Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plastik

Plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan berdasarkan sifat fisikanya :
1. Termoplastik merupakan jenis plastik yang dapat didaur ulang atau dicetak
lagi dengan proses pemanasan ulang. Contoh : polietilena, polistirena,
polikarbonat.
2. Termoset merupakan jenis plastik yang tidak dapat didaur ulang atau dicetak
kembali. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan pada molekulmolekulnya. Contoh : resin epoksi, urea formaldehida (Sidik, 2003).

Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan ekonomis dan
kegunaannya yaitu plastik komoditi dan plastik teknik.
1. Plastik komoditi dicirikan dengan volumenya yang tinggi dan harganya yang
murah, plastik ini bisa dibandingkan dengan baja dan aluminium dalam
industri logam. Plastik ini sering digunakan dalam bentuk barang yang bersifat
pakai buang (disposable) seperti lapisan pengemas, namun ditemukan juga
pemakaiannya dalam barang-barang yang tahan lama. Plastik komoditi yang
utama adalah polietilena, polipropilena, poli(vinil klorida), dan polistirena.


2. Plastik teknik harganya lebih mahal dan volumenya lebih rendah, tetapi
mempunyai sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik dan
juga dapat bersaing dengan logam, keramik dan gelas dalam berbagai aplikasi.

Plastik teknik yang utama adalah poliamida, polikarbonat, poliester dan
sebagainya. Hampir semua plastik yang disebutkan merupakan termoplastik.

Plastik-plastik teknik ini, biasanya dirancang untuk menggantikan logam dan
polimer-polimer yang dapat terurai (degradable) serta dapat membantu mengurangi
volume sampah plastik di lingkungan alam . (Stevens, 2001).

2.2. Polipropilena

Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitasnya 0,90-0,92
g/cm3, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi serta bersifat kurang
stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Pemberian bahan pengisi
dan penguat memungkinkan polipropilena dapat mempunyai kualitas kimia yang
lebih baik sebagai bahan polimer yang tahan terhadap pemecahan karena pemberian
tekanan (strees-cracking) walaupun pada temperatur yang tinggi. Struktur dari
Polipropilena dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.


Gambar 2.1. Struktur Polipropilena.
(Gachter, 1990)
Polipropilena merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan sebagai
lembar kemasan. Polipropilena memiliki sifat kelembapan yang baik kecuali terjadi
inhibisi dengan oksigen. Oksigen yang masuk kedalam sistem akan dapat
mempengaruhi makanan atau materi lain yang ditutup dengan polipropilena. Lapisan

yang terlindung oleh polipropilena tersebut diharapkan dalam keadaan kedap udara
agar dapat dengan maksimal melindungi kandungan materi yang terbungkus
didalamnya. Untuk pemanfaatan dari bahan polipropilena, dapat dilakukan modifikasi
terhadap struktur polipropilenanya (Severini, 1999). Taktisitas polimer sangat penting
untuk menentukan keteraturan struktur dari suatu sampel polimer. Misalnya, polimer
yang terbentuk dari monomer polipropilena -CH2-CH(CH3)-, gugus -CH3 dapat
membentuk konfigurasi acak (polimer ataktik), konfigurasi berselang-seling (polimer
sindiotaktik), atau konfigurasi sama (polimer isotaktik) disepanjang rantai.
CH3
C

CH3


H
CH2

C

CH2

CH3

H

CH3
CH2

C

C
H


H

(a) Polipropilena ataktik

CH3
C

CH3

H
CH2

C

CH2

CH3

H


C

H
CH2

C
CH3

H

(b) Polipropilena sindiotaktik
CH3
C
H

CH3
CH2

C
H


CH3

CH3
CH2

C
H

CH2

C
H

(c) Polipropilena Isotaktik

Gambar 2.2. Penggambaran Taktisitas Polipropilena (a) Polipropilena ataktik, (b)
Polipropilena sindiotaktik dan (c) Polipropilena isotaktik.

Dari gambar 2.2 (a) diatas dapat dilihat bahwa polipropilena ataktik


memiliki

kekristalan yang rendah karena gugus -CH3 tersusun secara acak disepanjang rantai,
yang dapat mencegah saling mendekatnya rantai yang berdampingan. Berbeda
dengan polipropilena isotaktik (gambar 2.2 c) yang gugus -CH3 (gugus metil) mampu
saling mendekat sehingga mempunyai sifat kekristalan yang tinggi. Karena
keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat dikemas lebih terjejal sehingga
menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.
Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan
keteraturan ikatan antara rantai molekul polimer sehingga menghasilkan susunan
molekul yang tinggi, kaku dan khas (Al Malaika, 1983).
Polipropilena juga mempunyai sifat isolasi yang sangat baik, dan juga
mempunyai sifat tahan terhadap berbagai bahan kimia pada suhu tinggi serta tidak
mudah larut dalam hampir semua pelarut organik pada suhu kamar ( Fried, 1995).
Meningkatnya penyerapan pelarut oleh polipropilena karena meningkatnya suhu dan
penurunan polaritas. Tingginya sifat kristalinitas polipropilena mengakibatkan
kekuatan tarik polimer, kekakuan, dan kekerasannya meningkat (Ebewele.R, 1996).
Pada polipropilena, rantai polimer yang tebentuk dapat tersusun membentuk
daerah kristalin dan daerah amorf yang mana atom-atom terikat secara tetrahedral

dengan sudut ikatan C – C sebesar 109,5 dan membentuk rantai zig-zag planar.
Struktur zig zag planar tiga dimensi dapat terjadi dalam gugus metil satu sama lain di
dalam rantai polimernya yaitu struktur isotaktik, sindiotaktik, dan ataktik. (Bill
Meyer, 1984).
Polipropilena mempunyai konduktivitas panas yang rendah (0,12 w/m),
tegangan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi dan ketahanan yang tinggi
terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik, non pengoksidasian dan
mempunyai sifat isolator yang baik. Akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi

oleh zat pengoksidasi kuat seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida (Al Malaika,
1983).
Produk polipropilena lebih tahan terhadap goresan daripada produk polietilena
sehingga dapat digunakan untuk material bagian dalam mesin pencuci, komponen
mobil, kursi dan alat-alat rumah tangga lainnya .
Polipropilena dengan mudah dapat didegradasi dengan adanya peroksida
melalui pemutusan ikatan rantai β dari polimer pada temperature tinggi, yang
menghasilkan penurunan viscositas polipropilena, yang ditunjukkan seperti reaksi
yang ditunjukkan dibawah ini: (Thitithammawong dkk, 2007; Nakason dkk, 2006;
Naskar dkk, 2004).
R

--- CH2 CH

CH2

O

CH ---

O

R

+ RO

2 RO

---- CH2 CH

CH3


CH3

CH2 CH ---

CH3

+ ROH

CH3

Polipropilen
---- CH2 CH

CH2 CH ---

CH3

CH3

Beta

Scission

---- CH2

C
CH3

CH2

+

CH ---CH3

Gambar.2.3. Skema reaksi degradasi Polipropilena oleh peroksida dengan
pemutusan ikatan β. R-O-O-R adalah peroksida.
2.3. Karet Alam.

