Akulturasi antara Islam dan budaya lokal dalam tradisi bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban) di Desa Sendangduwur Paciran Lamongan.

AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI BULAN
SYA’BAN (NIS}FU SYA’BAN) DI DESA SENDANGDUWUR – PACIRAN –
LAMONGAN

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam
Program Studi Filsafat Agama

Oleh:
Laili Kalimatul Hidayah
NIM: F11212137

PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABTRAKSI
Tesis ini berjudul “Akulturasi Antara Islam dan Budaya Lokal dalam
Tradisi Bulan Sya’ban (Nis{fu Sya’ban) di Desa Sendangduwur – Paciran –

Lamongan” penelitian oleh Laili Kalimatul Hidayah, NIM F11.212.137
Kata Kunci: Akulturasi, Budaya Lokal, Tradisi, Ritual, Bulan Sya’ban (Nis}fu
Sya’ban).
Akulturasi atau acculturation atau culture contact adalah konsep mengenai
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan tertentu atau
budaya baru, sehingga unsur-unsur kebudayaan baru itu lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri. Ketika ajaran masuk dalam komunitas yang berbudaya,
akan terjadi tarik menarik antara kepentingan agama dan kepentingan budaya
akhirnya tidak menghalangi akan adanya kehidupan beragama dalam bentuk
budaya. Masalah yang menjadi sasaran penelitian ini adalah (1) Siapa penyebar
Islam awal di desa Sendangduwur?, (2) Bagaimana proses akulturasi dan
asimilasi budaya Hindu, Islam dan Modern di desa Sendangduwur?, (3)
Bagaimana hasil akulturasi Islam dan budaya lokal yang terkandung dalam
tradisi bulan sya’ban dan nis}fu sya’ban, pada masyarakat desa Sendangduwur?
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang
dikategorikan kepada penelitian kualitatif memaparkan tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang

tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya, yaitu merupakan
penelitian yang bersifat deskriptif yaitu data-data yang diperoleh dari informan
terkait, kemudian data-data tesebut dijelaskan kata-kata, kalimat dalam tulisan
dengan tujuan berusaha menjelaskan keadaaan masyarakat desa Sendangduwur
yang terkait akulturasi antara Islam dengan budaya lokal dalam bulan sya’ban
(nis}fu sya’ban).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Sejarah pengenalan dan
perkembangan Islam ‘awal’ pada masyarakat desa Sendangduwur – Paciran –
Lamongan ini tidak bisa terlepas dari peran penting dan jasa seorang tokoh ‘arif’
yang sangat berpengaruh besar ini mempunyai nama asli Raden Noer Rochmat
yang juga sekarang dikenal dengan nama sinuwun mbah sunan Sendang Raden
Noer Rochmat, (2) Transformasi adaptasi antara unsur-unsur budaya Islam,
modern dengan unsur-unsur budaya pra-Islam, mengenalkan dan menyebarka
Islam secara evolutif-kultural (berproses dan menyangkut kepada budaya)
masyarakat setempat, kontinuitas juga terjadi didalamnya karena adanya
kesesuaian antara budaya lama dan baru, merupakan proses akulturasi dan
asimilasi budaya Hindu, Islam dan Modern di desa Sendangduwur – Paciran –
Lamongan, (3) Peringatan acara haul sinuwun mbah sunan Sendang Raden Noer
Rochmat yang dilaksanakan di masjid peninggalan sinuwun mbah sunan Sendang
Raden Noer Rochmat yang berarsitektur Hindu-Budha dan merupakan

peninggalan sejarah yang berasal dari masa transisi Indonesia.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSETUJUAN TIM PENGUJI
TRANSLITERASI ................................................................................

i

HALAMAN MOTTO ............................................................................

iii


ABSTRAKSI ..........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................

v

DAFTAR ISI...........................................................................................

vi

DAFTAR TABEL...................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

x


BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah .........................................

5

C. Rumusan Masalah .................................................................

6

D. Tujuan Penelitian ..................................................................

6

E. Kegunaan Penelitian .............................................................

7


F. Penelitian Terdahulu .............................................................

8

G. Metode Penelitian .................................................................

12

1. Jenis Penelitian ...............................................................

12

2. Teknik Pengumpulan Data .............................................

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2.1.Jenis dan Sumber Data..............................................


14

2.2.Teknik Pengambilan Data ........................................

15

3. Teknik Analisis Data ......................................................

18

H. Sistematika Pembahasan ......................................................

20

BAB II : KAJIAN TEORETIS
A. Pengertian Tradisi, Ritual dan Budaya.................................

21


B. Kedudukan Bulan Sya’ban (Nis}fu Sya’ban) dalam
Dunia Islam ...........................................................................

