Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru Chapter III VI

30

BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Terinhalasi
M.tuberculosis

Patogenesis
M.tuberculosis di
paru
DIAGNOSIS

Pemeriksaan BTA pada
sputum

Luas Lesi:


Hasil :




Pemeriksaan BTA pada
sputum

1+
2+
3+





Minimal
Moderate
Far
Advanced


Faktor Resiko:

Umur

Status Gizi

Immunoco
mpromised



Faktor
Toksik

Faktor Virulensi Kuman
M. tuberculosis:
Faktor Perlekatan
Invasi ke sel inang dan
jaringan


Universitas Sumatera Utara

31

3.2. Kerangka Konsep

Variabel Independent
Luas Lesi pada Foto
Toraks Penderita TB
paru

Variabel Dependent
BTA Positif
Sputum Penderita
TB

3.3. Hipotesis
Terdapat hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif
sputum pada penderita TB paru.


Universitas Sumatera Utara

32

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik crosssectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik.26

4.2. Tempat penelitian dan periode penelitian
Tempat pelaksanaan dilakukan di poli paru rawat jalan RSUP Haji Adam
Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di kota Medan dan
dilakukan selama Maret sampai dengan Desember 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi Target

: Pasien dengan gejala klinis TB paru yang berobat di


tempat pelayanan kesehatan di Medan.
Populasi terjangkau

: Pasien TB paru yang rawat jalan di RSUP Haji

Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta selama MaretDesember 2016.

Estimasi besar sampling
Dengan ketetapan absolut (d) = 0,1
=

Maka,

=

�� 2 �

� 2




=

,9

2.

� �

,
. ,
, 2



=76

Jadi penelitian cross sectional ini membutuhkan paling sedikit 76 sampel.

Kriteria Inklusi :

-

Pasien dengan umur 18-65 tahun

-

Pasien TB paru kategori 1 (pasien baru)dengan BTA positif

Universitas Sumatera Utara

33

-

Pasien TB paru dengan gambaran foto toraks positif berupa bayangan
berawan/nodular, kavitas, bercak Milier, dan efusi.

-

Pasien TB paru yang bersedia mengikuti penelitian dan telah

menandatangani informed consent.

Kriteria Eksklusi :
-

Pasien TB dengan kondisi penyakit DM ataupun HIV.

-

Pasien TB dengan penyakit berat lainnya yang sedang mengikuti
kemoterapi.

-

Pasien TB yang sedang mengkonsumsi obat immunosupresive, misalnya
kortikosteroid.

4.4. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari rekam medik.

Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Pada teknik ini
semua subjek yang datanya memenuhi kriteria pemilihan dan berurutan
dimasukan ke dalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi. Kriteria subjek
adalah pasien TB paru yang berobat jalan di Medan yang termasuk kriteria inklusi
dan tidak didapati kriteria eksklusi.

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Untuk mengetahui adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara
variable dependen dan variable independen mengunakan analisis bivariat dengan
uji Chi-square. Uji Chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan variable
bebas dan variable terikat yang mana kedua variable bersifat kategorik. Melalui
uji statistic Chi-square akan diperoleh nilai p (p-value) dengan tingkat kemaknaan
0,05. Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain
terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diujikan. Namun,
apabila p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diujikan.

Universitas Sumatera Utara

34


4.6. Variabel

Variabel Independen = Kepositifan BTA sputum pada hapusan langsung
Variabel Dependen = Luas Lesi pada foto toraks pada penderita TB paru

Definisi Operasional
Variabel

BTA sputum

Definisi

Alat

Cara

Ukur

Ukur


Hasil Ukur

Pengukuran

Pemeriksaan

Rekam

Obser

Secara skala IULTD:

