Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis.Basil ini juga bisa menyerang organ lain selain paru,
contohnya adalah ginjal, otak, dan tulang belakang. Tuberkulosis merupakan salah
satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Di Indonesia, penyakit ini
merupakan penyakit infeksi terpenting setelah eradikasi penyakit malaria.11

2.2. Etiologi
Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang, tidak berkapsul, aerob, yang
tidak mempunyai spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, sekali diwarnai bakteri
ini menahan penghilangan warna oleh asam atau alkohol sehingga disebut sebagai
basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas dan
sensitif terhadap sinar matahari, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan
dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Saat berada di dalam
dahak, Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada
dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini dalam suhu

kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20˚ C
selama 2 tahun.Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0.12
Pada jaringan, basil tuberkulosis berupa batang lurus dan tipis berukuran
sekitar 0,4 x 3 µm. Komponen utama penyusun dinding sel M. tuberculosis adalah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat atau disebut
juga cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang mengambil peranan dalam
virulensi.12
Asam mikolat sendiri merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)
yang dihubungkan oleh arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Selain itu, dinding sel M. tuberculosis
juga memiliki unsur lain yaitu polisakarida seperti arabinogalaktan dan

Universitas Sumatera Utara

7

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks inilah yang membuat M.
tuberculosis bersifat tahan asam.8
Mikobakteri tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok bakteri gram-positif
maupun gram-negatif. Ketika diwarnai dengan pewarnaan dasar, bakteri tersebut

tidak dapat dihilangkan warnanya oleh alkohol, kecuali dengan iodin. Sifat tahan
asam bergantung kepada integritas selubung lilin. Pewarnaan teknik ZiehlNeelsen dilakukan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada apusan sputum atau
potongan jaringan, mikobakteri dapat terlihat dengan warna kuning-oranye
fluoresens setelah diwarnai dengan pewarnaan fluorokrom (mis, auramine,
rhodamine).12
Untuk media sebagai kultur primer mikobakterium sebaiknya mencakup media
nonselektif dan selektif. Media selektif mengandung antiobiotik untuk mencegah
pertumbuhan berlebihan bakteri dan jamur kontaminan. Untuk media agar
semisintetik contohnya adalah Middle brook 7H10 dan 7H11. Untuk media
sintetik ialah media telur kental contohnya adalah Löwenstein-Jensen. Ada juga
media kaldu contohnya adalah Middlebrook 7H9 dan 7H12.12

2.3. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak
sampai ribuan tahun sebelum masehi dan dikenal sebagai penyakit mematikan.
Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyakitnya, penyakit ini masih
termasuk penyakit mematikan. Negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika
Utara, angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara
tajam.13
Angka kematian karena TB paru sekitar 3 juta penderita tiap tahun dan

keadaan ini hampir 75% didapat di Negara berkembang dengan sosio-ekonomi
yang rendah.11
Sebanyak 19-43% penduduk dunia saat ini terinfeksi TB.Frekuensi penyakit
TB paru di Indonesia saat ini masih terbilang tinggi dan menduduki urutan ke-3 di
dunia. TB menjadi problema utama untuk masalah kesehatan di Indonesia baik
dalam hal kesakitan maupun kematian.13

Universitas Sumatera Utara

8

2.4. Faktor Risiko TB
Selain daripada faktor-faktor etiologi, terdapat juga beberapa faktor risiko
yang dapat memicu terjadinya TB.
1. Jenis kelamin.
Ratio pria dan perempuan terhadap prevalensi TB adalah 1,5-2,1 di
seluruh dunia.14
2. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok
usia produktif yaitu 15-50 tahun. Anak-anak memiliki risiko yang

cukup tinggi untuk terkena TB karena sistem imunnya yang belum
sempurna. Mayoritas anak-anak yang berumur di bawah 2 tahun
terkena infeksi TB yang berasal dari lingkungan rumahnya sendiri,
sedangkan anak-anak yang berusia di atas 2 tahun terinfeksi TB yang
berasal dari lingkungan komunitas.Orang tua juga rentan untuk terkena
TB karena sistem imunnya

yang semakin menurun seiring

bertambahnya usia.15

15%
24%
15 - 20 tahun
21 - 30 tahun
31 - 40 tahun
30%
41 - 59 tahun
31%


Gambar 1: Distribusi Kasus TB Berdasarkan Kelompok Usia Produktif (15-49
Tahun) di Indonesia.16

