Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan.

Ulasan Tentang Landasan Fisis Anisoropi Magnetik Pada Batuan

Oleh
Ni Komang Tri Suandayani SSi, MSi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2015

Lembar Pengesahan
Ulasan Tentangg Landasan Fisis Anisotropi Magnetik Pada Batuan

Mengetahui

Penulis

Dekan Fakultas MIPA UNUD

Drs Ida Bagus Made Suaskara, MSi

Ni Komang Tri Suandayani, SSi.MSi


NIP : 196606111997021001

NIP :19701712199903200

DAFTAR ISI

ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL

i

LEMBAR PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI


iii

ABSTRAK

iv

BAB I PENDAHULUAN

1

BAB II ENERGI MAGNETIK DARI SISTEM PARTIKEL

3

BAB III ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUAN

7

3.1 FormulasiDan Pengukuran Anisotropi magnetik

BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

9
10

ULASAN TENTANG LANDASAN FISIS ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUAN
Tri Suandayani
Jurusan Fisika Universitas Udayana

ABSTRAK

Anisotropi magneik telah menjadi sebuah topik yang menonjol dalam kajian sifat magnetik
batuan. Pada makalah ini diulas tentang bagaimana batuan dapat bersifat anisotropi secara
magnetik. Ulasan dimulai dengan melihat kembali energi magnetik dari system partikel,
termasuk jenis-jenis energi yang terkait dengan kemagnetan. Selanjutnya akan dijelaskan
kerumitan dari anisotropi magnetik pada batuan khususnya bagi sedimen dan batuan beku.
Ulasan diakhiri dengan formulasi formal dari anisotropi magnetik yang diturunkan dari besaran
suseptibilitas magnetik.


I. PENDAHULUAN
Diantara sekian banyak pokok bahasan dalam kajian magnetik batuan(rockmagnetism),kajian tentang anisotropi magnetik merupakan salah satu topik yang menonjol
dan berkembang dengan sangat pesat. Anisotropi adalah variasi sifat fisis terhadap arah
pengukurannya. Pada medium anisotropis, suatu parameter fisis x mempunyai harga yang
berbeda jika parameter tersebut diukur pada dua orientasi yang berbeda. Sementara itu,pada
medium yang bersifat isotropis, parameter fisis x akan bernilai sama pada semua arah atau
orientasi pengukuran. Dalam beberapa tahun terakhir , kajian tentang anisotropi dari
suseptibilitas magnetic (AMS, anisotropy of magnetic susceptibility) menjad sangat berperan
sebagai metode tidak merusak (non- destructive method) yang cepat dan efektif untuk
menentukan fabric (struktur dan tekstur) batuan dan karenanya telah digunakan sec Pada
tahun 1993, tara meluas dalam berbagai masalah geologi dan geofisika. Kajian anisotropi
magnetic memungkinkan kita untuk merekontruksi struktur dan tekstur magnetik dari suatu
batuan yang dipengaruhi oleh seluruh fraksi-fraksi mineral yang membentuk batuan tersebut.
Pentingnya peran anisotropi magnetik dalam ilmu kebumian sudah diprediksi sejak lama
(Graham, 1954). Metodologi pengukuran anisotropi magnetik kemudian diperkenalkan oleh
Girdler (lihat Gridler,1961a, Gridler 1961b). Sejakitu, pengukuran anisotropi magnetik,
khusunya AMS , dilakukan secara meluas dalamberbagai kasus melingkupi hamper semua
jenis batuan. Hubungan antara anisotropi magnetik dan fabrik magnetik diformalkan oleh
Jelinek (1981) sementara hubungan antara anisotropi magnetik strain (regangan) dan struktur
serta serat batuan diperkenalkan oleh Borradaile (19880.

Jika pada masa sebelumnya magnetik anisotropi selalu diidentikkan dengan AMS, maka
pada tahun 1985 diperkrnalkan salah satu bentuk lain dari anisotropi magnetik, yaitu AAR
atau anisotropy of anhysteretic remanence (McCabe dkk, 1985). Pada tahun 1993, terbitlah
sebuah buku khusunya tentang anisotropi magnetic yang membahas aspek-aspek
fundamental serta penerapan dari anisotropi magnetik (lihat Tarling dan Hrouda, 1993). Pada
decade yang sama, statistic data anisotropi telah dikaji melalui metoda Monte-Carlo oleh
Lienert (19991) dan melalui pendekatan Bootstrap oleh Tauxe dkk. (1991). Metoda inversi
juga telah digunaka dalam pengolahan data paleomagnetik (Knusden dkk, 2003). Dari sisi
pemodelan, Housen dkk (1993) membuat sebuah model numerik dari anisotropi dari fabric
batuan, sementara Canon-Tapia (1996) membuat model anisotropi magnetik dengan
membandingkan antara anisotropi akibat bulir tunnggal (single grain) yang bersifat
anisotropic dan anisotropi akibat distribusi mineral magnetik yang anisotropik.

