STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI DATARAN RENDAH (Studi Kasus di Kelompok Tani “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo).

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
DI DATARAN RENDAH
(Studi Kasus di Kelompok Tani “ Maju Makmur” Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
untuk menyusun Skripsi S-1

Disusun oleh :
OKTIANI HERMAYANTI
NPM: 0924010035

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURAB AYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI DATARAN RENDAH
(Studi Kasus di Kelompok Tani “ Maju Makmur” Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo)
Disusun oleh :
OKTIANI HERMAYANTI
NPM : 0924010035

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 01 Februari 2013
Menyetujui,
Pembimbing :
1. Pembimbing Utama :

Tim Dosen Penguji,
1. Ketua


Ir. Sri Widayanti, MP

Ir. Sri Widayanti, MP

2. Pembimbing Pendamping

2. Sekretaris

Ir. Sri Tjondro Winarno, MMA

Ir. Mubarokah. MTP
3. Anggota

Dr. Ir. Sumartono. SU
Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MS

NIP. 19620205 198703 1005

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Ketua Pogram Studi Agribisnis

Dr. Ir EKO NURHADI, MS
NIP. 19570214 198703 1001

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Strategi Pengembangan Usahatani Jamur Tiram Putih di Dataran Rendah, Studi
Kasus di Kelompok Tani “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran,
Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Peneliti menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan sebagai
makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur”.
2. Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Sri Widayanti, MP selaku Dosen Pembimbing Utama .
4. Ir. Sri Tjondro Winarno, MMA selaku Dosen Pendamping.
5. Keluarga yang memberikan dorongan baik moral maupun materil.
6. Kelompok Tani Jamur Tiram Putih “Maju Makmur” Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat penelitian.
7. Teman – teman angkatan 2009 yang telah membantu dalam proses
pembuatan skripsi ini.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak terdapat kekurangan. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penulisan
skripsi ini memberikan manfaat yang besar bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi.

Surabaya,

Januari 2013

Peneliti

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIMGKASAN

KATA PENGANTAR ...............................................................................

i

DAFTAR ISI ............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

viii


I.

PENDAHULUAN.............................................................................

1

A. Latar Belakang ...........................................................................

1

B. Perumusan Masalah ………………………………………………..

5

B. Tujuan Penelitian .......................................................................

7

C. Manfaat Penelitian ....................................................................


8

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

9

A. Hasil Penelitian Terdahulu ..........................................................

9

B. Klasifikasi Dan Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih .....................

11

C. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Di Dataran Rendah............

12

D. Usahatani Dalam Ketidakpastian…………………………………..


19

E. Analisis Kelayakan Usaha ........................................................

21

F. Analisis Sensitivitas…………………………………………………

29

G. Strategi Pengembangan Usahatani............................................

30

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ...................................

35

A. Kerangka Pemikiran ...................................................................


35

B. Hipotesis ....................................................................................

39

METODE PENELITIAN .................................................................

40

A. Penentuan Lokasi ......................................................................

40

II.

III.

IV.


iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

B. Penentuan Sampel.....................................................................

40

C. Metode Pengumpulan Data ........................................................

41

D. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ……………….... 42
E. Metode Analisis Data ................................................................. 45
V.

KEADAAN UMUM DAERAH .......................................................... 54
A. Letak dan Kondisi Geografis Pada di Wilayah Penelitian .......... 54
B. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di Wilayah
Penelitian ................................................................................. 54
C. Karakteristik Petani Contoh ...................................................... 56

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 60
A. Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa
Wadungasi .............................................................................. 60
B. Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa
Wadungasih ............................................................................. 67
C. Analisis Sensitivitas ................................................................. 84
D. Strategi Pengembangan Produksi di Kelompok Tani “Maju
Makmur” di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran,
Kabupaten Sidoarjo ................................................................. 86

V.

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 114
A. Kesimpulan .............................................................................. 114
B. Saran ………………………………………………………………

115

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 116

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Judul

1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jmaur Tiram Dibandingkan dengan
Bahan Makanan Lain dalam Satuan Berat Segar ............................

3

2. Produksi Jamur Tiram Putih Pada Tahun 2011 ...............................

6

3. Kebutuhan Bahan – Bahan Dalam Budidaya Jamur Tiram .............

15

4. Komponen Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih ..............................

25

5. Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991) ...................................

32

6. Analisis Faktor Strategi Internal ……………………………………...

51

7. Analisis Faktor Strategi Eksternal ……………………………………

52

8. Diagram Matrik SWOT .....................................................................

53

9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Wilayah Penelitian Kabupaten Sidoarjo .......................................

55

10.Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Wilayah Kabupaten Sidoarjo.........................................................

55

11.Tingkat Pendidikan Petani Contoh di Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo ......................................

56

12. Luas Kumbung yang dimiliki Petani Contoh Jamur Tiram Putih
Di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo....

57

13. Penggunaan Baglog Jamur Tiram Putih yang digunakan
Oleh Petani Contoh di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran,
Kabupaten Sidoarjo ..........................................................................

58

14. Analisis Biaya Rata – Rata Usahatani Jamur Tiram Putih
”Maju Makmur” Selama satu tahun (3 kali Siklus Tanam) ...............