Karet alam umumnya diproleh dari getah pohon Havea braziliensis. Menurut cara
pengolahanya, karet alam dibedakan menjadi : smoked sheet, crepe dan remah
(dikenal dengan jenis karet SIR) . Karet havea braziliensis merupakan hidrokarbon
poliisopren dengan berat molekul 200.000-500.000. Karet didapat dalam bentuk
lateks, cairan dispersi, karet yang mengandung 25% - 40 % poliisopren. Karet alam

terbentuk secara polimerisasi alam melalui reaksi adisi monomer isoprena membentuk
struktur cis- poliisoprena.
Butiran-butiran karet tidak bermuatan listrik dan dilapisi oleh protein serta
pospolipid yang bermuatan listrik negatip, sehingga menyebabkan karet stabil dan
dapat bertahan dalam bentuk cair. Karet adalah polimerisasi dari cis 1,4 isopren,
polimerisasi dari monomer isoprena seperti gambar dibawah ini.
CH3
n [ CH2 = C

CH3
CH2 = CH2 ]

polimerisasi

[-CH2- C = CH

CH2- ] n

Gambar 2.4. Polimerisasi monomer isoprene
Struktur ruang dari poliisoprena adalah sebagai berikut :
H3C

H
C

H2C

C
CH2

Gambar 2.5. Struktur ruang cis 1-4 poliisoprena
Nilai n menunjukkan jumlah monomer didalam rantai polimer, yang berkisar antara
3000 – 15.000 unit. Jumlah ini tergantung dari jenis klonnya, apabila semakin
panjang rantai molekulnya maka sifat elastisnya semakin tinggi dan semakin kental.
Sifat protein ini yang dipergunakan sebagai prinsip untuk mengumpulkan lateks,
yaitu dengan menurunkan harga pH lateks sehingga mencapai titik isoelektrik.
Lembaran karet yang terbentuk tidak hanya mengandung cis 1-4 poliisoprena
tetapi juga mengandung komponen lain seperti yang terdapat pada tabel 2.1 dibawah
ini.

Tabel 2.1. Komponen Kimia Karet Alam kering.
No

Kompnen

Kandungan %

1

Hidrokarbon karet

93,7

2

Protein

2,2

3

Karbo hidrat

0,4

4

Lipid netral

2,4

5

Glycolipid + phospolipid

1,0

6

Konstituen anorganik

0,2

7

Lain- lain

0,1

8
Air
Sumber: Morton, 1987.

-

Lembaran karet berwarna kecoklatan dan agak transparan. Pada temperatur
diatas 200oC karet mengalami degradasi oleh panas. Karet alam memiliki sifat kuat
tarik tinggi, sifat dinamik dan sifat listrik yang baik, kurang resisten

terhadap

minyak dan Ozon dan memiliki gaya adhesi yang baik. Bila karet berada dalam
lingkungan berminyak atau pelarut organik, maka karet akan mengalami
pengembangan

atau

pembengkakan

(swelling)

yang

mengakibatkan

dapat

menurunkan sifat mekanik karet.(Morton, 1987).
Sifat-sifat fisika karet alam dapat dilihat pada tabel 2.2 yang terdapat dibawah
ini.

Tabel 2.2. Sifat – sifat Fisika Karet Alam
No
1
2
3
4
5
6
7

Parameter
Massa jenis (g/cm3)
Indeks bias (nd25)
Kuat tarik
Elongasi (%)
Modulus tarik (105 psi)
Titik leleh (oC)
Titik transisi gelas (oC)

0,91 – 0,93
1,519
300 – 4000
100 -700
0,025
Tidak tajam (Amorf)
-70

8
9
10
11
12
13

Suhu pakai (oC)
Kekerasan
Sifat dinamik
Sifat listrik
Permanen set
Adhesi

-50 sampai 80
20 – 100
Baik
Baik
Rendah
Baik

14 Ketahanan cuaca
15 Ketahanan ozon
16 Ketahanan minyak/pelarut organic
17 Ketahanan abrasi
Sumber: Stude Baker, 1984.

Cukup
Rendah
Rendah
Cukup

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa karet alam mempunyai beberapa
kelebihan dibanding terhadap material lain, yaitu mempunyai kekenyalan yang tinggi
dengan kalor yang terjadi rendah, daya rekat cukup tinggi, ketahanan leleh cukup
tinggi, sangat elastis, mempunyai kekuatan hantaman (impact strength) yang baik,
serta kuat tarik yang tinggi. Sedangkan kelemahan karet alam yaitu: relatip dapat
terdegradasi oleh sinar ultra violet (UV) dan Ozon karena mempunyai ikatan rangkap
didalam molekulnya, serta mudah mengalami pengembangan (swelling).
Sifat khusus lain yang dimiliki oleh karet alam adalah keelastisitasannya.
Karet memiliki kemampuan untuk dideformasi, tetapi sifat elastis karet membuatnya
dapat dengan mudah kembali kebentuk semula. Sifat ini dengan mudah dapat diamati
dalam karet alam . Modulus elastisitas karet alam sangat kecil dengan kurva tegangan

yang tidak linear. Dalam keadaan tanpa tegangan, karet alam akan memiliki rantai
molekul yang tidak teratur dan saling bergulung dan kusut (Morton, 1987).
Parameter termodinamika yang dapat dipergunakan untuk mengamati
deformasi elastis adalah entropi, yaitu dengan mengukur derajat ketidak stabilan
sistem. Entropi akan naik dengan naiknya ketidak teraturan, karet akan mengalami
perenggangan, rantainya akan menjadi lebih lurus dan rapat, system akan menjadi
lebih teratur. Untuk kedaan ini entropi akan naik, jika rantai-rantai kembali ke bentuk
bergulung semula. Dari dua gejala yang dihasilkan dari efek entropi, karet akan
mengalami kenaikan suhu, dan modulus elastisitas akan naik jika suhu dinaikkan,
yang berbeda dengan bahan material lain.
Tabel 2.3. Jenis dan mutu karet SIR.
Jenis mutu
Bahan olahan

SIR
3CV
Lateks

SIR
SIR
3L
3WF
Lateks Lateks

Kadar
kotoran 0,03
0,03
0.03
(saringan
44
mikron), % maks
Kadar abu, % maks 0.50
0,50
0,50
Kadar zat menguap, 0,8
0,8
0,8
% maks
Kadar
Nitrogen, 0,6
0,6
0,6
% maks
Plastisitas
awal 30
30
30
(PO), % maks
Indeks ketahanan 60
75
75
plastis, % maks
Indeks warna (skala
_
6,00
_
Lovibond)
ViscositasMooneya
_
_
_
ML(1+4) 1000C
StabilitasViscositas
8
_
_
b
/ASHT (p) (maks)
a
Kode subgrade CV 50, CV 60, CV 70
Jarak viscositas Mooney: 45-55, 56-65, 66-75.

SIR 5

SIR 10

SIR 20

Koagulum Koagulum Koagulum
Lateks
Lapangan Lapangan
0,05
0,10
0.20

0.50
0,8

0,75
0,8

1,0
0,8

0,6

0,6

0,6

30

30

30

70

60

50

_

_

_

_

_

_

_

_

_

b

ASHT (Accelerated storage hardening test/uji kemantapan yang dipercepat).
Sumber : Direktorat Standarisasi dan Pengawasan Mutu, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Indonesia.

