Analisa Titik Operasi Optimum Pompa Slurry Pada Bucket Wheel Dredger Dengan Variasi Sudut Gali 30°,35°, dan 40°

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bucket Wheel Dredger
Bucket wheel dredger (BWD) adalah kapal pengeruk yang menggunakan

bucket wheel sebagai alat pengeruknya. Bucket Wheel bergerak secara rotasi dan
digerakkan oleh motor. Dengan adanya gerakan rotasi inilah gigi-gigi penghancur
pada bucket wheel menghantam lapisan dasar laut, lapisan yang hancur dan
terurai selanjutnya akan dihisap oleh pompa untuk diangkut ke atas kapal melalui
pipa. Pengaturan kedalaman pengerukan diatur melalui sudut kemiringan ladder,
sedangkan sistem manuver kapal sendiri dilakukan dengan menggunakan enam
buah jangkar yang ditambatkan di dasar laut.

Gambar 2.1 Bucket Wheel Dredger
(Sumber : PT.Timah)
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan di Bucket Wheel Dredger
Kundur I milik PT Timah (Persero) Tbk. Kapal pengeruk ini memiliki
kemampuan untuk menghancurkan lapisan tanah yang keras, lebih baik daripada
cutter suction dredger dengan jangkauan kedalaman pengerukan hingga 60 meter.


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Kapal Bucket Wheel Dredger Kundur I
(Sumber : Dokumentasi)
2.1.1 Cara Kerja Bucket Wheel Dredger
Saat beroperasi bucket wheel diturunkan ke dasar laut secara perlahanlahan dengan menggunakan ladder yang digerakkan oleh ladder winch.
Seiring dilakukannya proses pengerukan, Kundur I bergerak menyamping
secara perlahan-lahan dengan kecepatan tidak lebih dari 20 meter per menit
dengan kecepatan rotasi bucket wheel 13 putaran per menit.
Sebelum

memulai

proses

pengerukan,

pertama-tama

dilakukan


pengecekan level minyak pelumas pada tangki ekspansi, jika diperlukan
minyak diisikan terlebih dahulu, kemudian motor hidrolik bucket wheel
dihidupkan dengan diatur terlebih dahulu jumlah rotasi per menit nya. Setelah
itu ladder dan bucket wheel diturunkan ke bawah permukaan laut, dan pompa
pengeruk dihidupkan. Kemudian ladder dan bucket wheel diturunkan lebih
dalam sesuai dengan kedalaman pengerukan yang dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Metode Pengerukan Pada Wheel
(Sumber : PT.Timah, 2012)

Proses pengangkutan material padatan (solid) pada Bucket Wheel
Dredger mirip seperti vacuum cleaner dimana material padatan (solid) dibawa

beserta dengan fluida sebagai penghantar. Pada kasus ini, fluida penghantar
tersebut adalah air laut. Bucket Wheel dilengkapi dengan ujung penghancur
yang disebut gigi pengahancur pada setiap bucketnya yang berfungsi untuk
menghancurkan lapisan tanah atau batu menjadi ukuran yang lebih kecil

sehingga bisa ditransportasikan melaui fluida.
Pompa Slurry

Bucket
Wheel

Ladder

Gambar 2.4 Sistem Kerja Bucket Wheel Dredger
(Sumber : PT.Timah, 2012)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Komponen Utama Bucket Wheel Dredger
a) Bucket Wheel
Bucket Wheel adalah komponen yang berfungsi sebagai penghancur

lapisan tanah atau batu menjadi dimensi yang lebih kecil sebelum di
hisap untuk di transportasikan kedalam kapal.


Gambar 2.5 Bucket Wheel
(Sumber : Dokumentasi)
b) Ladder
Ladder adalah komponen yang berfungsi sebagai rangka penopang
bucket wheel, pada ladder terdapat pompa slurry, pipa hisap dan

jaringan pipa sistem pelumas .

Universitas Sumatera Utara

Titik 2

Pipa

Ladder
Titik 1

Gambar 2.6 Ladder
(Sumber : PT.Timah)
c) Pipa hisap

Jaringan pipa hisap berfungsi sebagai jalur penghantar slurry dari
ujung mulut isap ke unit penyaringan. Pada sistem pipa hisap ini terdapat
pompa slurry sebagai penghasil daya isap.

Gambar 2.7 Pipa hisap
(Sumber : Dokumentasi)
d) Submersible Centrifugal Slurry Pump

Universitas Sumatera Utara

Pompa slurry menghasilkan daya hisap yang berfungsi untuk
menyedot material yang sudah dihancurkan oleh bucket wheel ke dalam
kapal bersamaan dengan air laut sebagai fluida penghantar.

Gambar 2.8 Submersible Centrifugal Slurry Pump
(Sumber : Dokumentasi)

Pompa slurry yang digunakan merupakan submersible pump, dimana
pompa tenggelam, berada di bawah permukaan air laut.


Posisi Pompa dan
Motor Pompa

Gambar 2.9 Penempatan Pompa dan Motor Pompa
(Sumber : PT. Timah)

Universitas Sumatera Utara

Dibawah ini adalah layout posisi penempatan pompa dan motor pompa
daripada bucket wheel dredger , dimana keduanya berada dibawah permukaan air
laut.

Gambar 2.10 Layout penempatan Pompa dan motor pompa
(Sumber : PT.Timah)
Underwater Gearbox

Motor
Submersible Centrifugal Slurry Pump
Gambar 2.11 Susunan unit pompa
(Sumber : PT.Timah)


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 Potongan Pompa
(Sumber : PT. Timah)
e) Unit penyaringan
Unit

penyaringan

bertugas

untuk

memisahkan

pasir

yang


mengandung mineral dari lumpur atau bebatuan yang ikut terbawa dari
dasar laut bersamaan dengan air laut. Komponen utama dari unit
penyaringan ini yaitu JIG Primer, Sekunder dan Tertier.

Gambar 2.13 JIG Primer
(Sumber : Dokumentasi)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Klasifikasi Fluida
Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis
besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu :
2.2.1 Fluida Newtonian
Fluida Newtonian adalah suatu jenis fluida yang memiliki kurva shear
stress dan gradient kecepatan yang linier, yang digolongkan ke dalam fluida ini

antara lain: air, udara, ethanol, benzeena,dsb. Jenis fluida Newtonian akan terus
menerus mengalir sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut.
Viscositas akan berubah jika terjadi perubahan temperatur. Dengan kata lain
fluida Newtonian adalah fluida yang mengikuti hukum Newton tentang aliran.

2.2.2 Fluida Non-Newtonian
Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang tidak tahan terhadap tegangan
geser, gradient kecepatan dan temperature. Dengan kata lain, kekentalan
(viscosity) merupakan fungsi daripada waktu. Fluida Non-Newtonian ini tidak
mengikuti hukum Newton tentang aliran.

2.3 Slurry
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel

adalah ukuran presentase partikel slurry dengan

ukuran tertentu. Nilai daripada ukuran partikel ini didapat dengan cara melakukan
screening pada material slurry dengan ukuran mesh tertentu. Contoh apabila

diketahui

= 3 mm, berarti 50% partikel dari material slurry tersebut

berdiameter 3 mm atau lebih kecil. Apabila ditunjukkan dalam bentuk kurva,

dapat ditunjukkan seperti pada grafik dibawah ini.

\

Universitas Sumatera Utara

D (mm)

% Jumlah

50%

Gambar 2.14 Grafik D vs % jumlah
(Sumber : Flygt, 2013)

b. Konsentrasi padatan
Konsentrasi partikel daripada slurry dapat diukur sebagai presentase
volume,

, dan juga presentase berat, atau


Gambar 2.15 Ilustrasi

dan

(Sumber : Flygt, 2013)

c. Densitas/Spesific Gravity
1

Solid

Universitas Sumatera Utara

Densitas daripada padatan/solid dinyatakan dengan Spesific Gravity. Nilai
daripada Spesific Gravity of Solids (

) dihitung dengan membagi densitas

padatan dengan densitas air.
2

Air
Densitas air adalah 1000 kg/m³. Nilai SG air pada 20°C adalah 1.

3

Slurry
Spesific Gravity daripada slurry dapat ditentukan dengan menggunakan

nomografi dibawah ini,

Gambar 2.16 Nomogram specific gravity mixture
(Sumber : Weir, 2002)

Specific gravity untuk mixture dapat juga dihitung dengan menggunakan :
=1+

(

-1)

(2.1)

Atau

=

�− �



�−

(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Dimana :
= Spesific Gravity slurry
= Spesific Gravity solid
= Concentration of solids by volume
= Concentration of solids by weight
Slurry dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu settling (mengendap) dan
nonsettling (tidak mengendap).

1

Slurry Tidak mengendap (Non Settling Slurry)
Slurry yang tidak mengendap terjadi pada campuran yang
homogen. Ukuran partikel dari tipe ini adalah dibawah 60 – 100
μm. Jadi, slurry tidak mengendap dapat didefinisikan sebagai
campuran homogeny, dimana campuran antara solid dan liquidnya
terdistribusi secara merata.
Non-settling slurry

Gambar 2.17 Campuran Homogen dalam Pipa
(Sumber : Flygt, 2013)

2

Slurry Mengendap (Settling Slurry)

Universitas Sumatera Utara

Ukuran diameter partikel daripada slurry mengendap adalah
lebih besar dari 100 μm. Slurry dengan campuran Pseudo-homogen atau
slury yang menyebar tetapi konsentrasi tetap lebih besar pada bagian
bawah, atau campuran heterogen yang sebagian atau seluruhnya berada
di lapisan bawah pipa.
Settling slurry

Gambar 2.18 Settling Slury pada pipa
(Sumber : Flygt, 2013)

Sifat Slurry Menurut Dimensi Partikel dan Kecepatan Perpindahan :
Pada kecepatan alir yang tinggi, dan diameter partikel kecil,
slurry dalam pipa akan menyebar dan tidak ada slurry yang mengendap
atau bergesekan secara signifikan dengan dinding pipa. Slurry dalam
keadaan ini akan bersifat Pseudohomogen. Ketika ukuran partikel lebih
besar dan kecepatan alir lebih rendah, maka partikel akan cenderung
untuk terkonsentrasi pada dasar pipa, atau terjadi kontak gesekan secara
langsung. Slurry dalam keadaan ini akan bersifat heterogen.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.19 Slurry Pada Pipa Dalam Berbagai Keadaan
(Sumber : Flygt, 2013)

Pada keadaan kecepatan alir yang rendah dan ukuran partikel
yang besar, slurry akan cenderung untuk mengendap di dasar pipa. Hal
ini akan mengakibatkan terjadinya gesekan terus menerus yang dapat
menggerus lapisan pipa.

2.4 Massa Jenis Campuran
Massa jenis slurry atau campuran dipengaruhi oleh massa jenis fluida
pembawa, massa jenis partikel padatan, dan konsentrasi padatan dalam fluida.
Konsentrasi padatan ditunjukkan dengan menggunakan persen massa. Massa jenis
slurry ditentukan dengan menggunakan persamaan:

(2.3)

=

+



Konsentrasi padatan berdasarkan volume (CV) dalam persen ditunjukkan oleh
persamaan berikut:

=



��

=

��
+
��

��
��
−��


(2.4)

Atau
(2.5)
Universitas Sumatera Utara

=
Konsentrasi padatan berdasarkan massa (CW) dalam persen ditunjukkan oleh
persamaan berikut:
=

=

+

/

(2.6)


Dimana:
= konsentrasi padatan berdasarkan massa dalam persen

= konsentrasi padatan berdasarkan volume dalam persen

= massa jenis campuran atau slurry (kg/m3)

= massa jenis fluida pembawa (kg/m3)

= massa jenis partikel padatan (kg/m3)
= Laju aliran padatan

= Laju aliran campuran atau slurry

2.5 Kapasitas dan Kecepatan Aliran Fluida
Dalam menganalisa fenomena mekanika fluida, penentuan kecepatan di
sejumlah titik pada aliran fluida sangat penting karena memungkinkan untuk
membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran fluida.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.20 Aliran pada penampang 1 dan penampang 2
(Sumber : Frank.M.White, 2010)

Kapasitas aliran untuk fluida incompressible dinyatakan sebagai laju
aliran volume, berat, dan massa dalam persamaan:
̇ =



=



=

(2.7)

Untuk aliran steady laju aliran massa adalah konstan pada setiap titik.
Apabila kerapatannya konstan maka :

Dimana:

=�

=�

(2.8)

Q = Laju aliran volume fluida (m3/s)
A = Luas penampang aliran (m2)
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)

Dimana:

= � .� .

