Analisis teori kepemimpinan Ratu Sima

Model Kepemimpinan Ratu Sima
Kaitannya dengan Teori Kepemimpinan

Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Dasar Kepemimpinan
Dosen Pengampu: dr. Ngakan Putu DS, M.Kes.

Oleh
Rombel 2/ AKK
Yulia Stevani (6411414107)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
1|Yulia Stevani 6411414107

PRAKATA

Syukur Alhamdulilah, kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, Saya
dapat menyelesaikan Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Dasar Kepemimpinan
dalam bentuk makalah yang berjudul Model Kepemimpinan Ratu Sima Kaitannya

dengan Teori Kepemimpinan dengan tepat waktu.

Adapun hasil makalah ini secara keseluruhan berasal dari beberapa literatur.
Makalah ini menjelaskan tentang gaya kepemimpinan Ratu Sima, kaitannya dengan
teori kepemimpinan yang ada.
Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
semua yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Bapak
dr. Ngakan Putu DS, M.Kes. selaku dosen mata kuliah Dasar Kepemimpinan yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis.

Semarang, Oktober 2016

Penulis

2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan adalah topik dengan daya tarik universal. Di dalam media popular
dan literatur penelitian akademis, telah dibuat tulisan tentang kepemimpinan.
Walaupun telah banyak tulisan tentang kepemimpinan, kepemimpinan memberikan
tantangan utama bagi praktisi dan peneliti yang tertarik di dalam memahami karakter
dari kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan fenomena yang sangat berharga yang
sangat kompleks. Sejumlah definisi melihat kepemimpinan dari berbagai perspektif
(Northouse, 2013:5). Di dalam buku Northouse hanya memuat teori-teori pokok
tentang kepemimpinan tetapi tidak membahas tentang bagaimana mengembangkan
pemimpin, baik kecakapan diri maupun mengembangkan kecakapan orang lain seperti
yang dibahas dalam buku kepemimpinan (Hughes, Ginnett & Curphy, 2012).
Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi yang membantu
sekelompok individu untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan dijelaskan sebagai proses
di mana seorang memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama.
Mumford, Zaccaro,Harding, et al. (2000) memberikan suatu gambaran yang lebih
kompleks tentang bagaimana ketrampilan terkait dengan perwujudan kepemimpinan
yang efektif. Model ketrampilan mereka menyatakan bahwa hasil kepemimpinan

adalah hasil terbaik dari kompetensi pemimpin di dalam ketrampilan pemecahan
masalah, ketrampilan penilaian sosial, dan pengetahuan.
Jika kita mau merunut sejarah, kepemimpinan seorang perempuan sudah ada
sejak zaman Nabi Sulaiman, yaitu pemimpin sebuah negeri Saba’ yang bernama Ratu
Balqis. Dengan segala kemampuannya Ratu Balqis dapat memimpin rakyatnya dengan
baik sehingga negeri tersebut makmur dan sejahtera. Bahkan pada akhirnya Nabi
Sulaiman tertarik memperistrikan sang ratu dan mempersatukan kedua kerajaan tanpa
merendahkan kedudukan Balqis sebagai Ratu. (Djafri, 2014)

3|Yulia Stevani 6411414107

Di Indonesia sendiri sejarah kepemimpinan perempuan juga pernah
ditunjukkan oleh Ratu Sima (674 - 695 M). Meskipun seorang perempuan Ratu Sima
dapat memimpin kerajaan Kalingga (Jepara, Jawa Tengah) dengan sangat adil dan
bijaksana, sehingga sangat wajar di masa itu rakyat Kalingga dapat hidup dengan aman
dan sejahtera. Kisah kedua ratu (perempuan) diatas merupakan satu bukti bahwa
perempuan juga dapat menjadi seorang pemimpin yang berhasil.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diambil pada

makalah ini adalah:
1) Bagaimana gaya kepemimpinan Ratu Sima ditinjau dari teori kepemimpinan?
2) Bagaimana hasil pemerintahan dari gaya kepemimpinan Ratu Sima?
3) Apa saja hal positif yang dapat dijadikan pedoman dan contoh dari gaya
kepemimpinan Ratu Sima?

1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui tentang gaya kepemimpinan Ratu Sima ditinjau dari teori
kepemimpinan .
2) Untuk mengetahui hasil pemerintahan dari gaya kepemimpinan Ratu Sima?
3) Untuk mengetahui hal positif yang dapat dijadikan pedoman dan contoh dari gaya
kepemimpinan Ratu Sima?