2.4. Karet Etilena Propilena Diena Monomer (EPDM).

Seperti tampak dari namanya, isomer karet EPDM merupakan gabungan tiga jenis
monomer, yaitu etilena dan propilena yang termoplastik serta monomer ketiga yang
memiliki ikatan rangkap diene sebagai gugus samping sehingga memungkinkan
terjadinya ikatan silang dengan menggunakan belerang, bahan pencepat dan bahan
penggiat. Monomer ini dapat berupa 1,4 hexadiena (HD), etiliden norbornene (EN)
dan disiklopentadien (DCPD) (Morton, 1987). Dien-dien yang ditambahkan memiliki
struktur satu ikatan rangkap yang akan terkopolimerisasi dengan etilen-propilen dan
satu ikatan rangkap lagi berfungsi sebagai pembentuk ikatan silang belerang tidak
berada pada rantai utama tetapi pada rantai cabang (samping), yang mengakibatkan
ketahanan usang karet EPDM sangat tinggi, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk
berkristalisasi karena mempunyai gugus samping yang besar. Sifat EPDM ditentukan
oleh jenis diene monomernya. Suhu transisi gelas etilena dan propilena masingmasing adalah + 800C dan + 1000C, dimana kedua material ini kaku pada suhu kamar,
dengan dimasukkan monomer ketiga yang memiliki ikatan rangkap (diene), maka
menghasilkan produk yang bersifat rubbery pada suhu kamar. Karet EPDM memiliki
sifat-sifat ketahanan yang baik terhadap panas, ozon dan sinar matahari,
kelenturannya baik pada suhu rendah, tahan terhadap alkali dan asam serta sangat
tahan terhadap air dan uap panas. Sebaliknya tidak tahan terhadap minyak dan kurang
memiliki kelekatan pada logam (Krishna, 2009; Hasan, 1996; Blackley, 1983).

Diena

CH3
CH2

CH2

Etilena

n

CH

CH2

Propilena

CH
n
CH2

Backbone

CH2
n

CH
CH
CH3

Gambar.2.6. Rumus bangun isomer EPDM ( diena adalah hexadiena)

Tabel 2.4. Sifat Mekanik dan Thermal EPDM
Sifat – sifat Mekanik dan Thermal
EPDM
Kekerasan. Shore A
40 – 90
Tensile strength. Ultimate
25 MPa
Kepadatan
Bisa diperparah dai 0,90 menjadi > 2,0
GCM-3
Ketahan abrasi
450 MM3
Pemakaian Suhu max, udara
100 – 120 0C
Pemakaian Suhu min, udara
-540C
Suhu transisi glass
-540C
Sumber, Wikipedia.EPDM

2.5. Vulkanisasi.

Vulkanisasi merupakan proses terjadinya ikatan silang antar rantai utama dari
molekul karet. Akibat dari proses ini, sifat-sifat buruk karet seperti lengket, mulur,
dan kekuatan rendah dapat diperbaiki, sehingga karet dapat dipergunakan untuk
keperluan yang lebih luas. Vulkanisasi umumnya dilakukan dengan pemanasan
kompon dalam keadaan ditekan, seperti pada proses compression moulding (Morton,
1987).

Sulfur atau belerang merupakan bahan vulkanisasi tertua yang digunakan
untuk membuat jembatan antar rantai molekul karet sehingga terjadi ikatan silang.
Selain sulfur, logam oksida, peroksida, resin phenolik, poliuretan dan radiasi juga
digunakan untuk memvulkanisasi karet. Penggunaan peroksida dan radiasi
menghasilkan ikatan silang antar atom C yang kuat sehingga ketahanan terhadap
panas lebih tinggi dari pada barang jadi karet yang divulkanisasi oleh sufur atau
logam oksida.(Krishna, 2009).
Peroksida organik yang sering digunakan untuk memvulkanisasi elastomer
dan termoplastik adalah dicumil peroksida seperti yang dilakukan oleh Ismail (2006,
2008); Thitithammawong (2007); Nakason (2008) dan Burhanuddin (2009).
Cara kerja dari bahan ini adalah peroksida akan terurai karena pemanasan
hingga terbentuk radikal bebas. Radikal-radikal bebas ini akan menarik atom
Hidrogen dari rantai karet atau plastik, sehingga terbentuk radikal bebas dari karet
ataupun plastik. Radikal bebas dari suatu rantai molekul karet atau plastik akan
bergabung dengan rantai molekul karet atau plastik yang paling dekat, sehingga
terbentuk ikatan silang antar atom C dari kedua rantai molekul karet atau plastik.
Ikatan antar rantai atom C ini begitu kuat sehingga barang jadi karetnya memiliki
ketahanan panas, pampatan tetap, dan ketahanan mulur yang baik.

2.6. Peroksida sebagai Inisiator.

Senyawa-senyawa turunan peroksida umumnya berfungsi sebagai senyawa inisiator
dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang berbagai polimer
sintetis, polimer alam dan meterialnya. Senyawa peroksida ini dapat digunakan
sebagai pembentuk radikal bebas dengan adanya energi panas pada temperature yang
tergantung jenis peroksidanya (Sriwerdana dkk, 2003). Seperti yang ditunjukkan
dibawah ini dekomposisi dicumil peroksida (gambar 2.7) , dengan adanya panas pada
temperature 1600C ( Thitithammawong dkk, 2007; Nakason dkk, 2008).

CH3

CH3
C

O O

CH3

C
CH3
O

CH3
2

C

2

O

CH3

C

+ 2

CH3

CH3

Acetophenon
2 RH (substrat)

2 RH (substrat)

CH3
2 CH4

2

C

+

2R

OH + 2R

CH3

Gambar.2.7. Mekanisme dekomposisi dikumil peroksida (DKP).

Dari dekomposisi DKP pada 160 0C menghasilkan sejumlah kecil produk
metana, asetophenon, 2-phenilpropanol-2, dan radikal 2-phenylpropanoxy , radikal
metal. Kedua radikal ini sangat reaktip untuk mengabstraksi atom-atom Hidrogen
dari rantai polimer (Naskar dkk, 2004).
Beberapa nama-nama dan struktur senyawa peroksida yang sering digunakan
sebagai inisiator disamping Sulfur,dan Benzoil peroksida adalah:

CH3

C
CH3

O

O

C
CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

C

C

C
CH3

O

O

C

CH3

CH3

2,5-Dimethyl-2,5-di(tert-butylperoxy)hexyne-3 (DTBPHY)/Trigonox 145-45B 45%
on carrier.

CH3

C

O

O

CH2

C

CH2

O

C

O

C

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

2,5-Dimethyl-2,5-di(tert-butylperoxy)hexane (DTBPH)/Trigonox 101-40B 40% on
carrier.
CH3

CH3

CH3

C

C

CH3

CH3
O

O

O

CH3

C

O

C

CH3

CH3

CH3

CH3

Di(tert-butylperoxyisopropyl)benzene (DTBPIB)/Perkadox 14-40B 40% on carrier.
CH3
C
CH3

CH3
O

O

C
CH3

Dicumyl perokside (DCP)/Perkadox BC-40B 40% on carrier.
Gambar.2.8. Nama kimia dan nama dagang beberapa peroksida.