69

15. Biaya Usahatani Jmaur Tiram Putih di Desa Wadungasih
(Tahunan) Setelah Penyesuaian Terhadap Inflasi ...........................

72

16. Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
Di Desa Wadungasih Pada Tahun 2011 ..........................................

75

17. Penerimaan Pada Kelompok Tani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur”
Di Desa wadungasih ......................................................................... 76
18. Rata – Rata Pendapatan dan Nilai R/C Usahatani Jamur Tiram Putih
di Desa Wadungasih Selama satu Tahun (3 kali Siklus Tanam) .....
78

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19. Hasil analisis Switching Value Pada Saat Nilai NPV = 0 .................

85

20. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor Internal
Kelompok Tani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur”
di Desa Wadungasih ........................................................................

87

21. Matrik Pembobotan, Rating, dan Skor untuk Faktor Eksternal
Kelompok Tani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur”
Di Desa Wadungasih .......................................................................

96

22. Matrik SWOT Pengembangan Produksi Jamur Tiram Putih
Pada Kelompok Tani ”Maju Makmur” di Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo ......................................

105

23. Matrik Pembobotan Analisis ............................................................

108

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Judul

1. Diagram Analisis SWOT ……………………………………………

33

2. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….

37

3. Struktur Pengurusan Jamur Tira Putih “Maju Makmur” …………

61

4. Kumbung kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih ..

63

5. Proses Budidaya Jamur Tiram Putih Kelompok Tani
“Maju Makmur” ……………………………………………………...

67

6. Posisi Strategi Pengembangan produksi jamur tiram putih
Pada Kelompok Tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih ……

109

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK
Tujuan skripsi ini adalah untuk Menganalisis kelayakan usahatani jamur tiram
putih dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo per tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012
dan Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal untuk menentukan strategi
pengembangan usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Untuk mencapai tujuan pertama yaitu digunakan
analisis kelayakan usahatani dengan metode NPV at risk. Untuk mencapai tujuan
kedua digunakan analisis SWOT. Produksi dan penerimaan usahatani jamur tiram
putih tidak stabil. Produksi dan penerimaan tertinggi pada Tahun 2011 yaitu sebesar
25650 kg dan Rp 333.450.000,-. Dari hasil analisis kelayakan usahatani maka
usahatani jamur tiram pada kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo layak untuk diusahakan. Sedangkan dari
hasil analisis SWOT maka dapat dirumuskan alternative strategi, 1) pengembangkan
pasar dengan membentuk jaringan pasar yang lebih luas, 2) peningkatan teknologi
untuk meningkatkan produksi jamur tiram putih, 3) menekan biaya produksi, dan 4)
pemberian pinjaman dalam pengembangan produksi jamur tiram putih.
Kata kunci : strategi pengembangan usahatani jamur tiram putih

ABSTRACT
The purpose of this thesis is to analyze the proper of white oyster mushroom
farm in uncertain production and price in Wadungasih village, Buduran sub district,
Sidoarjo district annually from the year of 2009 to 2011 and to identify both internal
and external factors to determine the development strategy of white oyster
mushroom farm in Wadungasih village, Buduran sub district, Sidoarjo district. In
accomplishing the first purpose, the analysis of the proper of white oyster mushroom
will be used with NPV at risk method. To accomplish the second purpose, the
analysis used is the SWOT. The production and the recive of white oyster mushroom
are unstable. The highest production and recive was in 2011 that produced 25.650
kg and Rp 333.450.000,-. Based on the analysis of white oyster mushroom farm at
“Maju Makmur” tani farmer group in Wadungasih village, Buduran sub district,
Sidoarjo district is worth a try. Furthermore based on the result of SWOT analysis it
can be formulated alternative strategies : 1) market development by farming wider
market network, 2) the technological improvements to increase the production of
white oyser mushrooms, 3) depressing production cost, and 4) the granting of loans
in the development white oyster mushrooms farm.
Keyword : strategy development of white oyster mushroom farm

