TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAGI HASIL MUZARA’AH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten).

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAGI HASIL
MUZARA’AH
(Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten)

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Pada
Program Studi Muamalah

Oleh :
AFIA SUSILO
NIM. I 000 080 012

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

ABSTRAKSI
Nama: Afia Susilo,I000080012, Judul: “ Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Akad Bagi Hasil Pertanian (muzara’ah) studi kasus di Desa
Dalangan Kecamatan Tulung Klaten. Tujuan penulis meneliti akad bagi

hasil (muzara’ah) antara pemilik tanah dan penggarap adalah untuk
mengetahui akad muzara’ah yang dilakukan antara pemilik tanah dan petani
penggarap yang ada di Desa Dalangan,Kecamatan Tulung,Kabupaten
Klaten, dalam pandangan hukum Islam tujuan penelitian untuk mengetahui
bagaimana pandangan hukum islam terhadap akad Muzara’ah di Desa
Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research)
karena informasi dan data yang diperlukan digali serta dikumpulkan dari
lapangan yang bersifat deskriptif atau menginterpretasikan kondisi-kondisi
yang sekarang terjadi atau yang ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif
bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini
dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada.dengan variabelvariabel yang diteliti,obyek penelitian,sumber data.
Berdasar uraian hasil penelitian dan analisis data, maka dapat
disimpulkan bahwa akad muzara’ah di Desa Dalangan,Kecamatan
Tulung,Kabupaten Klaten antara pemilik tanah dengan penggarap belum
sesuai dengan hukum Islam. Karena dalam praktik akad muzara’ah tersebut
mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) pada ojek akad dengan akad
bagi hasil yang menyebabkan terjadi perbedaan antara tujuan akad aslinya
dengan akad yang terjadi.


Kata kunci: akad, muzara’ah, hukum Islam

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang masih potensial untuk
digarap dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Selain sebagai sumber
kesediaan pangan bangsa, pertanian juga menjadi sumber penghasilan bagi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Muzara‟ah adalah kerjasama antara pemilik tanah dengan penggarap
tanah dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan
bersama, tetapi pada umumnya paroan atfifty-fifty untuk pemilik tanah dan
penggarap tanah (petani buruh) (Harun, 2000:169).
Sistem muzara‟ah seperti yang telah disebutkan di atas yang idealnya
menguntungkan bagi kedua belah pihak, namun yang terjadi di Desa Dalangan
justru sebaliknya, yaitu merugikan salah satu pihak dalam hal ini adalah petani
penggarap (petani buruh) karena terjadi wanprestasi (ingkar janji) dari pihak
pemilik tanah.
Masyarakat Desa Dalangan kecamatan Tulung kabupaten Klaten
sebagian besar adalah berprofesi sebagai petani. Ada dua golongan petani yang

dikenal oleh masyarakat desa Dalangan, yaitu petani mandiri (yang memiliki
tanah sendiri) dan petani buruh (tidak memiliki tanah sendiri). Kedua golongan
petani ini selalu menjalin hubungan baik dalam sosial masyarakat maupun
dalam hubungan kerja. Namun ada satu hubungan yang kurang baik, yaitu pada

hubungan kerja yang menyangkut (paroan) atau dikenal dengan Muzara‟ah
dalam istilah fiqih muamalah.
Bagaimanapun juga permasalahan akad muzara‟ah antara pemilik tanah
dan penggarap yang terjadi di Desa Dalangan menarik untuk diteliti. Oleh
sebab peneliti tertarik untuk meneliti

persoalan akad muzara‟ah tersebut

dengan menulis skripsi berjudul: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad
Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus Di Desa Dalangan Kecamatan Tulung
Kabupaten Klaten).
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah praktek muzara‟ah yang ada di Desa
Dalangan, Kecamatan tulung, Kabupaten Klaten.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap akad muzara‟ah.