Tabel 2.5. Beberapa sifat-sifat fisika dari peroksida.
Temperatur (0C)
Temperatur Crosslink
t1/2 = 1 minit
yang khas
DTBPHY
286
194
180
DTBPH
290
183
170
DTBPIB
338
185
170
DCP
270
179
160
Sumber; Thitithammawong dkk, 2007; Naskar dkk, 2004.
Kode

Mw

Efesiensi
Crosslink (%)
30
41
52
50

2.7. Divinylbenzena.

Divinylbenzena (DVB) terdiri dari satu cincin benzene yang diikat dua gugus vinyl.
Biasanya divinylbenzena ditemui dalam bentuk campuran dengan perbandingan 2 : 1
antara bentuk meta-divinylbenzena dan para-divinylbenzena, juga mengandung
isomer etilvinylbenzena yang sesuai. Bila direaksikan bersama-sama dengan stirena,
divinylbenzena dapat dipergunakan sebagai monomer reaktip dalam resin polyester.
Stirena dan divinylbenzena berreaksi bersama-sama membentuk copolymer stirenadivinylbenzena (S-DVB). Polimer crosslink yang dihasilkan umumnya dipergunakan
sebagai penghasil resin penukar ion.

Gambar. 2.9. Struktur molekul meta dan para-divinylbenzena.

Tabel 2.6. Sifat-sifat divinylbenzena :
Rumus molekul
Massa molar
Titik leleh
Titik didih
Kelarutan dalam air
Kelarutan dalam pelarut lain
Titik nyala
Sumber; Kroschwitc,1990.

C10H10.
130,19 g mol-1
-66,9 sampai -520C
1950C
Tidak larut
Tidak larut dalam air.
Larut dalam Etanol dan Eter
760C

2.8. Xilena

Xilena merupakan hidrokarbon aromatik yang terdiri dari cincin benzena dengan dua
substituen metil. Xilena memiliki tiga isomer dimetilbenzena dengan rumus kimia
yang sama yaitu (C6H4(CH3)2), tetapi struktur molekul yang berbeda. Tiga isomer
xilena yaitu orto (o), meta (m), dan para (p), berbeda secara struktural penempatan
gugus-gugus metil. Strukturnya dapat dilihat pada gambar 2.10.

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

o- xilena

m- xilena

CH3
p- xilena

Gambar 2.10. Struktur o-xilena, m-xilena dan p-xilena.

Campuran xilena komersial adalah tidak berwarna, tidak kental, mudah
terbakar, merupakan cairan beracun yang tidak larut dalam air tetapi larut dengan
baik dalam pelarut organik. Xilena umumnya digunakan sebagai pelarut, sebagai
komponen bahan bakar penerbangan, dan sebagai bahan baku untuk pembuatan
pewarna, serat, dan film. Sifat fisik senyawa xilena dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Sifat Fisika Xilena
Sifat Fisika
Berat Molekul
Densitas
Titik Didih
Titik Beku
Deskripsi
Sumber : Mallinckrodt, 2002.

Ukuran
106.16 g / mol
0,864 g/cm3 pada 20 0C
137-140°C pada P =760 torr
13,2 0C
Cairan tak berwarna

2.9. Bahan Pengisi.

Bahan pengisi adalah bahan yang dapat menurunkan biaya produksi, memberi
bentuk, mempercepat pengerasan, mengurangi pengkerutan, menekan rekatan,
meningkatkan ketahanan panas, dan untuk memperbaiki sifat mekanik materialnya.
Bahan pengisi dapat digolongkan atas bahan:
-

Reinforcement (memperkuat).

-

Semi reinforcement (semi penguat).

-

Non reinforcement (bukan penguat).

Adapun syarat suatu bahan pengisi menurut Morton (1987) adalah,
1. Ukuran partikel :
100-500 Ặ

: bersifat sebagai penguat (Reiforcement).

1000- 5000Ặ : bersifat semi penguat ( Semi reinforcement).
>5000Ặ

: bersifat bukan sebagai penguat (Non reinforcement).

2. Inert : tidak mudah bereaksi
3. Mempunyai muatan statik : menentukan muatan positif dan negatif partikel
yang berguna untuk dispersi supaya kuat dan tahan kikisan.
4. Mempunyai sifat kristalinitas yang tinggi.

Penambahan bahan pengisi terhadap matrik dapat meningkatkan dan
menurunkan sifat mekanik matrik dan sering kali merupakan bahan penguat dan
bukan bahan penguat. Tujuan utama penambahan bahan pengisi biasanya adalah
untuk mengurangi penggunaan bahan material, mengurangi pengkerutan dan
koefisien ekspansi termal, meningkatkan konduktivitas termal pada plastik, sehingga
bahan material yang dibuat mudah diproses.(Bhatnagar, 2004).

2.9.1. Bahan Pengisi Organik.

Bahan pengisi organik cukup berlimpah tersedia dialam. Sebagian besar dari bahan
pengisi organik dalam bentuk berserat dan sebagian besar terdiri dari selulosa, ligno
selulosa dengan sebahagian kecil lignin dan bahan extrak lainnya. Sumber bahan
pengisi organik banyak tersedia di alam misalnya kayu, serat kapas, serat cangkang
dan jerami yang dapat meningkatkan sifat fisika, kimia, dan sifat listrik. Pengisi
organik juga digunakan sebagai zat aditif untuk menurunkan biaya dan meningkatkan
proses produksi. Pengisi organik jenis sintetik telah banyak digunakan sebagai aditif
untuk termoplastik seperti serat poliamida, serat polyester dll. Penggolongan bahan
pengisi organik ditunjukkan dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Jenis Pengisi Organik
Bahan

Jenis
Tepung Kayu

Serat cangkang
Alami
Serat kapas
Serat tumbuhan
Lainnya
Selulosa
Sintesis

Serat
Tepung karet

Sumber: James, 1975.

Contoh
Kayu Lunak (pinus,
cemara, kayu merah),
kayu keras, serbuk
gergaji
Cangkang kemiri,
cangkang kenari, kulit
kacang, batok kelapa
Kain, serat selulosa
Jerami, sisal, sabut
kelapa
Tongkol jagung, kulit
jagung, pulp sitrus,
tapioka, beras, kentang
Kain rayon
Poliakrionitril,
poliamida, polivinil
alkohol, polyester
Karet Vulkanisasi

2.9.2. Bahan Pengisi Anorganik.

Bahan pengisi anorganik ini sering ditambahkan untuk memperoleh bahan dengan
ketahanan listrik yang baik dan tahan terhadap panas serta penyerapan air yang
rendah. Bahan pengisi anorganik yang biasa digunakan adalah asbestos, mika, tanah
liat, oksida timah, barium sulfat, serat kaca dan bubuk logam. Setiap bahan pengisi
dapat meningkatkan sifat mekanik dari komposit. Hasil produk ahir yang diharapkan
tergantung pada jumlah dan jenis pengisi yang digunakan.

2.10. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).

Tandan kosong kelapa sawit adalah salah satu hasil sampingan berupa padatan dari
industri pengolahan kelapa sawit. Ketersediaan TKKS cukup signifikan bila ditinjau
berdasarkan rerata nisbah produksi TKKS terhadap total jumlah tandan buah segar
(TBS) yang diproses didalam pabrik pengolahan minyak sawit.
Hasil analisa terhadap rerata kandungan yang terdapat di dalam tandan kosong
kelapa sawit terutama unsur Nitrogen, Fosfor, Kalium, dan Magnesium memberikan
peluang dan potensi yang baik sebagai bahan pengganti sumber nutrisi bagi tanaman
kelapa sawit. Selain dari itu, pemanfaatan TKKS sebagai bahan pengisi juga dapat
dikategorikan sebagai salah satu usaha untuk merealisasikan pengelolaan lingkungan
melalui program Produksi Bersih dari limbah kelapa sawit (Cleaner Production).
Komposisi kimia dari TKKS ditunjukkkan pada tabel 2.9 dan sifat mekanik dari
TKKS ditunjukkan pada tabel 2.10.