bakteriologi

Medik

vasi

- tidak ditemukan BTA

yang

dalam

dilakukan

pandang = negative

kepada pasien

- ditemukan 1-9 BTA

TB

dalam

dengan

memeriksa
sputum

Skala

100

100

Ordinal

lapangan

lapangan

pandang = jumlah bakteri
atau

- ditemukan 10-99 BTA

dahak

dalam

100

menggunakan

pandang = 1+

pewarnaan

- ditemukan 1-10 BTA

Ziehl-Neelsen

dalam

1

lapangan

lapangan

pandang = 2+
-

- ditemukan >10
BTA dalam 1
lapangan
pandang = 3+

Foto Toraks

Pemeriksaan

Rekam

radiologi yang

Medik

Baca

Klasifikasi ATA:
- lesi minimal : bila

dilakukan

hanya mengenai sebagian

kepada

kecil dari satu/dua paru

penderita
paru

TB

Ordinal

dengan luas tidak lebih
dari volume paru yang
terletak

di

chondro-

sternal junction dari iga

Universitas Sumatera Utara

35

kedua

dan

spinosus

prosesus

dari

vertebra

torakalis IV & tidak ada
kavitas.
- lesi sedang : lebih luas
dibandingkan

lesi

minimal dan luas proses
tidak boleh lebih luas
dari

satu

disertai

paru.

kavitas,

Bila
maka

diameter semua kavitas
tidak boleh lebih dari 4
cm.
- lesi luas : lebih luas dari
lesi sedang.
Umur

BMI

Usia penderita

Rekam

TB paru pada

Medik

Baca

- 18-25 tahun
- 26-35 tahun

saat

- 36-45 tahun

dilakukannya

- 46-55 tahun

penelitian

-56-65 tahun

Berat

badan

Rekam

dan

Tinggi

Medik

Baca

badan
penderita
saat

Interval

TB

pertama

Dengan rumus :

Ordinal

� � �
�� ���

- Underweight(30)

4.7. Perencanaan Waktu
Kegiatan dimulai dari pencarian literatur, pemilihan
masalah, pembuatan proposal sampai dengan penyusunan hasil
penelitian skripsi ini direncanakan selama 10 bulan mulai dari
Maret 2016 hingga Desember 2016. Tahapan penyusunan skripsi
ini akan dimuat dalam tabel 4.7.1.

Universitas Sumatera Utara

36

Tabel 4.7.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian

Kegiatan

Bulan ke
3

Persiapan
masalah

4

5

6

X

X

X

7

8

9

10

11

x

x

12

(Pemilihan X
dan

pencarian

literatur)
Bimbingan dan

X

pembuatan proposal
Seminar proposal
Penelitian lapangan
Bimbingan, pengolahan

X
X

x

X
X

data dan penyusunan hasil
penelitian

Universitas Sumatera Utara

37

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian
5.1.1Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan RSUP Haji Adam Malik dengan menggunakan rekam
medik yang diperoleh dari poli paru, beberapa puskesmas, dan praktik dokter
swasta. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan
Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi
Sumatera Utara, Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan
bagi mahasiswa dimulai sejak tanggal 6 September 1991 berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991. RSUP Haji Adam Malik Medan
memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri atas pelayanan medis dan non medis.
Selain itu, RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai
dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 yang merupakan rumah sakit
rujukan untuk wilayan pembangunan A meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah
satu sarana pelayanan kesehatan primer untuk masyarakat di Indonesia dan
berperan sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat. Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja.

5.1.2. Karakteristik Sampel
Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 90 penderita TB
paru kategori 1 atau kasus baru dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pasien
TB paru yang menjadi sampel telah diseleksi melalui kriteria inklusi dan eksklusi
sebelumnya.Semua data sampel diambil dari data sekunder berupa rekam medik.
Adapun karakteristik demografi pasien yang diteliti dalam penelitian ini
meliputi umur, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh.

Universitas Sumatera Utara

38

A. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur
Usia pasien dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal lahir,dihitung sampai
ulang tahun terakhir. Distribusi responden berdasarkan kategori usia dapat dilihat
dalam tabel dibawah.
Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia
Kategori Usia
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
18 – 25

26

28,9

26 – 35

24

26,7

36 – 45

13

14,4

46 – 55

16

17,8

56 – 65

11

12,2

Jumlah

90

100

Berdasarkan table 5.1. diketahui bahwa 26 orang (28,9%) sampel penelitian
berusia di antara 18-25 tahun, 24 orang (26,7%) sampel penelitian berusia di
antara 26-35 tahun, 13 orang (14,4%) sampel penelitian berusia di antara 36-45
tahun, 16orang (17,8%) sampel penelitian berusia di antara 46-55 tahun, dan 11
orang (12,2%) sampel penelitian berusia di antara 56-65 tahun.
B. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien yang menjadi sampel penelitian terbagi menjadi dua, yaitu laki-laki dan
perempuan.Distribusi responden berdasarkan kategori jenis kelamin dapat dilihat
di tabel bawah.
Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Laki-Laki

62

68,9

Perempuan

28

21,1

Jumlah

90

100

Berdasarkan tabel 5.2.diketahui bahwa 90 responden yang mengikuti
penelitian terdiri dari 62 laki-laki (68,9%) dan 28 perempuan (21,1%).