32

C. Tradisi Nis}fu Sya’ban Pada Masyarakat Jawa .....................

43

BAB III : DESA SENDANGDUWUR – PACIRAN – LAMONGAN
A. Letak Geografis dan Karakteristik Desa Sendangduwur –
Paciran – Lamongan .............................................................

52

B. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Sendangduwur–
Paciran – Lamongan .............................................................

59


C. Islamisasi Masyarakat Desa Sendangduwur ........................

76

BAB IV : AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL TRADISI
BULAN SYA’BAN (NIS}FU SYA’BAN) DI MASYARAKAT
DESA SENDANGDUWUR
A. Makna Filosofis dan Simbolis yang Tertuang dalam Tradisi,
Berbagai Peringatan dan Ritual Pada Masyarakat Jawa ......

84

B. Pelaksanaan Tradisi Bulan Sya’ban—Nis}fu Sya’ban Pada
Masyarakat Desa Sendangduwur..........................................

88

C. Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Bulan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


Sya’ban (Nis}fu Sya’ban) dalam Kehidupan Masyarakat
Desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan ........................

97

BAB V:PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................

112

B. Saran ..........................................................................................

114

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

115

LAMPIRAN – LAMPIRAN


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Islam

adalah

agama

universal,

karenanya

ajaran-ajarannya

diharapkan mampu mengakomodasi setiap kultur kehidupan, di manapun
dan kapanpun.Islam yang tumbuh dan berkembang di jazirah Arab, tidak
bisa terlepas dari kebudayaan masyarakat setempat. Maka tidak jarang
perilaku keberagamaan yang ditampilkan pemeluknya lebih bernuansa
Arab.
Memang tidak bisa disalahkan ketika seseorang mengekspresikan
perilaku keberagamaannya dengan warna Arab, karena itu adalah soal
selera. Akantetapi akan menjadi masalah ketika “kepatuhan” kepada warna
tertentu menjadikan seseorang beranggapan dialah yang paling dekat
dengan surga (baca: paling benar). Lebih ironis, tuduhan bid’ah, khurafat ,
belum kaffah dan sejenisnya seringkali ditujukan kepada kelompok tidak
“setia” dengan warna Arab tersebut. Padahal, sejarah perkembangan
pemikiran

hukum

fikih

menunjukkan

bahwa

persentuhan

prinsip

universalitas hukum Islam dengan kondisi budaya lokal, telah melahirkan
fiqih Hijaz atau Hedzjaz (fikih yang berusaha mengakomodasi kehidupan
sosio-kultural masyarakat Hijaz atau Hedzjaz), atau fikih Irak (fikih yang

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

mencoba bersanding dengan tradisi atau sosio-kultural masyarakat Irak)
saat itu. 1
Fenomena ini pula yang memicu gagasan pribumisasi Islam yang

akomodatif terhadap budaya lokal. Meski sebenarnya, kita juga dituntut
bersikap kritis terhadap gagasan ini, agar jangan sampai terjebak dalam
pribumisasi yang justru menjadikan berantakan—merusak nilai-nilai Islam.
Seharusnya penilaian bukan diarahkan pada tentatifnya, akan tetapi pada

esensi acara tersebut. Selama esensinya tidak bertentangan dengan nilainilai universalisme Islam, maka perbedaan selera dan cara pandang dalam