3. Status Gizi
Secara teori, malnutrisi akan berdampak dalam melemahnya daya
tahan tubuh. Saat daya tubuh melemah maka akan semakin mudah

Universitas Sumatera Utara

9

terinfeksi TB. Faktor ini sangat berperan pada negara-negara
berkembang dan tidak mengenal usia.17
4. Sosio Ekonomi
Prevalensi masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi
rendah lebih banyak terserang penyakit TB dibandingkan masyarakat
dari kalangan sosioekonomi menengah-tinggi. Hal ini berpengaruh
terhadap lingkungan yang tidak bersih dan pemukiman yang terlampau
padat sehingga hal ini mempengaruhi juga dalam hal bahan bakar
memasak yang digunakan. Lingkungan yang tidak bersih dan

pemukiman yang terlampau padat menjadi sangat potensial dalam hal
penyebaran kuman TB.16,17
5. Pendidikan
Status pendidikan seseorang juga dapat menjadi faktor risiko seseorang
terkena TB.Rendahnya pendidikan seseorang mempengaruhi sikap
seseorang tersebut dalam mencari tahu mengenai kesehatannya. Hal
tersebut juga berpengaruh dalam mencari pelayanan kesehatan.17
6. Diabetes
Data menunjukkan bahwa orang yang menderita diabetes akan berisiko
tiga kali lipat untuk terserang TB dibandingkan orang yang tidak
menderita diabetes. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa risiko
kematian pasien TB yang menderita diabetes 1,89 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien TB yang tidak menderita diabetes.15
7.Immunocompromised
Keadaan immunocompromised merupakan salah satu faktor risiko
penyakit TB.Pada infeksi HIV, terjadi penurunan drastis pada sistem
imun sehingga kuman TB yang inaktif mengalami aktivasi.Pandemi
infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara
bermakna di beberapa negara. Diperkirakan risiko terjadinya sakit TB
pada pasien HIV dengan tuberkulin positif 7%-10% per tahun,

dibandingkan dengan pasien non-HIV yang risiko terjadinya sakit TB
5%-10% selama hidupnya.18

Universitas Sumatera Utara

10

8. Faktor Toksik
Kebiasaan merokok dan meminum alkohol juga merupakam faktor
risiko seseorang lebih mudah terkena TB karena sistem imunnya
melemah. Risiko orang yang merokok 2,3-2,7 kali lebih tinggi
dibandingkan yang tidak merokok untuk terkena TB. Sedangkan risiko
orang yang rutin meminum alkohol dibandingkan orang yang tidak
minum alkohol untuk terkena TB adalah 2,6 kali lebih tinggi.15
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana, prevalensi lakilaki dan perempuan untuk terkena TB hampir sama atau tidak memiliki
perbedaan. Sedangkan faktor risiko pendidikan, prevalensi pendidikan rendah
lebih tinggi untuk terkena TB dibandingkan pendidikan sedang ataupun
pendidikan tinggi. Untuk faktor risiko merokok, prevalensi perokok aktif untuk
terkena TB lebih tinggi dibandingkan prevalensi perokok pasif ataupun bukan
perokok.19


2.5. Patogenesis TB
Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis bisa melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka di kulit. Penularan TB yang
paling sering adalah melalui infeksi saluran pernafasan atau airborne infection.
Proses penularan TB dimulai ketika seseorang terkena infeksi droplet yang
mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis. Setelah itubakteri akan tumbuh
lambat di dalam tubuh dan bertahan di dalam lingkungan intra selular dan
mengalami fase dorman sebelum akhirnya tereaktivasi. Pengertian utama dari
patogenesis kuman TB adalah kemampuan kuman yang berhasil lolos dari
mekanisme tubuh host, termasuk sistem hipersensitivitas tipe lambat dan
makrofag. Droplet nukleus dikatakan bersifat infeksi apabila mengandung
sejumlah 1-10 basil.20
Basil-basil tuberkel yang terinhalasi akan mencapai permukaan alveolus
menjadi suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada di dalam
alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah
paru, akan timbul reaksi peradangan yang dibangkitkan oleh basil-basil tuberkel.