LANDASAN TEORI AKAD BAGI HASIL MUZARA’AH
A. Dasar Hukum Akad Bagi Hasil (Muzara’ah)
Jumhur ulama yang terdiri atas ulama Malikiyah, Hanabilah, Abu
Yusuf, Muhamad ibn Hasan asy Syaibani, keduanya sahabat Abu Hanifah dan
ulama azh-Zhahiriyah berpendapat bahwa akad Muzara‟ah hukumnya boleh,
karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam
penggarapan sawah (Haroen, ttp: 277).
Menurut mereka, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa:

Nabi

shallallahu

„alaihi

wasallam

memperkerjakan

orang


untuk

memanfaatkan tanah Khaibar dengan ketentuan separuh dari hasilnya berupa
kurma atau sayuran untuk pekerja. Beliau membagikan hasilnya kepada isteriisteri Beliau sebanyak seratus wasaq, delapan puluh wasaq kurma dan dua
puluh wasaq gandum. Pada zamannya, „Umar radliallahu „anhu membagibagikan tanah Khaibar. Maka isteri-isteri Nabi shallallahu „alaihi wasallam
ada yang mendapatkan air (sumur), tanah atau seperti hak mereka
sebelumnya. Dan diantara mereka ada yag memilih tanah dan ada juga yang
memilih menerima haq dari hasilnya. Sedangkan „Aisyah radliallahu „anha
memilih tanah” (Kitab Hadits Bukhari No. 2160).

Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara
petani dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah tidak mampu untuk
mengerjakan tanahnya, sedangkan petani tidak mempunyai lahan petanian.
Oleh sebab itu, adalah wajar apabila antara pemilik tanah persawahan
berkejasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa hasilnya
mereka bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Menurut ulama Malikiyah
dan Hanabilah.
Akad seperti ini termasuk ke dalam firman Allah surat Al-Ma’idah
ayat 2:


               
  

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-

Nya”. (Q.S. Al-Maidah: 2).
B. Rukun Muzara’ah
Dalam hukum Islam untuk terbentuknya suatu akad (perjanjian) yang
sah dan mengikat haruslah dipenuhi rukun dan syarat akad, Adapun rukun
dalam akad muzara‟ah, jumhur ulama, yang membolehkan muzara‟ah,
mengemukakan rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga akad dianggap
sah. Rukun Muzara‟ah menurut mereka antara lain:
1. Pemilik tanah
2. Petani penggarap
3. Obyek muzara‟ah, yaitu antara manfaat tanah dengan hasil kerja petani.
Ijab (ungkapan penyerahan tanah dari pemilik tanah).
C. Syarat-syarat Muzara’ah

Menurut jumhur ulama, syarat-syarat muzara‟ah adalah orang yang
berakad, benih yang ditanam, tanah yang dikerjakan, hasil yang akan dipanen,
dan yang menyangkut jangka waktu berlakunya akad (Al- Bahuti, ttp: 528).
Untuk orang yang melakukan akad disyaratkan bahwa keduanya harus
balig dan berakal, Karena kedua syarat inilah yang membuat seorang dianggap
telah cakap bertindak hukum dan syarat yang menyangkut benih yang akan
ditanam harus jelas, sehingga sesuai dengan kebiasaan tanah itu, benih yang
akan ditanam itu jelas akan menghasilkan. Sedangkan syarat yang menyangkut
tanah pertanian adalah:

1. Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan
menghasilkan. Jika tanah itu adalah tanah yang tandus dan kering, sehingga
tidak memungkinkan dijadikan tanah pertanian, maka akad muzara‟ah tidak
sah.
2. Batas-batas tanah itu jelas.
3. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap untuk digarap.
Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah pertanian itu, maka
akad muzara‟ah tidak sah (Haroen, ttp: 278-279).
D. Akibat Akad Muzara’ah
Menurut jumhur ulama yang membolehkan akad muzara‟ah, apabila

akad ini telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka akibat hukumnya adalah
sebagai berikut:
1. Petani

bertanggung

jawab

mengeluarkan

biaya

benih

dan

biaya

pemeliharaan pertanian itu.
2. Biaya pertaniaan, seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya pembersihan

tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik tanah sesuai dengan
prosentase bagian masing-masing.
3. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
4. Pengairan dilaksanakan dengan kesepakatan kedua belah pihak.
5. Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad tetap berlaku
sampai panen, dan yang meninggal diwakili oleh ahli warisnya, karena
jumhur ulama berpendapat bahwa akad upah mengupah (al- ijarah) bersifat
mengikat kedua belah pihak dan boleh diwariskan. Oleh sebab itu, menurut

mereka, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ini
( Abidin, ttp: 196).
E. Hikmah Muzara’ah
Hikmah muzara`ah adalah Memberi pertolongan kepada penggarap
untuk mempunyai penghasilan sehingga dapat menambah pendapatan,
memenuhi kebutuhan dan dapat mempererat tali persaudaraan dengan pemilik
tanah.
Sedangkan manfaat bagi pemilik tanah dapat memberikan lapangan
pekerjaan bagi penggarap , dapat menikmati hasil panen meskipun dia tidak
memiliki keahlian dalam pertanian sehingga Harta tidak hanya beredar di
antara orang kaya saja (Suhendi, 2007: 159).

C. Metodologi Penelitian
Adapun uraian mengenai metode penelitian ini meliputi: jenis
penelitian, objek penelitian, sumber data dan metode analisis data yang akan
dipaparkan sebagai beriukut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).
2. Obyek Penelitian.
Obyek dari penelitian ini adalah petani (pemilik tanah dan petani
penggarap) di Desa Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten yang
melakukan akad (perjanjian) muzara‟ah.

3. Sumber Data
Data dalam penelitian ini akan digali dengan menggunakan metode
sebagai berikut:
1) Quisioner
a. Populasi
b. Sampel
c. Dokumentasi
2) Pengamatan (Observasi)
4. Metode pengumpulan data

Sedangkan metode berfikir yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode berfikir secara induktif yakni cara berfikir ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual
( Soemantri, 2000: 48).
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan

dari

hasil

penelitian

dan

pembahasan

mengenai

pelaksanaan akad bagi hasil muzara‟ah di Desa Dalangan, kecamatan Tulung,
Kabupaten Klaten dalam pandangan hukum Islam. Pada bab sebelumnya dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Akad (perjanjian) muzara‟ah di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten belum
sesuai dengan hukum Islam, hal itu dapat dilihat pada praktek lapangan

ditemukan ketidakadilan pembagian hasil keduanya (pemilik tanah dengan
penggarap).
2. Mengenai syarat dan rukun akad (perjanjian) dan rukun muzara‟ah dalam
hukum Islam, telah terpenuhinya adanya orang yang berakad yaitu pihak
pemilik tanah dan penggarap.
3. Beberapa hal yang tidak sempurnanya akad bagi hasil muzara‟ah di Desa

Dalangan yaitu adanya unsur gharar, fasid dan zalim. Gharar terjadi
dikarenakan dalam perjanjian tentang tujuan dan maksud pokok
mengadakan akad sebagai rukun dan syarat karena pihak Pemilik terdapat
ketidakjelasan dalam pembagian hasil panen dengan penggarap sawah.
Fasid dikarenakan karena adanya syarat yang tidak terpenuhi ialah orang
yang berakad (Pemilik) tidak menjelaskan secara detail manfaat atas tanah
sehingga dikhawatirkan adanya kecurangan atas pembagian hasil panen.
Zalim terjadi karena pemilik tidak adil dalam pembagian hasil panen
sedangkan penggarap hanya bisa pasrah pada pemilik saja sehingga terdapat
sifat zalim dalam akad bagi hasil muzara‟ah.
B. Saran
Untuk para petani di Desa Dalangan khususnya dan petani di Indonesia
pada umumnya agar dalam melaksanakan akad muzara‟ah, seharusnya dalam
melakukan akad (perjanjian) hendaklah disertai bukti tertulis, atau dalam
membuat pejanjian (akad muzara‟ah) dilaksanakan pada waktu rapat gapoktan
karena untuk menghindari sifat gharar sehingga ketidakjelasan pembagian
hasil pertaniaan dapat dihindari, bila perlu dalam melakukan akad muzara ‟ah

