Kombinasi Ciri Orde 1, Ciri Orde 2 Dan Discrete Cosine Transform Pada Pengenalan Pola Citra Wajah
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pengenalan pola (Pattern Recognition) adalah sebuah ilmu untuk mengetahui
karakteristik suatu pola yang telah disimpan sebelumnya kedalam suatu sistem
komputer dan selanjutnya dilakukan perbandingan pada pola yang lain dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keakuratan dan kemiripan terhadap pola tersebut.
Pengenalan pola dapat dibagi menjadi tiga yaitu pengenalan pola statistikal,
pola sintaktik, dan juga pola neural. Pengenalan pola statistikal dianggap sebagai
suatu basis statistik yang biasanya digunakan untuk algoritma klasifikasi. Pengenalan
pola sintaktik adalah suatu teknik pendekatan untuk menganalisis struktur pola dari
citra. Pengenalan pola neural, merupakan gabungan dari pengenalan statistik dan
sintaktik. Pada pengenalan pola neural, semakin sering sistem dilatih maka semakin
baik sistem yang akan dihasilkan. Dan ini merupakan bagian dari jaringan saraf tiruan
dalam melakukan Identifikasi pola (Gonzaless, 1992).
Setiap manusia dapat mengenali wajah seseorang dengan mudah, manusia
akan cepat mengenali dan membedakan setiap wajah yang telah diketahui
sebelumnya, walaupun dengan ekspresi wajah yang beragam, dan kondisi
pencahayaan yang berbeda - beda. Tetapi apakah sebuah sistem komputer dapat
melakukan hal yang sama dengan manusia lakukan, pasti ditemukan permasalahan
pada sistem tersebut, dan hal itu harus dipelajari dan dikembangkan. Banyak hal yang
dilakukan dalam perkembangan teknologi pengenalan wajah antara lain untuk
membangun sistem absensi kepegawaian maupun sistem keamanan.
Pengenalan wajah terdiri dari dua kategori utama yaitu Verifikasi dan
Identifikasi. Verifikasi berguna untuk melakukan pencocokan data baru seseorang
dengan data yang telah disimpan di dalam dataset dan biasanya akan menghasilkan
dua keadaan yaitu benar (true) atau salah (false). Sedangkan identifikasi mengenali
pola wajah dengan keputusan berdasarkan tingkat kedekatan atau kemiripan.
Kemampuan mengukur karakteristik fisik atau perilaku yang dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
2
memverifikasi atau mengidentifikasi seseorang disebut dengan biometrik (Uyun &
Fadzlur, 2013).
Menurut (Yang & Huang, 2002) pendekatan pendeteksian wajah dapat
dikategorikan menjadi empat jenis: knowledge-based, appearance-based, feature
invariant, dan template matching.
Knowledge-Based Method, metode ini biasanya digunakan oleh manusia untuk
menentukan apa saja yang membentuk suatu wajah. Pada metode ini deteksi wajah
dikembangkan berdasar pada aturan (rule) yang didapat dari pengetahuan para peneliti
sebelumnya tentang wajah manusia. Sebagai contoh, suatu wajah di dalam citra
biasanya memiliki dua mata yang simetris, sebuah hidung, dan sebuah mulut. Relasi
antara fitur-fitur tersebut dapat direpresentasikan sebagai jarak atau posisi. Feature
Invariant Approach, pada metode ini bertujuan untuk menemukan fitur-fitur struktural
dari wajah meskipun terdapat variasi pose, sudut pandang, dan kondisi cahaya. Pada
metode ini, para peneliti mencoba menemukan fitur-fitur yang tidak berubah
(invariant) pada wajah. Asumsi ini didasarkan pada observasi bahwa manusia dapat
dengan mudah mendeteksi wajah dengan berbagai pose dan kondisi cahaya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasti ada sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat invariant.