(2.9)

W = Laju aliran berat fluida (N/s)

� = Berat jenis fluida (N/m3)
dan

Dimana:

=

.� .

(2.10)

M = Laju aliran massa fluida (kg/s)
= Massa jenis fluida (kg/m3)

� = Berat jenis fluida (N/m3)

Universitas Sumatera Utara

2.6 Persamaan Energi
Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan. Dalam menganalisa fenomena pada mekanika fluida,
analisa energi potensial dan energi kinetik pada fluida sangat diperlukan. Energi
potensial meunjukkan energi yang dimiliki fluida pada ketinggian tertentu. Energi
potensial dirumuskan sebagai berikut:

=

atau

Dimana :
= Energi potensial fluida (J)

=

. .�
.�

(2.11)

(2.12)

= Massa fluida (kg)

� = Ketinggian Fluida (m)
= Berat fluida (N)

Energi kinetik menunjukkan energi yang dimiliki oleh fluida akibat
pengaruh kecepatan yang terjadi padanya. Energi kinetic dirumuskan sebagai
berikut:

Dimana :

=

.

(2.13)

= energi kinetik fluida (J)

= kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
2.7 Aliran Laminar dan Turbulen
Aliran fluida dikatakan laminar apabila jika partikel-partikel fluida yang
bergerak teratur mengikuti lintasan yang sejajar pipa. Aliran fluida dikatakan
turbulen apabila tiap partikel fluida bergerak mengikuti lintasan sembarang di
sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-rata saja yang mengikuti sumbu pipa. Dari
eksperimen, didapat bahwa koefisien gesekan pipa silindris merupakan fungsi dari
bilangan Reynolds, sehingga penentuan jenis aliran fluida sangat bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

nilai bilangan Reynolds. Nilai bilangan Reynolds dapat dihitung menggunakan
persamaan:

=

Dimana :



(2.14)


Re = Bilangan Reynolds
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
μ = Viskositas absolut fluida (Pa.s)
D = Diameter pipa

Aliran dikatakan laminar untuk nilai Re
turbulen apabila Re

2300. Aliran dikatakan

4000. Sedangkan untuk 2300 < Re < 4000, disebut sebagai

daerah transisi, dimana aliran dapat berupa aliran laminar dan turbulen.

2.8 Kerugian Head
A. Kerugian Head Mayor
1. Persamaan Darcy – Weisbach
Di dalam mekanika fluida, persamaan darcy-weisbach dapat digunakan
untuk menghitung kerugian head (head losses) atau kehilangan tekanan
akibat gesekan di sepanjang pipa lurus terhadap kecepatan aliran rata-rata.
Kerugian head untuk sepanjang pipa lurus disebut dengan kerugian mayor
(major losses). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

ℎ =



(2.15)

Dimana:
= Koefisien gesekan

L = Panjang pipa (m)


= Diameter hidraulik pipa (m)

V = Kecepatan rata-rata aliran fluida ( ⁄
= Percepatan gravitasi = 9,81



Universitas Sumatera Utara

Untuk aliran laminar, koefisien gesekan dapat dicari dengan persamaan :
(2.16)

=

Sedangkan untuk aliran turbulen (Re

4000), harga f didapat dari diagram

Moody sebagai fungsi dari bilangan Reynolds dan kekasaran relatif yang
nilainya dapat dilihat pada grafik sebagai fungsi dari nominal diameter pipa
dan kekasaran permukaan dalam pipa (ε) tergantung dari jenis material pipa.
Tabel 2.1 Nilai kekasaran dinding untuk berbagai pipa komersil
Bahan

Kekasaran
ft

m

Riveted Steel

0.003-0.03

0.0009-0.009

Concrete

0.001-0.01

0.0003-0.003

0.0006-0.003

0.0002-0.009

Cast Iron

0.00085

0.00026

Galvanized Iron

0.0005

0.00015

Asphalted Cast Iron

0.0004

0.0001

0.00015

0.000046

0.000005

0.0000015

“Smooth”

“Smooth”

0.0005

0.00015

Wood Stave

Comercial Steel or Wrought
Iron
Drawn Brass or Copper
Tubing
Glass and Plastic
Rubber

(Sumber : Frank.M.White, 2009)

Kemudian koefisien kekasaran dicari dengan diagram moody.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.21 Diagram Moody
(Sumber : Frank.M.White, 2009)
2. Persamaan Hazen – Williams
Persamaan Hazen-Williams umumnya digunakan untung menghitung
kerugian head pada pipa yang sangat panjang. Bentuk umum persamaan
tersebut yaitu :

Dimana:

ℎ =

,

,

,

,

(2.17)

= Laju aliran fluida dalam pipa (m3/s)

= Panjang pipa (m)

= Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams

D = Diameter pipa (m)

Dibawah ini adalah tabel dari nilai koefisien kekasaran

pipa Hazen-

Williams.
Tabel 2.2 Koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams

Extremely smooth and straight pipes

140

New Steel or Cast Iron

130

Wood; Concrete

120

New Riveted Steel; vitrified

110

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2
Old Cast Iron

100

Very Old and corroded cast iron

80

(Sumber : Frank.M.White, 2009)

B.Kerugian Head Minor
Ketika fluida mengalir melalui sebuah komponen tertentu seperti katup
,belokan pada pipa, pembesaran dan pengecilan pipa secara tiba-tiba dan
berbentuk kerucut, percabangan pipa, nosel, serta jalur masuk dan keluar pipa.
Fluida tersebut akan mengalami kehilangan energi mekanik tambahan ketika
melewati komponen tersebut yang menyebabkan bertambahnya nilai head loss.
Kerugian-kerugian head akibat komponen selain pipa lurus ini disebut dengan
kerugian minor (minor losses). Kerugian head minor dapat ditentukan dengan
menentukan koefisien kerugian head minor, K yang didefinisikan sebagai berikut:

atau

=


/

=



(2.18)

/

ℎ =

(2.19)

Dimana:
ℎ = Head minor (m)

∆ = Perubahan tekanan (Pa)

= Koefisien kerugian head minor

Nilai K untuk setiap komponen adalah berbeda, dibawah ini adalah
rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien kerugian pada tiap
fiting. Adapun beberapa nilai koefisien didapat dari hasil eksperimen.

Universitas Sumatera Utara

a. Koefisien kerugian pada mulut hisap

Gambar 2.22 Berbagai bentuk ujung masuk pipa
(Sumber : google.com)

Dengan nilai masing-masing :
(i) K = 0.5
(ii) K = 0.25
(iii) K = 0.06
(iv) K = 0.56
(v) K = 3.0 (untuk sudut tajam) sampai 1.3 (untuk sudut 45)
(vi) K ditentukan dengan rumus :

Dimana

+ .

Ө+ .

Ө

(2.20)

adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan

mengambil harga (i) sampai (v) sesuai dengan bentuk yang dipakai.

b. Koefisien kerugian mulut lonceng atau corong pada pipa hisap
Nilai koefisien kerugian pada mulut hisap dapat dilihat pada gambar
dibawah.

Gambar 2.23 Mulut lonceng dan corong pada pipa hisap
(Sumber : Frank.M.White, 2009)

Universitas Sumatera Utara

c. Koefisien kerugian pada belokan pipa
Belokan pada pipa menghasilkan nilai kerugian head yang lebih besar
daripada pipa lurus. Ada 2 macam belokan pipa, yaitu belokan lengkung
atau belokan patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus Fuller
(Sularso,1983) dimana nilai dari koefisien kerugian dinyatakan sebagai :

=[ .

+ .

(

)

.

](



)

.

(2.21)

Dimana :
K = koefisien kerugian belokan
R = jari – jari belokan pipa (m)
D = diameter pipa (m)
� = sudut belokan (derajat)
d. Koefisien kerugian pada belokan 90°
Untuk belokan pipa 90° digunakan grafik dibawah ini :

Gambar 2.24 Grafik K vs R/D pada belokan 90°
(Sumber : Frank, 2009)
Dimana :

Universitas Sumatera Utara

K = koefisien kerugian belokan 90°
= bilangan reynold
D = diameter belokan (m)
ɛ = kekasaran (m)

e. Koefisien kerugian pada pengecilan bertahap

Ө

A1
A2
Gambar 2.25 Pengecilan Bertahap
(Sumber : google.com)
Untuk mencari nilai koefisien kerugian pada pengecilan bertahap,
digunakan gambar dibawah ini :

Tabel 2.3 Nilai K untuk pengecilan bertahap
Angle of Cone θ




10°

15°

20°

25°

30°

35°

40°

45°

50°

60°

1.1

0.01

0.01

0.03

0.05

0.10

0.13

0.16

0.18

0.19

0.20

0.21

0.23

1.2

0.02

0.02

0.04

0.09

0.16

0.21

0.25

0.29

0.31

0.33

0.35

0.37

1.4

0.02

0.03

0.06

0.12

0.23

0.30

0.36

0.41

0.44

0.47

0.50

0.53

1.6

0.03

0.04

0.07

0.14

0.26

0.35

0.42

0.47

0.51

0.54

0.57

0.61

1.8

0.03

0.04

0.07

0.15

0.28

0.37

0.44

0.50

0.54

0.58

0.61

0.65

2.0

0.03

0.04

0.07

0.16

0.29

0.38

0.46

0.52

0.56

0.60

0.63

0.68

2.5

0.03

0.04

0.08

0.16

0.30

0.39

0.48

0.54

0.58

0.62

0.65

0.70

3.0

0.03

0.04

0.08

0.16

0.31

0.40

0.48

0.55

0.59

0.63

0.66

0.71



0.03

0.05

0.08

0.16

0.31

0.40

0.49

0.56

0.60

0.64

0.67

0.72

(Sumber : McGraw-Hill, 1999)

Universitas Sumatera Utara

f. Koefisien kerugian pada pembesaran bertahap

Gambar 2.26 Pembesaran Bertahap
(Sumber : google.com)
Untuk mencari nilai koefisien kerugian pada pembesaran bertahap,
digunakan grafik pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.27 Grafik

/

(Sumber : google.com)

g. Koefisien kerugian pada percabangan tertutup
Koefisien kerugian pada percabangan tertutup dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara

=

Dimana :



=

=

Nilai

� �
dan

� �



+





+

(2.22)

� �



=

� �

=∞

diketahui dari tabel dibawah ini .

Tabel 2.4 nilai koefisien kerugian pada percabangan
Fitting

Type

Tee, used as elbow

Screwed, SR (R/D = 1)

500

0.7

Screwed, LR

800

0.4

800

0.8

Stub-in type Branch

1000

1

Screwed

200

0.1

Flanged/Welded

150

0.05

Stub-in type Branch

100

0

Full Line Size, Beta = 1

300

0.1

Reduced Trim, Beta=0.9

500

0.15

Reduced Trim, Beta= 0.8

1000

0.25

Globe, Standard

1500

4

Globe, Angle

1000

2

Diaphragm, dam type

1000

2

Butterfly

800

0.25

Flanged/Welded,SR (R/D
= 1)

Tee, Run Through

Valves, Gate/Ball/Plug

Valves



(Sumber : google.com)

h. Koefisien kerugian pada elbow 90°
Koefisien kerugian pada elbow 90° dapat dihitung menggunakan rumus
(2.22)
Nilai

dan



diketahui dari tabel dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 nilai koefisien kerugian pada percabangan
Fitting

Type
Threaded, SR (R/D = 1)

90° Elbow Curved

90° Elbow Mitered R/D 1.5

45° Elbow

45° Elbow Mitered



800

0.4

800

0.25

All Types,LR (R/D =1.5)

800

0.2

1 Weld (90° Angle)

1000

1.15

2 Weld (45° Angle)

800

0.35

3 Weld (30° Angle)

800

0.3

4 Weld (22.5° Angle)

800

0.27

5 Weld (18° Angle)

800

0.25

All Types,SR(R/D=1)

500

0.2

All Types LR (R/D=1.5)

500

0.15

1 Weld (45° Angle)

500

0.25

2 Weld (45° Angle)

500

0.15

Flanged/Welded, SR
(R/D = 1)

(Sumber : google.com)
i. Pembesaran dan pengecilan mendadak
Koefisien kerugian pembesaran dan pengecilan mendadak pada pipa
dapat dihitung dengan menggunakan grafik pada gambar dibawah.

Gambar 2.28 Koefisien kerugian pengecilan dan pembesaran mendadak.
(Sumber : Frank.M.White, 2009)

Universitas Sumatera Utara

j. Koefisien kerugian keluaran pipa
Berdasarkan table koefisien kerugian pada Frank M White, nilai k pada
keluaran pipa adalah senilai k=1.

2.9 Persamaan Bernoulli
Berdasarkan dengan hukum kekekalan energi, energi total pada suatu titik
di fluida akan sama dengan total energi pada titik lain di sepanjang aliran fluida
tersebut.

Gambar 2.29 Ilustrasi aliran fluida dalam pipa menurut bernoulli
(Sumber : Frank. M. White, 2009)
Hal ini akan berlaku selama tidak ada penambahan energi ke fluida.
Konsep ini dapat dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal
dengan persamaan Bernoulli, yaitu:


+

+� =



+

+�

(2.23)

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
P1 dan P2 = tekanan pada titik 1 dan 2 (Pa)
V1 dan V2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2 (m/s)
Z1 dan Z2 = Ketinggian titik 1 dan titik 2 (m)
γ = berat jenis fluida (N/m3)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

Persamaan diatas adalah asumsi jika tidak ada kehilangan energi antara
dua titik yang terdapat dalam aliran tersebut, namun dalam kenyataanya akan ada
kerugian energi yang disebabkan gesekan antara fluida dan dinding pipa.
Kerugian ini dinyatakan dengan head losses yang terjadi antara dua titik. Jika
head losses ini dinotasikan sebagaiℎ , maka persamaan Bernoulli di atas dapat
ditulis menjadi sebuah persamaan baru sebagai berikut:


+

+� =



+

+� +ℎ

(2.24)

Persamaan diatas dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak
permasalahan dalam mekanika fluida, terutama untuk fluida inkompresibel tanpa
adanya penambahan panas atau energi yang diambil dari fluida.

2.10 Kecepatan Minimum Aliran Slurry
Pada kecepatan yang kecil, head loss pada pipa akibat aliran slurry akan
sangat sulit di prediksi dan sangat rentan terjadinya penyumbatan padatan pada
pipa.

Gambar 2.30 Pengaruh Kecepatan Terhadap Distribusi Partikel Solid Pada Pipa
(Sumber : Metso)

Universitas Sumatera Utara

Kecepatan minimum aliran slurry tersebut dapat ditentukan melalui nomogram
berikut :

Gambar 2.31 Nomogram Kecepatan Minimum
(Sumber : Weir, 2009)
2.11 Diameter Hidraulik
Untuk pipa dengan penampang non sirkular, perhitungan menggunakan
diameter hidraulik. Diameter hidraulik dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rumus yang digunakan untuk menghitung diameter hidraulik adalah:



Dimana:


=

.�

(2.25)

= Diameter hidraulik (mm)

� = Luas area penampang pipa (mm2)
= Wet Perimeter (mm)

Universitas Sumatera Utara

2.12 HR dan ER
Untuk menghitung head pada fluida Non-Newtonian, diperlukan metode
khusus, salah satunya yaitu dengan menggunakan Head Ratio (Weir Slurry
Pumping Manual, 2009). Head Ratio (HR) dan Efficiency Ratio (ER) adalah
konstanta yang digunakan untuk menentukan head aktual serta efisiensi aktual
yang terjadi pada suatu sistem pemipaan dengan fluida kerja slurry. HR dan ER
berupa konstanta pembagi total head yang sudah dihitung dengan menggunakan
medium fluida berupa air tanpa campuran padatan. Menurut Warman dalam
Slurry Pumping Handbook, nilai HR dan ER ditentukan dengan menggunakan

grafik seperti dibawah ini.

Gambar 2.32 Grafik HR dan ER
(Sumber : Weir, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.13 Head Solid
Head solid merupakan nilai head tambahan yang diberikan oleh partikel
solid yang bercampur dalam aliran. Head solid dihitung dengan membagi Head
Clear Water untuk seluruh sistem dengan sebuah koefisien pembagi, kemudian
menguranginya lagi dengan Head Clear Water pada keseluruhan sistem tersebut,
dimana pengaruh tekanan harus diabaikan agar didapat nilai head sistem. Secara
matematis, hubungan head mixture dengan head solid dapat dijabarkan sebagai
berikut:
=

Dimana:


=

� .

=

=

� .












(2.26)

.

2.14 Head Mixture
Nilai head aktual atau head campuran daripada suatu sistem dihitung
dengan menjumlahkan Head Clear Water dengan Head Solid. Secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut:
=

+

(2.27)

Dimana :
=

=

��

Universitas Sumatera Utara