Tabel 2.9. Komposisi kimia dari TKKS
Komposisi
Selulosa
Lignin
Hemiselulosa
Holoselulosa
Alfa selulosa
Sumber: Shinoja 2010.

Nilai (%)
42,7 – 65
13,2 – 25,13
17,1 – 33,5
68,3 86,3
41,9 – 60,6

Tabel 2.10 .Sifat mekanik TKKS
Sifat Mekanik
Diameter
Densitas
Kekuatan tarik
Perpanjangan putus
Elongation at break
Kuat tekan
Sumber: Shinoja (2010)

Nilai
150 – 500 (µm)
0,7 – 1,55 (g/cm2)
50- 400 (MPa)
0,57 - 9 (Gpa)
4 – 18 (%)
13,71 (%)

Setiap tahunnya, satu hektar perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan
sekitar 55 ton bahan kering dalam bentuk bio massa yang berserat, dan akan
menghasilkan 5,5 ton minyak sawit. Dari pohon kelapa sawit, serat lignoselulosa
dapat diekstraksi dari batang, daun, buah dan tandan kosong sawit (TKS). Tandan
kosong adalah massa fibrosa yang telah dipisahkan dari buah. Di antara berbagai
serat, tandan kosong sawit memiliki potensi yang sangat baik untuk menghasilkan
serat sampai 73% dan karena itu tandan kosong sawit sangat baik digunakan dalam
jumlah yang besar dan juga dengan biaya yang sangat murah sebagai bahan pengisi
dalam material . (Shinoja, 2010).

2.11. Selulosa.

Selulosa adalah suatu polisakarida yang terdiri dari unit berulang glukosa atau unit
anhidro glukopiranosa yang bersambung membentuk rantai molekul. Selulosa dapat
dinyatakan sebagai polimer linier glukan dengan struktur berantai yang beragam,
dengan gugus hidroksi bebas perunit glukosa, tak larut dalam air sebab mempunyai
kristalinitas yang tinggi . Adapun rumus molekul selulosa sebagai berikut:

Gambar. 2.11. Struktur molekul selulosa
Selulosa terdiri dari unit perulangan D-glukosa mempunyai tiga gugus
hidroksil yang dapat disubstitusi, tidak larut dalam air, mempunyai sifat kristanilitas
yang tinggi dan berat molekulnya yang tinggi (terdiri dari satuan β D-glukopiranose
yang dihubungkan oleh (1-4) ikatan glukosida yang mencapai 4000 buah per
molekul). Substitusi gugus hidroksil, misalnya dengan gugus asetil akan menurunkan
sifat kristalinitasnya (Chen Qin dkk, 2008).
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan membentuk ikatan-ikatan hydrogen intra dan inter molekul. Molekul
sellulosa membentuk agrerat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril yang berbeda
dalam bentuk kristalin dan amorf secara bergantian. Mikrofibril membentuk fibrilfibril dan akhirnya selulosa sebagai akibat dari struktur selulosa yang berserat dan
ikatan-ikatan hydrogen yang kuat, sellulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.
Keuntungan

lain

adalah

beracun.(Sjostron,1989).

mudah

didegradasi,

biodegredabel

dan

tidak

Umumnya panjang serat pada pohon kelapa sawit akan mengalami
pengurangan jika ketinggian pada batangnya bertambah. Serat dari pohon kelapa
sawit umumnya sangat lembut, ini menunjukkan sangat sesuai untuk pembuatan pulp.
Karakterisasi serat serta komposisi kimia pohon kelapa sawit dapat dilihat pada tabel
2.11 dan tabel 2.12 berikut ini :
Tabel 2.11. Karakterisasi serat pohon kelapa sawit.
Bagian kelapa
sawit
Tandan
Batang
Pelepah
(Husin. 1989)

Panjang serat
(mm)
0.82
0.96
1.59

Diameter
serat(µ)
27.0
29.6
19.7

Lumen
serat(µ)
20.5
20.0
11.8

Nisbah runkel
0.32
0.48
0.66

Komposisi kimia didalam serat kelapa sawit biasanya tidak selalu sama,
walaupun dari pohon yang sama. Komposisi kimia pada serat kelapa sawit dilihat
pada tabel 2.12 berikut:
Tabel 2.12. Komposisi kimia pada serat kelapa sawit
Jenis

Tandan
Batang
Pelepah
(Husin. 1989)

Halo
sellulosa
(%)
70.0
84.6
71.8

Alpha
sellulosa
(%)
42.7
50.0
45.8

Lignin (%)

17.2
22.6
15.0

Pentosa (%)

27.3
25.9
23.9

Abu (%)

0.70
1.63
0.46

2.12. Pembentukan Poliblen Poliolefin dengan Serat Tandan Kosong Sawit.

Poliolefin dan serat kosong sawit, pada dasarnya adalah dua bahan polimer yang tidak
suka bercampur secara homogen disebabkan sifat kepolarannya yang berbeda. Karena
itu untuk mendapatkan poliblen yang homogen, pengolahannya tidak dapat dilakukan
secara konfensional, yang hanya melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer.
Secara umum ada 4 cara yang biasa

dilakukan untuk mendapatkan

peningkatan kompabilitas poliblen yaitu melalui beberapa proses antara lain : a)
kokristalisasi, b) pengikatan secara in-situ, c) penambahan bahan pengkompatibel dan
d) pembentukan kopolimer dari reaksi gugus fungsi pada bagian spesifik kedua
polimer (pembentukan kopolimer pengkompatibel) (Brown, 1992).
Keempat proses dapat dilakukan didalam mesin pengolah yang sekaligus
berfungsi sebagai reaktor modifikasi. Modifikasi polimer dengan cara ini dikenal
dengan “ Teknik pengolahan reaktif “ (Casele, 1979).
Teknik pengolahan reaktif adalah suatu teknik modifikasi kimiawi bahan
polimer dengan senyawa aditif atau komponen-komponen lainnya didalam mesin
pengolah yang lazim digunakan untuk mendapatkan bahan polimer yang baru dengan
sifat tertentu yang kita diinginkan. (Wirjosentono, 1997).

2.13. Mekanisme Interfasa atau Adhesi.

Umumnya suatu bahan komposit terdiri dari dua fasa yang berlainan yang dipisahkan
oleh antar muka kedua fasa tersebut. Daya ikat antar muka sangat penting, karena
antar muka pengisi-matrik berfungsi untuk memindahkan tegangan dari fasa matriks

ke fasa pengisi. Menurut Hull (1992) dan Schwartz (1983) ada lima jenis mekanisme
pada antar muka antara bahan campuran polimer yaitu:
a. Adsorpsi dan Pembasahan.
Pembasahan pengisi yang baik, lelehan fasa matriks harus dapat menutupi
seluruh permukaan bahan pengisi agar udara dapat tersingkirkan.
b. Antar Difusi.
Suatu ikatan akan terbentuk, jika molekul-molekul polimer meresap dari suatu
permukaan kedalam struktur molekul permukaan lain.
c. Antraksi Elektrostatik
Kekuatan antraksi pada dua permukaan dimana suatu permukaannya positif
dan permukaan lainnya bermuatan negative, misalnya antraksi antara asam
basa dan ikatan ion.
d. Ikatan Kimia
Pengikatan terbentuk sebagai hasil suatu reaksi kimia antara senyawa kimia
diatas permukaan pengisi dengan senyawa kimia matriks.
e. Pengikatan mekanik.
Pengikatan ini berlaku secara interlocking mekanik jika geometri permukaan
fasa matriks dan pengisi tidak ada.