1

Di Irak, Ibnu Mas’ud (28 SH.-32 H./596 M.-654 M.) muncul sebagai fuqaha yang menjawab
berbagai persoalan hukum yang dihadapinya di sana. Dalam hal ini sistem sosial masyarakat Irak
jauh berbeda dengan masyarakat Hijaz atau Hedzjaz (Makkah dan Madinah). Saat itu, di Irak
telah terjadi pembauran etnik Arab dengan etnik Persia, sementara masyarakat di Hijaz lebih
bersifat homogen. Dalam menghadapi berbagai masalah hukum, Ibnu Mas’ud mengikuti pola
yang telah di tempuh Umar bin al-Khattab, yaitu lebih berorientasi pada kepentingan dan
kemaslahatan umat tanpa terlalu terikat dengan makna harfiah teks-teks suci. Sikap ini diambil
Umar bin al-Khattab dan Ibnu Mas’ud karena situasi dan kondisi masyarakat ketika itu tidak sama
dengan saat teks suci diturunkan. Atas dasar ini, penggunaan nalar (analisis) dalam berijtihad
lebih dominan. Dari perkembangan ini muncul madrasah atau aliran ra’yu (akal)(Ahlulhadits dan
Ahlurra’yi). Sementara itu, di Madinah yang masyarakatnya lebih homogen, Zaid bin Sabit (11 SB45 H./611-665 M.) dan Abdullah bin Umar bin al-Khattab (Ibnu Umar) bertindak menjawab
berbagai persoalan hukum yang muncul di daerah itu. Sedangkan di Makkah, yang bertindak
menjawab berbagai persoalan hukum adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) dan sahabat
lainnya. Pola dalam menjawab persoalan hukum oleh para fuqaha Madinah dan Makkah sama,
yaitu berpegang kuat pada Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Hal ini dimungkinkan karena di kedua
kota ini-lah wahyu dan sunnah Rasulullah SAW diturunkan, sehingga para sahabat yang berada di
dua kota ini memiliki banyak hadits. Oleh karenanya, pola fuqaha Makkah dan Madinah dalam
menangani berbagai persoalan hukum jauh berbeda dengan pola yang digunakan fuqaha di Irak.
Cara-cara yang ditempuh para sahabat di Makkah dan Madinah menjadi cikal bakal bagi
munculnya ahlulhadits. Ibnu Mas’ud mempunyai murid-murid di Irak sebagai pengembang pola
dan sistem penyelesaian masalah hukum yang dihadapi di daerah itu, antara lain Ibrahim anNakha’i (w.76 H.), Alqamah bin Qais an-Nakha’i (w. 62 H.), dan Syuraih bin Haris al-Kindi (w. 78
H.), d.l.l . Lihat http://m.facebook.com>notes>pengertian atau
http://surgaditelapakibu.blogspot.com/2011/05/pengertian-fiqh-dan-sejarah.html , (12 Juni
2016). Lihat juga Muh. Zuhri, hukum Islam dalam Lintasan Sejarah , (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993), h. 65-70. Lihat juga Fathurrahman, Djamail, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), h. 90. Atau lihat Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991) h. 71.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

perilaku keberagamaan harus disikapi sebagai dinamika yang tidak sampai
menyeret umat ke dalam perpecahan.
Bagi masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam (Muslim) dan itu
pasti berlaku untuk keseluruhan umat Islam di penjuru dunia, bulan puasa
atau ramadhan merupakan bulan yang suci dan sakral, dalam sebulan penuh
melakukan kewajiban berpuasa—(rukun Islam yang ke-empat) dan ibadahibadah lainnya, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, karena
anggapan suci dan sakralnya bulan puasa itu, jauh hari mereka
mempersiapkan sebaik-baiknya kondisi fisik dan kondisi rohani. 2
Sebelum tiba atau memasuki suasana bulan ramadhan tentu terlebih
dahulu melalui bulan sya’ban. Sya’ban adalah salah satu nama dari pada
bulan Islam menurut kalender Hijriah. Bulan sya’ban bertepatan dengan
bulan ruwah didalam nama urutan bulan Jawa. Kebanyakan masyarakat
Jawa Muslim di desa Sendangduwur, sebagaimana di kota lain, mulai
mempersiapkan diri, baik jasmani maupun rohani, fisik maupun spiritual,
setiap menyongsong datangnya bulan ramadan.
Terkait hal tersebut ada beberapa tradisi sosial-keagamaan yang
dilakukan pada bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) oleh masyarakat desa
Sendangduwur – Paciran – Lamongan – Jawa Timur, acara tersebut adalah

2

Agus Widodo, “Kearifan Tradisi Jawa atas Puasa”, Harian Suara Merdeka, (03 September 2008).
Lihat juga Agus Widodo, “Falsafah Nyadran”, Harian Sinar Merdeka, (31 Agustus 2008)., lihat juga
Suci Handayani Harjono, “ Tradisi Jawa yang Dilakukan Jelang Puasa Ramadhan”, Kompasiana,
(04 Juni 2016), h. 5., lihat juga https://stellarciyne.wordpress.com/2011/06/03nilai-ibadah-puasasebagai-momentum-untuk-meningkatkan-ketaqwaan-kepada-allahswt./pustakasilebah.blogspot.cp.id/2013/07/ramadhan-bulan-ibadah.html?m=l (28 Juni 2016)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

acara ruwahan. 3 Ruwahan adalah salah satu hasil cipta kejeniusan orangorang Jawa pada umumnya, dan pada masyarakat desa Sendangduwur pada
khususnya. Tradisi yang sudah ada pada masa lalu, sebagai hasil penafsiran

akulturasi, asimilasi 4 budaya agama sebelum Islam yang diadopsi juga
menjadi kebiasaan atau tradisi orang Muslim Jawa, walaupun sudah
melalui proses enkulturasiajaran Islam. 5 Tradisi ruwahan masih ada dalam
konteks realitas sosial sehingga masyarakat merespons dengan baik dan
masih tetap berlangsung hingga saat ini.
Kegiatan ruwahan dilakukan kelompok warga atau individu dengan
mengundang tokoh masyarakat dan tetangga sekitarnya. Kata ruwahan
berasal dari kata ruwah, istilah bulan Jawa atau nama bulan Jawa urutan
ke-8, berbarengan atau bertepatan dengan bulan sya’ban yang juga
bertepatan urutan bulan ke-8 pada tahun Hijriyah. 6 Kata ruwah memiliki
akar kata arwah atau ruh leluhur dan nenek moyang. 7 Konon dari arti kata
arwah inilah bulan ruwah dijadikan sebagai bulan mengenang leluhur. Ada

3

Kebiasaan turun-temurun. lihat. Pius A. Partanto, (dkk),Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 756.
4
Proses percampuran dua kebudaan atau lebih danPenyesuaian, penyelarasan, pemanduan,
penyamaan .Lihat Pius A., Kamus Ilmiah Populer, h. 18 dan h. 50.
5
Penyerapan kebudayaan; proses dimana orang sadar maupun tidak mempelajari seluruh
kebudayaan masyarakat , Lihat Pius A., Kamus Ilmiah Populer, h. 151.
6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 1114.
7
Iqbal Nugraha, “Mistik Kejawen Sebagai Filsafat Orang Jawa”, dalam
iqbalnugraha.blogspot.co.id/2015/01/mistik-kejawen-sebagai-filsafat-orang.html?m=1, (13 Juni
2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

pula yang mempunyai persepsi bahwa pada bulan sya’ban (nisfu sya’ban)
turun ketentuan pisahnya ruh dengan jasad manusia. 8
Menurut

orang

jawa,

melestarikan

tradisi

bertujuan

untuk

mengingatkan manusia agar tidak lupa dengan asal-usulnya. Ketika
manusia semakin jauh melangkahkan kaki dari asalnya, maka semakin
rentan baginya untuk melupakan tradisi yang dibentuk oleh leluhurnya. 9
B.

Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan deskripsi atau uraian dalam latar belakang permasalahan
yang sudah dikemukakan diatas, maka identifikasi masalah penelitian ini
adalah tentang akulturasi Islam dan budaya lokal yang terangkum dalam
tradisi masyarakat desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan selama bulan
sya’ban, khususnya pada nis{fu sya’ban. Lebih lanjut lagi, kajian ini
bermaksud menelaah dan mengetahui proses akulturasi dan asimilasi antara
budaya Hindu, Islam dan Modern (dari sebelum Islam dikenal, agama Islam
belum familiar oleh masyarakat desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan,
hingga Islam dikenal, kemudian berkembang dan menjadi familiar oleh
masyarakat desa Sendangduwur).

8

Suci Handayani Harjono, “Tradisi Jawa yang Dilakukan Jelang Puasa Ramadhan”, Kompasiana, 04
Juni 2016 dalam .kompasiana.com/sucilistiraludin/tradisi-jawa-yang-dilakukan-jelang-bulanpuasa_575283eef17a610d12814b3 . Lihat. juga https://id.m.wikipedia.org/wiki/hari-hari-penting
(13 Juni2016).
9
Iqbal Nugraha, “Mistik Kejawen Sebagai Filsafat Orang Jawa”, dalam
iqbalnugraha.blogspot.co.id/2015/01/mistik-kejawen-sebagai-filsafat-orang.html?m=1, (13 Juni
2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

C.

Rumusan Masalah
Beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk dijawab dalam kajian,
penelitian dan verifikasi (menarik kesimpulan) ini maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1.

Siapa penyebar Islam awal di desa Sendangduwur – Paciran –
Lamongan?

2.

Bagaimana proses akulturasi dan asimilasi budaya Hindu, Islam dan
Modern di desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan?

3.

Bagaimanahasil akulturasi Islam dan budaya lokal yang terkandung
dalam tradisi bulan sya’ban dan nis}fu sya’ban,pada masyarakat desa
Sendangduwur – Paciran – Lamongan?

D.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1.

Mendeskripsikan dan menganalisisproses awal mula agama Islam
masuk di desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan.

2.

Mendeskripsikan dan menganalisis proses akulturasi dan asimilasi
budaya Hindu, Islam, dan modern di masyarakat Sendangduwur –
Paciran – Lamongan.

3.

Mendeskripsikan akulturasi Islam dan budaya lokal yang terkandung
dalam tradisi masyarakat desa Sendangduwur pada nisfu sya’ban.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

E.

Kegunaan Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat antara
lain yaitu:
1.

Menambah wawasan, dari khasanah ilmu ke-Islaman universalism
dalam wacana agama Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alami}n dan
menjadi bahan tambahan wacana pertimbangan bagi umat Islam
dalam menyikapi segala perbedaan—keanekaragaman tradisi dan
budaya yang sudah ada dalam lingkup lokal dan luas—Islam
nusantara (Indonesia) dan universalism (masyarakat dunia) khususnya
dalam sisi fakta dan realitas sosial, baik lokal atau lingkup luas—
dunia dan menyikapi dengan bijak pemikiran dalam dunia Islam
khususnya tentang tradisi dan budaya dari semua kalangan termasuk
kalangan tekstualis, kontekstualis, maupun aliran pemikiran yang
lain.

2.

Umat Islam secara keseluruhan lebih bisa menghargai perbedaan—
keragaman yang ada dalam masyarakat Muslim Jawa khususnya,
hingga tidak saling menganggap salah pemikiran yang lain, sementara
pemikiran yang dipercayai paling benar, khususnya para akademisi
lebih bijak lagi dalam menanggapi munculnya berbagai macam
pemikiran yang berkenaan tentang tradisi atau kebiasaan yang sudah
berkembang pada masyarakat lokal (Jawa) khususnya dan didalam
dunia Islam umumnya, sehingga umat Islam mampu menyikapi
semua perbedaan yang sudah ada sesuai dengan hak asasi manusia

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

yang universal, dan saling menghargai, saling menyayangi sesuai
harkat dan martabat manusia itu sendiri.
3.

Tidak terjadi ketimpangan—kesenjangan dalam menjalani kehidupan
yang sangat diharapkan membahagiakan, rukun—equilibrium 10untuk
kelangsungan kesejahteraan dalam menuju Islam sebagai agama

rahmatan lil ‘alami}n untuk semua penganut agama Islam (muslim)
yang mempunyai latar belakang—backround asal asul, suku, budaya
dan interaksi sosial yang beraneka ragam di pulau Jawa—Indonesia
khususnya dan dalam ranah Internasional—universal.
F.

Penelitian Terdahulu
Penelitian dan kajian yang berkaitan dengan perpaduan—penyerapan
kebudayaan yang terinternalisasi dalam nilai sosial dalam kebiasaan—
tradisi yang terjadi pada bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) adalah hal yang
tidak baru lagi—tidak asing lagi didalam ranah non akademik maupun
dunia akademik, dan pembahasan tentang nilaireligius, norma adat,
kebiasaan—tradisi yang terjadi pada bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) ataupun
pembahasan yang berkaitan dengan bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) juga
sudah pernah dikaji oleh lintas bidang studi, karena pembahasan nilai,
norma adat

yang terangkum dalam kebiasaan—tradisi yang ada

hubungannya dengan bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) memang dapat dikaji
dari berbagai sudut pandang—berbagai sisi. Adapun penelitian terdahulu

10

Keseimbangan atau keadaan yang seimbang, Lihat Pius A., Kamus Ilmiah Populer, h. lihat
jugaJohn MEchol, M. (dkk), Kamus Inggis Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987), h. 217.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

yang berkenaan dengan bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) diantaranya adalah
sebagai berikut:

Pertama, saudara Muhammad Yusuf dalam artikelnya dengan judul
Studi Kritis Terhadap Hadits Nis{fu Sya’ban,yang ditulis pada tahun 1999,
artikel ini membahas tentang ritual ibadah yang dilakukan orang sekarang,
yang berhubungan dengan nis{fu sya'ban telah menjadi kebiasaan yang
mereka anggap sebagai kewajiban. Ini adalah masalah yang terpisah di
kalangan umat Islam, terutama ketika mereka menggunakan argumen dari
kata-kata Nabi (Hadis) sebagai landasan untuk melakukan ritual ini tidak
jelas tentang keasliannya. Untuk menemukan keaslian sebuah hadits, studi
kritis terhadap hadits yang berkaitan dengan nis{fu sya'ban, baik dari segi
matan dan sanad hadits, sehingga orang-orang ini tidak jatuh ke hal-hal
sesat yang akan menyesatkan mereka.

Kedua, saudara André Möller yang menulis buku dengan judul
Ramadan di Jawa: Pandangan dari Luar, yang ditulis pada tahun 2005. Pada
buku ini dijelaskan tentang sebuah kebiasaan yang terjadi menjelang bulan
ramadhan tiba yaitu ruwahan. Ruwahan inilah sejumlah ritus digelar guna
menyambut ramadhan: dari acara nis{fu syaban, arak-arakan keliling kota,
bersih desa yang diiringi slametan kecil lalu kenduren di malam harinya,
kemudian esok paginya ziarah kubur, hingga berakhir pada acara padusan
tepat di penghujung hari menjelang Puasa.