Pada sisi lain, penelitian tentang anisotropi magnetik dan anisotropi permeabilitas terus
berlanjut hingga saat ini. Selain topik-topik yang berhubungan dengan pemkaian aau aplikasi
anisoropi magnetik, beberapa topik fundamental masih giat diteliti. Hubungan antara fabric
batuan, deformasi dengan anisotropi dibahas pada Borradaile (2001), Borrdaile dan Gauthier
(2001) serta Pares dan van der Pluijm (2002). Topik fundamental lain adalah bagaimana
membedakan kontribusi magetik anisotropi dari kompoen-komponen mineral yang bersifat
diamagetik, paramagnetic dan ferimagnetik (lihat Hernadez dan Hirt, 2004; Kelso dkk.,2002;

Hrouda, 2002; Hroouda dkk, 2000). Sementara itu hubungan antara anisotropi magnetik
dengan bentuk-bentuk anisotropi lain pada batuan (contohnya anisotropi permeabillitas dan
anisotropi seismik) juga telah mulai dikaji (lihat Benson dkk., 2003).
Pada makalah ini akan dipaparkan landasa fisis yang menyebabkan terjadinya anisotropi
magnetik pada batuan. Pemahman yang menyeluruh tentang aspek fisis dari anisotropi
magnetik diharapkan dapat mendorong pengembangannya dalam berbagai bidang.

II. ENERGI MAGNETIK DARI SISTIM PARTIKEL
Pembahasan yang paling mendasar tentang anisotropi magnetik harus dimulai dari
konsep energi yang brhubungan denga medan magnetik. Sebagaimana sebuah titik massa
mempunyai energi potensial jika ditempatkan pada medan gaya berat (gravitasi) akibat massa
yang lain (mislanya Bumi), maka sebuah momen magnetik juga akan mempunyai energi
potensial jika ditempatkan pada medan magnetic. Rapat energi interaksi magnetostatik atau
magnetostatic interacon energy density (Eh) dinyatakan sebagai:
Eh = M ∙ B

(1)

dan memiliki nilai minimum saat magnetasi M searah dengan medan magnetik B. Energi
inilah yang menggerakkan jarum kompas untuk mencari keadaan energi yang minimum

dengan menyearahkannya denga medan magnetik Bumi.
Sementara itu, sifat ferromagnetik pada sejumlah kristal mucul karena alasan mekanika
kuantum. Pada kristal-kristal ini, elektron-elektron pada orbit-orbit yang bersebelahan
mengatur keadaan spinnya sedemikian sehingga mereka tidak menempati orbit yang sama
dengan elektron yang mempunyai spin yang sama (sesuai dengan prinsip Pauli). Karenanya
spin-spin elektronik pada kristal-kristal tersebut terkoordinasi berarah pararel atau antipararel
sesuai dengan rincian dari interaksi. Rapat energi pertukaran atau exchange energy dinsety
(Ee) ini adalah sumber dari magnetisasi spontan. Untuk setiap pasanngan spin, Ee
didefinisikan sebagai berikut:
Ee = -2 J e Si ∙ Sj

(2)

dimana J e adalah integral pertukaran (exchange integral), sementara Si dan Sj adalah vektorvektor spin. Struktur kristal akan menentukan besar dan arah dari integral pertukaran. Energi
pertukaran sendiri akan bernilai minimum jika spin-spin elektronik berarah pararel atau
antipararel.
Untuk suatu kristal tertentu, besarnya energi dari momen-momen magnetik mempunyai
nilai yang bervariasi tergantung pada sumbu kristal. Contohnya mineral magnetite (Fe3O4)
yang mempunyai struktur kubik, energi terbesar berada pada arah-arah sumbu ([100], [010],
[001]), sementara energi terendah berada pada arah diagonal [111] (lihat gambar 1). Sumbu

atau arah degan energi terendah , [111] pada magnetite, lazim disebut sebagai sumbu atau
arah mudah (easy axis), sebaliknya sumbu-sumbu ([100], [010], [001]) disebut sebagai
sumbu atau arah sulit (hard axes). Variasi besarnya energi terhadap orientasi kristal ini
dikenal dengan nama energi anisotropi magnetokristalin (magnetocrystalline anisotropy
energy) Ea . Untuk kubik kristal dengan cosinus arah α1, α2, α3 terhadap arah-arah
kristalografik 100, 010, dan 001), Ea . dinyatakan sebagai berikut:
Ea = K1(α12α22+α22α32+α32α12+K2α12α22α32