sekaligus di hadapan pejabat tingkat desa setempat guna untuk memperoleh
perlindungan apabila salah satu pihak yang wanprestasi dari perjanjian
tersebut.
Dalam pelaksanaan akad bagi hasil muzara‟ah, mari kita perhatikan
rukun-rukunya agar besok kelak penggarap tetap bekerja dengan tulus tanpa
ada penindasan terhadap kaum lemah dari pemilik tanah sehingga
keharmonisan dalam hidup bermasyarakat tercapai dan ketahanan pangan
bangsa pada umumnya bisa terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Azar Basyir, Ahmad,1983, Asas-Asas Hukum Muamalat,Yogyakarta: Penerbitan
Fakultas Hukum UII.
Depag RI, 1996, Al Qur‟an dan Terjemahanya, Semarang; Toha Putra.
Djarwanto PS dan Pangestu Subagyo, 1996, Statistik Induktif, Jakarta: BEFF.
Eko Setyono, 2011, Analisis Factor Yang Mempengaruhi Pemberian Dana
PUAP terhadap Petani di Kabupaten Boyolali. (Skripsi). Fakultas
Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Harun, 2000, Fiqih Bagian II, Surakarta, Muhammadiyah University Perss.
Harun Nasrun, 2000, Fiqih Muamalah, Jogjakarta: Gaya Media Pratama.
Jujun Surya Soemantri, 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Jusmaliani dkk, 2008, Bisnis Berbasis Syariah, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Madralis, 2006, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Musyarofah, 2008, Sistem Paroan Sawah (Muzaro‟ah) Dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Kasus Di Desa Kragan Kelurahan Kragan Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar (Skripsi). Fakultas Agama Islam,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Soejono Sukanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum I, Jakarta: VI Pres.
Soemantri, Jujun Surya, 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular , Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Subagyo, Pangestu dan Djarwanto PS, 1996, Statistik Induktif, Jakarta: BEFF.
Suharsini Arikunto, 1992, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: Rineka
Cipta.

Siti Romdiyah, 2002, Analisis Kesesuaian Potensi, Produksi dan Produktifitas
Pertanian Padi Sawah di Kabupaten Klaten tahun 2000, (Skripsi) Fakultas
Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan
(makalah disampaikan dalam seminar memperingati Hari Pangan Sedunia
yang diselenggarakan di Jakarta pada 1 Oktober 2009). Jakarta: Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian.
Surahman, Winarno, 1989, Dasar dan Tekhnik Riset, Bandung: Tarsito.
Tim penyusun, 2006, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, Surakarta:
Fakultas Agama Islam.
Tim Penyusun, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Winarno Surahman, 1987, Dasar dan Teknik Research, Bandung: Tarsito.

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN SEWA-MENYEWA RUMAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Di Kampung Joyodiningratan Kratonan Surakarta).

0 2 18

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PEMBIAYAAN IJĂRAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Pembiayaan Ijarah (Studi Kasus di BMT Al-Madinah Jajar Laweyan Surakarta).

0 3 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD JUAL BELI IKAN NELAYAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Jual Beli Ikan Nelayan (Studi Kasus Di Desa Pangkalan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang).

0 2 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN SEWA RUMAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian Sewa Rumah Di Desa Randusari Teras Boyolali.

0 2 13

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN SEWA RUMAH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian Sewa Rumah Di Desa Randusari Teras Boyolali.

0 2 15

TINJAUAPERT Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Pertambangan Pt.Newmont Nusa Tenggara.

0 3 14

PENDAHULUAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Pertambangan Pt.Newmont Nusa Tenggara.

0 0 16

TINJAUAPERT Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Pertambangan Pt.Newmont Nusa Tenggara.

0 2 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD BAGI HASIL MUZARA’AH Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten).

0 0 17

PENDAHULUAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di Desa Dalangan, Kabupaten Klaten).

0 4 14