Universitas Sumatera Utara

39

C. Karakteristik Pasien Berdasarkan Status Gizi
Status gizi pasien penelitian diukur melalui Indeks Massa Tubuh
(IMT).Adapun IMT terdiri dari beberapa kategori yaitu underweight, normal,
overweight.Distribusi responden berdasarkan kategori IMT dapat dilihat di tabel
bawah.
Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
IMT

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Underweight

40

44,4

Normal

50

55,6

Jumlah

90

100

Berdasarkan tabel 5.3.diketahui bahwa 40 orang (44,4%) responden penelitian
memiliki indeks massa tubuh underweight atau kurus dan 50 orang (55,6%)
responden penelitian memiliki indeks massa tubuh normal. Tidak dijumpai
responden penelitian yang memiliki indeks massa tubuh overweight dan obesitas.

5.1.3. Luas Lesi Foto Toraks Pasien
Luas lesi foto toraks pasien yang didapatkan berupa gambaran aktif TB paru
dan dikategorikan sesuai dengan klasifikasi ATA (American Thoracic Society)
yaitu minimal, sedang, dan luas. Distribusi frekuensi luas lesi foto toraks pada
responden penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah.
Tabel 5.4. Distribusi Luas Lesi Foto Toraks Responden
Klasifikasi ATS

Frekuensi

Persentase (%)

(orang)
Lesi Minimal

17

18,9

Lesi Sedang

47

52,2

Lesi Luas

26

28,9

90

100

Jumlah

Dari tabel 5.4.diketahui bahwa sebagian besar responden penelitian memiliki
lesi sedang yaitu 47 orang (52,2%), diikuti dengan lesi luas sebanyak 26 orang
(28,9%), dan lesi minimal sebanyak 17 orang (18,9%).

Universitas Sumatera Utara

40

5.1.4. Kepositifan BTA pada Penderita TB Paru
Kepositifan BTA responden yang didapatkan dikategorikan dengan skala
IULTD sesuai dengan rekomendasi WHO.Distribusi frekuensi kepositifan BTA
pada responden penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah.
Tabel 5.5. Distribusi Kepositifan Basil Tahan Asam Responden
Skala IULTD

Frekuensi

Persentase (%)

(orang)
1+

30

33,3

2+

29

32,2

3+

31

34,3

Jumlah

90

100

Dari tabel 5.5. diketahui 30 responden (33,3%) memiliki BTA dengan skala
1+, 29 responden (32,2%) memiliki BTA dengan skala 2+, dan 31 responden
(34,3%) memiliki BTA dengan skala 3+.

5.1.5. Uji Bivariat
Uji bivariat yang dilakukan adalah mencari hubungan faktor umur dengan
kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, hubungan faktor IMT dengan
kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, dan hubungan luas lesi foto toraks
dengan BTA positif sputum pada responden.
A. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA
Berdasarkan tabel 5.6., jumlah pasien TB dengan BTA 3+ paling banyak
berusia antara 18-25 tahun.

Universitas Sumatera Utara

41

Tabel 5.6. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan Basil Tahan Asam
Responden
Usia
(tahun)

BTA
1+

2+

3+

Total

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

18-25

6

10

19

26

26-35

10

6

8

47

36-45

6

1

6

13

46-55

4

7

5

16

56-65

4

5

2

11

Total

30

29

31

90

p

0,651

Jumlah pasien TB dengan BTA 2+ paling banyak berusia antara 18-25 tahun
juga, dan jumlah pasien TB dengan BTA 1+ paling banyak berusia antara 26-35
tahun. Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,651 (p>0,05)
yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan
bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA.
B. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks
Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.7.ialah jumlah pasien TB
dengan luas lesi luas antara pasien yang berumur 18-25 tahun dan pasien yang
berusia 26-35 tahun sama, yaitu 7 orang,
Tabel 5.7. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks
Responden
Usia
(tahun)

