set
metode pembelajaran yang tidak tertulis,
perlengkapan lukis dari lembaga yang sudah
model pembelajaran yang secara tidak
lengkap membuat orang tua siswa tidak
langsung masih belum sistematis, belum
kerepotan dalam persiapan anak mereka
adanya penggunaan media pembelajaran,
masuk bimbingan melukis. 4) Instruktur
cara berpakaian siswa yang bebas namun
yang ceria, ramah dan bersahabat membuat
rapi, situasi pembelajaran yang santai dan
atmosfer
enjoy
pembelajaran.
3)
Satu
pembelajaran
menjadi
dan
informal
Surakarta
dihadapkan
pada
mana
longgar
namun
materi,
melukis,
masuk
pelaksanaan, alat bahan dan aspek evaluasi
mempengaruhi
jalannya
pembelajaran di Point Education Center
yang sudah ditetapkan oleh lembaga.
Surakarta. Sebagian besar siswa datang dan
mengerjakan tugas dari instruktur dengan
semangat dan suka cita
SIMPULAN
Point Education Center Surakarta
merupakan lembaga pendidikan nonformal
yang turut serta dalam penyelenggaraan
pendidikan bahasa inggris dan seni rupa
khususnya
bidang
seni
lukis.
Bentuk
bimbingan di Point Education Center antara
lain memberikan pengetahuan pada anakanak tentang pembuatan sketsa objek
sampai pewarnaan.
pembelajaran,
tema
menyenangkan. 5) Siswa yang bersemangat
juga
waktu
lebih
yang
commit to user
tempat
perpustakaan.uns.ac.id
105
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu &Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.
Bangun, S.C. 2014. Seni Budaya SMA/SMK/MA/MAK XI Semester 1. Jakarta :
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Diunduh dalam
http://bse.kemdikbud.go.id, diakses pada 15 Januari 2015.
Bintari, Bertha. 2006. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Visi,
Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal.
Vol.1 (1). 91-98.
Chasiyah. dkk. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Cet. II, Yogyakarta : Gava Media.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar
melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung:
Refika Aditama.
Hadi. A, Soedomo. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP UNS
dan UNS Press.
Hamalik, Oemar. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hariyanto, Tri. 2007. Peranan Lembaga Pendidikan Non Formal dalam
Menghasilkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas di Surakarta (Kasus
di Lembaga Pendidikan Non Formal di Surakarta). Tesis Tidak
Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.
Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.
Kasiyan. 2002. Pendidikan Kesenian dalam Pembangunan Karakter Bangsa.
Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan. Th.XXI (1). 33-40.
Kuntoro, Sodiq A. 2006. Pendidikan Nonformal (PNF) bagi Pengembangan
Sosial. Visi, Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Non Formal. Vol.1 (2). 14-23.
Kwesi, Gideon. dkk. 2013. The Use of Visual Art Forms in Teaching and
Learning in Schools for The Deaf in Ghana: Investigating The Practice.
International Journal of Innovatif Research & Development. Vol. 2 Issue 5.
408-422. Dalam www.ijird.com, diunduh pada 19 Desember 2014.
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Meleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Rosda Karya.
Muharam & Sudaryanti. 1992. Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Jakarta: Bumi
Aksara
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
commit to user
Rineka Cipta.
106
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nurteti, Lilis. 2010. Paedagogik Pengantar Analisis. Ciamis: IAID.
Sampurno, M. Bayu Tejo. 2014. Belajar dari Lukisan Anak. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Seni #2, Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS UNESA.
124-131.
Soedarso, Sp. 2006. TRILOGI SENI, Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni.
Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Subiyantoro, Slamet. 2008. Seni, Pariwisata dan Budaya (Kumpulan Hasil-hasil
Penelitian). Karanganyar: CV. Mefi Caraka.
Subiyantoro, Slamet. dkk. 2011. BUNGA RAMPAI, Guru, Pendidikan Karakter,
dan Nilai Kebudayaan Jawa. Klaten: CV. Mutiara Ilmu.
Subiyantoro, Slamet. 2011. Antropologi Seni Rupa. Surakarta: UNS Press.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulistyo, Edy Tri. dkk. 2011. Media Pendidikan dan Pembelajaran di Kelas.
Surakarta: UNS Press.
Surakhmad, Winarno. 2002. Pengantar Interaksi Belajar. Bandung: Tarsito.
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori & Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Syaodih, Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli Definisi, Tujuan, Unsur, Jalur, Faktor
dalam http://www.lintasjari.com/2013/05.html. diakses pada tanggal 16
September 2014.
Mendobrak seni rupa anak-anak dalam http://sanggarkubobbo.blogspot.com,
diakses pada tanggal 12 Juli 2014.
Perbedaan Sistem antara Pendidikan Non Formal dan Informal dalam
http://nursekhamaulidapmtkbunisma.blogspot.com/2013/02/makalahpendidikan-non-formal-dan.html. diakses pada tanggal 18 September 2014.
http://belajarpsikolog.com/2011/07/macam-macam-metode-pembelajaran.html.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
Macam
macam
Metode
dalam Mengajar
dalam
http://ndramura89.wordpress.com/category/metode-pembelajaran.html.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
commit to user