Universitas Sumatera Utara


11

Leukosit polimorfonuklear akan muncul di tempat tersebut dan memfagositkan
bakteri itu, namun tidak membunuhnya. Beberapa hari pertama, fungsi leukosit
akan digantikan oleh makrofag. Bagian alveoli yang terserang akan mengalami
suatu kondisi yang disebut konsolidasi. Bakteri akan terus difagositosis atau
berkembang biak di dalam sel, itu tergantung dari sistem imun host. Basil juga
akan menyebar ke kelenjar getah bening regional melalui aliran getah bening.
Selanjutnya akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) yang diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional).8,19

Gambar 2: Patogenesi Tuberculosis8

2.5.1. Tuberkulosis Primer
Daerah konsolidasi meradang di alveoli yang terinfeksi oleh M. tuberculosis
akan membentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil yang disebut fokus Ghon
atau sarang primer. Sarang primer disebut juga afek primer. Afek primer akan

Universitas Sumatera Utara


12

membentuk kompleks primer bersama-sama dengan limfangitis regional. Semua
proses ini membutuhkan waktu 3-8 minggu. Nasib kompleks primer ini nantinya
sebagai berikut:
1. Sembuh tanpa meninggalkan bekas sama sekali (restitution ad
integrum).8
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan bakteri bersifat
dormant (mis, sarang Ghon, garis fibrotik)8
3. Akan menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, yaitu menyebar ke daerah sekitarnya
Contohnya adalah epituberkulosis, adalah kejadian penekanan
bronkus.Biasanya yang mengalami penekanan adalah bronkus
lobus medius oleh karena kelenjar hilus yang membesar akibat
infeksi M. tuberculosis sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas yang berhubungan. Hal ini dapat menyebabkan
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang mengalami obstruksi ke lobus paru yang
mengalami atelektasis dan terjadilah peradang di lobus

tersebut. Kejadian ini dikenal sebagai epituberkulosis.8
b. Bronkogen, yaitu melalui saluran pernafasan baik di paru
bersangkutan ataupun ke paru sebelahnya.8
c. Hematogen dan limfogen, yaitu melalui pembuluh darah dan
pembuluh limfe.8
Penyebaran ini tergantung dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi dari
kuman tersebut. Sarang infeksi yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan
apabila sistem imun adekuat. Penyebaran melalui hematogen dan limfogen dapat
menimbulkan penyakit yang lebih parah lagi seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy, dan juga tuberkulosis pada
organ lain seperti tulang, ginjal, genital, dan sebagainya. Komplikasi dari
penyebaran ini dapat berakhir dengan:
A. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (mis, gagal tumbuh pada
anak setelah terkena ensefalomeningitis), atau

Universitas Sumatera Utara

13

B. Meninggal.8
2.5.2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis postprimer akan timbul bertahun-tahun setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Banyak istilah yang digunakan
selain tuberkulosis postprimer seperti: progressive tuberculosis, adult type
tuberculosis, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. TB
post primer terjadi setelah tubuh mengalami respon imun spesifik yang dipicu
oleh dua cara yaitu melalui inhalasi kuman baru atau reaktivasi basil TB yang
sebelumnya dalam keadaan dorman karena penurunan daya tahan tubuh.
Penurunan daya tahan tubuh ini dapat disebabkan oleh karena proses menua,
alkoholisme, malnutrisi, sakit berat, diabetes mellitus, dan HIV/AIDS.8,11
Gambaran klasik TB paru post primer ditandai dengan dimulai dengan sarang
kecil dini, umumnya terletak di segmen apikal lobus superior ataupun lobus
inferior. Hal ini disebabkan oleh tekanan oksigen di daerah apeks paru lebih tinggi
sehingga basil TB dapat berkembang lebih baik karena basil TB bersifat aerob.
Sarang kecil ini awalnya membentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni akan mengalami salah satu jalan seperti:
1. Sarang tersebut akan diresopsi kembali dan sembuh dengan tidak ada
cacat yang tertinggal.8,11
2. Sarang tersebut akan meluas dan akan terjadi proses penyembuhan
dengan pembentukan jaringan fibrosis. Jaringan fibrosis ini nantinya
akan mengalami pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang yang sudah mengalami pengapuran ini nantinya
dapat teraktivasi kembali dengan membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa).8,11
3. Sarang pneumoni akan meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa) dan berakhir dengan pembentukan rongga atau kavitas.
Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
mengalami penebalan sehingga disebut kaverne (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:

Universitas Sumatera Utara

14

a. Bertambah luas dan menyebabkan timbulnya sarang pneumoni
yang baru. Sarang pneumoni yang baru terbentuk ini akan
mengikuti alur perjalan seperti yang disebutkan di atas.8,11
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut
sebagai tuberkuloma. Tuberkuloma bisa mengapur dan
menyembuh, tetapi bisa juga aktif kembali dengan mencair dan
berubah menjadi kavitas lagi.8,11
c. Sembuh dan bersih disebut juga open healed cavity atau kavitas
yang menyembuh dan membungkus diri lalu setelahnya
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).8,11
Kaverne dapat menyebabkan peradangan pada arteri yang terdapat di dinding
kaverne. Peradangan arteri itu akan menimbulkan aneurisma yang disebut
aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteri pulmonalis.
Bila aneurisma ini pecah, maka timbullah gejala batuk berdarah.8,11

Gambar 3: Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya.8

2.6. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA):
TB paru dibagi atas:
a.

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Universitas Sumatera Utara

15



Minimal dua dari tiga spesimen dahak pemeriksaan SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu) menunjukkan hasil BTA positif.8,21



Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan pada pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.8,21



Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan hasil biakan positif.8,21

b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:


Hasil pemeriksaan spesimen dahak tiga kali menunjukkan BTA
negatif, tetapi gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif.8,21



Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif,
hasil biakan positif.8,21

2. Berdasarkan tipe pasien8,21
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Pasien belum pernah menerima pengobatan dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah mengkonsumsi OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).8,21
2. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya sudah pernah menerima
pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian terjadi reaktivasi lagi dan datang berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau hasil biakan
positif.8,21
Bila curiga lesi aktif kembali berdasarkan adanya perubahan pada
hasil gambaran radiologi, harus dipikirkan beberapa kemungkinan
yaitu infeksi sekunder, infeksi jamur, atau TB paru kambuh.8,21

Universitas Sumatera Utara

16

3. Kasus pindahan (Transfer In)
Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan OAT di suatu
kabupaten lalu pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah dari kabupaten
sebelumnya.8,21
4. Kasus lalai berobat
Pasien yang sudah melakukan pengobatan OAT paling kurang satu
bulan dan berhenti mengkonsumsi selama dua minggu atau lebih,
kemudian datang kembali untuk berobat. Umumnya pasien tersebut
kembali dengan hasil pemeriksaan spesimen dahak BTA positif.8,21
5. Kasus gagal


Pasien BTA positif yang pada pemeriksaan spesimen dahak
hasil BTA masih tetap positif atau kembali positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum berakhir pengobatan).8,21



Pasien BTA negatif dengan gambaran radiologi positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau pada
saat

pemeriksaan

radiologi

ulang

hasilnya

adalah

perburukan.8,21
6. Kasus kronik
Pasien dengan pemeriksaan spesimen dahak BTA masih positif
setelah selesainya masa pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.8,21
7. Kasus bekas TB


Hasil

pemeriksaan

dahak

(ataupun

biakan

apabila

memungkinkan) secara mikroskopik menunjukkan hasil negatif
dan gambaran radiologi paru menunjukkan hasil lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologi serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Adanya riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.8,21


Kasus dengan hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan
gambaran meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat

Universitas Sumatera Utara

17

pengobatan OAT selama dua bulan ternyata tidak ada
perubahan pada gambaran radiologi.21

2.7. Gambaran Klinik
Gejala klinik dari penyakit TB paru tidak memiliki suatu ke-khas-an. Gejala
klinik sangat bervariasi mulai dari suatu penyakit yang tidak menunjukkan gejala
dengan suatu bentuk penyakit dengan gejala sangat terlihat. Gejala yang dijumpai
dapat berupa akut, sub akut, tetapi lebih sering menahun.8,11
2.7.1. Gejala respiratorik
1. Batuk
Gejala yang timbul paling dini adalah batuk. Batuk juga merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Gejala batuk masih dalam
tahap ringan sehingga sering diasumsikan oleh karena rokok. Biasanya
penderita akan mengeluhkan adanya sekret saat bangun pagi hari yang
terkumpul pada waktu penderita tidur.8,11
Bila hal ini terus berlanjut, sekret yang dikeluarkan akan semakin
banyak dan batuk menjadi lebih dalam sehingga menganggu aktivitas
penderita. Apabila yang terserang trakea dan/atau bronkus, batuk akan
terdengar sangat keras dan berulang-ulang. Apabila yang terserang
laring, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough yaitu batuk
tanpa tenaga yang disertai suara serak.Biasanya batuk sudah dialami
lebih dari 3 minggu.8,11
2. Dahak
Dahak pada awalnya berupa mukoid dan jumlahnya sedikit, kemudian
seiring berjalan waktu, dahak akan menjadi mukopurulen (kuning atau
kuning kehijauan) sampai purulen. Apabila sudah terjadi proses
pengejuan dan perlunakan maka dahak akan menjadi kental.8,11

3. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan oleh penderita berupa garis darah, bercak
darah, gumpalan darah, atau darah segar dalam jumlah yang banyak

Universitas Sumatera Utara

18

(profus). Batuk darah bukan merupakan initial symptom atau tanda
permulaan dari penyakit TB karena batuk darah merupakan tanda dari
terjadinya ekskavasi dan ulserasi pada pembuluh darah yang berada di
dinding kavitas yang menandakan proses tuberkulosis lanjut.8,11
Batuk darah masif terjadi apabila terjadi aneurisma Rasmussen pada
dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis
atau ada ulserasi trakeo-bronkial. Keadaan ini bersifat gawat darurat
karena dapat berujung pada kematian karena terjadi obstruksi saluran
napas akibat pembekuan darah.8,11
4. Nyeri dada
Nyeri dada pada penyakit TB termasuk nyeri pleuritik (tajam dan
seperti ditusuk) ringan timbul akibat batuk atau bernapas dalam.Bila
nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas. Nyeri pleuritik
dapat dirasakan di daerah aksilla, di ujung scapula, atau di tempat
lainnya.8,11
5. Wheezing
Wheezing adalah suara pernapasan dengan frekuensi tinggi yang
terdengar di akhir ekspirasi.Wheezing terjadi karena penyempitan
lumen endobronkus yang disebabkan oleh karena penumpukkan sekret,
bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi, dan lainlain.8,11
6. Dispnea
Dispnea sering juga disebut sebagai sesak napas. Dispnea merupakan
tanda dari proses lanjut tuberkulosis paru atau disebut juga late
symptom. Dispnea terjadi karena adanya restriksi dan obstruksi saluran
pernapasan serta loss of vascular bed/vascular thrombosis yang dapat
berakibat

pada

gangguan

difusi,

hipertensi

pulmonal

dan

korpulmonal.8,11

Universitas Sumatera Utara

19

2.7.2. Gejala sistemik
1. Demam
Demam merupakan gejala yang paling sering dijumpai.Demam
juga merupakan gejala paling penting. Biasanya suhu tubuh akan
sedikit meningkat pada waktu siang ataupun sore hari. Suhu tubuh
meningkat adalah tanda proses penyakit berkembang menjadi
progresif.8,11
2. Mengigil
Hal ini dapat terjadi apabila suhu tubuh naik dengan cepat, tetapi
tidak diikuti dengan pengeluaran panas (kalor) dengan kecepatan
yang sama.8,11
3. Keringat malam
Keringat malam merupakan gejala patognomonik untuk penyakit
tuberkulosis. Gejala patognomonik adalah gejala karakteristik
suatu penyakit. Keringat malam umumnya timbul apabila proses
tuberkulosis telah lanjut, kecuali pada penderita dengan vasomotor
labil, gejala ini dapat timbul lebih dini. Keringat dingin dapat
disertai nausea, takikardia, dan sakit kepala apabila timbul
panas.8,11
4. Gangguan menstruasi
Gangguan menstruasi terjadi apabila proses tuberkulosis telah
lanjut.11
5. Anoreksia
Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi dari
toksemia pada tuberkulosis yang timbul belakangan.Gejala ini
sering dikeluhkan jika prosesnya progresif.11
6. Lemah badan
Penderita mengeluhkan lemah badan yang disebabkan oleh kerja
berlebihan, kurang tidur, dan keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan. Gejala ini biasanya disertai oleh perubahan sikap
dan temperamen (mis, penderita menjadi mudah tersinggung),

Universitas Sumatera Utara

20

fokus perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan,
anak yang menjadi tidak aktif, atau penderita yang terlihat
neurotik.8,11
Tidak semua gejala-gejala di atas akan di alami oleh penderita TB. Menurut
penelitian Putri Puspitasari dkk yang melakukan penelitian di daerah Manado,
penderita TB paling banyak memiliki gejala klinik yaitu batuk lalu diikuti dengan
keringat malam setelah itu penurunan berat badan, batuk berdarah, dan sesak
napas. Gejala klinik yang paling sedikit dialami oleh penderita TB adalah
demam.22
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Towhidi dkk, umur
penderita memiliki hubungan dengan gejala klinis yang dialaminya. Hasil
penelitiannya mengatakan bahwa pasien yang lebih mudah lebih sering terkena
demam, penurunan berat badan, keringat malam, batuk, dan batuk berdarah.23
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan

diagnosis

tuberkulosis

dapat

melalui

anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi,
radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.11
Melalui anamnesa dapat kita ketahui gejala-gejala klinik apa saja yang dialami
oleh pasien. Dari gejala klinik kita dapat juga membuat diagnosis banding dari
tuberkulosis.8