Template Matching, pada metode ini akan disimpan beberapa pola wajah standar
untuk mendeskripsikan wajah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Pada
saat pendeteksian akan dihitung korelasi antara citra input dengan citra pola wajah
yang tersimpan sebelumnya pada dataset. Appearance-Based Method, pada metode
ini, model wajah dipelajari melalui proses training dengan menggunakan suatu dataset
pelatihan yang berisi contoh - contoh wajah. Kemudian hasil training ini digunakan
untuk mendeteksi wajah. Secara umum metode ini menggunakan teknik-teknik dari
analisa statistik dan machine learning untuk menemukan karakteristik-karakteristik
yang relevan dari wajah maupun non wajah (Nugroho & Setyo, 2004).
Sistem pengenalan wajah merupakan hal yang rumit dilakukan karena tingkat
kevariasian wajah yang begitu kompleks, sehingga penerapan pendekatan yang begitu
kompleks akan memperlambat kinerja sistem dalam mengenali wajah, dan sebaliknya
penerapan pendekatan yang tidak begitu kompleks akan mempengaruhi tingkat
keakurasian dalam pengenalan wajah. (Fadlisyah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
3
Menurut Fadlisyah (2013) Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) tidak dapat bekerja
dengan baik untuk dapat mengenali perbedaan antara citra. Menurut Ardianto V
(2015) Ciri Statistik Orde Pertama yaitu mean, variance, skewness, kurtosis, dan
entropy belum bisa dikatakan tepat digunakan sebagai ciri yang diekstrak dari citra
jeruk untuk pekerjaan klasifikasi, karena ciri-ciri tersebut hanya dianalisa melalui
histogram citra. Sedangkan Menurut Kamal M, Metode Feature Haralic (Ciri Orde
Dua) tidak mampu bekerja dengan baik dalam mengelompokan usia seseorang dengan
peluang error berkisar 33%. berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwasanya kedua
metode ekstraksi ciri tersebut belum mampu bekerja dengan baik untuk mengenali
pola
citra.
Sehingga
mentransformasikan
dibutuhkan
kedua
ekstraksi
algoritma
fitur
lain
tersebut,
yang
berguna
untuk
dengan
harapan
untuk
mendapatkan tingkat keakurasian yang lebih baik, maka transformasi Discrete Cosine
Transform (DCT) digunakan untuk mentransformasikan fitur yang telah di ekstrak.
Berbagai macam teknologi komputasi semakin luas penggunaannya setelah
ditemukan berbagai macam ekstraksi fitur diantaranya Statistik Fitur (Ciri Orde Satu),
Feature Haralic (Ciri Orde Dua), Gabor Filter , PCA (Principle Componet Analysis)
dan lain – lain.
Pada penelitian ini, dilakukan kombinasi antara DCT (Discrete Cosine
Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) dan Feature Haralic (Ciri Orde
Dua) yang merupakan Ekstraksi Fitur
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang
diambil adalah kedua metode ekstraksi ciri belum mampu bekerja dengan baik untuk
mengenali pola citra. Sehingga metode ekstraksi fitur akan di kombinasikan
menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform)
untuk mendapatkan tingkat
keakurasian yang lebih baik
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mencari hasil kinerja yang paling baik antara berbagai
kombinasi ekstraksi fitur diantaranya kinerja Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), Kinerja
Featur Haralic (Ciri Orde Dua), Kinerja kombinasi antara Statistik Fitur (Ciri Orde
Universitas Sumatera Utara
4
Satu) dengan Feature Haralic (Ciri Orde Dua), Kinerja kombinasi DCT (Discrete
Cosine Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), Kinerja kombinasi DCT
(Discrete Cosine Transform) dengan Feature Haralic (Ciri Orde Dua) dan Kinerja
Kombinasi DCT (Discrete Cosine Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu)
dan Feature Haralic (Ciri Orde Dua).
1.4.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah:
1. Citra yang digunakan adalah berformat .bmp
2. Wajah berorientasi tampak depan, posisi 15 derajat kiri dan kanan, 30 derajat
kiri dan kanan serta 45 derajat kiri dan kanan.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah
1. Sebagai evaluasi perbandingan terhadap metode-metode lain
2. Memperoleh cara baru dalam hal pengenalan pola
3. Perbaikan penelitian sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pengenalan pola (Pattern Recognition) adalah sebuah ilmu untuk mengetahui
karakteristik suatu pola yang telah disimpan sebelumnya kedalam suatu sistem
komputer dan selanjutnya dilakukan perbandingan pada pola yang lain dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keakuratan dan kemiripan terhadap pola tersebut.