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

RINGKASAN
Desa Wadungasih adalah salah satu daerah di Kabupaten Sidoarjo yang
beberapa penduduknya membudidayakan jamur tiram putih. Petani jamur tiram putih
di Desa Wadungasih ini masih sederhana dalam penggunaan teknologinya, seperti
tidak menggunakan alat sterilisasi seperti autoclave, dan mesin pengisi media.
Usahatani jamur tiram putih yang dijalankan oleh kelompok tani “Maju Makmur”
merupakan usaha yang sedang tumbuh dan memiliki potensi yang baik dalam
pengembangannya. Ketika terjadi permintaan tinggi di pasar, petani tidak dapat
memenuhi semua permintaan tersebut. Hal tersebut diakibatkan adanya cuaca yang
tidak menentu, pengelolaan usahatani yang masih rendah serta adanya
penyesuaian terhadap inflasi pada harga input dan output. Petani jamur tiram putih
di Desa Wadungasih memasarkan produknya melalui konsumen yang langsung
datang ketempat dengan harga Rp13.00,- per kg.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis kelayakan usahatani jamur tiram
putih dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo dan 2) Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal
untuk menentukan strategi pengembangan usahatani jamur tiram putih di Desa
Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2012 di Desa
Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Data yang dikumpulkan
adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara
dengan petani responden, yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data
sekunder diperolah dari internet dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan.
Tujuan pertama dianalisis dengan cara analisis kelayakan usahatani
sedangkan tujuan kedua dan dianalisis dengan cara analisis SWOT. Pendapatan
atas biaya total untuk skala usaha 28.500 log dengan rata-rata produksi pada tahun
2009 sebesar 22.979kg dan jumlah biaya total Rp161.149.512,- adalah sebesar
Rp137.577.488,-. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar
Rp142.927.787 dari total biaya tunai yang digunakan sebesar Rp102.317.213,-. Nilai
R/C atas biaya total sebesar 1,8 yang artinya setiap pengeluaran sebesar Rp3.590,(biaya rata-rata per log) untuk biaya total akan menambah penerimaan sebesar
Rp8.257,-. Sedangkan untuk R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,3. Sedangkan
dari hasil analisis SWOT maka dapat dirumuskan alternative strategi, 1)
pengembangkan pasar dengan membentuk jaringan pasar yang lebih luas, 2)
peningkatan teknologi untuk meningkatkan produksi jamur tiram putih, 3) menekan
biaya produksi, dan 4) pemberian pinjaman dalam pengembangan produksi jamur
tiram putih.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat
ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan
pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman
jenis bahan makanan. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang
menempati posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Mubyarto dan Awan Santosa (2003) istilah pertanian tetap relevan dan
pembangunan pertanian tetap merupakan bagian dari pembangunan pedesaan
(rural development) yang menekankan pada upaya – upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk desa, termasuk diantaranya petani. Tujuan pembangunan
pertanian adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian, menumbuhkan
usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan usaha.
Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika perubahan
pasar

dan

pesaing,

serta

mampu

ikut

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah
bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.
Komoditas tanaman hortikultura di Indonesia sangat beragam dan dapat
dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman
sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Konsumsi terhadap produk
hortikultura terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang gizi dan
kesehatan. Hal ini merupakan alasan bahwa pertanian hortikultura sudah saatnya
mendapatkan perhatian yang serius terutama menyangkut aspek produksi dan

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

pengembangan sistem pemasarannya. Hortikultura sebagai bahan pangan cukup
penting bagi kebutuhan pangan masyarakat, sehingga untuk kebutuhan nasional
perlu ditingkatkan produksinya (Sugiarti, 2003)
Jamur atau cendawan turut memberikan andil besar dalam memenuhi aneka
ragam menu makanan khas Indonesia seperti tempe, tape, oncom, tauco, roti,
minuman fermentasi serta berbagai macam makanan lainnya. Jamur merupakan
salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk
dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Penggunaan pestisida dalam
budidaya jamur relatif sedikit. Oleh karena itu, jamur merupakan pangan yang aman
untuk dikonsumsi. Selain itu dengan harga yang relatif murah, maka hampir semua
kalangan mampu membelinya. Keunggulan yang spesifik dari

jamur bila

dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan adalah kemampuan dalam
mengubah celulose atau lignin menjadi polisakarida dan protein yang bebas
kolesterol. Dari sekian banyak jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) dan
sudah dibudidayakan di Indonesia salah satunya adalah jamur tiram putih (Pasaribu,
et.al. 2002).
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok
Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum
tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah
lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Jamur tiram
masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii dan sering dikenal dengan sebutan
King Oyster Mushroom. Jamur tiram mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia
sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat
mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, penyakit jantung, untuk mengurangi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

berat badan, obat diabetes, obat anemia dan sebagai obat anti tumor (Suriawiria,
2006).
Tabel 1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan dengan Bahan Makanan
Lain dalam Satuan Berat Segar
Jenis Makanan
Jamur tiram
Jamur campignon
Jamur Shitake
Jamur Merang
Kentang
Buncis
Kubis
Seledri
Bayam
Daging sapi
Sumber
Keterangan

Protein(%)
40.0
4.8
13.4-17.5
1.8
2.0
2.4
1.5
1.3
2.2
21.0

Lemak(%)
0.2
4.9-8.9
0.3
0.1
0.2
0.1
0.2
0.3
5.5

Karbohidrat(%)
3.5
9.5-70.7*
4-48*
20.9
7.7
4.2
3.7
1.7
0.5

: Pasaribu, et.al (2002)
: *) Berdasarkan berat kering
(-) Tidak ada data

Tabel 1 menunjukkan nilai gizi beberapa jenis jamur dibandingkan dengan
makanan lain. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa jamur tiram memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi daripada beberapa jenis jamur dan bahan makanan
lainnya. Protein nabati yang terdapat dalam jamur tiram hampir sebanding atau
relatif lebih tinggi dibandingkan protein sayuran berdaun, sayuran berumbi, dan
memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi demikian juga
kalorinya.
Jamur telah menjadi industri dalam pertanian yang terdiri atas: (1) hulu
(industri bibit dan media tanam), (2) tengah (budidaya jamur), dan (3) hilir
(pemasaran dan pengolahan pasca panen). Dalam kondisi persaingannya, para
produsen sebaiknya menggunakan kualitas dan strategi yang tepat agar dapat
bertahan dan tetap mancapai apa yang telah di targetkan. Kondisi ini menyebabkan
perusahaan melakukan perubahan strategi dalam menjalankan usahanya. Hal ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