Ketiga, saudari Dwi Aprinita Lestari yang menulis skipsi dengan
judul Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nis{fu Sya’ban Dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Kitab Fadhail al Awqa>
d Karya Imam Baihaqi yang ditulis pada tahun 2010.
Dalam kesimpulan skripsi dari saudari Dwi Aprinita Lestari ini
bahwasannya hadits-hadits tentang keutamaan malam nis{fu sya’ban yang
terdapat dalam kitab Fadhail al Awqa>
d karya Imam Baihaqi ini semuanya
bisa dipertanggung jawabkan, dan dari 2 (dua) hadits yang saudari Dwi
Aprinita Lestari teliti berkualitas sah}ih.

Keempat, saudara Fahmi Hamdi yang menulis artikel dengan judul
Kedudukan Fikih dan Tradisi Masyarakat yang ditulis pada tahun 2011.
Dalam salah satu hadits diriwayatkan Ahmad dari Abdullah ibn Mas’ud
disebutkan, apa yang dipandang baik oleh umat Islam, maka di sisi Allah
pun baik.Hadits tersebut oleh para ahli ushul fiqh dipahami bahwa tradisi
masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam
dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam (fiqh).

Kelima, saudara Muhammad Abduh Tuasikal yang menulis opini
dengan judul Malam Nis{fu Sya’ban Seperti Malam Lainnya, yang ditulis
pada tahun 2012. Malam nis{fu sya’ban seperti halnya malam lainnya.
Barangsiapa memiliki kebiasaan menghidupkan malam harinya dengan
shalat tahaj#
ud, maka hendaklah ia menghidupkannya sebagaimana ia
melakukannya di malam-malam lainnya selama ia tidak menganggap pada
malam tersebut punya keistimewaan. Karena mengkhususkan suatu waktu
untuk ibadah harus membutuhkan dalil yang shahih. Jika tidak ada dalil

s}ahih, maka mengkhususkan suatu ibadah pada waktu tertentu termasuk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

amalan yang tidak ada tuntunan. Setiap amalan yang tidak ada tuntunan
termasuk kesesatan.
Begitu pula tidak ada dalil yang menunjukkan anjuran berpuasa pada
tanggal 15 sya’ban atau pada hari nis}fusya’ban. Tidak ada dalil dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan untuk
melakukan puasa pada hari tersebut. Jadi jika mengistimewakan puasa pada
hari tersebut, maka jelas adalah suatu yang tidak ada tuntunannya. Karena
amalan yang tidak ada tuntunan adalah yang tidak memiliki dalil dari Al
Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dianggap
oleh orang yang melakukannya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah

Ta’ala. Karena sekali lagi ibadah adalah tauqifiyah yang harus didukung
oleh dalil syar’i.

Keenam, saudara Muhammad Abduh Tuasikal yang menulis opini
dengan judul Malam Nis}fu Syaban dan Amalan Nis}fu Syaban, yang ditulis
pada tahun 2015. Malam nis}fu Sya’ban (malam 15 Sya’ban) adalah malam
mulia menurut sebagian kalangan. Sehingga mereka pun mengkhususkan
amalan-amalan tertentu pada bulan tersebut. Sebagaimana kata guru kami,
Syaikh Abdul Aziz Ath Thorifi. Hadits yang membicarakan tentang
keutamaan malam nis}fu sya’ban menuai kritikan dari para ulama. Ada
ulama yang menghasankannya dan ada yang mendhoifkannya.
Mengacu pada paparan di atas, peneliti berusaha mengungkapkan

ritus yang dilaksanakan pada bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) yang
merupakan perpaduan dari unsur kultul Hindu, Budha da Islam yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

terintegrasi secara akomodasif dalam identitas budaya lokal Jawa. Secara
formulatif, tradisi acara yang dilaksnakan pada bulan sya’ban dan
pertengahan sya’ban (nis}fu sya’ban) yang ada di desa Sendangduwur
tersebut dapat dimaknai secara fragmentasi pluralitas bagian dari tradisi
juga ritus agama yang melalui proses assosiatif-akulturatif .
G.

Metode Penelitian
1.

Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-verifikatif (jenis penelitian

yang beruapaya memberikan gambaaran berdasarkan tujuannya) yaitu
merupakan penelitian yang bertujuan menjelaskan, mengecek kebenaran
hasil penelitian yang pernah atau telah dilakukan. Menurut Bogdan dan
Taylor sebagaimana dikutip oleh Moleong, bahwa “Metode kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan bisa memakai pendekatan

deskriptif yaitu menyuguhkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati”. Kirk dan Miller dalam Lexy J.
Moleong memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya,
untuk menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif-fenomenologi ini digunakan dengan
beberapa alasan, pertama penelitian ini berupaya menjelaskan suatu
fenomena atau kejadian berdasarkan pemahaman informan dan memberikan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

gambaran secara lengkap suatu suatu kejadian dalam maasyarakat, metode
dalam

pendekatan

kualitatif

dengan

jenis

penelitian

deskriptif-

fenomenologi lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda,
kedua metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan responden, ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak pentajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 11
2.

Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah hal yang sangat penting dalam suatu

penelitian, sebab tanpa adanya data maka penulisan suatu karya tidak bisa
dikatakan ilmiah. Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik
dan merupakan standarisasi penulisan untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam proses dan penyelesaian penulisan ini. Peneliti melakukan
penelitian dengan berangkat dari data yang telah ada, atau suatu cara yang
terkonsep secara keseluruhan untuk mengungkapkan rahasia tertantu atau
suatu permasalahan tertentu dengan melakukan penghimpunan data-data
dengan mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat
dipertanggung jawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya atau
serangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang
bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau
bidang tertentu pada objeknya.

11

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002), h. 3-5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

2.1.Jenis dan Sumber Data
Data-data ini dikumpulkan dari berbagai macam sumber, jenis
dan sumber data diantaranya berupa buku, dokumen pribadi juru
kunci pesarehan—komplek kepurbakalaan sunan Sendang, data
dokumentasi isian dan potensi desa Sendangduwur, tulisan dari bukubuku bahkan media massa (baik cetak maupun media elektronik—
internet) dan lain-lain yang bisa mendukung kelengkapan data dan
informasi dalam penulisan, atau sumber tulisan lain baik data primer
ataupun sekunder yang relevan dengan topik pembahasan ataupun
yang sejenis. Adapun jenis dan sumber data adalah dokumen pribadi
dari pihak juru kunci pesarehan atau juru kunci dari komplek
kepurbakalaan masjid sunan Sendang. Selain buku, yaitu jenis dan
sumber data lisan atau berupa informasi yang berkaitan dengan judul
dalam penulisan tesis ini. Informasi yang diperoleh dalam penulisan
ini kebanyakan didapatkan melalui informan atau subjek dalam
penelitian ini adalah para peserta dalam acara nis}fu sya’ban, tokoh
masyarakat setempat, dan masyarakat luas yang tinggal atau
berdomisili di desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan.
Data-data yang diperlukan juga akan dikumpulkan dengan cara

observasi langsung di lapangan yang berkaitan sebagai kelengkapan
data-data yang diperlukan, dengan tujuan mencari informasi dan
data-data penunjang kelengkapan dalam penelitian ini,baik jenis dan
sumber data primer ataupun sekunder, diantaranya meliputi:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

informasi tempat, kegiatan atau kejadian—peristiwa,dan semua hal
yang diperlukandan berkaitan dengan tema—judul penulisan tesis
inisebagai bahan pelengkap dan penyempurna acuan jenis dan sumber
data yang relevan dengan topik pembahasanyang ada dalam penulisan
tesis ini.
Untuk memperoleh masukan dan data yang akurat, dalam
kegiatan penelitian ini, peneliti akan menggunakan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan melalui
serangkaian kegiatan wawancara mendalam (deepth interview)
terhadap subjek atau informan penelitian. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari dokumen dari dokumentasi seperti dari pemberitaan
atau informasi dari media massa, internet bahkan televisi. Dari data
sekunder maupun primer yang diperoleh tersebut, akan disajikan
secara deskriptip dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Hal ini
dilakukan untuk mempertajam pembacaan data-data, baik itu datadata lapangan maupun data dokumentasi, sahingga tidak hanya
sekedar membaca ‘data permukaan’ saja, tetapi berusaha untuk
mengorek lebih lanjut dari data primer yang di dapat di lapangan.
2.2. Tehnik Pengambilan Data
Tehnik pengumpulan atau teknik pengambilan data (yang
dilakukan dalam penelitian ini) adalah dengan menggunakan
instrumen sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Pertama, Observasi lapangan atau tempat, dalam observasi
ini,peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan, di
mana kegiatan pelaksanaan masyarakat desa Sendangduwur – Paciran
– Lamongan pada acara nis}fu sya’ban yang biasa dilaksanakan pada
pertengahan bulan sya’ban atau ruwah. Dengan langkah awal ini,
diharapkan, peneliti akan mengetahui kondisi realitas empiris yang
ada. Peneliti minimal mengetahui medan dan tempat, dimana acara
tersebut dilaksanakan. Dengan kata lain, yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pengamatan (observasi) adalah peneliti harus
mengetahui situasi dan kondisi tempat yang akan dijadikan objek
penelitian, selain itu juga peneliti telah nenentukan apa yang akan
diamati.12