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi, mengarahkan, dan
mengoordinasikan segala kegiatan organisasi atau kelompok untuk mencapai
tujuan organisasi dan kelompok. Pengertian ini menekankan betapa pentingnya
tujuan bagi organisasi. Pengertian ini mengandung makna bahwa seseorang
pengaruh kepada staf agar mereka bekerja secara sukacita dan penuh kreatif dalam
mencapai tujuan
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam
menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian dan
diskusi yang membahas definisi kepemimpinan yang justru membingungkan.
Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai definisi kepemimpinan
pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni “sebagai
atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan
sebagai kategori perilaku”.
Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu
kedudukan, diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai
berikut. “Leadership is a particular type of power relationship characterized by a
group member’s perception that another group member has the right to prescribe
behavior patterns for the former regarding his activity as a group member ”.

(Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh

anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu
memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya
sebagai anggota kelompok, pen.).
Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik
seseorang, terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh
5|Yulia Stevani 6411414107

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are agents of change,
persons whose act affect other people more than other people’s acts affect them”,
atau pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi
orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya.
Adapun contoh pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan
oleh Sweeney dan McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of
interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating subordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for achieving
goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses

pengaruh antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan
visi masa depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.
Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992)
mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki

kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota
lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur
kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori pemikiran
secara komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut tercakup
karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok.
Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada dasarnya
merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik, mental, dan
kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu kelompok
sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam
kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan.
2.2 Teori-Teori Kepemimpinan
Sebagai buku teks, buku kepemimpinan Northouse sudah cukup memadai. Hal itu
dikarenakan telah mencakup berbagai teori kepemimpinan utama sebagaimana buku
teks kepemimimpinan lainnya yang memuat teori kepemimpinan dengan pendekatan

6

sifat (trait), ketrampilan, gaya (style), si tuasional , kontingensi, jalur tujuan,
pertukaran pemimpinanggota, kepemimpinan transforma-sional.
1. Teori Great Man

Anda mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang
memang "dilahirkan untuk memimpin". Menurut teori ini, seorang pemimpin
besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma, keyakinan,
kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir sebagai pemimpin
alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas untuk memimpin adalah
sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan dibuat. Teori ini
menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan ditakdirkan untuk menjadi
pemimpin karena kondisi sudah membutuhkannya.

2. Teori Sifat
Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu yang
membuat mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat
mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama pada
umumnya pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi, kepercayaan diri
dan keberanian, semuanya adalah sifat potensial yang bisa dikaitkan dengan
pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus adalah fitur kunci dari kepemimpinan, maka
bagaimana menjelaskan orang-orang yang memiliki kualitas-kualitas tetapi bukan
pemimpin? Pertanyaan ini adalah salah satu kesulitan dalam menggunakan teori
sifat untuk menjelaskan kepemimpinan. Ada banyak orang yang memiliki ciri-ciri
kepribadian yang terkait dengan kepemimpinan namun tidak pernah mencari

posisi kepemimpinan.
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas

7|Yulia Stevani 6411414107

dasar pemikiran tersebut timbul anggapan

bahwa untuk menjadi seorang

pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin.
Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu
dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:



pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,

keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi



pendengar yang baik, kapasitas integratif;
kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala
prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat
deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan
efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun
apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya
mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat
diperlukan

oleh

kepemimpinan

yang


menerapkan

prinsip

keteladanan.

3. Teori kontingensi
Teori kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang
mungkin menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut
teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi.
Kesuksesan tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan,
kualitas para pengikut dan aspek situasi.

8

4. Teori Situasional
Teori Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin
lebih tepat untuk jenis tertentu dalam pengambilan keputusan tertentu. Misalnya,
seorang pemimpin berada dalam kelompok yang anggotanya berpengetahuan dan
berpengalaman, gaya otoriter mungkin paling tepat. Dalam kasus lain di mana
anggota kelompok adalah ahli yang terampil, gaya demokratis akan lebih efektif.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan
faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya
kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah


Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca"
situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok
dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya
kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut
berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

9|Yulia Stevani 6411414107

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu
yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan,
pemimpin

bergaya

otokratik

akan

mengambil

keputusan

sendiri,

ciri

kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada
penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak
bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah
menjadi pendengar yang baik disertai

perilaku memberikan perhatian pada

kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model " Interaksi Atasan-Bawahan" :