2.14. Poliblen.
Proses pencampuran di dalam polimer dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Blending fisika yaitu terjadi pencampuran secara fisika antara dua jenis
polimer atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk
ikatan kovalen antara komponen-komponennya, proses pencampuran ini
disebut dengan poliblen.

2. Pencampuran kimia menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya
ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Interaksi yang
terjadi di dalam poliblen antara ikatan vander wall, ikatan hidrogen, atau
interaksi dipol-dipol

(Sperling, 1986). Poliblen ini bertujuan untuk

mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan
keperluan. Poliblen komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik.
Poliblen yang dihasilkan dapat berupa poliblen homogen dan poliblen
heterogen, poliblen homogen terlihat homogen dan transparan, mempunyai
temperatur transisi gelas tunggal dan sifat fisikanya sebanding dengan komposisi
komponen-komponen penyusunnya. Sedangkan poliblen heterogen terlihat tidak
transparan dan mempunyai beberapa temperatur transisi gelas.
Kompatibilitas poliblen menggambarkan kekuatan interaksi antara rantairantai polimer sehingga membentuk campuran yang homogen atau mendekati
homogen secara kualitatif, kompatibilitas poliblen dapat dilihat dari hasil pembuatan
film tipis, bila film tipis mengandung bercak-bercak atau butiran-butiran berarti
poliblen yang terbentuk tidak kompatibel. Disamping itu dapat juga diamati dari
temperatur transisi gelas, bila poliblen mempunyai temperatur transisi gelas berada
diantara kedua polimer induknya, maka dapat dikatakan poliblen tersebut kompatibel.
(Rabek dkk, 1975).

2.15. Bahan Pendispersi.
Penambahan bahan pendispersi berfungsi sebagai pelunak dan pembasah pada
matriks polimer. Pelunak atau pemlastis merupakan bahan yang ditambahkan
kedalam bahan polimer sehingga molekul pemlastis akan berada diantara rantai
polimer yang mempengaruhi mobilitas rantai dan menaikkan plastisitas bahan.
(Wirjosentono,1993).

Salah satu bahan dasar penyusun lipid simpanan dan lipid struktural adalah
asam karboksilat alifatik berantai lurus, baik yang jenuh maupun yang mengandung
satu atau lebih ikatan rangkap yang umumnya dikenal sebagai asam lemak contohnya
asam stearat, sebuah asam karboksilat linier dengan 18 atom karbon, dengan rumus
molekul C17 H

35

COOH, mempunyai berat molekul 284,7, titik leleh 69,60 C, dan

titik didih 376,10 C. (Fessenden, 1984; Page, 1995).

Molekul asam stearat memiliki daerah hidrofobik (benci air) dan hidrofilik
(suka air)sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang, atau mempunyai sifat
amfipatik, karena mengandung gugus karboksilat ionik yang hidrofilik pada satu
ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik. Dalam suasana air, molekul – molekul
stearat secara spontan mengatur sendiri sedemikian agar persentuhan antara gugus –
gugus hidrofobik dan air sedikit mungkin, struktur – struktur tersusun untuk
memperkecil penyentuhan antara bagian hidrokarbon polar dari ion stearat dan air.
Sebaliknya gugus karboksilnya karena bersifat polar, cenderung untuk berhubungan
dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air. (Page, 1995; Bahl, 2000).

2.16. Dispersi Bahan Pengisi Dalam Matriks Polimer.
Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila ditambahkan dalam
bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu substrak
resin polimer melalui gugus non polar dengan permukaan suatu substrak melalui
gugus polarnya. Mekanisme pembasahan berlangsung dengan cara interaksi antara
pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dan dengan
matriks polimer melalui gugus non polarnya, akibatnya akan terbentuk ikatan yang
lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi.
Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau pelarut yang
mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori - pori serbuk pengisi,

sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi (
Siregar, 1999).
Pendispersi lilin parafin dan minyak kacang kedelai telah digunakan dalam matriks
polimer polietilena dengan bahan pengisi tepung ubi kayu. Dilaporkan bahwa tingkat
dispersibilitas bahan pengisi sangat tergantung dari sifat pembasahan bahan
pendispersi tepung ubi kayu dengan matriks polietilena. (Kietkam Jornwong dkk,
1996). Campuran polimer yang membentuk sistem non polar telah menggunakan
berbagai asam lemak dan asam lemak turunannya sebagai pendispersi bahan pengisi
magnesium hidroksida, Mg(OH)2, dalam matriks polipropilena. Dilaporkan bahwa
gugus polar dari asam lemak berinteraksi dengan permukaan magnesium hidroksida
dan gugus non polarnya juga berinteraksi dengan gugus polipropilena. (Hornsby dkk,
1995).

2.17. Poliblen Plastik – Karet.
Sifat suatu campuran polimer sangat ditentukan oleh kompatibilisasi komponenkomponen campuran. Tujuan kompatibilisasi campuran polimer adalah untuk
mendapatkan campuran dispersi fasa yang stabil dan merata sehingga morfologi dan
sifat campuran yang diinginkan dapat tercapai. Secara umum campuran karet
(elastomer) dengan termoplastik bersifat tak dapat bercampur. Campuran polimer tak
dapat bercampur mempunyai tarikan fisik antar komponen yang lemah pada batas
antar fasa, sehingga dapat menyebabkan pemisahan fasa pada kondisi tertentu dan
menyebabkan sifat-sifat mekanik campuran kurang baik. Untuk dapat menghasilkan
morfologi fasa heterogen yang baik, pencampuran polimer-polimer tak dapat campur
memerlukan suatu metode kompatibilisasi. Meskipun tidak dapat menghasilkan
campuran

yang

kompatibel

secara

thermodinamik,

namun

penambahan

kompatibilizer dapat membantu menghasilkan morfologi campuran dengan partikel
fasa karet yang terdispersi merata dan berukuran kecil dalam campuran.

Banyak metode kompatibilisasi yang telah dikembangkan, antara lain adalah
kompatibilisasi campuran polimer dengan metode penambahan suatu kompatibilizer
yang dapat meningkatkan adhesi antar fasa. Misalkan suatu paduan antara polimer A
(dengan monomer A) dan polimer B (dengan monomer B) ditambahkan suatu
kopolimer blok yang terdiri dari monomer A dan B, maka affinitas-affinitas alamiah
dari blok-blok tersebut terhadap homopolimernya masing-masing akan bertindak
melokalisasi kopolimer pada batas fasanya dan membantu melekatkan fasa-fasa
tersebut bersama-sama. Polimer blok yang dipilih sebagai kompatibilizer biasanya
adalah yang mempunyai keadaan (sifat-sifat) kimiawi yang mirip dengan komponenkomponen yang ada dalam paduan polimer. Kompatibilisasi dapat juga dilakukan
dengan motode vulkanisasi dinamik seperti yang dilakukan untuk campuran
Polipropilena-Karet alam (Bahruddin dkk, 2009).