Luas Lesi Foto Toraks
Minimal

Sedang

Luas

Total

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

18-25

4

15

7

26

26-35

6

10

7

23

36-45

4

5

5

14

46-55

2

11

3

16

56-65

1

6

4

11

Total

17

47

26

90

p

0,835

Universitas Sumatera Utara

42

Jumlah pasien TB dengan luas lesi sedang paling banyak berusia antara 18-25
tahun yaitu 15 orang dan jumlah pasien TB dengan luas lesi minimal paling
banyak berusia antara 26-35 tahun yaitu 6 orang. Hasil analisis data ini juga
menunjukkan p-value sebesar 0,835(p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha
ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor
usia dengan luas lesi foto toraks.
C. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA
Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.8.ialah pasien TB dengan IMT
underweight paling banyak memiliki luas lesi luas yaitu 20 orang dan pasien TB
dengan IMT normal paling banyak memiliki luas lesi sedang yaitu 21 orang.
Tabel 5.8. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuh dengan Kepositifan
Basil Tahan Asam Responden
BMI

BTA
1+

2+

3+

Total

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Underweight

12

8

20

40

Normal

18

21

11

50

Total

30

29

31

90

p

0,013

Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,013 (p≤0,05) yang
berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan bermakna
antara faktor IMT dan kepositifan BTA.
D. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks
Hasil analisis data dapat dilihat dari tabel 5.9.yaitu pasien TB dengan IMT
underweight paling banyak memiliki luas lesi sedang dan pasien TB dengan IMT
normal paling banyak memiliki luas lesi sedang juga.

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 5.9. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuhdengan Luas Lesi Foto
Toraks Responden
Luas Lesi Foto Toraks

IMT

Minimal

Sedang

Luas

Total

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Jumlah
(orang)

Underweight

5

23

12

40

Normal

12

24

14

50

Total

17

47

26

90

p
0,373

Analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,373 (p>0,05) yang
berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang
bermakna antara faktor IMT dan luas lesi foto toraks.

E. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan BTA Positif
Dari tabel 5.10.dapat dilihat hasil analisa data hubungan luas lesi foto toraks
dengan BTA positif responden dan didapat nilai p-value sebesar 0,972 (p > 0,05).
Tabel 5.10.Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan Basil Tahan Asam
Positif Responden.
BTA

Luas
Lesi

1+

2+

3+

Total

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(orang)

(orang)

(orang)

(orang)

Minimal

5

5

7

17

Sedang

16

15

16

47

Luas

9

9

8

26

Total

30

29

31

90

p

0,972

Pada penelitian ini Ho ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif.

5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Responden Penelitian
Menurut data Riskesdas 2007, 75% dari kasus TB adalah kelompok umur
produktif antara umur 15-50 tahun.Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa jumlah

Universitas Sumatera Utara

44

pasien TB terbanyak pada kelompok umur 18-25 tahun yaitu 26 orang (28,9%)
dan diikuti dengan kelompok umur 26-35 tahun yaitu 24 orang (26,7%). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Merryani Girsang dkk yang menyatakan
bahwa kelompok umur antara 15 hingga 44 tahun atau usia produktifas memiliki
angka kejadian TB lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua dan
besar kemungkinan disebabkan karena lebih banyak aktifitas pada kelompok umur
yang muda sehingga lingkungan rumah dan tempat kerja ada pengaruhnya
terhadap kejadian TB. Hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat keproduktifitas
pasien TB dan mempengaruhi ekonomi dari pasien.26 Sedangkan untuk jumlah
pasien TB paling sedikit pada kelompok umur 56-65 tahun yaitu 11
orang(12,2%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Wang dkk yang mengatakan bahwa frekuensi orang tua untuk terkena
TB lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur produktif karena lebih
sering terkena penyakit kronik lainnya. Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa hal ini bisa jadi karena keterlambatan diagnosis yang disebabkan oleh
karena gejala klinis yang tidak pasti dan kurangnya kesadaran akan penyakit ini
dikalangan orangtua.27
Pada penelitian ini didapati bahwa jumlah pasien TB laki-laki yaitu 62 orang
(68,9%) lebih banyak dibandingkan pasien TB perempuan yaitu 28 orang(21,1%).
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merryani Girsang dkk
yang mengatakan bahwa kelompok perempuan lebih tinggi insidensi TB
dibandingkan kelompok laki-laki.26Hal ini mungkin juga disebabkan karena
perbedaan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian
Merryani dkk.Sedangkan laporan WHO menyatakan tidak ada perbedaan
kemungkinan timbulnya kasus tuberkulosis paru antara laki-laki dan perempuan,
diperkirakan jumlah penderita laki-laki sama banyak dengan perempuan. Jumlah
kasus yang selama ini dilaporkan bahwa perempuan lebih sedikit mungkin
disebabkan karena tidak terdiagnosis sebagaimana mestinya. Hal ini bisa
disebabkan karena berbagai hal seperti mungkin karena perempuan lebih lama
berada di tempat tinggal yang padat penghuni dibandingkan dengan laki-laki,

Universitas Sumatera Utara

45

perempuan juga lebih sibuk akan pekerjaan rumahnya sehingga tidak ada waktu
untuk memeriksakan, dan juga berbagai faktor lainnya.26
Menurut hasil analisa data dari tabel 5.2.didapati bahwa jumlah pasien dengan
indeks massa tubuh normal lebih banyak yaitu 50 orang (55,6%) dibandingkan
dengan jumlah pasien dengan indeks massa tubuh underweight atau kurus yaitu
40 orang (44,4%). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Van Lettow dkk yang menyatakan bahwa orang dengan indeks massa tubuh
dibawah normal akan lebih beresiko terkena TB dibandingkan indeks massa tubuh
normal.28
Foto toraks merupakan pemeriksaan penting dalam menegakkan diagnosis
TB, akan tetapi foto toraks bukan metode emas dalam menegakkan diagnosis TB.
Dengan penggunaan yang tepat, foto toraks dapat mendeteksi TB paru dini Luas
lesi pada pasien TB ditentukan berdasarkan luas infiltrat pada paru. Hal ini
diklasifikasikan oleh ATS. Hasil penelitian yang digambarkan di tabel
5.4.menunjukkan bahwa jumlah pasien TB terbanyak dengan luas lesi sedang
yaitu 47 orang (52,2%) dibandingkan dengan jumlah pasien TB paling sedikit
dengan luas lesi minimal yaitu 17 orang (18,9%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dkk yang mengatakan bahwa
gambaran luas lesi sedang paling banyak ditemukan.29
Kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) dalam
menegakkan diagnosis TB. Tingkat kepositifan BTA pada sputum pasien TB
menggunakan skala IULTD berdasarkan rekomendasi WHO.Pada tabel
5.5.distribusi pasien TB dengan BTA 3+ terbanyak yaitu 31 orang (34,3%). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbandingan diantara jumlah pasien TB
dengan BTA 1+, 2+, dan 3+ hampir sebanding. Hasil analisa pada tabel 5.5. tidak
sesuai dengan hasil penelitian Mulyadi dkk yang mengatakan bahwa jumlah
pasien TB terbanyak adalah pasien TB dengan BTA 1+ (44,4%).25 Hal ini juga
disebabkan oleh karena resiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of
Tuberculosis Infection di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi yaitu 13%.5Kepositifan BTA sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
umur dan faktor status nutrisi.

Universitas Sumatera Utara

46

5.2.2. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA
Dari tabel 5.6.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan
p-value sebesar 0,651 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan
kata lain tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA
pada pasien TB. Penelitian yang dilakukan oleh Perez-Guzman dkk juga
menunjukkan hasil yang sama bahwa tidak ada perbedaan hasil BTA sputum pada
pasien TB berusia muda dan berusia tua, sehingga tidak ada hubungan bermakna
antara faktor usia dan kepositifan BTA.30

5.2.3. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks
Dari tabel 5.7.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan
p-value sebesar 0,835 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan
kata lain tidak ada hubungan bermakna antara fakto usia dengan kepositifan BTA
pada pasien TB. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Van den Brande dkk yang menyatakan tidak ada hubungan antara hasil
radiologi pasien TB usia tua dengan usia muda.31

5.2.4. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA
Dari tabel 5.8.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value
sebesar 0,013 (p≤0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain
terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks. Hasil
analisa data ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wokas dkk yang
menggunakan uji Spearman dan mendapatkan tidak adanya hubungan antara
status gizi dengan hasil pemeriksaan sputum BTA.32
Secara teori, pasien dengan status gizi yang buruk dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh sehingga dapat lebih memudahkan untuk terinfeksi
kuman tuberkulosis. Malnutrisi menyebabkan sistem imun menurun. Hal ini juga
menyebabkan penurunan dari kadar IFN-γ dan IL-2, peningkatan TGF-ß, dan
penurunan produksi limfosit akibat atrofi timus. Sehingga semakin mudahnya

Universitas Sumatera Utara

47

kuman TB menginfeksi pasien, semakin banyak dijumpai kuman TB pada sputum
pasien dan risiko diseminasi. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan SPS.33

5.2.5. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks
Dari tabel 5.9.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value
sebesar 0,373 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain
tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wokas dkkyang juga
mendapatkan p-value sebesar 0,348 (p>0,05) yang telah dianalisa dengan uji
Spearman.32
Secara teori, status gizi yang buruk akan menyebabkan penurunan sistem imun
sehingga infeksi kuman TB akan semakin parah dan bermanifestasi dalam
keparahan luas lesi foto toraks. Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori
tersebut, seperti yang dilakukan Van Lettow dkk.28
Menurut Cegielsky dkk sulit untuk menentukan dengan tepat apakah status
nutrisi dari pasien TB itu sebelum atau sesudah onset penyakit. Hal ini membuat
sulit menentukan apakah malnutrisi yang mengakibatkan TB atau TB yang
mengakibatkan malnutrisi.34 Seorang pasien bisa terinfeksi TB juga merupakan
kombinasi daripada faktor-faktor lain seperti menurunnya nafsu makan sehingga
respon imun juga terganggu.

5.2.6. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan Kepositifan BTA
Pada penelitian ini telah didapatkan data luas lesi foto toraks dan hasil sputum
responden yang TB aktif dari rekam medik yang berada di poli paru rawat jalan
RSUP H. Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di Medan.
Hasil untuk luas lesi foto toraks menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pasien
dengan luas lesi foto sedang dan sputum 1+ sama dengan jumlah pasien dengan
luas lesi foto sedang dan sputum 3+ yaitu 17,8%. Mencari hubungan antara luas
lesi foto toraks dan kepositifan sputum dapat menggunakan metode chi-square
karena membandingkan dua kategori. Dari tabel 5.11.didapatkanp-value sebesar
0,972 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak

Universitas Sumatera Utara

48

ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dan kepositifan BTA. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian di Banda Aceh yang dilakukan oleh
Mulyadi dkk yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara tingkat
kepositifan BTA dengan gambaran luas lesi radiologi toraksdan juga penelitian di
Surakarta yang dilakukan oleh Khair dkk yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna antara hasil pemeriksaan sputum BTAdengan gambaran foto
toraks pada penderita TB paru.25,35
Secara teori apabila secara pemeriksaan radiologi dijumpai lesi luas
seharusnya secara pemeriksaan bakteriologi yaitu SPS ditemukan BTA yang lebih
banyak dan lebih berpotensi menyebar sehingga menimbulkan infiltrat pada paru.
Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Suganda
dkk yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara gambaran foto
toraks dengan pemeriksaan BTA pada sputum (p=0,000). Penelitian Gomes dkk
juga mendukung teori ini dengan hasil p-value sebesar 0,003.
Perbedaan hasil penelitian ini mungkin juga disebabkan karena banyak faktor
lain yang mempengaruhi luas lesi foto toraks selain kepositifan BTA.36,37Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Saragih dkk yang mengatakan bahwa ada
hubungan antara vitamin D dengan luas lesi foto toraks, akan tetapi belum ada
variabel yang dapat menjelaskan hubungan tersebut.38 Faktor lain yang
mempengaruhi ialah dalam pengambilan sputum. Hal-hal yang mempengaruhi
ditemukannya BTA dalam pemeriksaan SPS antara lain kondisi bahan sputum
yang diambil apakah yang diambil sputum atau saliva, jumlah atau konsentrasi
kuman dan luas lesi di paru, dan cara pemeriksaan. Sputum BTA positif baru akan
ditemukan apabila di dalam sediaan sebanyak 1 mL dahak terkandung 5.000
kuman. Pada pemeriksaan sering pasien mengalami kesulitan saat mengeluarkan
sputum sehingga jumlah sediaan sputum tidak sesuai dengan ketentuan
pemeriksaan sediaan hapusan langsung.39 Selain itu, kondisi laboratorium dan
keahlian laboran juga dapat mempengaruhi nilai kepositifan. Pada penelitian ini,
subjek penelitian berasal dari berbagai pusat kesehatan sehingga penelitian ini
dilakukan oleh masing-masing laboratorium dan hasil pembacaan foto juga dapat
berbeda-beda karena dikerjakan di berbagai tempat. Faktor lain yang

Universitas Sumatera Utara

49

mempengaruhi juga ialah dalam pembaca foto toraks. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas foto toraks antara lain faktor ekposi atau faktor
penyinaran yang terdiri dari kV (kilovolt), mA (mili ampere), dan s (second) dan
posisi inspirasi pasien saat sedang melakukan foto toraks. Adapun hal-hal yang
dapat mempengaruhi faktor eksposi adalah filter yang digunakan, jarak
pemotretan, film, dan lain-lain. Hal yang perlu juga diperhatikan pada interpretasi
TB paru melalui foto toraks ialah pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang
klasik dan atipikal.

Universitas Sumatera Utara

50

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan
kepositifan BTA pada pasien TB paru.
2. Berdasarkan usia, pada pasien TB paru lebih banyak didapati pada
kelompok usia 18-25 tahun.Berdasarkan jenis kelamin, pada pasien TB
paru lebih banyak didapati pasien dengan jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan.Berdasarkan status gizi, pada pasien TB paru
lebih banyak didapati pasien dengan IMT normal dibandingkan
underweight dan pasien TB paru dengan IMT overweight tidak dijumpai.
3. Berdasarkan luas lesi foto toraks, didapati bahwa pasien TB paru
umumnya memiliki gambaran foto toraks dengan luas lesi sedang.
4. Berdasarkan kepositifan BTA, lebih banyak didapati pasien TB paru
dengan BTA 3+.
5. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan luas lesi foto
toraks.
6. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA.
7. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto
toraks.
8. Terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan kepositifan BTA.

6.2. Saran
Dalam proses penulisan penelitian ini, ada beberapa saran yang akan
disampaikan oleh peneliti dengan harapan saran tersebut akan bermanfaat bagi
semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

Universitas Sumatera Utara

51

1. Bagi Instansi Terkait
Dapat memperlengkapi data rekam medik pasien sehingga semua datadata yang dapat dipakai untuk penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan wawasan untuk
penelitian sejenis selanjutnya. Dan pemeriksaan untuk diagnosis dapat
dilakukan dengan tehnik dan cara yang benar sehingga hasilnya adalah
valid.
3. Bagi Dokter
Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pembanding untuk
menegakkan diagnosis TB tidak hanya melalui satu pemeriksaan, tetapi
didukung juga oleh pemeriksaan penunjang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BTA SEWAKTU PASIEN TB PARU LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DAN TANPA INDUKSI FISIOTERAPI DADA EKSPEKTORASI DAHAK DI BALAI Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sputum Bta Sewaktu Pasien Tb Paru Lesi Luas Kasus Baru Dengan Dan Tanpa I

0 5 16

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SPUTUM BTA SEWAKTU PASIEN TB PARU LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DAN TANPA INDUKSI FISIOTERAPI DADA EKSPEKTORASI DAHAK DI BALAI Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sputum Bta Sewaktu Pasien Tb Paru Lesi Luas Kasus Baru Dengan Dan Tanpa I

0 4 13

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Kasus B

0 1 14

HUBUNGAN LUAS LESI PADA GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS DENGAN KEPOSITIVAN PEMERIKSAAN SPUTUM BTA (BASIL TAHAN Hubungan Luas Lesi Pada Gambaran Radiologi Toraks Dengan Kepositivan Pemeriksaan Sputum BTA (Basil Tahan Asam) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa K

0 1 15

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 13

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 2

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 5

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 24

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

1 1 3

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru

0 0 17