Pengenalan pola dapat dibagi menjadi tiga yaitu pengenalan pola statistikal,
pola sintaktik, dan juga pola neural. Pengenalan pola statistikal dianggap sebagai
suatu basis statistik yang biasanya digunakan untuk algoritma klasifikasi. Pengenalan
pola sintaktik adalah suatu teknik pendekatan untuk menganalisis struktur pola dari
citra. Pengenalan pola neural, merupakan gabungan dari pengenalan statistik dan
sintaktik. Pada pengenalan pola neural, semakin sering sistem dilatih maka semakin
baik sistem yang akan dihasilkan. Dan ini merupakan bagian dari jaringan saraf tiruan
dalam melakukan Identifikasi pola (Gonzaless, 1992).
Setiap manusia dapat mengenali wajah seseorang dengan mudah, manusia
akan cepat mengenali dan membedakan setiap wajah yang telah diketahui
sebelumnya, walaupun dengan ekspresi wajah yang beragam, dan kondisi
pencahayaan yang berbeda - beda. Tetapi apakah sebuah sistem komputer dapat
melakukan hal yang sama dengan manusia lakukan, pasti ditemukan permasalahan
pada sistem tersebut, dan hal itu harus dipelajari dan dikembangkan. Banyak hal yang
dilakukan dalam perkembangan teknologi pengenalan wajah antara lain untuk
membangun sistem absensi kepegawaian maupun sistem keamanan.
Pengenalan wajah terdiri dari dua kategori utama yaitu Verifikasi dan
Identifikasi. Verifikasi berguna untuk melakukan pencocokan data baru seseorang
dengan data yang telah disimpan di dalam dataset dan biasanya akan menghasilkan
dua keadaan yaitu benar (true) atau salah (false). Sedangkan identifikasi mengenali
pola wajah dengan keputusan berdasarkan tingkat kedekatan atau kemiripan.
Kemampuan mengukur karakteristik fisik atau perilaku yang dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
2
memverifikasi atau mengidentifikasi seseorang disebut dengan biometrik (Uyun &
Fadzlur, 2013).
Menurut (Yang & Huang, 2002) pendekatan pendeteksian wajah dapat
dikategorikan menjadi empat jenis: knowledge-based, appearance-based, feature
invariant, dan template matching.
Knowledge-Based Method, metode ini biasanya digunakan oleh manusia untuk
menentukan apa saja yang membentuk suatu wajah. Pada metode ini deteksi wajah
dikembangkan berdasar pada aturan (rule) yang didapat dari pengetahuan para peneliti
sebelumnya tentang wajah manusia. Sebagai contoh, suatu wajah di dalam citra
biasanya memiliki dua mata yang simetris, sebuah hidung, dan sebuah mulut. Relasi
antara fitur-fitur tersebut dapat direpresentasikan sebagai jarak atau posisi. Feature
Invariant Approach, pada metode ini bertujuan untuk menemukan fitur-fitur struktural
dari wajah meskipun terdapat variasi pose, sudut pandang, dan kondisi cahaya. Pada
metode ini, para peneliti mencoba menemukan fitur-fitur yang tidak berubah
(invariant) pada wajah. Asumsi ini didasarkan pada observasi bahwa manusia dapat
dengan mudah mendeteksi wajah dengan berbagai pose dan kondisi cahaya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasti ada sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat invariant.