dilakukan sebagai akibat tingginya intensitas persaingan yang terjadi ditengah
situasi ekonomi dan pasar yang relatif belum stabil. Ada perusahaan yang
memfokuskan pada industri hulu, industri tengah saja, atau indusri hilir. Hal ini
dilakukan untuk mengefisienkan biaya operasional (MAJI, 2007).
Jamur tiram umumnya bisa hidup di dataran tinggi saja. Akan tetapi sekarang
budidaya jamur tiram dapat di kembangkan di dataran rendah juga, meskipun
perawatannya harus lebih intensif dan di tempatkan dalam rumah jamur (Kumbung)
yang bersuhu antara 20°C – 28℃ . Fakta dilapangan menunjukkan bahwa semua
produsen jamur tiram tidak merasa kesulitan dalam memasarkan jamur tiram,
bahkan belum dapat memenuhi permintaan jamur tiram. Dengan demikian
fenomena kelangkaan jamur tiram dapat disebabkan oleh relatif sedikitnya produsen
yang membudidayakan dan permasalahan dalam produktivitas jamur tiram putih.
Berkenaan dengan relatif sedikitnya produsen yang membudidayakan jamur tiram
putih, menggambarkan bahwa kelayakan usaha jamur tiram saat ini belum mampu
menarik minat banyak calon produsen untuk memasuki bisnis ini.
Bagi masyarakat awam di dataran rendah ini, jamur tiram sulit diterima
sebagai sayuran yang bisa dimakan. Masyarakat takut akan keracunan. Selain itu
permintaan konsumen yang begitu besar tehadap jamur tiram sehingga tidak bisa
memenuhi permintaan konsumen, adapun faktor – faktor yang mempengaruhi
seperti suhu, modal serta tenaga kerja. Hal tersebut merupakan hambatan produksi
jamur tiram di masyarakat setempat. Dengan melihat sebuah peluang untuk dapat
berpartisipasi

dalam

Wadungasih

sebagai

mencukupi
desa

kebutuhan

yang

memiliki

konsumen

jamur

tiram,

Desa

motivasi

yang

besar

untuk

mengembangkan dan memberdayakan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

mandiri dan sejahtera, berkeinginan untuk mengembangkan usaha jamur tiram yang
telah ada di Desa Wadungasih dan membuat rencana bisnisnya. Oleh karena itu
masyarakat yang ada di Desa Wadungasih melihat potensi yang begitu besar pada
budidaya jamur tiram hingga pemasarannya dan jamur tiram pun memiliki
keunggulan dapat dikembangkan dalam jumlah yang besar dengan biaya awal yang
bisa dijangkau. Hal ini pun dibarengi oleh adanya partisipasi pemerintah akan sangat
membantu dalam pengembangan usaha.
Pengembangan produksi jamur tiram putih di Desa Wadungasih dirancang
untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digunakan dan
difasilitasi oleh pemerintah. Sehingga budidaya jamur tiram yang ada di Desa
Wadungasih diresmikan oleh pemerintah setempat menjadi “Kampung Jamur”.
Dimana sebagian masyarakat setempat bermatapencaharian sebagai petani jamur
tiram.
B. Perumusan Masalah
Prospek pengembangan budidaya jamur tiram putih di Indonesia cukup
prospektif. Hal ini didukung oleh adanya lahan potensial dan agroklimat yang cocok,
tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk hortikultura, dan tersedia
sumberdaya manusia yang dapat dipekerjakan.Budidaya jamur tiram putih telah
banyak diusahakan baik sebagai usaha sampingan ataupun usaha utama dengan
skala kecil, menengah dan besar (industri).
Dalam melaksanakan kegiatan usahatani jamur tiram putih tidak terlepas dari
munculnya resiko yang harus dihadapi oleh para pelaku bisnis usahatani jamur tiram
putih.Umumnya resiko terbesar yang dapat terjadi adalah resiko harga dan resiko

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

produksi. Pada usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih harga jual yang
diterima relatif stabil pada harga Rp 13.000,- di tingkat petani. Oleh karena itu, pada
usaha ini resiko harga tidak diperhitungkan.Resiko terbesar yang dihadapi usaha
budidaya jamur tiram putih di Desa Wadungasih adalah resiko produksi. Dimana
hasil panen yang diperoleh bervariasi dalam jumlahnya. Hasil produksi jamur tiram
putih dalam setiap periode memiliki jumlah yang berbeda. Adanya resiko produksi
diperjelas dengan Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Jamur Tiram Putih Di Desa Wadungasih Pada Tahun 2011
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12

Bulan
Januari
Febuari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Produksi
(kg)
3.142
3.147
3.020
1.508
1.426
1.400
1.411
1.413
1.426
2.114
2.843
2.800

Total
Sumber : Survey Pendahuluan

25.650

Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil produksi jamur tiram putih di Desa
Wadungasih pada tahun 2011 mengalami kondisi yang tidak stabil setiap
periodenya. Hal ini menunjukkan adanya resiko produksi jamur tiram putih.
Usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih memperoleh produksi tertinggi
yaitu sebesar 3.147 kg pada bulan februari, sedangkan produksi terendah yang
dialami sebesar 1.411 kg pada bulan Juli. Perbandingan hasil produksi pada musim
kemarau dan musim penghujan sebesar 50%. Total produksi jamur tiram putih pada
tahun 2009 yaitu sebesar 25.650 kg.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Permasalahan yang dihadapi pada usaha ini terutama pada faktor cuaca,
dan masalah manajemen yang menjadikan petani jamur tiram dalam usahanya
harus tutup, yang secara alamia akan berdampak pada menurunnya jumlah petani
jamur tiram yang semula 37 orang menjadi 20 orang, Dimana yang menjadi sumber
utama penyebab terjadinya resiko produksi dalam budidaya jamur tiram putih
tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta
serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu
ketidakmampuan dalam mengelola manajemen usahatani, perencanaan investasi
yang kurang tepat, penempatan kepegawaian yang kurang tepat. Hal tersebut diatas
membawa dampak yang kurang baik bagi kelompok tani “Maju Makmur” di Desa
Wadungasih, yaitu dapat menyebabkan kegagalan panen. Dari uraian tersebur
diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kelayakan usahatani jamur tiram dalam ketidakpastian
produksi dan harga di Desa Wadungasih, Buduran Sidoarjo?
2. Faktor internal dan eksternal apa saja yang menentukan strategi pengembangan
produksi jamur tiram di Desa Wadungasih, Buduran Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Menganalisis kelayakan usahatani jamur tiram putih dalam ketidakpastian
produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten
Sidoarjo
b. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal untuk menentukan strategi
pengembangan usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Manfaat Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa diharapkan dapat lebih memahami maksud dari teori yang
diterima dalam kuliah sehari-hari dari suatu disiplin ilmu tertentu yang
akan memudahkan penerapannya serta alternatif interaksinya dengan
disiplin ilmu lain yang sesuai dengan tantangan dan arah perkembangan
agribisnis.

b. Dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa yang akan mengetahui lebih
tentang jamur tiram putih.
2. Manfaat Bagi Pengusaha
a.

Dapat dijadikan pertimbangan bagi para pengusaha yang akan
berkecimpung di komoditas jamur tiram putih.

b.

Hasil yang dilakukan selama penelitian dapat menjadi bahan masukan
bagi pihak pengusaha untuk menentukan kebijaksanaan pengusaha di
masa yang akan datang khususnya dalam komoditas jamur tiram putih.

3. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
a. Untuk membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis
dengan lingkungan kerja.
b. Sebagai

tambahan

referensi

khususnya

mengenai

strategi

pengembangan usaha yang dapat digunakan oleh pihak – pihak yang
memerlukan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu
Yunus (2005) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan finansial
usahatani jamur tiram putih di Desa Tugu Utara. Usahatani jamur tiram putih (jamur
konsumsi dan baglog jamur) di daerah penelitian layak untuk dilaksanakan pada
tingkat suku bunga 12 persen. Hal ini ditunjukan oleh nilai NPV yaitu
Rp111.298.143,50 untuk usahatani jamur konsumsi dan Rp71.563.848,50 untuk
usahatani baglog jamur. Dilihat dari nilai net B/C-nya, usahatani jamur tiram
konsumsi memiliki nilai net B/C 1,84 sedangkan usahatani baglog jamur memiliki
nilai net B/C 1,70. IRR yang diperoleh berdasarkan perhitungan adalah sebesar
47,88% untuk usahatani jamur konsumsi dan 42,61 untuk usahatani baglog jamur.
Payback period untuk usahatani jamur konsumsi yaitu 2 tahun 2 bulan sedangkan
untuk baglog jamur 1 tahun 2 bulan. Hal ini berarti kedua usahatani yang
dikembangkan mampu mengembalikan modal usaha sebelum umur proyek berakhir
(5 tahun). Apabila dilihat dari analisis switching value, usahatani jamur di daerah
penelitian menjadi tidak layak apabila harga jual turun 24,81 persen biaya produksi
meningkat 33 persen, dan produktivitas tanaman menurun sebesar 24,48 persen
untuk usaha jamur konsumsi. Untuk usahatani baglog jamur menjadi tidak layak
apabila harga jual turun 16,27 persen, biaya produksi meningkat 21 persen, dan
produktivitas tanaman menurun sebesar 16,21 persen.
Menurut Siti Balkis ( 2009) Analisis finansial pengusaha jamur tiram putih di
Kota Samarinda. Dari hasil perhitungan biaya produksi rata-rata untuk usaha
budidaya jamur tiram di Kota Samarinda sebesar Rp 3.147.795,00 dan jumlah
produksi rata-rata sebesar 363,40 kg. Keuntungan rata-rata dalam usaha budidaya

9
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

jamur tiram di Kota Samarinda adalah Rp 9.039.705,00. Break Even Point (BEP)
produksi jamur tiram sebesar 51,34 kg dan Break Even Point harga sebesar Rp
8.662,06 kg. Jangka waktu untuk mencapai titik impas atau Payback Period adalah
1,35 bulan atau 2 bulan 5 hari.
Novita (2004) analisis pendapatan dan kelayakan finansial usahatani jamur
tiram di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug. Skala usahatani jamur
tiram di bagi ke dalam dua kelompok yaitu skala usaha kecil yang memproduksi
kurang dari 250 kg jamur tiram segar per hari (kurang dari 25.000 baglog per siklus
tanam) dan skala usaha sedang yang memproduksi antara 250- 500 kg jamur tiram
segar per hari (25.000-40.000 baglog per siklus tanam). Output yang dihasilkan ada
dua yaitu dalam bentuk baglog dan dalam bentuk jamur tiram segar. Berdasarkan
hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram dalam semua pola usahatani layak
dan menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini ditunjukan dengan nilai R/C rasio
atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai lebih besar dari 1. Hasil perhitungan
analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto 15 persen menunjukan semua
pola usahatani jamur tiram layak untuk diusahakan. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai
NPV > 0, IRR >1 5 persen, Net B/C > 1, Payback Period < 5 tahun (umur proyek),
dan proyeksi penjualan jamur tiram yang berada di atas nilai titik impas. Namun
demikian, hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram peka
terhadap penurunan produksi sebesar 30 persen pada output jamur tiram segar dan
sebesar 20 persen pada output baglog, serta penurunan harga jual pada output
jamur tiram segar sebesar 25 persen dan 10 persen pada output baglog yang
menyebabkan usaha ini tidak layak untuk diusahakan.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu dalam hal ini peneliti mengkaji
“Strategi Pengembangan Produksi Jamur Tiram di Desa Wadungasih, Kecamatan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Buduran, Kabupaten Sidoarjo”. Penelitian ini menganalisis kelayakan dan stategi
produksi dari usahatani jamur tiram di Desa Wadungasih.
B. Klasifikasi Dan Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih
1. Klasifikasi Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah
lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna
putih hingga krem. Tubuh buah memiliki batang yang berada dipinggir (pleurotus)
dan bentuknya seperti tiram (ostreatus), sehingga jamur tiram mempunyai nama
binomial Pleurotus ostreatus. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus
eryngii atau King Oyster Mushroom (Suriawiria, 2001).
Tubuh buah dengan permukaan yang hampir licin dengan diameter 5 - 20
cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Spora berbentuk batang berukuran (8 - 11)
× (3 - 4) μ m. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat. Klasifikasi
jamur tiram putih secara lengkap menurut Cahyana (1997) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Mycetea

Divisio

: Amastigomycotae

Phylum

: Basidiomycotae

Kelas

: Hymenomycetes

Ordo

: Agaricales

Family

: Pleurotaceae

Genus

: Pleurotus

Spesies

: Pleurotus ostreatus

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

2. Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih
Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus ) umumnya bisa hidup di dataran
tinggi saja, tetapi sekarang budidaya Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus ) bisa
dikambangkan di dataran rendah juga. Maeskipun perawatannya lebih intensif dan
ditempatkan dalam rumah jamur (Kumbung) yang bersuhu antara 20°C –
28°C.Ukuran. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 m di
atas permukaan laut (DPL), dengan kelembaban 80-90 persen. Pertumbuhan jamur
tiram putih tidak membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik
pada media tanam yang masam, yakni pada pH 5,5 – 7 . Jamur ini tumbuh terutama
pada waktu musim hujan (Redaksi Agromedia, 2002).
Syarat

tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama

temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Parameter
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan,
misalnya :
a. Terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam,
b. Terhadap pembentukan bakal kuncup jamur,
c. Terhadap pembentukan tubuh buah,
d. Terhadap siklus panen, dan
C. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Di Dataran Rendah
Budidaya jamur tiram putih tidak hanya dilakukan di dataran tinggi saja, akan
tetapi di dataran rendah juga dapat dibudidayakan dengan baik. Dengan adanya
perlakuan khusus yang harus dilakukan apabila dibandingkan dengan budidaya di
dataran tinggi. Dengan membuat kondisi iklim dalam kumbung yang ideal dengan
jamur maka bisa menumbuhkan jamur tiram putih dengan baik. Hal yang perlu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

diperhatikan dalam budidaya jamur tiram menyangkut faktor penentu antara lain
lokasi dengan ketinggian dan persayartan tertentu, sumber bahan baku untuk media
tanam dan sumber bibit (Suriawiria 2004).
Berdasarkan hal tersebut kegiatan – kegiatan berikut dilakukan sesuai
kebutuhan :
1. Penyiapan bangunan
Budidaya jamur tiram putih secara komersil memerlukan beberapa bangunan
yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari
ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, kumbung (rumah jamur) dan ruang
pembibitan. Bangunan dibuat dari anyaman bambu dengan tujuan memperkecil
biaya bangunan, disamping pembuatannya yang mudah, anyaman bambu ini sangat
baik dalam pengaturan suhu dan kelembaban ruangan, karena memberikan sirkulasi
udara yang baik dari ventilasi anyaman serta dengan masuknya angin melalui
jaringan anyaman, dapat mempercepat perkembangan spora jamur.
2. Peralatan
Peralatan dalam budidaya jamur tiram putih pada umumnya menggunakan
alat-alat sederhana yang mudah diperoleh seperti :
a) Jarum Inokulasi
Jarum inokulasi digunakan untuk menginokulasi miselium jamur ke media,
maksudnya mengambil potongan agar-agar yang telah ditumbuhi miselium
dan memindahkannnya ke media agar-agar.
b) Sprayer
Sprayer digunakan untuk menyemprotkan alkohol 70% ke dalam ruangan
agar ruangan menjadi steril. Penyemprotan ini dilakukan satu jam sebelum
melakukan inokulasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

