813335 Ringkasan Eksekutif TSS Semanggi Komnasham

www.elsam.or.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

1
2
3

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN KPP HAM

4

TRISAKTI, SEMANGGI I, SEMANGGI II

5

I.

6

Pengantar


7
8

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi mandat yang dikeluarkan Komisi Nasional

9

Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tanggal 27 Agustus 2001, Nomer 034/KOMNAS

10

HAM/VII/2001 berdasarkan pertimbangan bahwa dalam peristiwa Trisakti 12 Mei 1998,

11

Semanggi I 13-14 Nopember 1998 dan Semanggi II 23-24 September 1999, diduga telah

12


terjadi pelanggaran hak asasi manusia berat.

13
14

Sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto yangdilanjuti dengan pemerintaha BJ Habibie,

15

penanganan demonstrasi dilakukan secara represif, sebagaimana terjadi pada peristiwa

16

Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Atas kejadian ini pemerintah mnanggapi degan

17

menggelar pegadilan militer untuk kasus trisakti dan memproses lebih lanjut pekara

18


Semanggi I dan II. Disamping itu DPR RI juga membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I

19

dan II. Namun usaha-usaha penegakan hukum ini menimbulkan kekecewaan besar dari

20

kalangan masyarakat, terutama korban.

21
22

Komnas HAM menganggap perlu melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak

23

asasi manusia yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Untuk itu, pada 27 Agustus


24

2001 dengan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001

25

dibentuk KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II yang masa kerjanya diperpanjang dengan

26

selama 90 (sembilan puluh) hari dengan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor

27

043/Komnas HAM/XI/2001 tanggal 27 November 2001 dan diperpanjang kembali selama

28

satu bulan pada 27 Februari 2002. Masa kerja KPP berlangsung dari 27 Februari 2001


29

hingga 27 Maret 2002.

30
31

Guna mendukung penyelidikan tersebut Komisi menggunakan prinsip-prinsip dasar

32

penyelidikan yang telah diterima secara internasional dengan terlebih dahulu

33

mengumpulkan informasi sekunder dan tersier mengenai pelanggaran hak asasi

34

manusia. Komisi juga secara resmi mengajukan permintaan dokumen-dokumen yang


35

diperlukan kepada Departemen Kehakima dan HAM RI, Polda Metro Jaya, RSAL

36

Mintohardjo, Mahkamah Militer II – 08 Jakarta. Disamping itu Komisi melakukan

37

penyelidikan lapangan ke berbagai lokasi kejadian seperti Kampus Universitas Trisakti

38

dan Universitas Atmajaya. Perlengkapan data dan informasi dilakukan pula dengan

39

wawancara dan pemanggilan sejumlah saksi seperti civitas akademika, mahasiswa,


40

masyarakat korban dan beberapa dokter forensik sebagai saksi ahli.

41

www.elsam.or.id
1

www.elsam.or.id

6

1

Dalam proses penyelidikannya, KPP menemukan hambatan berupa tidak dipenuhinya

2


pemanggilan sejumlah saksi yang berasal dari TNI atau Polri sehingga KPP

3

menggunakan hak Sub Poena sebagaimana dijamin dalam pasal 95 UU No. 39 Tahun

4

1999 dan diperkuat dengan keputusan Pengadilan Negeri sebagaimana tertuang dalam

5

urat Pengadilan Negeri/Hak Asasi Manusia Jakarta Pusat No.W7.Dc.Hn. 628.II.2002.02
tanggal 21 Februari 2002.

7
8
9

II.


Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

10
11

1. Pengertian

12
13

Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) merupakan kejahatan yang

14

sangat serius sehingga menjadi musuh umat manusia (hostis humanis generis). Dalam

15

hukum internasional pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana terumus


16

dalam kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan kejahatan menurut hukum kebiasaan

17

internasional

18

menunjukan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan kejahatan jus cogens.

maupun

prisip-prinsip

hukum

umum.


Praktik-praktik

internasional

19
20

Kejahatan demikian menimbulkan obligatio erga omnes (kewajiban masyarakat

21

internasional seara keseluruhan) untuk mengadili dan menghukum pelaku kejahatan.