Template Matching, pada metode ini akan disimpan beberapa pola wajah standar
untuk mendeskripsikan wajah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Pada
saat pendeteksian akan dihitung korelasi antara citra input dengan citra pola wajah
yang tersimpan sebelumnya pada dataset. Appearance-Based Method, pada metode
ini, model wajah dipelajari melalui proses training dengan menggunakan suatu dataset
pelatihan yang berisi contoh - contoh wajah. Kemudian hasil training ini digunakan
untuk mendeteksi wajah. Secara umum metode ini menggunakan teknik-teknik dari
analisa statistik dan machine learning untuk menemukan karakteristik-karakteristik
yang relevan dari wajah maupun non wajah (Nugroho & Setyo, 2004).
Sistem pengenalan wajah merupakan hal yang rumit dilakukan karena tingkat
kevariasian wajah yang begitu kompleks, sehingga penerapan pendekatan yang begitu
kompleks akan memperlambat kinerja sistem dalam mengenali wajah, dan sebaliknya
penerapan pendekatan yang tidak begitu kompleks akan mempengaruhi tingkat
keakurasian dalam pengenalan wajah. (Fadlisyah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
3
Menurut Fadlisyah (2013) Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) tidak dapat bekerja
dengan baik untuk dapat mengenali perbedaan antara citra. Menurut Ardianto V
(2015) Ciri Statistik Orde Pertama yaitu mean, variance, skewness, kurtosis, dan
entropy belum bisa dikatakan tepat digunakan sebagai ciri yang diekstrak dari citra
jeruk untuk pekerjaan klasifikasi, karena ciri-ciri tersebut hanya dianalisa melalui
histogram citra. Sedangkan Menurut Kamal M, Metode Feature Haralic (Ciri Orde
Dua) tidak mampu bekerja dengan baik dalam mengelompokan usia seseorang dengan
peluang error berkisar 33%. berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwasanya kedua
metode ekstraksi ciri tersebut belum mampu bekerja dengan baik untuk mengenali
pola
citra.
Sehingga
mentransformasikan
dibutuhkan
kedua
ekstraksi
algoritma
fitur
lain
tersebut,
yang
berguna
untuk
dengan
harapan
untuk
mendapatkan tingkat keakurasian yang lebih baik, maka transformasi Discrete Cosine
Transform (DCT) digunakan untuk mentransformasikan fitur yang telah di ekstrak.
Berbagai macam teknologi komputasi semakin luas penggunaannya setelah
ditemukan berbagai macam ekstraksi fitur diantaranya Statistik Fitur (Ciri Orde Satu),
Feature Haralic (Ciri Orde Dua), Gabor Filter , PCA (Principle Componet Analysis)
dan lain – lain.
Pada penelitian ini, dilakukan kombinasi antara DCT (Discrete Cosine
Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) dan Feature Haralic (Ciri Orde
Dua) yang merupakan Ekstraksi Fitur
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang
diambil adalah kedua metode ekstraksi ciri belum mampu bekerja dengan baik untuk
mengenali pola citra. Sehingga metode ekstraksi fitur akan di kombinasikan
menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform)
untuk mendapatkan tingkat
keakurasian yang lebih baik
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mencari hasil kinerja yang paling baik antara berbagai
kombinasi ekstraksi fitur diantaranya kinerja Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), Kinerja
Featur Haralic (Ciri Orde Dua), Kinerja kombinasi antara Statistik Fitur (Ciri Orde
Universitas Sumatera Utara
4
Satu) dengan Feature Haralic (Ciri Orde Dua), Kinerja kombinasi DCT (Discrete
Cosine Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu), Kinerja kombinasi DCT
(Discrete Cosine Transform) dengan Feature Haralic (Ciri Orde Dua) dan Kinerja
Kombinasi DCT (Discrete Cosine Transform) dengan Statistik Fitur (Ciri Orde Satu)
dan Feature Haralic (Ciri Orde Dua).
1.4.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah:
1. Citra yang digunakan adalah berformat .bmp
2. Wajah berorientasi tampak depan, posisi 15 derajat kiri dan kanan, 30 derajat
kiri dan kanan serta 45 derajat kiri dan kanan.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah
1. Sebagai evaluasi perbandingan terhadap metode-metode lain
2. Memperoleh cara baru dalam hal pengenalan pola
3. Perbaikan penelitian sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara