PAN, Kembalilah ke Khitah.

Pikiran Rakyat
o Selasa
4

0

5

6

20

21

o Mar

OApr

Rabu
7
22


OMei

0
8
23

0

Kamis



OJun

10

24

Jumat


12

11
25

OJul

. Sabtu0 Minggu

26

0 Ags

13
27

o Sep

14

28

0

29

Okt

0

15
16
30
31
Nov

0

Des


PAN, Kembalilah ke Khitah
Oleh IDING R. HASAN

IDAK ada yang meragukan. bahwa Partai
Amanat
Nasional
(PAN)adalah salah satu partai
atau bahkan satu-satunya partai di Indonesia yang lahir dari
rahim reformasi. Para tokoh
pendiri partai ini dengan motor
utamanya, Amien Rais, adalah
pejuang-pejuanggerakanreformasi yang berupaya menentang poIitik Orde Baru. Tidaklah mengherankan kalau PAN
selaludiidentikkandenganpartai reformis, meski kemudian
partai-partai lain pun mengklaim hal yang sama.
Namun sayangnya, partai
yang dielu-elukanbakal menjadi partai yang bersinar terang
sesuai dengan lambangnya,
matahari, pada kenyataannya
justru perlahan-lahan meredup, entah terhalang apa. Dalam tiga kali pemilihan umum,
suara PANmemperlihatkanpenurunan. Bukantidak mungkin

PAN akan terus berada dalam
grafik penurunan tersebut kalau tidak segera melakukan
berbagai pembenahan..
Banyakkalangan yang mencoba menganalisis mengapa
partai yang rnenyuarakanreforrnasi itu justru tidak mendapat
sambutan yang luas dari masyarakat. Ada beberapa faktor
yang kiranya dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, PAN
cenderung eIitis atau tidak
mampu menyentuh lapisan
akar rumput (grassroot). Kenyataannya memang konstituten partai ini lebih didominasi
kalangan menengah dan kelas
terdidik.Gagasan-gagasanyang
dilontarkannya pun cenderung

T

susah diterima masyarakat luas
sekalipun gagasan itu baik,' seperti isu tentang federaIisme.
Isu ini bahkan kemudian menjadi bumerang politik bagi PAN
karena

mampu
dijadikan
"amunisi" poIitik bagi para pesaingnya untuk menyerang balik PAN dengan telak.
Kedua, PAN tampaknyajuga
masih gamang untuk menampilkan dirinya sebagai partai
yang benar-benar terbuka dan
pluralis. Hal ini, misalnya, terlihat dari pengidentikan partai
ini dengan Muhammadiyah.
PAN seolah tidak bisa melepaskan dirinya dari ikatan tersebut.
Sayangnya, kondisi seperti itu
justru menyuIitkan partai ini.
Ketika beberapa elemen Muhammadiyah merasa tidak terakomodasi di PAN, misalnya,
muncullah kekecewaan bahkan
berakhir dengan pendirian partai barn, seperti Partai Matahari Bangsa (PMB). Sedikit banyak kelahiran partai ini meng-

gerogoti suara PAN. Sebaliknya,
saat PAN terlalu banyak mengakomodasi unsur Muhammadiyah, kelompok yang non-Muhammadiyah kecewa.
Ketiga, strategi koalisi PAN
dengan pemerintah dalam derajat tertentu menurunkan citra
reformisnya. Alasan para petinggi partai bahwa PAN bisa

tetap berjuang di dalam sistem
seraya merawat sikap kekritisan
pada pemerintah kenyataannya
. tidak terlihat. PAN bahkan kemudian, seperti halnya partaipartai koalisi lain, larut ke dalam pragmatisme poIitik. Tentu
bagi partai yang diidentikkan
sebagai p'artai reformis, kecenderungan semacam itu dipandang sebagai hal yang sangat
mengecewakan bahkan menodai citra reformisnya.
Strategi ini juga sebenamya
"menyalahi" khitah PAN ketika
partai ini didirikan pertama kaIi. Salah satu isi khitah tersebut
adalah bahwa saat PAN tidak
memperoleh kepercayaan rakyat untuk menjadi partai yang
berkuasa (the ruling party),
maka pilihannya adalah menjadi partai oposisi. Pilihan ini diambil agar PAN bisa tetap kritis
kepada pemerintahan tanpa
ada ganjalan apa pun. Kalau
PAN berada dalam jaringan kekuasaan seperti yang dipilihnya
sekarang, bagaimana mungkin
PAN bisa tetap kritis.
Memanggul nama reformis

memang merupakan beban berat bagi PAN, tetapi sekaligus
menjadi tantangan yang mesti
ditaklukkannya. Oleh karena
itu, PAN, mau tidak mau, harus
tetap berada dalam koridor reformasi yang telah digariskannya. Dengan kata lain, PAN harus kembali lagi kepada khitah

reformasi yang pemah dicanangkan pada saat pendeklarasiannya, karena PAN sekarang
sudah memperIihatkan gejala
"penyimpangan". Di antara khitah itu adalah, bahwa PAN harus tetap menjadi partai yang
benar-benar terbuka dan pluralis dalam makna yang sebenarnya; kalau kalah dalam pemilu
berkomitmen untuk menjadi
partai oposisi. Inilah sebenarnya ideologi politik PAN yang
harus tetap dipertahankan sehingga akan menjadi faktor
pembeda dari partai-partai lain.
Di negara-negara lain, sebuah
partai poIitik akan berusaha
menampilkan ideologi poIitiknya yang benar-benar berbeda
dengan partai lain sehingga masyarakattidak kebingungan saat memberikan pilihan. Di negara-negara Barat, misalnya,
partai-partai yang cenderung
propasar bebas akan diidentikkan dengan partai liberal, sedangkan yang berorientasi sosial kuat cenderung diidentikkan

dengan partai buruh.
Dalam konteks Indonesia,
hal seperti ini belum populer.
Hampir semua partai memperlihatkan kecenderungan yang
sarna kalau tidak boleh dikatakan ikut-ikutan. Ketika PAN
menyebutKan dirinya sebagai
partai reformis, partai-partai
lain, bahkan partai yang telah
"bergelimang dosa" Orba pun,
menyebut dirinya partai reformis. Akibatnya, masyarakat kebingungan untuk meinilih mana partai yang benar-benar reformis.
Dalam ceruk inilah sesungguhnya PAN harus tetap istikamah untuk menampilkan dirinya sebagai partai reformis sejati. Godaan-godaan
poIitik
yang bersifat jangka pendek,
seperti pragmatisme kekuasaan, seyogianya harns mampu
dienyahkan. Kalau tidak, PAN
akan dipandang sarna saja dengan partai lain.
Kiranya masalah inilah yang
lebih penting dipertimbangkan
PAN ketimbang sekadar memilih ketua umum pada kongres
ketiganya ini. ***

Penul~,KandmatDokror
Ilmu Komunikasi Unpad Bandung dan Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute.

Kliping Humas Unpad 2010
- - ---