22

Oleh karena itu, terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan berlaku prinsip yurisdiksi

23

universal. Setiap negara dapat mengadili kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di

24

manapun dan dilakukan oleh warga negara lain.

25
26

Disamping kebiasaan dan prinsip-prinsip hukum umum, kejahatan terhadap kemanusiaan

27

sudah diterima dalam sebuah perjanjian internasional yaitu Statuta Roma mengenai

28

Pengadilan Pidana Internasional. Sudah diterima secara internasional pula bahwa

29

norma-norma di dalamnya merupakan kodifikasi dari hukum (pidana) internasional.

30

Demikian pula di tataran nasional. UU Pengadilan HAM No.26/2000 (pasal 9) mengakui

31

yurisdiksi pengadilan tersebut untuk mengadili kejahatan terhadap kemanusiaan.

32
33

Unsur penting dari kejahatan terhadap kemanusiaan adalah adanya serangan yang

34

dilakukan secara sistematis (systematic) atau meluas (widespread) dan serangan itu

35

ditujukankepada warga sipil. Tindak kejahatan inilah yang diduga terjadi pada kasus

36

Trisakti, Semanggi I dan II.

37
38
39

2. Prinsip non retroaktif dalam kejahatan terhadap kemanusiaan

40
41

Prinsip non retroaktif dalam hukum pidana tidak berlaku untuk kejahatan terhadap

42

kemanusiaan karena alasan-alasan berikut ini:

www.elsam.or.id
2

www.elsam.or.id

1

1. Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan kejahatan dalam hukum kebiasaan

2

internasional dan prinsip-prinsip hukum umum. Menurut kedua sumber hukum itu,

3

orang yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan baik secacara commission
maupun ommission dapat dihukum secara retroaktif

4
5

2. Pasal 15 (2) kovenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik memungkinkan

6

pengecualian asas non retroaktif untuk kejahatan-kejahatan yang telah diterima
sebagai kejahatan menurut prinsip-prinsip hukum umum.

7
8
9

3. Pertanggungjawaban komando

10
11

Pelaku tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dituntut dalam

12

kapasitasnya sebagai penanggung jawab komando (command responsibility).

13

Secara konseptual seorang komandan dapat dimintai pertanggungjawaban baik atas

14

perbuatan pidananya karena langsung memberi perintah kepada pasukan yang

15

berada dibawah pengendaliannya untuk melakukan salah satu atau beberapa

16

perbuatan dari kejahatan terhadap kemanusiaan (by commission) maupun karena

17

membiarkan atau tidak melakukan tindakan apapun terhadap pasukan dibawah

18

pengendaliannya (by ommission). Pertanggungjawaban karena pembiaran dilakukan

19

misalnya ketika komandan bersangkutan tidak melakukan upaya pencegahan

20

perbuatan atau melaporkan kepada pihak berwenang agar dilakukan penyelidikan.

21

Sebagai contoh dari pertangungjawaban pidana karena pembiaran adalah Jenderal

22

Yamashita, Perdana Menteri Tojo, Menteri Luar Negeri Hirota (pada pengadilan

23

Tokyo), Perdana Menteri Kambada dari Rwanda dan yang sekaran masih

24

berlangsung proses persidangannya Presiden Slobodan Milosevic, di Den Haag.

25

Konsep demikian sudah diterima cukup lama dalam hukum internasional, terkahir

26

terkodifikasi dalam Statuta Roma. Konsep yang sama diakui dalam Undang-undang

27

Pengadilan HAM.

28
29

4. Prinsip non retroaktif

30
31

Berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum internasional yang diakui dan

32

dihormati dalam hukum nasional prinsip non retroaktif tidak berlaku untuk mengadili

33

kejahatan terhadap kemanusiaan.

34
35

III.

FAKTA DAN POLA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

36
37

Berdasarkan fakta-fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian berbagai pihak, KPP HAM

38

menemukan berbagai kekerasan yang pada dasarnya melanggar hak asasi manusia

39

seperti pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, perkosaan, perampasan

40

kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara sistematis serta meluas yang

41

dilakukan oleh pelaku tertentu dengan sasaran masyarakat tertentu. Masyarakat tersebut

42

secara khusus adalah mahasiswa maupun masyarakat yang berdemonstrasi terhadap

www.elsam.or.id
3

www.elsam.or.id

1

kekuasaan politik untukmenuntut perubahan, termasuk terhadap rencana melahirkan UU
PKB.

2
3
4

Ditemukan pula bahwa tindakan-tindakan pelanggaran hak asasi manusia tersebut

5

secara efektif menggunakan institusi-institusi teritorial melalui Kodam dan Polda. Lebih

6

dari itu terdapat pulapengerahan pasukan Kotama Fungsional seperti Kostrad yang hanya

7

dapat digunakan atas perintah petinggi TNI (ketika itu ABRI). Kekerasan-kekerasan yang

8

dilakukan oleh aparat TNI dan Kepolisian termasuk penggunaan alat-alat kekerasan

9

secara tidak terukur (execive use of force) terhadap masyarakat ini tegas-tegas didukung

10

dan dilandasi pada kebijakan strategis petinggi TNI dan Kepolisian (Panglima TNI

11

maupun Kapolri).

12
13

KPP HAM memusatkan perhatian pada tiga (3) rangkaian kejadian di sekitar kampus

14

Trisakti 12-13 Mei 1998, di sekitar Semanggi 13-14 November 1998 (dikenal dengan

15

peristiwa Semanggi I), dan pada 23-24 September 1999 (dikenal dengan Semanggi II).

16

Meskipun kurun waktu terjadinya peristiwa tesebut berbeda, tiga rangkaian peristiwa ini

17

tidak dapat dipisahkan dan dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam menghadapi

18

gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat akan perlunya reformasi.

19
20

Kekerasan-kekerasan yang tidak manusiawi dan sangat kejam yang ditemukan dalam

21

ketiga peristiwa itu mencakup tindakan-tindakan di bawah ini:

22
23

a. Pembunuhan. Telah terjadi pembunuhan yang sistematis di berbagai daerah

24

dalam waktu yang panjang, yaitu pada Mei 1998, Nopember 1998, serta

25

September 1999. Tindakan pembunuhan itu dilakukan terhadap mahasiswa

26

demonstran, petugas bantuan medis, anggota masyarakat yang berada disekitar

27

lokasi demonstran, ataupun

28

menghadapi demonstran. Pembunuhan serupa juga dilakukan dalam kerusuhan

29

massa yang diciptakan secara sistematis sebagaimana terjadi di Jakarta dan Solo

30

pada Mei 1998 (lihat laporan TGPF).

anggota masyarakat yang dimobilisasi untuk

31
32

b. Penganiayaan. Telah terjadi penganiayaan untuk membubarkan demonstrasi

33

yang dilakukan sejumlah mahasiswa dan anggota masyarakat yang dilakukan

34

oleh aparat TNI dan POLRI (dahulu disebut ABRI). Penganiayaan ini terjadi

35

secara berulang-ulang di berbagai lokasi, seperti pada kampus Universitas

36

Trisakti, dan Universitas Atmajaya, dan Semanggi yang mengakibatkan timbulnya

37

korban fisik (seperti terbunuh, luka ringan dan luka berat) dan mental. Hal ini

38

dikarenakan terkena gas air mata, pukulan, tendangan, gigitan anjing pelacak dan

39

tembakan sehingga harus mengalami perawatan yang serius.

40
41

c. Perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara. Terutama pada

42

Mei 1998, telah terjadi tindak kekerasan seksual termasuk perkosaan yang

www.elsam.or.id
4

www.elsam.or.id

1

mengakibatkan sejumlah perempuan mengalami trauma dan penderitaan fisik dan

2

mental. Trauma yang dialami sulit diatasi karena korban tidak berani tampil untuk
menceritakan apa yang dialaminya.

3
4
5

d. Penghilangan paksa. Pada bulan Mei 1998, telah terjadi penghilangan secara

6

paksa terhadap 5 (lima) orang yang diantaranya adalah aktifis dan anggota

7

masyarakat yang hingga kini nasib dan keberadaannya tidak diketahui. Dalam

8

peristiwa ini, negara belum juga mampu menjelaskan nasib dankeberaan mereka.

9

e. Perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik. Sebagai bagian dari tindakan

10
11

kekerasan,

dilakukan

pula

tindakan

penggeledahan,

penangkapan

dan

12

penahanan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melewati batas-batas

13

kepatutan sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Perbuatan ini

14

dilakukan sebagai bagian yang tidak terpisah dari upaya penundukan secara fisik

15

dan mental terhadap korban.

16
17
18

IV.

Pemenuhan unsur-unsur Kejahatan terhadap Kemanusiaan dan Tanggung
Jawab Pidana.

19
20

1. SERANGAN

21
22

Adanya serangan yang sistematis atau meluas terhadap warga masyarakat merupakan

23

ciri utama dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Dari analisis terhadap ketiga rangkaian

24

kejadian di atas disimpulkan bahwa telah terpenuhi unsur-unsur kejahatan terhadap

25

kemanusiaan. Di bawah ini kami jabarkan analisis terhadap serangan beserta

26

konsekuensi pertanggungjawaban pidananya.

27
28

Serangan yang dilakukan aparat TNI dan POLRI pada tiga rangkaian peristiwa tersebut

29

sangat jelas bukan merupakan serangan dalam pengertian perang. Tetapi serangan

30

dalam pengertian “suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil

31

sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan

32

organisasi”, sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan UU No. 26/2000 tentang

33

Pengadilan Hak Asasi Manusia.

34
35

Berdasarkan penyelidikan, dalam usaha menghadang dan membubarkan unjuk rasa

36

yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat, satuan kepolisian dan TNI melakukan

37

penyerangan ke dalam kampus-kampus, dengan cara menembak, memukul dan

38

menendang. Penyerangan itu tampak dengan jelas dalam peristiwa Trisakti,

39

aparat militer dan polisi menyerang ke arah kampus Trisakti dan Untar I dan II dengan

40

menggunakan senjata api berpeluru hampa, karet dan tajam. Selain melakukan

41

penyerangan terhadap demonstran hingga ke dalam kampus, satuan-satuan tugas

42

tersebut juga melakukan pemukulan dan penembakan membabi buta (indiscriminate

www.elsam.or.id
5

dimana

www.elsam.or.id

1

shooting) ke arah demonstran dan masyarakat umum (non-demonstran) di wilayah sekitar
kampus Trisakti.

2
3
4

Penyerangan ke kampus Universitas Atmajaya di kawasan Semanggi memiliki pola yang

5

menyerupai penyerangan di kampus Trisakti, yaitu dengan melakukan pengejaran

6

terhadap para demonstran hingga masuk ke dalam kampus dengan disertai pemukulan

7

dan penembakan secara membabi buta (indiscriminate shooting) dengan peluru tajam.

8

Dalam penyerangan, aparat TNI dan POLRI sama sekali tidak mengindahkan standar

9

internasional tentang penggunaan kekerasan dan senjata api yang tertuang di dalam

10

Prinsip-prinsip Dasar tentang Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api oleh Aparatur

11

Penegak Hukum.

12
13

Penyerangan terhadap para demonstran pada ketiga peristiwa ini dan di daerah-daerah

14

luar Jakarta tampak tidak terukur dan di luar batas-batas kewajaran (exesive use of force).

15

Sebagaimana standar operasi pengendalian huru-hara penggunaan gas air mata, meriam

16

air dan tembakan salvo memang dilakukan, akan tetapi penggunaan cara itu terutama

17

senjata api dengan peluru karet atau tajam tetap harus dibatasi. Pada ketiga rangkaian

18

peristiwa, para demonstran tak hanya dibubarkan dengan perangkat penghalau, tapi

19

banyak yang diserang secara fisik, ataupun dianiaya, bahkan dalam beberapa kejadian

20

terjadi pelecehan dan serangan seksual, yang menunjukkan operasi pengendalian itu di

21

luar batas kewajaran. Setidaknya terdapat dua kasus penganiayaan (Semanggi I dan

22

Semanggi II) yang dilakukan oleh pasukan pengendali demonstrasi sehingga

23

mengakibatkan korban tewas.

24
25

Pola penyerangan yang terjadi di kampus Trisakti, di kampus Atmajaya (yang dikenal

26

dengan peristiwa Semanggi I) dan di jembatan Semanggi (yang dikenal dengan peristiwa

27

Semanggi II), juga terjadi di daerah-daerah lain akan tetapi tidak terbatas pada

28

penyerangan di sekitar kampus IKIP Negeri Yogyakarta yang menyebabkan tewasnya

29

Mozes Gatot Katja, seperti di Purwokerto, Lampung, dan Palembang.

30
31

Selain dengan menggunakan alat-alat kekerasan seperti senjata api, senjata tajam dan

32

pentungan, penyerangan juga dilakukan dengan pernyataan-pernyataan verbal yang

33

mendorong atau membenarkan penyerangan yang dilakukan. Hal ini secara tegas

34

dinyatakan oleh Menhankam Pangab (saat itu) Jenderal TNI Wiranto, yang mengatakan:

35

“Saya sudah perintahkan jajaran ABRI untuk mengambil tindakan tegas terhadap

36

kegiatan yang nyata-nyata sudah mengarah kepada hal-hal yang sudah bersifat

37

anarkhis”. Dari fakta-fakta yang ada, pernyataan-pernyataan serupa juga dikemukan oleh

38

pejabat-pejabat militer dan kepolisian yang bertanggungjawab dalam menangani

39

aksi-aksi mahasiswa ketika itu.

40
41

A. SERANGAN YANG SISTIMATIK

42

www.elsam.or.id
6

www.elsam.or.id

1

Yang dimaksud dengan serangan sistematik adalah berkaitan dengan ada atau tidaknya

2

suatu kebijakan atau rencana yang mendasari terjadinya serangan tersebut.

3

Sebagaimana dipaparkan pada bab II laporan ini, juga tercakup dalam pengertian

4

sistematik itu adalah persiapan penggunaan atau pengerahan sumber-sumber fasilitas
negara, baik militer maupun lainnya dalam melakukan penyerangan.

5
6
7

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam penyelidikan, unsur sistematik dari

8

penyerangan pada ketiga rangkaian peristiwa itu sangat nyata terpenuhi. Pernyataaan

9

lisan yang menunjukkan adanya kebijakan menyerang dengan kekerasan terhadap para

10

demontrans tampak pada pernyataan Wiranto. "Saya sudah perintahkan jajaran ABRI

11

untuk mengambil tindakan tegas terhadap kegiatan yang nyata-nyata sudah mengarah

12

kepada hal hal yang sudah bersifat anarkhi.'' Selain itu terlihat juga pada perintah-perintah

13

kepada satuan tugas pengamanan di lapangan untuk melakukan penghadangan dengan

14

barisan pagar betis untuk mencegah demonstran menuju/mendekati, masuk ke dalam

15

atau menduduki obyek-obyek vital yang telah ditetapkan steril dari aksi-aksi demonstrasi

16

menentang Sidang Istimewa MPR 1998.

17
18

Rencana untuk menghadapi gelombang aksi mahasiswa dan masyarakat secara formal

19

dijabarkan dalam kebijakan Operasi Mantap ABRI (1997-1998) dan Operasi Mantap Brata

20

(1999). Melalui kedua kebijakan operasional inilah, yang kemudian diturunkan dalam

21

berbagai bentuk operasi di berbagai wilayah (di berbagai Kodam), terjadi penghadangan

22

dan penyerangan terhadap demontransi mahasiswa pada tiga peristiwa yang diselidiki.

23

Unsur sistematik juga terpenuhi dari tujuan politik yang hendak dicapai dari penyerangan

24

tersebut, yakni mempertahankan rejim politik saat itu (baik rejim politik Soeharto maupun

25

rejim politik BJ Habibie). Sumber-sumber daya negara, seperti angkatan bersenjata (TNI)

26

dan kepolisiaan, telah dikerahkan guna mencapai tujuan politik tersebut. Dalam konteks

27

mencapai tujuan politik inilah kemudian mahasiswa dan masyarakat yang menuntut

28

Reformasi itu dipersepsikan sebagai “perusuh negara”, dengan mengatakan tindakan

29

mereka sudah anarkis.

30

Unsur sistematik juga terpenuhi dari pengerahan sumber-sumber militer dan kepolisian

31

seperti pengerahan pasukan dengan segala peralatan kekerasannya. Jumlah pasukan

32

yang dikerahkan dalam menangani ketiga peristiwa tersebut sangat masif, sebagai

33

contoh pada tanggal 13 November 1998 dalam peristiwa Semanggi I pasukan TNI dan

34

POLRI yang dikerahkan berjumlah 18.040 orang. Selain pengerahan sumber-sumber

35

publik, juga dibentuk dan dikerahkan Pam Swakarsauntuk menghadapi aksi-aksi

36

mahasiswa yang semakin luas. Melalui pembentukan Pam Swakarsa ini, Polda Metro

37

Jaya telah melibatkan lebih kurang 125 ribu warga sipil, khususnya pada peristiwa

38

Semanggi I.

39
40

B. SERANGAN MELUAS

41

www.elsam.or.id
7

www.elsam.or.id

9

1

Selain terpenuhinya unsur sistematik pada ketiga rangkaian peristiwa tersebut juga

2

memenuhi unsur meluas (widespread). Dari berbagai praktik selama ini dan mengacu

3

pada hukum hak asasi manusia internasional, yang dimaksud dengan ‘meluas’ mengacu

4

kepada frekuensi penyerangan yang terus berulang (frequent), skala dari suatu

5

perbuatan, baik dari segi sebaran tempat maupun jumlah korban. Kendati demikian,

6

pengertian meluas, tidak selalu menunjuk pada adanya rententan tindakan kejahatan

7

yang berlangsung secara kumulatif dan terjadi di berbagai tempat secara bersamaan.

8

Tetapi besaran (magnitude) yang luar biasa dari sebuah tindakan kejahatan yang terjadi
sudah cukup (sufficient) mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

10
11

Berdasarkan hasil penyelidikan pada ketiga rangkaian peristiwa itu, unsur meluas

12

terpenuhi dengan nyata dari frekuensi serangan yang terus-menerus dilakukan dan skala

13

perbuatan yang terjadi di sana. Pada peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II

14

penyerangan

15

penembakan secara membabi buta (indiscriminate shooting) dan pemukulan terhadap

16

warga sipil (yang sebagian besar mahasiswa). Tindakan yang berulang ini tidak pernah

17

dikoreksi, tetapi justru dibenarkan dengan alasan pengamanan kerusuhan.

yang

dilakukan

berlangsung

berulang-ulang,

dengan

melakukan

18
19

Skala perbuatan yangditemukan di sana dapat dikatakan sangat luas, yakni bukan hanya

20

tindakan pembunuhan dan penganiayaan yang terjadi, tetapi juga mencakup

21

perbuatan-perbuatan kejam dan tidak manusiawi lainnya berlangsung pada ketiga

22

rangkaian peristiwa tersebut. Selain itu, terpenuhinya unsur meluas juga terlihat pada

23

besarnya jumlah warga sipil yang menjadi korban dari rangkaian perbuatan pada tiga

24

peristiwa tersebut, yang bukan hanya terbatas pada kalangan mahasiswa tetapi

25

masyarakat pada umumnya (directed against a multiciplity of victim). Rangkaian tindak

26

kejahatan yang dilakukan dalam tiga peristiwa tersebut juga memiliki magnitude yang luar

27

biasa, yakni pembunuhan yang merupakan pelanggaran hak hidup, yang merupakan hak

28

fundamental dan tidak dapat ditunda dalam keadaan apapun.

29
30

C. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

31
32

Pertanggungjawaban pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan

dilakukan secara

33

individual (individual criminal responsibility) baik langsung maupun tidak langsung.

34

Tanggung jawab individual ini dikenakan baik pada mereka yang berada di lapangan

35

maupun mereka yang karena kapasitasnya memikul tanggung jawab komando

36

(command responsibility). Secara konseptual pertanggungjawaban komando ini

37

dikenakan atas perbuatan yang dilakukan baik secara commission maupun omission,

38

sebagaimana disinggun di atas.

39
40

Secara garis besar mereka yang terlibat dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I dan

41

Semanggi II itu dapat dipilah dalam mereka yang bertanggungjawab secara langsung

42

karena melakukan salah satu atau lebih dari bentuk-bentuk kejahatan terhadap

www.elsam.or.id
8

www.elsam.or.id

1

kemanusiaan dan mereka yang bertanggungjawab karena kapasitasnya sebagai
penanggungjawab komando (command responsibility).

2
3
4

Pertama, tentang mereka yang bertanggungjawab karena kapasitasnya sebagai

5

komando. Operasi keamanan nasional mempunyai mekanisme yang mengikat seluruh

6

individu yang terlibat dalam operasi tersebut melalui rantai komando, yang menjelaskan

7

bagaimana tingkat otoritas dari individu-individu tersebut. Hirarki rantai komando dalam

8

operasi keamanan sekaligus menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan yang dilakukan

9

dalam operasi berhubungan dengan tanggung jawab negara terhadap HAM warga

10

negara. Komando di tingkat taktis berkaitan dengan tindakan-tindakan satuan keamanan

11

yang melanggar HAM yang dilakukan secara langsung dalam penyerangan dan

12

penembakan terhadap penduduk sipil pada Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi

13

II.

14
15

Dari ketiga peristiwa di atas KPP HAM berpendapat sejumlah individu harus dapat

16

dimintai pertanggungjawaban pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan, baik yang

17

dilakukan dengan pembiaran (omission)

18

Tanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut berada pada mereka

19

yang memiliki tugas dan kewenangan pada tiga tingka, yaitu:

20
21

maupun yang dilakukan secara langsung.

a. individu-individu yang diduga melakukan kejahatan kemanusiaan secara
langsung di lapangan yaitu sejumlah aparat TNI dan POLRI

22

b. individu-individu yang diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan

23

karena tindakan dan posisinya di tingkat komando pengendali operasi lapangan.

24

Individu-individu ini memiliki wewenang dan pengendalian efektif terhadap

25

pasukan di lapangan.

26

c. individu-individu yang diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan

27

karena tindakan membiarkan dan posisi di tingkat komando strategi/kebijakan.

28

Individu-individu ini memegangwewenang dan kekuasaan tertinggi untuk

29

mengendalikan secara efektif pasukan TNI dan POLRI termasuk aparat intelijen.

30

Meskipun memiliki wewenang dan kemampuanefektif untuk mengendalikan

31

pasukan TNI dan POLRI, individu atau individu-individu ini yang sepatutnya untuk

32

mecegah atau menghentikan jatuhnya korban mahasiswa dan warga masyarakat

33

sipil.

34

www.elsam.or.id
9

www.elsam.or.id

Rekomendasi

1
2
3

Berdasarkan temuan-temuan dan kesimpulan-kesimpulan penyelidikan KPP HAM
mengajukan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut :

4
5

1. Meminta KOMNAS HAM untuk melimpahkan hasil penyelidikan atas peristiwa

6

Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II untuk ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung RI

7

dengan langkah penyidikan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

8
9

2. Mendesak Pemerintah untuk segera mengambil tindakan hukum dan administratif

10

terhadap aparat negara khususnya aparat TNI dan POLRI yang telah

11

menghalang-halangi proses hukum untuk penegakan keadilan (obstruction of

12

justice) selama proses penyelidikan ketiga peristiwa tersebut di atas.

13

3. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk secara konsisten mempercepat proses

14

pengembalian TNI sebagai alat negara yang menjalankan fungsi pertahanan, dan

15

menghapuskan fungsi-fungsi lain di luar fungsi pertahanan.

16

4. Mendesak Pemerintah melalui Kejaksaan Agung untuk segera melakukan proses

17

penyidikan atas peristiwa kerusuhan Mei 1998 sesuai dengan rekomendasi Tim

18

Gabungan Pencari Fakta.

19

5. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera meratifikasi instrumen-instrumen

20

hukum internasional hak asasi manusia yang penting bagi pemajuan dan

21

perlindungan hak asasi manusia, termasuk dan tidak terbatas pada, Kovenan

22

Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political

23

Rights) berikut protokol tambahannya mengenai individual complaints.

24
25
26
27
28

www.elsam.or.id
10