c) Timbangan
Timbangan 150 kg digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan untuk pembuatan media tanam atau media bibit jamur, sedangkan
timbangan 2 kg digunakan untuk menimbang hasil panen jamur.
d) Alkohol 70%
Alkohol ini digunakan untuk pekerjaan aseptik, misalnya mencelupkan jarum
inokulasi, selain itu digunakan untuk mensterilkan tangan yang akan
melakukan pekerjaan inokulasi.
e) Saringan Pengayak
Saringan pengayak digunakan untuk mengayak serbuk gergaji agar seragam
ukurannya dan tidak tercampur dengan bahan ikutan lainnya seperti kayu
atau kerikil. Saringan ayakan dapat dibuat dengan menggunakan kawat
ayakan berukuran kira-kira 0,5 cm dengan panjang 1,5 meter dan lebar 1
meter.
f)

Autoklaf
Autoklaf digunakan untuk mensterilkan media. Contoh bahan-bahan yang
dapat disterilkan dengan autoklaf adalah kapas, sumber karet, serbuk kayu,
baglog, media bibit dan botol bibit. Kapasitas autoklaf yang digunakan adalah
500 baglog.

g) Termometer
Alat ini mempunyai fungsi untuk mengukur suhu udara di dalam bangunan
atau kumbung jamur.
h) Higrometer
Alat ini digantung dalam ruangan dan digunakan untuk mengukur
kelembaban ruangan penanaman atau ruang inkubasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

3. Bahan – Bahan
Bahan – bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur kayu pada media
plastik terdiri dari beberapa macam yaitu serbuk kayu, bekatul (dedak padi),
Tapioka, kapur (CaCO3), gips (Ca2SO4) dan TSP. Perbandingan kebutuhan bahan –
bahan tersebut adalah seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 .Kebutuhan Bahan – Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih.
Formulasi
Serbuk
Tapioka
Bekatul
Kapur
Gips
kayu
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
1
5
15
100
I
0.5
2.5
5
100
II
0.5
2.5
10
100
III
1
5
10
5
100
IV

TSP
(kg)
0.5
0.5
0.5

Sumber : Cahyana et. al (1999)
Pada Tabel 3 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur
tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing – masing pengusaha yang
dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel 3
dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan media tanam harus memperhatikan faktor lingkungan. Budidaya
jamur tiram putih di dataran rendah dapat dilakukan dengan membuat kumbung
yang atapnya tidak menyerap panas. Bangunan kumbung harus cukup tinggi,
sehingga dpt meminimalisir panas akibat terik matahari, dinding dari anyaman
bambu yang dilengkapi ventilasi selebar 90 cm yang ditutup paranet (shading net)
supaya aliran udara lebih lancar.
Pembuatan kumbung dengan sistem sirkulasi buka tutup, Yang dimaksud
buka tutup disini adalah menutup sirkulasi kumbung jamur di siang hari agar
kelembapan di dalamnya tetap terjaga, dan membukanya pada malam hari sehingga

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

suhu ruangan di dalam kumbung jamur bisa lebih dingin. Faktor kelembaban
merupakan syarat utama yang harus terpenuhi dalam budidaya jamur tiram oleh
karena itu diperlukan sebuah selang yang dihubungkan dengan sprayer untuk
mengabutkan kumbung dengan frekuensi 2-3 kali sehari, bisa lebih apabila kondisi
terlalu panas. Hasilnya suhu yang ideal untuk jamur tiram tumbuh bisa
dipertahankan. Hal – hal yang perlu diperhatian untuk budidaya jamur di dataran
rendah adalah :
a. Komposisi nutrisi dalam adukan media jamur, yang berpengaruh pada persentase
kontaminasi baglog.
b. Tipe rak dari kumbung jamur
c. Proses sterilisasi
d. Proses pengabutan.
Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor
yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit
jamur. Bibit yang digunakan adalah bibit yang mampu beradaptasi di
dataran rendah. Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama
(F1) karena dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya
pertumbuhan miselium dan dapat mengurangi produktivitas. Jamur yang dijadikan
indukan harus diseleksi dari seluruh Jamur Tiram dewasa yang tersedia karena
akan menentukan keunggulan keturunan yang dihasilkan (Gunawan, 2001).
5. Penumbuhan
Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk
dilakukan penanaman (growing or farming). Penanaman dengan cara membuka
plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia tersebut. Satu sampai dua minggu
setelah media dibuka biasanya akan tumbuh tubuh buah. Tubuh buah yang sudah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selama 2–3 hari atau sampai tercapainya
pertumbuhan yang optimal. Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah
adalah pada suhu 16°C – 22°C dengan kelembaban 80 – 90 persen.
6. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit
Menurut Parjimo dan A Andoko (2007), sama halnya dengan usaha bercocok
tanam komoditas pertanian lainnya, budi daya Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus) yang dikonsumsi ini juga tidak terlepas dari gangguan gulma, hama dan
penyakit. Jika tidak dikendaikan dengan baik, semua gangguan ini akan berakibat
pada

penurunan

produktifitas,

bahkan

menggagalkan

panen.