(3)

dimana K1 dan K2 adalah konstanta-konstanta anisotropi magnetokristalin yang
ditentukan secara empirik. Untuk mineral magnetite pada temperatur kamar , nilai K1 adalah 1.35×10-4 Jm-3. Karena K1 bernilai negative, dapat ditunjukkan bahwa Ea . bernilai minimum
saat berarah [111].
Akibat adanya energi anisotropi magnetokristalin, maka jika magnetisai telah searah
dengan sumbu mudah, maka diperlukan usaha untuk mengubahnya. Pengubahan magnetisasi
yang searah dengan sumbu mudah (misalnyai temperatur [111] pada magnetite) memerlukan
usah ang lebih besar disbanding pengubahan magnetisasi pada sumbu sulit. Parameter fisis
yng lazim digunakan untuk menggambarkan stabillitas dari sekumpulan partikel magnetic
adalah koersivitas remanen atau coerciviy of remanence (Hcr ) yang didefinisikan sebagai
besarnya medan magnetic yang diperlukan untuk mengubah magnetisasi dari satu arah

mudah kearah mudah yang lain dengan melewati tingkat energy terntentu.
Selain simetri kubik, banyak lagi jenis simetri kristal yang lain, diantaranya simetri
uniaksial (uniaxial simetry). Untuk masing-masing jenis simetri kristal, Ea didefinisikan
secara berbeda( tidak sama dengan persamaan(3)). Salah satu mineral magnetic alamiah
utama lainnya,hematite(Fe2O3), didominasi oleh simetri uniaksial. Karena itu magnetisasi
pada hematite jauh lebih rumit disbanding magnetisasi pada magnetite.
Konstanta-konstanta anisotropi magnetokristalin merupakan fungsi nyadari temperature.
Pada magnetite, misalnya nilai K1 tandanya (dari negative ke positif) pada temperature yang
disebut titik isotropic. Pada temperature tersebut, anisotropi magnetokristalin mengecil
sehingga lenyaplah penghalang( energy barrier) yang mengikat magnetisasi berarah parallel
terhadap arah diagonal. Spin-spin karenanya mengarah lebih bebas . Pada temperature yang
lebih rendah lagi penghala menguat kembali tetapi dengan topologi yang berbeda. Sumbusumbu kristal menjadi sumbu mudah, sementara arah diagonal menjadi sumbu sulit. Titik
isotropic ini terkait dengan phenomena yang disebut dengan transisi Verwey pada sekitar
120K. Pada transisi ini magnetite yang semula berbentuk kubik berubah menjadi monoklinik.
Besarnya energy magnetic yang disebabkan oleh tekanan atau stress ( E σ) pada suatu
kristal dapat dihampiri dengan persamaan berikut:
Eσ = -(3/2) λ σ sin2 θ

(4)


dimana λ adalah konstanta yang ditentukan secara empirik, σ adalah stress atau tekanan, dan
θ adalah sudut antara stress terhadap sumbu kristalografi. Untuk mineral magnetite, λ
bernilai 4×10-6.
Ada satu lagi sumber atau penyebab anisotropi magnetic, yaitu bentuk dari bulir (grain).
Untuk memahami anisotropi bentuk (shape anisotropy atau magnetostatik) perlu diketahui
terlebih dahulu konsep medan demagnetisasi internal. Jika sebuah benda termagnetisasi,
maka benda itu menghasilkan sebuah medan magnetik luar yang besarnya proporsional

dengan momen magnetiknya (Gambar 2a). Medan magnetik ini seolah-olah dihasilkan oleh
sebaran kutub-kutub magnetic bebas (imajiner) di permukaan (Gambar 2b). Adanya kutubkutub bebas di permukaan ini juga menghasilkan medan magnetic internal (Gambar 2c) yang
lazim disebut medan demagnetisasi (Hd). Besarya Hd berbanding lurus dengan besarnya
magnetisasi dan sangat bergantung pada bentuk. Secara matematis Hd dinyatakan sebagai
berikut:
Hd = - N M