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi
tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang
tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung
pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu
dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan
dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas

10

kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut,
gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah:
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model " Jalan- Tujuan "

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang
mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme
untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan
bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan
bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan
faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model "Pimpinan-Peran serta Bawahan" :

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur
tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat
peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta
bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin
dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
5. Teori Perilaku

11 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

Teori perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin
besar dibuat bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan
para pemimpin bukan pada kualitas mental. Menurut teori ini, orang dapat belajar
untuk menjadi pemimpin melalui pengajaran dan observasi.
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang
individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah
pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri
ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima
usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat
dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih
mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi

perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan
pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur

12

melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap
bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari
masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

6. Teori Partisipatif
Teori kepemimpinan partisipatif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
yang ideal adalah mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong
partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota
kelompok merasa lebih berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan.
Dalam teori partisipatif, bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan
masukan pendapat dari orang lain.
7. Teori Manajemen
Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran
pengawasan kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada sistem
imbalan dan hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis, ketika
karyawan berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur atau
dihukum.

8. Teori Hubungan
Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan
yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional
memotivasi dan menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat
penting dan baiknya suatu tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota kelompok

13 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

dan juga ingin setiap orang untuk memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan
gaya ini sering memiliki standar etika dan moral yang tinggi.
2.3 Gaya Kepemimpinan
Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun secara umum
teori-teori tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:
a. Gaya kepemimpinan yang berkesan administrator . Gaya kepemimpinan tipe ini
terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya konservatif serta
kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cenderung mencari
aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis
perubahan yang telah

kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi

Continuation, Routine change, serta Limited change.

b. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical). Dalam gaya kepemimpinan tipe
ini, biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama
analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi
pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka
panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
c. Gaya kemimpinan asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih
agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian
personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe
asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul
dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul
kesimpulan yang memuaskan.
d. Gaya kepemimpinan entepreneur . Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh
perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta kurang mengutamakan pada
kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan model ini biasannya selalu
mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.

14

Tiga gaya kepemimpinan yang pokok yaitu gaya kepemimpinan Otokratis,
Demokratis, Laissez faire.
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis ini meletakkan seorang pemimpin sebagai
sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala-galanya. Bawahan dipandang
sebagai orang yang melaksanakan perintah. Oleh karena itu bawahan hanya
menerima instruksi saja dan tidak diperkenankan membantah maupun
mengeluarkan ide atau pendapat. Dalam posisi demikian anggota atau bawahan
tidak terlibat dalam soal keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini segala
sesuatunya ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak
pada pemimpin.
Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian adalah gaya pemimpin yang
memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si
pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan ini memberikan tanggungjawab dan wewenang
kepada semua pihak, sehingga ikut terlibat aktif dalam organisasi, anggota
diberi kesempatan untuk memberikan usul serta saran dan kritik demi kemajuan
organisasi. Gaya kepemimpinan ini memandang bawahan sebagai bagian dari
keseluruhan organisasinya, sehingga mendapat tempat sesuai dengan harkat
dan martabatnya sebagai manusia. Pemimpin mempunyai tanggungjawab dan
tugas

untuk

mengarahkan,

mengontrol

mengkoordinasi.

15 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

dan

mengevaluasi

serta

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan
wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu
mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez faire
Pada prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak
kepada para bawahan. Semua keputusan dalam pelaksanaan tugas dan
pekerjaan diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam hal ini pemimpin
bersifat pasif dan tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan. (Ngalim
Purwanto, 1992:48-50)
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para
bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah
yang dihadapi.

Empat Gaya Kepemimpinan Dari Empat Macam Kepribadian
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :

1. GAYA KEPEMIMPINAN KARISMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik
orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan
semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris.
Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan.
Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di
analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka
mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama,
orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an.
Apa

yang

diucapkan

ternyata

tidak

dilakukan.

Ketika

diminta
16

pertanggungjawabannya,

si

pemimpin

akan

memberikan

alasan,

permintaan maaf, dan janji.

2. GAYA KEPEMIPINAN DIPLOMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan
perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi
keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya
pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi,
dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan
lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya
diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima
tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa
menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikutpengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para
pengikutnya meninggalkan si pemimpin.

3. GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian
prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah
pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati,
tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh
perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan
kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak
pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

17 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

4. GAYA KEPEMIMPINAN MORALIS
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka
hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi
terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala
bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang
karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya.
Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang
seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan,
kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.
Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya
kepemimpinan demokratis. Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini
semua permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan
dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan
baik.
2.4 Biografi Ratu Sima
Maharani/ Ratu Sima atau Shima putri Hyang Syailendra putra Santanu
(Sriwijaya) adalah istri Raja Kalingga Kartikeyasinga, Ayahanda Kartikeyasinga
adalah Raja Kalingga (632-648) M. Sementara itu ibunda Kartikeyasinga berasal
dari Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Raja Melayu Sribuja
yang dikalahkan Sriwijaya tahun 683 M – adalah kakak dari ibunda Prabu
Kartikeyasinga. Ratu Sima adalah putri seorang pendeta di wilayah Sriwijaya. Ia
dilahirkan tahun 611 M di sekitar wilayah yang disebut Musi Banyuasin. Ia adalah
istri pangeran Kartikeyasingha (sebelum jadi raja) yang merupakan keponakan dari
Kerajaan Melayu Sribuja. Ia kemudian tinggal di daerah yang dikenal sebagai
wilayah Adi Hyang (Leluhur Agung), atau yang sekarang bernama Dieng.
Perkawinan Kartikeyasingha dengan Sima melahirkan dua orang anak, yaitu
Parwati dan Narayana (Iswara). Ratu Sima adalah pemeluk Hindu Syiwa yang taat.

18

Parwati anak Ratu Shima, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh
yang bernama Sang Jalantara atau Rahyang Mandiminyak dan menjadi raja
Kerajaan Galuh ke-2 dengan gelar Prabu Suraghana (702-209) M dan berputri
Dewi Sanaha. Dewi Sanaha dan Bratasenawa atau Prabu Sanna menikah memiliki
anak yang bernama Sanjaya, Rakai Mataram (723 - 732M) yang kemudian 703
/704 M, Sanjaya menikahi Dewi Sekar Kancana (Teja Kancana Ayupurnawangi)
putri Rakyan Sundasembawa (mati muda) putra Sri Maharaja Tarusbawa, cucu Sri
Maharaja Tarusbawa dari Kerajaan Sunda sehingga Maharaja Harisdarma sempat
menjadi raja Kerajaan Galuh (ia merebut kembali tahta Galuh tahun 723 M dari
tangan Purbasora yang merebut tahta Galuh tahun 716 M dari Prabu Sanna,
ayahnya) dan raja Kerajaan Sunda (menerima tahta dari kakek mertuanya, Sri
Maharaja Tarusbawa) tahun 723 M sehingga ia menjadi Maharaja Sunda dan Galuh
(723-732) M.
Maharaja Linggawarman, penguasa terakhir Tarumanagara (666-669) M,
mempunyai 2 orang putri, yaitu yang sulung bernama Dewi Manasih menjadi istri
Sri Maharaja Tarusbawa, menerima tahta Kerajaan Tarumanagara dari mertuanya,
lalu mendirikan Kerajaan Sunda (669 M dan puteri yang kedua bernama Dewi
Sobakancana menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang mendirikan

Kerajaan Sriwijaya (671 M)
2.5 Kepemimpinan Ratu Sima
Tahun 500 M Pulau Sumatera dikuasai dua kerajaan kuat, yaitu Kerajaan Pali
(Utara) dan Kerajaan Melayu Sribuja (di timur) yang beribukota Palembang.
Sedangkan Kerajaan Sriwijaya baru merupakan kerajaan kecil di Jambi. Tahun 676
M Kerajaan Pali dan Mahasin (Singapura) ditaklukan Sriwijaya. Tahun 683 M,
Kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukan Kerajaan Melayu. Ekspansi Sriwijaya
terhadap Kerajaan Melayu yang masih memiliki kekerabatan dengan Kalingga

19 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

tentu sangat mengganggu hubungan dengan Kalingga. Maka, Sriwijaya mencoba
mencairkan hubungan dengan Kerajaan Sunda dan Kalingga. Langkah diplomatik
dilakukan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Sunda yang sama-sama,
sebagai menantu Maharaja Linggawarman dalam sebuah prasasti yang ditulis
dalam dua bahasa, Melayu dan Sunda, jalinan persaudaraan dan persahabatan
kemudian dikenal dengan istilah Mitra Pasamayan (inti isi perjanjiannya, untuk
tidak saling menyerang dan harus saling membantu).
Kerajaan Kalingga pun ditawari persahabatan, namun Kalingga menolak
karena sakit hati atas penyerangan Sriwijaya terhadap Melayu, yang merupakan
kerabat Kalingga mengingat Ratu Shima -menurut sebuah pendapat- Sang Ratu dan
ibunda Kartikeyasinga berasal dari wilayah Kerajaan Melayu Sribuja yang
beribukota di Palembang. Ketegangan antara Sriwijaya dan Kalingga menajam
sehingga keduanya sudah mempersiapkan pasukan dalam jumlah besar namun,
masih dapat dilerai oleh Sri Maharaja Tarusbawa dari Kerajaan Sunda, sebagai
sahabat dan kerabat sehingga Sri Jayanasa mengurungkan niatnya menyerang
Kalingga, karena Kalingga adalah kerabat Kerajaan Sunda. Keadaan ini
berlangsung hingga Sri Jayanasa mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh
Darmaputra (692-704).
Sang Ratu Shima, dalam pemerintahannya, Kerajaan Kalingga aman karena
beralinasi dengan Kerajaan Sunda dan Galuh. Terutama karena sikap tegas dan dia
sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas
untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar
rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang
meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alunalun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar
tentang kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak
seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari

20

tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja
menyentuh kantung itu dengan kakinya. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan
hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan
memohon agar Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang
pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan miliknya
itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga
sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus
penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan
apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di
sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua
kepercayaan Hindu Budha). Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima juga
mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem
pengairan yang diberi nama Subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian
melahirkan

istilah

Tanibhala,

atau

masyarakat

yang

mengolah

mata

pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam. Kerajaan Kalingga
beratus tahun yang lalu bersinar terang emas penuh kejayaan. Memiliki Maharani
Sang Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di
banyak negeri. Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya luar biasa, amat
dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada
satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadap muka dengannya, apalagi
menantang. Situasi ini justru membuat Ratu Shima amat resah dengan kepatuhan
rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan
menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, tak ada yang berani menentang
sabda pandita ratunya.

21 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

BAB III
PENDAPAT

3.1 Gaya dan Teori yang Digunakan Kepemimpinan Ratu Sima
Menurut pendapat saya teori kepemimpinan yang sesuai dengan kepemimpinan
Ratu Sima adalah Teori Sifat karena teori sifat mengidentifikasi kepribadian
tertentu atau karakteristik perilaku yang sama pada umumnya pemimpin. Sebagai
contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi, kepercayaan diri dan keberanian, semuanya
adalah sifat potensial yang bisa dikaitkan dengan pemimpin besar.
Hal ini dapat terlihat dari sifat Ratu Sima terutama karena sikap tegas dan dia
sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas
untuk memberantas pencurian dan kejahatan, bahkan Ratu Sima menghukum
putanya sendiri karena tidak sengaja menyentuh kantong berisi emas bukan
miliknya tanpa sengaja. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya,
akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan
niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh
barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang
pangeran.
Sedangkan gaya kepemimpinan Ratu Sima termasuk dalam gaya kepemimpinan

Otokratis. Karena meletakkan seorang pemimpin sebagai sumber kebijakan.
Pemimpin merupakan segala-galanya. Bawahan dipandang sebagai orang yang
melaksanakan perintah. Oleh karena itu bawahan hanya menerima instruksi saja
dan tidak diperkenankan membantah maupun mengeluarkan ide atau pendapat.
Dalam posisi demikian anggota atau bawahan tidak terlibat dalam soal
keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini segala sesuatunya ditentukan oleh
pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak pada pemimpin.
Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian adalah gaya pemimpin yang
memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si

22

pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan.
3.2 Hasil Pemerintahan Ratu Sima
Sang Ratu Shima, dalam pemerintahannya, Kerajaan Kalingga aman karena
beralinasi dengan Kerajaan Sunda dan Galuh. Terutama karena sikap tegas dan dia
sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas
untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar
rakyatnya senantiasa jujur.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga
sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus
penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan
apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di
sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua
kepercayaan Hindu Budha). Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima juga
mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem
pengairan yang diberi nama Subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian
melahirkan

istilah

Tanibhala,

atau

masyarakat

yang

mengolah

mata

pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam. Kerajaan Kalingga
beratus tahun yang lalu bersinar terang emas penuh kejayaan. Memiliki Maharani
Sang Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di
banyak negeri. Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya luar biasa, amat
dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada
satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadap muka dengannya, apalagi
menantang. Situasi ini justru membuat Ratu Shima amat resah dengan kepatuhan
rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan
menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, tak ada yang berani menentang
sabda pandita ratunya.

23 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

3.3 Hal positif yang dapat dijadikan pedoman dan contoh dari gaya
kepemimpinan Ratu Sima
Hal yang baik dan dapat dicontoh dari kepemimpinan Ratu Sima adalah dengan
penanaman nilai kejujuran yang sangat di tekankan pada rakyatnya maka dapat
menjadikan kondisi yang aman dan rakyatnya memiliki budi pekerti yang baik.
Selain itu inovasi yang berkembang harus dijadikan acuan pada saat ini karena
dengan itu dapat menjadika suatu Negara maju. Rasa toleransi beragama juga sudah
ada pada masa kepemimpinan Ratu Sima, sehingga hal ini perlu dipertahankan agar
tercipta suasana yang damai dan aman di masyarakat.

24

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kepemimpinan Ratu Sima sesuai dengan teori kepemimpinan sifat karena teori
sifat mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama
pada umumnya pemimpin. Kepribadian tertentu dari Ratu Sima adalah sikap
tegasnya menghukum ketidakjujuran. Sedangkan untuk gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh Ratu Sima adalah gaya kepemimpinan Otokratis, karena
meletakkan seorang pemimpin sebagai sumber kebijakan.
Dari teori dan gaya kepemimpinan tersebut menjadikan masa keemasan bagi
Kalingga sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum
sekaligus penasaran. Perkembangan inovasi dalam bidang pertanian, serta toleransi
umat beragama juga menjadikan masa kepemipinan ini menjadi masa yang berjaya.

4.2 Saran

1) Menumbuhkan semangat penerus bangsa, sehingga dapat menjadi pemimpinan
yang dapat berguna dimasa depan.
2) Meneladani dan mencontoh gaya kepemimpinan Ir. Soekarno yang baik dan dapat
diterapkan pada saat ini.

25 | Y u l i a S t e v a n i 6 4 1 1 4 1 4 1 0 7

DAFTAR PUSTAKA
Yukl, Gary A. 1989. Leadership in Organizations. Edisi Kedua. New Jersey: PrenticeHall International, Inc.
Hughes, Ginnett & Curphy (2012). Leadership:Enhancing the Lessons of Experiences.
Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.
Sweeney, P. D. & McFarlin, D. B. (2002). Organizational Behavior: Solutions for
Management, McGraw-Hill: New York, NY.
Northouse, Peter. G (2013). Kepemimpinan: Teori dan Praktik. Edisi Keenam. Jakarta:
Indeks. RISENSI BUKU: KEPEMPINAN: TEORI DAN PRAKTIK
Gibson, James L, John M. Ivancevich dan James H. Donnelly Jr, 2000. Organizations:
Behaviour, Structure and Process, McGraw-Hill Companies Inc, Boston.

Watkins, Peter. (1992). A Critical Review of Leadership Concpets and Research: The
Implication for Educational Administration. Geelong: Deakin University Press.

Mumford. M. D., Zaccaro, S. J., Harding, F. D., Jacobs, T. O., & Fleishman, E. A.
(2000). Leadership skills for a changing world: Solving complex social problems.
Leadership Quarterly 11(1), 11–35.

Djafri, Novianty. “MUSAWA Journal for Gender Studies”, Vol.6, No.1 1Juni 2014,
ISSN 2085-0255
Bass, B.M. (1997). Does Transactional-Transformational Leadership Paradigm Transcend
Organizational and National Boundaries?. Journal American Psychologist. 52:130139.

Biografi Ratu Sima dalam Ensiklopedia Wikipedia artikel diakses pada 10 Oktober
2016 dari http://id.wikipedia.org/wiki/BiografiRatuSima
Hardasulistya, D. (2009). Peranan Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi. Artikel.
http://danangharda.blogspot.com/2009/12/peranan-gaya-kepemimpinandalam.html diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.

26

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63