Beberapa

pengendalian gulma, hama dan penyakit pada Jamur Tiram adalah :
a. Pengendalian Gulma
Keberadaan gulma dapat dilihat dengan munculnya bintik – bintik hitam,
hiaju, atau warna mencolok lain di permukaan media. Jika dibiarkan ,
miselium jamur tidak akan tumbuh karena nutrisi yang ada di media tanam
akan dimakan habis oleh gulma yang daya tumbuhnya lebih cepat
dibandingkan dengan miselium jamur itu sendiri. Pencegahan munculnya
gulma dilakukan dengan cara di dalam kumbung Jamur harus steril. Jika
gulma sudah terlanjur tumbuh maka harus cepat – cepat menanggulanginya
dengan mencabut menggunakan tangan.
b. Pengendalian Hama
Aroma media tanam jamur yang khas mengundang kehadiran beberapa jenis
serangga yang hidup disekitar kumbung. Serangga biasanya masuk kedalam
kumbung bersaan dengan keluar masuknya pekerja, saat jendela kumbung
dibuka, atau melalui lubang – lubang kecil. Beberapa jenis serangga yang
menjadi hama bagi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) seperti

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

serangga Lalat, Tungau, Rayap, Laba- laba, dan Cacing. Cara Pengendalian
hama secara manual dengan kumbung dibersihkan setiap hari dan juga bisa
menggunakan pestisida yang tidak berbahaya dan aman untuk dianjurkan.
Cara menggunakannya harus sesuai dengan dosis di kemasannya.
c. Pengendalian penyakit
Penyakit Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) disebabkan oleh fungi,
kapang, bakteri dan virus.Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) yang
terserang penyakit menjadi berlendir, busuk, bernoda agak kekuningkuningan, serata berbagai kelainan lain yang membuat rusaknya Jamur
Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) sehingga tidak dapat dipanen. Sebelum
media tanam dimasukkan kedalam kumbung, kumbung terlabih dahulu harus
dibersihkan

dan

menyemprotkan

disinfektan

formalin

0,5

%.

Pengendaliannya dapat dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida,
seperti Benlate, Bravo 500 dengan dosis sesuai anjuran.
7. Panen dan Pasca Panen
Selama musim tanam, pemanenan dapat dilakukan antara 4-8 kali, tergantung
pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, dan lingkungan selama pemeliharaan.
a. Panen
Panen dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur sudah memenuhi
persyaratan, terutama jika produk tersebut akan dijadikan komoditas perdagangan
secara bebas. Panen jamur tiram dapat dilakukan sembarang waktu, baik pagi,
siang, atau sore hari, asal jamur sudah memenuhi syarat untuk dipanen, baik
berdasarkan bentuk, ukuran ataupun warna tudung/tubuh buah. Pemanenan
dilakukan dengan cara mengangkat/mencabut jamur dari substrat tanaman. Bekas
batang jamur dalam substrat tanam harus dibersihkan. Bagian ujung batang yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

tertinggal di dalam substrat tanam harus dibersihkan, karena cepat atau lambat
ujung batang tersebut akan membusuk. Hasil panen kemudian dibersihkan dan
bagian bawah batang dipotong sesuai dengan ukuran yang disyaratkan.
b. Pasca Panen
Jamur merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak disebabkan oleh
karena layu atau membusuk. Oleh karena itu diperlukan penanganan pasca panen
yang tepat untuk menjaga kwalitas dan mengurangi tingkat kerugian. Berikut ini
adalah perlakuan untuk memperpanjang umur jamur setelah panen agar tidak rusak
( membusuk atau berlendir) menurut Sriawiria (2004) :
1) Memperpanjang kesegaran :
Cara yang paling umum agar kesegaran jamur yang baru dipanen dapat
lebih lama serta tidak dapat mengalami kerusakan antara lain dengan
menyimpan di tempat dingin, suhu antara 1-5°C. dengan kondisi
temperatur seperti itu, umur jamur dapat diperpanjang minimal 4 – 5 x 24
jam, terutama untuk jamur kayu.
2) Pengeringan
Pengeringan (dedikasi) adalah mengurangi kandungan air yang terdapat
di dalam bahan sehingga air yang tersisa tidak dapat digunakan untuk
kehidupan mikroba yang perusak yang ada pada bahan tersebut.

D. Usahatani Dalam Ketidakpastian
Pada kegiatan usaha tani, para petani selalu dihadapkan dengan situasi resiko.
Ketidak-mungkinan untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi luaran
usaha tani menghadapkan petani kepada resiko atau ketidakpastian usaha.
Disamping itu karakteristik petani di Indonesia didominasi oleh skala usaha kecil,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

struktur non perusahaan dan kesempatan yang sangat terbatas untuk melakukan
diversifikasi usaha. Sebagai akibat dari struktur yang ada, resiko usaha tani lebih
banyak terkonsentrasi di pihak petani kecil secara individual (Barry, 1984).
Resiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan
sehingga resiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil
negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil yang
negatif