Universitas Sumatera Utara

21

Gambar 3: Logaritma diagnosis pasien TB.7

2.8.1. Pemeriksaan Fisik
Kelainan pemeriksaan fisik pada penderita tuberkulosis terletak pada
paru.Kelainan yang didapat tergantung daripada luas kelainan struktur paru.
Gejala dini yang dijumpai pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak
ditemukan kelainan. Kelainan paru biasanya terletak di daerah lobus bagian
superior terutama daerah apeks yang mengandung banyak oksigen dan lobus
posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Hal lain yang dapat
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik ialah suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan
mediastinum.8
Pada kasus pleuritis tuberkulosis, kelainan yang didapatkan pada saat
pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga pleura. Pada saat
dilakukan perkusi akan didapati pekak. Lalu, pada saat auskultasi akan terdengar
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar di daerah yang terdapat cairan.8

Universitas Sumatera Utara

22

Pada kasus limfadenitis tuberkulosis, akan dijumpai pembesaran kelenjar
getah bening yang umumnya di daerah leher ataupun di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar getah bening ini dinamakan cold abscess.8,11

Gambar 5: Apeks lobus superior dan apeks lobus inferior.8

2.8.2. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi merupakan pemeriksaan standar baku yang
digunakan untuk mendiagnosis TB.
a. Spesimen
Spesimen yang dipakai untuk pemeriksaan bakteriologi dalam kasus
tuberkulosis adalah sputum segar, bilasan lambung, urin, cairan pleura,
cairan serebrospinal, cairan sendi, bahan biopsy, darah, atau bahan lain
yang dicurigai.12
Dahak yang diambil ialah dahak 3 kali (SPS). Cara pengambilan dahak
SPS ialah Sewaktu yaitu saat kunjungan, Pagi yaitu saat keesokan harinya,
dan Sewaktu yaitu pada saat mengantarkan dahak pagi. Atau dilakukan
setiap pagi selama 3 hari berturut-turut.8
b. Dekontaminasi dan pemekatan spesimen
Spesimen yang tidak steril seperti sputum harus dicairkan dengan Nacetyl-L-cystein, didekontaminasi dengan NaOH (untuk membunuk
bakteri-bakteri dan jamur lainnya), dinetralkan oleh buffer, dan
dikonsentrasikan dengan sentrifugasi. Setelah melalui proses dengan cara
ini, spesimen dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam maupun

Universitas Sumatera Utara

23

kultur. Spesimen yang diambil dari daerah steril seperti cairan
serebrospinal tidak memerlukan proses dekontaminasi dan dapat langsung
disentrifugasi hingga diperiksa dan dikultur.12
c. Cara pemeriksaan bakteriologi
Spesimen yang diambil diperiksa untuk menemukan basil tahan asam
dengan melakukan pewarnaan tahan asam. Umumnya pewarnaan bilasan
lambung dan urin tidak direkomendasikan karena mungkin mengandung
mikobakteri saprofit dan memberikan hasil positif (false positif). Cara
pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
mikroskopik dan biakan.12
Pemeriksaan

mikroskopik

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan

mikroskopik biasa yaitu melakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen.Selain
mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresens juga dapat digunakan dengan
melakukan

pewarnaan

auramine-rhodamine.

