Ospek kampus kembalilah kepada tri dharm
Masa Orientasi mahasiswa kembali digelar berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta seiring dengan dimulainya tahun ajaram baru. Mahasiswa baru (Maba) mulai sibuk
mempersiapkan diri memenuhi serangkaian syarat yang ditentukan oleh panitia Ospek. Ada
kemiripan model ospek masuk SMA dan masuk Perguruan Tinggi di negeri ini. Bawa ini itu
yang seabrek dan kadang kala sesuatu yang seakan-akan menciptakan kreatifitas baru,
padahal sebenarnya tetap saja berniat “ngerjain” si adik baru. Alih-alih melatih kematangan
mental, kekerasan fisik maupun verbal akhirnya tetap dijadikan andalan.
Saya jadi ingat masa-masa ospek dulu. Tas dari karung goni penuh sesak dengan tugas-tugas
yang harus dibawa. Jam enam pagi harus sudah sampai kampus. Jadilah, sebelum subuh saya
sudah harus berangkat dari tempat kos karena jalan kaki. Tak ada ojek di pagi buta begitu. Di
ujung gang, rupanya seekor anjing mendengus curiga. Menggonggonglah dia dengan
hebatnya sambil menatap garang pada saya yang menggendong tas karung goni. Hampir
sepuluh menit saya dibuat tak berdaya jongkok dan menangis gemetar digonggong si anjing.
Beruntung, waktu subuh hampir tiba, beberapa bapak mulai menolong saya yang ketakutan.
Wuiih..beginilah nasib maba yang sedang diospek. Si Maba masih beruntung jika Ospek yang
dia ikuti berlangsung tanpa kekerasan dan dikemas sedemikian rupa hingga benar-benar tanpa
perploncoan. Meski indah untuk dikenang, namun jikalau harus memilih, saya pilih untuk
tidak ikut ospek model begini. Tidak banyak panitia Ospek yang sepakat untuk bisa
mengakhiri kekerasan yang terjadi pada saat masa orientasi Maba ini. Senioritas dan balas
dendam masih terasa sulit diakhiri. Lagipula, saya punya model ospek impian saya.
Ospek adalah masa perkenalan. Tidak jauh berbeda dengan ospeknya anak SMA, masa
orientasi mahasiswa baru juga harus berlalu penuh makna dan berkesan.Bedanya, kampus
memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mengapa tidak bertolak pada itu saja ? Masa
orientasi sejatinya dipergunakan sebagai ajang menyiapkan calon mahasiswa untuk siap
menjadi mahasiswa sesungguhnya. Kalau diperhatikan, pengenalan tri dharma perguruan
tinggi sungguh relevan diberikan kepada mahasiswa baru sekalipun.
Tri dharma perguruan tinggi sendiri meliputi :
1. pendidikan dan pengajaran,
2. penelitian dan pengembangan, serta
3. pengabdian pada masyarakat.
Dalam masa orientasi mahasiswa baru yang memperhatikan tri dharma perguruan tinggi,
panitia tentu saja masih bisa mengangkat isu-isu global terkini. Untuk mengakomodasi semua
kebutuhan terkait tri dharma perguruan tinggi ini, semua kegiatan hendaknya mengacu pada
ketiga fungsi tersebut. Pendidikan dan pengajaran misalnya, agar tetap pada koridor
“memperkenalkan kampus”, ajaklah maba mengenali cara kampus mendidik dan mengajar.
Perkenalkanlah pada cara-cara dosen mengajar atau memberi tugas. Bisa juga maba
dibimbing oleh kakak-kakak seniornya dalam pengenalan model pembelajaran ini. Pada
tahap ini, panitia dan dosen bisa sekaligus mengingatkan status dan peran mahasiswa serta
bagaimana mahasiswa seharusnya bertatakrama di kampus. Maba juga harus belajar
mengubah paradigma, bukan penekanan pada bagaimana dosen mengajar saja, tapi
bagaimana mahasiswa belajar.
Untuk fungsi kedua yaitu penelitian dan pengembangan, pakailah waktu-waktu ospek untuk
melatih maba melakukan penelitian ringan pada kampus baru mereka. Fungsi penelitian dan
pengembangan sangat tepat mengajak maba mengenal lebih jauh forum ilmiah lewat dunia
penelitian yang akan mereka lakukan. Ajarkan maba menulis dan berliterasi agar terbiasa
dengan fungsi penelitian dan pengembangan. Konon, mahasiswa yang tidak terbiasa menulis
akan gagap pada tahap penelitian dan pengembangan ini. Pada fungsi ini juga ajaklah maba
mengenali kemampuan diri mereka dan mengarahkannya pada pengembangan diri dan
profesionalisme. Perkenalkan mereka pada budaya organisasi dan perilaku prestatif yang
sangat lekat dengan dunia mahasiswa sekaligus mengantarkan mereka pada manfaatnya kelak
di dunia kerja.
Fungsi ketiga, biasanya menjadi fungsi yang paling menarik karena sifat outingnya yang
penuh kesan “jalan-jalan”. Beberapa kampus juga terlihat sudah melakukan usaha
pengabdian untuk masyarakat ini dalam program Ospeknya. Biasanya panitia akan
mengambil daerah yang agak jauh dari kampus dan dianggap bisa dijadikan objek
pengabdian oleh maba. Contoh yang selalu relevan untuk maba “mengabdi” adalah menguji
keterampilan entrepreuneur maba pada masyarakat yang dituju agar bisa tetap bertahan
hidup.
Tinggal, semuanya tergantung pada bagaimana panitia dan birokrat kampus mengemas ospek
ini menjadi suatu ajang perkenalan kampus yang tidak hanya cerdas, namun memiliki
manfaat nyata bagi mahasiswa baru memasuki dunia kuliahnya.
swasta seiring dengan dimulainya tahun ajaram baru. Mahasiswa baru (Maba) mulai sibuk
mempersiapkan diri memenuhi serangkaian syarat yang ditentukan oleh panitia Ospek. Ada
kemiripan model ospek masuk SMA dan masuk Perguruan Tinggi di negeri ini. Bawa ini itu
yang seabrek dan kadang kala sesuatu yang seakan-akan menciptakan kreatifitas baru,
padahal sebenarnya tetap saja berniat “ngerjain” si adik baru. Alih-alih melatih kematangan
mental, kekerasan fisik maupun verbal akhirnya tetap dijadikan andalan.
Saya jadi ingat masa-masa ospek dulu. Tas dari karung goni penuh sesak dengan tugas-tugas
yang harus dibawa. Jam enam pagi harus sudah sampai kampus. Jadilah, sebelum subuh saya
sudah harus berangkat dari tempat kos karena jalan kaki. Tak ada ojek di pagi buta begitu. Di
ujung gang, rupanya seekor anjing mendengus curiga. Menggonggonglah dia dengan
hebatnya sambil menatap garang pada saya yang menggendong tas karung goni. Hampir
sepuluh menit saya dibuat tak berdaya jongkok dan menangis gemetar digonggong si anjing.
Beruntung, waktu subuh hampir tiba, beberapa bapak mulai menolong saya yang ketakutan.
Wuiih..beginilah nasib maba yang sedang diospek. Si Maba masih beruntung jika Ospek yang
dia ikuti berlangsung tanpa kekerasan dan dikemas sedemikian rupa hingga benar-benar tanpa
perploncoan. Meski indah untuk dikenang, namun jikalau harus memilih, saya pilih untuk
tidak ikut ospek model begini. Tidak banyak panitia Ospek yang sepakat untuk bisa
mengakhiri kekerasan yang terjadi pada saat masa orientasi Maba ini. Senioritas dan balas
dendam masih terasa sulit diakhiri. Lagipula, saya punya model ospek impian saya.
Ospek adalah masa perkenalan. Tidak jauh berbeda dengan ospeknya anak SMA, masa
orientasi mahasiswa baru juga harus berlalu penuh makna dan berkesan.Bedanya, kampus
memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mengapa tidak bertolak pada itu saja ? Masa
orientasi sejatinya dipergunakan sebagai ajang menyiapkan calon mahasiswa untuk siap
menjadi mahasiswa sesungguhnya. Kalau diperhatikan, pengenalan tri dharma perguruan
tinggi sungguh relevan diberikan kepada mahasiswa baru sekalipun.
Tri dharma perguruan tinggi sendiri meliputi :
1. pendidikan dan pengajaran,
2. penelitian dan pengembangan, serta
3. pengabdian pada masyarakat.
Dalam masa orientasi mahasiswa baru yang memperhatikan tri dharma perguruan tinggi,
panitia tentu saja masih bisa mengangkat isu-isu global terkini. Untuk mengakomodasi semua
kebutuhan terkait tri dharma perguruan tinggi ini, semua kegiatan hendaknya mengacu pada
ketiga fungsi tersebut. Pendidikan dan pengajaran misalnya, agar tetap pada koridor
“memperkenalkan kampus”, ajaklah maba mengenali cara kampus mendidik dan mengajar.
Perkenalkanlah pada cara-cara dosen mengajar atau memberi tugas. Bisa juga maba
dibimbing oleh kakak-kakak seniornya dalam pengenalan model pembelajaran ini. Pada
tahap ini, panitia dan dosen bisa sekaligus mengingatkan status dan peran mahasiswa serta
bagaimana mahasiswa seharusnya bertatakrama di kampus. Maba juga harus belajar
mengubah paradigma, bukan penekanan pada bagaimana dosen mengajar saja, tapi
bagaimana mahasiswa belajar.
Untuk fungsi kedua yaitu penelitian dan pengembangan, pakailah waktu-waktu ospek untuk
melatih maba melakukan penelitian ringan pada kampus baru mereka. Fungsi penelitian dan
pengembangan sangat tepat mengajak maba mengenal lebih jauh forum ilmiah lewat dunia
penelitian yang akan mereka lakukan. Ajarkan maba menulis dan berliterasi agar terbiasa
dengan fungsi penelitian dan pengembangan. Konon, mahasiswa yang tidak terbiasa menulis
akan gagap pada tahap penelitian dan pengembangan ini. Pada fungsi ini juga ajaklah maba
mengenali kemampuan diri mereka dan mengarahkannya pada pengembangan diri dan
profesionalisme. Perkenalkan mereka pada budaya organisasi dan perilaku prestatif yang
sangat lekat dengan dunia mahasiswa sekaligus mengantarkan mereka pada manfaatnya kelak
di dunia kerja.
Fungsi ketiga, biasanya menjadi fungsi yang paling menarik karena sifat outingnya yang
penuh kesan “jalan-jalan”. Beberapa kampus juga terlihat sudah melakukan usaha
pengabdian untuk masyarakat ini dalam program Ospeknya. Biasanya panitia akan
mengambil daerah yang agak jauh dari kampus dan dianggap bisa dijadikan objek
pengabdian oleh maba. Contoh yang selalu relevan untuk maba “mengabdi” adalah menguji
keterampilan entrepreuneur maba pada masyarakat yang dituju agar bisa tetap bertahan
hidup.
Tinggal, semuanya tergantung pada bagaimana panitia dan birokrat kampus mengemas ospek
ini menjadi suatu ajang perkenalan kampus yang tidak hanya cerdas, namun memiliki
manfaat nyata bagi mahasiswa baru memasuki dunia kuliahnya.