2.18. Bunyi.
Bunyi adalah suatu bentuk energi . Bunyi yang kita dengar selalu berasal dari suatu
sumber bunyi. Kita dapat mendengar bunyi jika sumber bunyi bergetar. Getaran dari
sumber bunyi mengenai partikel-partikel diudara dalam bentuk rapatan dan regangan.
Rapatan dan regangan ini merambat melalui zat perantara (udara) sehingga sampai
ketelinga kita.
Bunyi merambat dalam bentuk gelombang yaitu berupa gelombang
longitudinal yang terdiri atas rapatan dan regangan (Giancoli, 2001).
Sarat-sarat agar dapat terdengar bunyi:
1. Ada sumber bunyi yang bergetar.
2. Ada zat perantara (medium) yang merambatkan gelombang-gelombang
bunyi, dari sumber bunyi ke telinga.

3. Getaran mempunyai frekwensi tertentu ( 20 Hz – 20.000 Hz).
4. Indra pendengar dalam keadaan baik.
Bunyi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan keteraturan frekwensi getarannya, ada 2 jenis yaitu:
a. Nada yaitu bunyi yang frekwensinya getarannya teratur.
Misalnya; Gitar, Garputala.
b. Desah yaitu bunyi yang frekwensinya tidak teratur.
Misalnya; bunyi ombak.
2. Berdasarkan besar kecilnya frekwensi atau batas pendengaran manusia, ada 3
jenis yaitu ;
a. Bunyi audio (Audiosonik)
Adalah bunyi yang frekwensinya antara 20 Hz – 20.000 Hz. Frekwensi ini
adalah batas pendengaran telinga manusia.
b. Bunyi infra (Infrasonik)
Bunyi yang frekwensinya kurang dari 20 Hz. Bunyi ini tidak dapat
didengar telinga manusia tetapi dapat didengar binatang anjing dan
jangkrik.
c. Bunyi ultra (Ultrasonik)
Bunyi yang frekwensinya diatas 20.000 Hz. Telinga manusia juga tidak
dapat mendengar bunyi ini, tetapi dapat didengar binatang kelelawar.

2.19. Bahan Peredam Suara dan Kwalitasnya.

Ketika bunyi menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi
dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap, atau dipantulkan oleh batas
tersebut . Pada umumnya ketiganya terjadi pada tingkat derajat berbeda, tergantung
pada jenis batas yang dilewatinya. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat,
cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara
20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat
didengar (audible range) (Young dan Freedman 2003; Giancoli, 2001).
Menurut Lewis dan Douglas (1993) material akustik dapat dibagi kedalam tiga
kategori dasar yaitu : 1. Material penyerap. 2. Material penghalang. 3. Material
peredam. Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resistip, berserat,
berpori atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktip.
Jenis bahan peredam suara yang sudah sering digunakan adalah bahan berpori,
resonator dan panel (Youneung dkk, 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan
berpori yang sering digunakan, khususnya untuk mengurangi kebisingan pada ruangruang sempit seperti perumahan dan perkantoran. Hal ini karena bahan berpori
relative lebih murah dan ringan dibandingkan dengan jenis peredam lain. Material
yang telah lama digunakan pada peredam suara jenis ini adalah glasswool dan
rockwool, namun harganya cukup mahal.
Kwalitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien
penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan
sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika harga α bernilai 0,
artinya tidak ada bunyi yang diserap, sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi
yang datang diserap oleh bahan (Khuriati dkk, 2006; Mediastika, 2009)

Material penghalang yang efektif mempunyai sifat dasar umum yaitu
massanya padat. Kebanyakan material penghalang yang efektif juga mempunyai
derajat redaman internal yang tinggi, yang secara kualitatip dinyatakan dengan nilai
kelemasan. Material peredam biasanya adalah lapisan plastik polimer, logam, epoxy,
atau lem yang relatip tipis yang dapat digunakan untuk melapisi suatu benda.
Parameter yang digunakan untuk menjelaskan isolasi atau kemampuan menghentikan
bunyi adalah koefisien transmisi τ. Koefisien transmissi didefenisikan sebagai
perbandingan daya bunyi yang ditransmissikan dengan

melalui suatu material

terhadap daya bunyi yang datang. Semakin kecil nilai transmissinya, maka semakin
bagus sifat isolasinya.( Aries, 2007).
Nama dagang bahan peredam suara yang beredar dipasaran adalah Acourate
mat reasin yang terbuat dari bahan visco elastic polimer yang mampu mengisolasi
bunyi dengan cara menyerap energy suara yang merambat pada lantai, dinding,
plafond dan pilar juga bahan isolasi suara pada jendela dan pintu. Harga bahan ini
diperdagangkan sangat mahal dipasaran berkisar Rp 250.000 / M2
Barikut contoh pemakaian bahan pengisolasi bunyi (suara).

Gambar 2.12. Contoh pemakaian bahan peredam suara pada Televisi.

Gambar. 2.13. Contoh pemakaian bahan peredam suara pada Kulkas.

Gambar. 2.14. Contoh pemakaian bahan peredam suara pada Dispenser.
2.20. Pengujian Koefisien Serap (�) Bunyi.

Pengujian ini menggunakan metode pengambilan data dengan alat tabung impedansi.
Penggunaan metode ini untuk menunjukkan sifat serapan gelombang bunyi yang
dimiliki oleh sebuah material. Metode ini terutama digunakan didalam penelitian
riset ataupun dalam penentuan kualitas bahan untuk pembuatan material dari bahan–
bahan yang mempunyai penyerapan suarayang baik.
Jika perpindahan gelombang datang yang terjadi pada sembarang waktu,
dapat ditunjukkan seperti pada gambar 2.15 dengan persamaan:

d 1 = A sin(ωt − kx)

(2.1)
ω = 2 πf dan k = 2π/λ
dimana k, λ ,dan f masing-masing adalah bilangan gelombang, panjang gelombang
dan frekwensi gelombang, dan harga π = 3,14. Perpindahan gelombang pantulan
dapat ditunjukkan pada gambar 2.15 dengan persamaan:

d 2 = RA sin(ωt + kx)

(2.2)

dimana:
A =

simpangan maksimum mula–mula

R

koefisien energi pantul gelombang

=

Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan:
d = d1 + d 2
= A sin(ϖt − kx) + RA sin(ϖt + kx)
= A(1 + R ) sin ϖt cos kx + A(1 − R ) cos ωt sin kx

(2.3)

Gambar 2.15. Perpindahan energi gelombang datang dan gelombang pantul.
Dapat terlihat bahwa masing-masing nilai amplitudo maksimum dan minimum adalah
A(1 + R) dan A(1 – R). Jika nilai jarak maksimum dan minimum dari amplitudo
adalah A1 dan A2 maka:
A1 A(1 + R)
=
A2 A(1 − R)

(2.4)

atau
R=

( A1 − A2)
= Amplitudo
( A1 + A2)

(2.5)

Energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo kuadrat
yaitu:
Energi = R =

( A1 − A2) 2
( A1 + A2) 2

R

= sebagian energi yang dipantulkan (refleksi)

α

= koefisien energi yang diserap (absorbsi)

(2.6)

maka:

α + R =1
α =1− R
=1−
=

( A1 − A2) 2
( A1 + A2) 2

( A1 + A2) 2 − ( A1 − A2) 2
( A1 + A2) 2

α =4

A1xA2
( A1 + A2) 2

(2.7)

Pada Gambar 2.16 menunjukkan bahwa resultan tekanan bentuk gelombang bunyi
datang dan gelombang bunyi pantul di dalam tabung impidansi dimana Pmax adalah
puncak gelombang dan Pmin adalah lembah gelombang.
Sedangkan pada gambar 2.17 menunjukkan pengaturan gelombang

pada alat

percobaan yang telah dilakukan dengan osiloskop.