Pewarnaan

auramine-

rhodamine lebih sensitif dibandingkan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jika
basil tahan asam ditemukan di dalam spesimen yang tepat, maka hal ini
menjadi bukti presumptif infeksi mikobakteri.12
1. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak 3 kali pemeriksaan adalah, bila:
a) 3 kali positif atau 2 kali positif dengan 1 kali negatif = BTA positif
b) 1 kali positif, 2 kali negatif = ulang tes BTA 3 kali, kemudian
Bila 1 kali positif, 2 kali negatif = BTA positif
Bila 3 kali negatif = BTA negatif.8
2. Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) sesuai
dengan rekomendasi WHO, bila:
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang = negatif
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang = dituliskan jumlah
bakteri yang ditemukanDitemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang
pandang = +(1+)
c) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang = ++(2+)
d) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang = +++(3+)8

Universitas Sumatera Utara

24

Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan menggunakan
metode konvensional adalah dengan cara Egg base media yaitu LowensteinJensen (yang dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan Agar base media yaitu Middle
brook.
Melakukan pembiakan ini perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti
dan dapat melihat Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT ada beberapa cara yaitu,
melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin, ataupun
melakukan pencampuran cyanogen bromide lalu setelah itu melihat pigmen yang
timbul.12
2.8.3. Pemeriksaan khusus
a. Pemeriksaan BACTEC
Menggunakan metode radiometrik dengan mendeteksi growth index CO2
hasil metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.12
b. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR dapat mendeteksi DNA M.tuberculosis.12
c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metode:


Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Teknik ini dapat mendeteksi respons humoral yaitu proses antigenantibodi yang terjadi.12



Immunochromatographic tuberculosis (ICT)
Uji ICT dapat mendeteksi antibody M. tuberculosis dalam
serum.Uji ICT menggunakan 5 antigen spesik yang berasal dari
membran sitoplasma M.tuberculosis.12

d. Pemeriksaan penunjang lain


Analisa cairan pleura
Pemeriksaan

ini

perlu

dilakukan

pada

pasien

efusi

pleura.Interpretasi hasil analisa yang mendukung diagnosis adalah
apabila uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat. Lalu didapati
sel limfosit dominan dan glukosa rendah pada analisa cairan
pleura.12

Universitas Sumatera Utara

25



Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan jaringan dapat diambil melalui biopsi atau otopsi.Biopsi
dapat dilakukan dengan biopsi aspirasi yang menggunakan jarum
halus pada kelenjar getah bening, biopsi pleura yang menggunakan
torakoskopi atau jarum abram, dan biopsi jaringan paru yang
menggunakan bronkoskopi.12



Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin tidak menjadi indikator yang spesifik pada
kasus tuberkulosis. Laju endap darah (LED) pada jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator proses penyembuhan
pasien. Kadar limfosit kurang spesifik.12



Uji tuberkulin
Tes tuberkulin yang positif menunjukkan kalau seseorang telah
terinfeksi tuberkulosis pada masa lalu. Uji tuberkulin tidak dapat
menentukan apakah penyakit aktif atau bersifat sebagai imunitas
terhadap penyakit. Orang yang melakukan tes tuberkulin dan
hasilnya positif memiliki resiko untuk terjadinya reaktivasi infeksi
primer.12

2.9. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi khususnya foto toraks merupakan pemeriksaan yang
penting untuk menegakkan diagnosis TB. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan peralatan radiologi mengenai teknik pemeriksaan radiologi
toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini menjadi suatu
keharusan rutin.12
Dengan penggunaan yang tepat, foto toraks dapat mendeteksi TB paru dini
atau early preclinical stage untuk mencegah bentuk penyakit kronis dan
pembentukan sekuel. Apabila penderita terkena infeksi kuman TB sebanyak 10
mg kuman maka pada foto toraks sudah terlihat luas lesi. Kelainan foto toraks
baru akan terlihat setelah 10 minggu terinfeksi kuman TB. Foto toraks juga

Universitas Sumatera Utara

26

memiliki peran untuk menilai luas lesi serta komplikasi pada pasien dengan
sputum BTA (+). Sedangkan TB paru sputum BTA(-) dapat ditegakkan diagnosis
dengan gejala klinis dan temuan foto toraks yang sesuai dengan TB.20,24
Pada akhir pengobatan TB, pemeriksaan foto toraks memegang peranan
sebagai penilai sekuele di paru dan pleura. Pemeriksaan foto toraks juga dapat
dipakai sebagai penilaian kasus TB kambuh. Foto toraks penderita yang telah
menyelesaikan pengobatan TB menunjukkan gambaran lesi-lesi paru yang
menghilang atau bisa juga menunjukkan lesi-lesi yang tidak aktif seperti fibrosis,
kalsifikasi, atelektasis, ataupun penebalan pleura. Komplikasi TB (mis,
bronkiektasis, jamur, dan luluh paru) dapat juga terlihat pada foto toraks.20
Diagnosis TB aktif berdasarkan temuan foto toraks, yaitu:
1. Foto toraks normal hanya ditemukan pada 5% penderitan TB paru
post primer, sedangkan 95% penderita lainnya menunjukkan
kelainan.20
2. Untuk kasus TB paru, foto toraks dapat memperlihatkan minimal
1 dari 3 pola kelainan radiologi yaitu kelainan di apeks, adanya
kavitas, atau adanya nodul retikuler dengan sensitivitas 86% dan
spesifitas 83%. Apabila tidak terdapat satupun gambaran dari
ketiga pola itu, maka kemungkinan TB dapat disingkirkan.20
3. Pada foto toraks akan menunjukkan kelainan di apeks unilateral
atau bilateral.20
4. Tidak semua kasus TB memiliki kavitas. Hanya 19-50% kasus
yang memiliki kavitas. Kavitas TB biasanya berdinding tebal dan
irregular. Biasanya tidak dijumpai air-fluid level. Apabila terdapat
air-fluid

free,

hal

ini

menunjukkan

abses

anaerob

atau

superinfeksi.20
5. Penyebaran secara endobronkial dapat memberikan kelainan
gambaran

foto toraks berupa noduler yang berkelompok pada

lokasi tertentu paru.20
6. Foto lama penting digunakan untuk menilai aktivitas penyakit.
Kalsifikasi dapat dijumpai pada lesi-lesi aktif.8

Universitas Sumatera Utara

27

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB aktif, ialah:
a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus superior
paru dan segmen superior lobus inferior.
b) Adanya kavitas. Kavitas yang dijumpai lebih dari satu akan semakin
menunjukkan lesi TB aktif. Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak
berawan dan nodular.
c) Bayangan bercak milier
d) Umumnya dijumpai efusi unilateral. Efusi pleura bilateral jarang
dijumpai.8
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi dari TB inaktif, ialah:
a) Fibrotik
b) Kalsifikasi
c) Schwarte atau penebalan pleura8

Gambar 6: Patogenesis TB primer dan TB post primer secara gambaran radiologi.20

Universitas Sumatera Utara

28

American Thoracic Society menguraikan bahwa luas proses yang
tampak pada gambaran foto toraks dapat dibagi menjadi berikut:
1. Lesi minimal (Minimal lesion):
Lesi minimal terjadi bila proses tuberkulosis paru hanya mengenai
sebagaian kecil dari satu ataupun dua paru dengan luas yang tidak
melebihi volume paru yang terletak di chondrosternal junction dari iga
kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau vertebra
torakalis V dan tidak ditemukan adanya kavitas.8
2. Lesi sedang (Moderatly advanced lesion):
Lesi sedang terjadi apabila proses tuberkulosis paru lebih luas
dibandingkan lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang.
Luas proses yang terjadi tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah
seluruh proses yang terjadi paling banyak seluas satu paru, atau apabila
proses tuberkulosis yang terjadi mempunyai densitas lebih padat dan lebih
tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga luasnya pada
satu paru. Proses ini dapat/tidak dapat disertai dengan kavitas. Bila disertai
dengan kavitas, maka diameter semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.8
3. Lesi luas (far advanced):
Kelainan yang terjadi lebih luas daripada lesi sedang.8

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 7: pembagian luas lesi foto thorax menurut American Thoracic Society.24

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi, Mudatsir, dan Nurlina,
didapatkan dari jumlah sampel dengan diagnose TB paru paling banyak dijumpai
kelainan luas lesi far advanced yaitu sebesar 47,1%. Sedangkan untuk kelainan
luas lesi moderate advanced sebesar 35,3% dan untuk kelainan luas lesi minimal
sebesar 17,6%.25

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BTA SEWAKTU PASIEN TB PARU LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DAN TANPA INDUKSI FISIOTERAPI DADA EKSPEKTORASI DAHAK DI BALAI Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sputum Bta Sewaktu Pasien Tb Paru Lesi Luas Kasus Baru Dengan Dan Tanpa I

0 5 16

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BTA SEWAKTU PASIEN TB PARU LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DAN TANPA INDUKSI FISIOTERAPI DADA EKSPEKTORASI DAHAK DI BALAI Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sputum Bta Sewaktu Pasien Tb Paru Lesi Luas Kasus Baru Dengan Dan Tanpa I

0 4 13

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Kasus B

0 1 14

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL TAHAN Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa K

0 1 15

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 13

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 2

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 5

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru Chapter III VI

0 0 22

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

1 1 3

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 17