(5)

dimana N adalah factor demagnetisasi yang bergantung pada bentuk. Untuk benda berbentuk
bola, kutub-kutub bebas dipermukaan tersebar sedemikian sehingga sebagian besar
menempati kutub dan tidak ada yang menempati daerah „ekuator‟ (Gambar 2d). Secara

matematik dapat ditunjukkan bahwa untuk bola nilai N adalah 1/3.
Untuk benda berbentuk lonjong (Gambar 2e dan 2f) distribusi kutub-kutub bebas akan akan
bergantung pada arah magnetisasi diberikan pada sumbu panjang (sumbu α pada Gambar 2e),
maka kutub-kutub bebas akan terpisah lebih jauh dibanding dengan magnetisasi pada sumbu
pendek (sumbu b pada Gambar 2f). Karena medan demagnetisasi berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak, maka besarnya factor bentuk untuk kofigurasi pada Gambar 2e (Na ) akan lebih
kecil dari 1/3, sementara factor bentuk untuk konfigurasi pada Gambar 2f (Nb) akan lebih
besar dari 1/3. Untuk sebuah ellipsoid tiga dimensi dengan sumbu, masing, a, b, dan c,
jumlah total Na +Nb+ Nc = 1 (untuk SI, dan 4π untuk istim cgs).

.
Energi
anisotropi magnetokristalin sebagai fungsi arah pada kristal magnetite. Arah yang paling mudah untuk dimagnetisasi adalah arah
diagonal (diambil dari Williams dan Dunlop,1995).

Energi anisotropi lazim disebut sebagai energy magnetostatik (Ems) dan rapat energinya
untuk sebuah ellipsoid dinyataka dengan persamaan berikut:
Ems = ½ µ 0 Na M2 + ½ µ 0 (Nc - Na ) M2 sin2 θ

(6)

dimana Nc dan Na masing-masing adalah factor demagnetisasi pada sumbu pendek dan sumbu
panjang. Suku kedua pada sisi sebelah kanan pada persamaan (6) akan bernilai
–Ku = ½ µ 0 ΔN M2 pada θ = π/2 (atau keadaan uniaksial). Besaran Ku disebut sebagai konstanta
anisotropi uniaksial. Untuk benda berbentuk ellipsoid lonjong (Nb= Nc) dan a/c = 1.5,
selisih ΔN = Nb – Nc = 0.1 . Sementara itu untuk magnetite, magnetisasinya ( ) adala sebesar
4.5 × 105 Am-1. Sehingga nilai Ku untuk magnetite pipih seperti itu adalah = 2.3 × 104 Jm-3. Nilai
Ku ini jauh lebih besar dari nilai K1 pada energy anisotropi magnetokristalin. Akibatnya
magnetisasi pada magnetite yang sedikit pipih atau lonjong akan didominasi oleh anisotropi
uniaksial karena bentuk. Untuk mineral yang memiliki magnetiasi (M) yang kecil (sebagaima
hematite), anisotropi didominasi oeh konfiguras magnetokristalin. Secara singkat anisotropi
magnetic pada magnetite ditimbulkan oleh factor bentuk, sementara pada hematite didominasi
oleh anisotropi magnetokristalin.
Dari pembahasa diatas jelas bahwa anisotropi energilah yang melawan perubahan arah
magnetic sehingga bahan feromagnetik mempunyai kemampuan untuk mempertahanka
magnetisasinya, meskipun medan magnetic yang mengakibatkan magnetisasi itu telah berubah
atau dihilangkan. Perubahan arah magnetic dan magnetisasi dapat terjadi jika bahan diberi
gangguan sehingga momen-momen magnetiknya dapat mengatasi penghalang berupa energy
anisotropi untuk selanjutnya mengarah pada medan magnetic yang baru. Gangguan tersebut,
diantaranya, dapat berupa medan magnetic yang tinggi atau naiknya temperature

III. ANISOTROPI MAGNETIK PADA BATUANb

Pada batuan, sifat magnetic dan magnetisasi diakibatkan oleh adanya mineralmineral yaing bersifat ferromagnetic. Secara kuantitatif jumlah mineral ferromagnetic pada
batuan sangat kecil (