Gambar 2.16. Resultan bentuk gelombang maksimum dan minimum di dalam
tabung impedansi (G. Reethof, 1976)

Gambar 2.17. Jarak Pmax dan Pmin dengan alat osiloskop.
Jika perbandingan Pmax dan Pmin atau A1/A2 diukur maka rumus dapat dituliskan
dengan persamaan :

α =4

α=

A1 x A2
(1 + A1 / A2) 2

4
(2 + A1 / A2 + A2/A1)

(2.8)

dimana:
A1 (Pmaks)

= Jarak puncak gelombang ke base line (cm)

A2 (Pmin)

= Jarak lembah gelombang ke base line (cm). (Doelle, 1993)

2.21. Sifat Tegangan Regangan.

Sifat-sifat mekanik pada polimer dapat dinyatakan dalam beberapa parameter yaitu
modulus elastisitas (modulus young), kuat tarik (tensile strengh), kuat benturan
(impact strength) dan kuat lelah (fattyque strength) untuk bahan polimer, parameterparameter mekanik tersebut dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan. Sifat
tegangan regangan polimer sangat dipengaruhi oleh laju deformasi (laju regangan)
suhu dan lingkungan adanya air, oksigen dan pelarut organik. Pada umumnya
penurunan laju deformasi sama dengan laju peningkatan temperatur terhadap sifat
tegangan regangan yaitu bahan menjadi lebih lunak dan lebih rapuh. Tegangan dan
regangan memiliki perbedaan arti dalam hal mekanika tegangan normal merupakan
gaya tegak lurus persatuan luas sedangkan regangan merupakan hasil perpanjangan.

Secara umum kurva tegangan regangan bahan polimer dapat digambarkan sebagai
berikut:

Tegangan putus

Tegangan

Perpanjangan Lumer

Kuat tarik

Tegangan lumer

Regangan

Gambar 2.18. Kurva tegangan regangan bahan polimer.

Untuk mengukur kekuatan tarik, suatu spesimen dijepit pada kedua ujungnya, salah
satu ujung dibuat tetap, dan salah satunya ditarik hingga spesimen naik sedikit demi
sedikit sampai sampel tersebut patah ( Stevens, 2001).
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt)
terhadap suatu material yang diberikan tekanan menggunakan alat pengukur yang
disebut tensiometer atau dinamometer. Kekuatan tarik dapat diartikan sebagai
besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen
bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh
tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan
tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (A0) (Wirjosentono dkk, 1995).
σt =

Fmaks
Ao

(Kgf/mm2)

(2.9.)

Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak
berubah. Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran
kemuluran (ε) dapat dijabarkan dalam persamaan 2.10. (Surdia, 2005).
ε

=

l−lo
lo

x 100 %

(2.10.)

keterangan :
ε = kemuluran (%)
l0 = panjang spesimen mula-mula (mm)
l = panjang spesimen saat putus (mm)

2.22. Uji Impak.

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut. Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar
ketika beban menumbuk specimen. Energi yang diserap ini dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah
penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian
tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami

deformasi.

Banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan
ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.(Surdia, 2005)
Pengujian ketangguhan berdasarkan prinsip hukum kekekalan energi yang
menyatakan bahwa jumlah energi mekanik konstan, pendulum dilepas dengan
ketinggian h1 dari pusat benda uji yang bersudut α dan setelah menabrak benda uji
palu mengayun sampai ketinggian h2 dari pusat benda uji bersudut β. Pada kondisi

ini energi kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan nol karena kecepatan V1 dan V2 sama
dengan nol. Maka besarnya energi potensial adalah Ep1 = mgh1 dan Ep2 = mgh2.
Jadi tenaga yang diserap oleh benda uji adalah :
∆ E = Ep1 – Ep2

(2.11)

∆ E = GR ( cos β - cos α)

(2.12)

Harga Ketangguhan bahan K =

∆�


(kJ/m2)

(2.13)

R = Jarak antara titik berat dari pendulum ke sumbu putar 0
α = sudut awal sebelum diberi specimen
β = sudut akhir setelah di pasang specimen
∆E = tenaga patah (kJ)
A = luas penampang (m2)
G = berat pendulum.

2.23. Daya Serap Air (DSA).

Daya serap air merupakan bagian proporsi volume rongga kosong dalam suatu
sampel yang berhubungan langsung dengan kerapatan dari sampel. Pengukuran DSA
bertujuan untuk mengetahui besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang
direndam selama 24 jam berdasarkan ASTM C-20-00-2005. Daya serap air dihitung
menggunakan persamaan dibawah ini :
Daya Serap air (DSA) % =

�� −��
��

x 100%.

(2.14)

Sampel ditimbang dalam keadaan kering ( Mk), kemudian direndam dalam air selama
24 jam dan diambil lalu diletakkan dalam kertas tissue lalu ditimbang yang
merupakan berat basah (Mj) . Semakin rendah daya serap air, maka semakin baik
kualitas material yang dihasilkan.

2.24. Persentase Ikat Silang.

Mekanisme yang paling tepat dalam menurunkan kebebasan molekul adalah ikat
silang (chemical crosslingking) yang mengikatkan bersama rantai-rantai polimer
untuk membentuk suatu jaringan. Istilah curing dipakai untuk menunjukkan proses
ikat silang, tetapi pada dasarnya diringkas menjadi dua kategori:

(1) Pengikat silangan selama polimerisasi melalui pemakaian monomer-monomer
polifungsi sebagai ganti dari monomer difungsi,
(2) Ikat silang dalam suatu tahap proses yang terpisah setelah terbentuk polimer linier
atau bercabang (Stevens, 2001).
Persentase ikat silang dalam karet dapat ditentukan dengan metode sokletasi.
Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat
padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu.
Pelarut dimasukkan ke dalam labu alas, kemudian sampel dibungkus dengan kertas
saring dimasukkan ke dalam tabung sokletasi. Kemudian labu dipanaskan dan pelarut
akan menguap pada suhu mencapai titik didih, sehingga uap pelarut melewati pipa
soklet dan akibat adanya pendinginan yang dilakukan kondensor maka uap pelarut
berubah wujud menjadi cair dan merendam sampel yang ada didalam tabung soklet,
setelah

Dokumen yang terkait

Studi Pembuatan Komposit Termoplastik Elastomer Dari HDPE Bekas Dan Karet EPDM Dengan Pengisi serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Pendispersi Gliserol Monostearat

2 15 80

Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

0 0 27

Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

0 0 3

Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

0 0 12

Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

0 0 9

Paduan Termoplastik Elastomer (Polipropilena-Karet Sir 10 Dan Epdm) Dengan Bahan Pengisi Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara

0 0 52

Pengaruh Asam Stearat Terhadap Termoplastik Elastomer Berpengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Peredam Suara

0 5 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polipropilena - Pengaruh Asam Stearat Pada Campuran Termoplastik Elastomer Dengan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Sebagai Peredam Suara

0 0 16

Pengaruh Asam Stearat Pada Campuran Termoplastik Elastomer Dengan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Sebagai Peredam Suara

0 0 15

Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena- Karet Ethylene Propylene Diene Monomer

0 0 13