Kedua adalah wawancara. Wawancara adalah tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung (face to face).Wawancara
bertujuan untuk memperoleh keterangan dan data individu-individu
tertentu untuk keperluan berbagai macam informasi. 13 Wawancara ini
digunakan untuk melengkapi data-data yang berkaitan dengan judul
tesis ini, wawancara juga digunakan sebagai media untuk melakukan
konfirmasi terhadap pandangan suatu peristiwa atau kejadian. Cara

12

Bruce A. Chadwick, dkk., Metode Penelitian Sosial. Terj: Sulistia, ML, dkk., (Semarang:IKIP
Semarang Press), h. 96.
13
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 3, h. 53.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

ini dilakukan sekaligus untuk konfirmasi agar tidak terjadi
kesalahpahaman antara peneliti dan subyek penelitian. 14
Peneliti akan melakukan wawancara secara langsung terhadap
objek yang akan diteliti (informan) seperti contoh, wawancara atau

interview dan juga wawancara mendalam (deept interview) dengan
masyarakat atau penduduk desa setempat, para sesepuh desa, orangorang yang mempunyai peran penting dalam desa tersebut dan
masyarakat desa Sendangduwur itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan data dan informasi yang utuh dari ‘mulut-mulut’,
sehingga akan dapat diperoleh kevalidan informasi dan data yang
layak dari informan.
Peneliti akan berusaha untuk menjalin hubungan komunikaasi
yang setara dengan para informan, peneliti lebih banyak mendengar,
sedangkan informan diberi kebebasan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan pengalamannya. Metode wawancara yang akan
dilakukan peneliti terhadap infoman yaitu dengan banyak mendengar.
Dalam arti, peneliti meminta informan untuk bercerita kapan dan
bagaimana tradisi nis}fu sya’ban dilakukan. Dalam wawancara yang
dilakukan peneliti mencoba mengembangkan dengan tidak hanya
bertaya dan informan menjawab, tetapi dibiarkan berjalan secara
alamiah.

14

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 107.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Menurut

Spradley

penentuan

informan

didasarkan

atas

pertimbangan; Pertama, mereka menguasai dan memahami seluk
beluk informasi yang dibutuhkan oleh penulis. Kedua, mereka
(informan) mereka tergolong masih berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan

yang tengah diteliti. Ketiga, mereka yang mempunyai

kesempatan atau waktu yang memadai untuk dimintai informasi.

Keempat, mereka tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
kemasannya sendiri. Kelima, mereka pada mulanya tergolong cukup
asing akan peneliti sehingga lebih mengarahkan untuk dijadikan
semacam guru atau nara sumber. 15
3.

Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian, sejumlah data yang terkumpul tidak akan

berarti apa-apa bila tidak dilakukan analisa. Teknik analisa yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan cara memperoleh data dari

informan (data yang diperoleh merupakan keseluruhan informasi
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh peneliti dari informan).
Dengan purposive sampling (sampel bertujuan) merupakan pengambilan

informan berdasarkan pertimbangan tertentu, yang peneliti anggap paling
tahu, mengerti dan faham tentang informasi yang diharapkan oleh peneliti.
Peneliti juga memakai cara memperoleh data dengan memilih informan
untuk memperoleh data berdasarkan rekomendasi informan sebelumnya

15

Dikutip dari Sanapiah Faisal. Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan
Asih, Asah dan Asuh, 1990), h. 44-45.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

guna memperoleh informasi yang dibutuhkan peneliti berpedoman pada
kerangka pemikiran yang telah disajikan guna memberikan gambaran yang
jelas dari masalah yang diteliti, penjernihan dan penempatan data pada
konteksnya masing-masing. 16
Data-data yang didapatkan oleh peneliti dari hasil observasi
lapangan, wawancara informan di lapangan, diolah sedemikian rupa
kemudian dideskripsikan oleh peneliti data-data yang bersumber dari data
lapangan tersebut dalam bab tiga dan empat.
Data-data yang ada selanjutnya disusun ke dalam pola tertentu,
kategori tertentu, tema tertentu atau pokok permasalahan tertentu. Dan
untuk memperkaya dan mempertajam analisa tersebut, dilengkapi dengan
pendapat praktisi yang berkompeten atau yang banyak mengamati masalah
yang diteliti dengan pendapat para pakar atau praktisi yang berkompeten
atau yang banyak mengamati masalah yang diteliti.
Menurut Bogdan dan Bikin (1982) dalam Moleong (1987), analisis
data adalah proses dan mengatur secara sistematis transkrip interview,
catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang ditemukan di lapangan.
Kesemuanya itu dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
suatu fenomena dan membantu untuk mempresentasikan temuan penelitian
kepada orang lain. Secara subtansial, pendapat ini menunjukkan bahwa
dalam analisis data terkandung muatan pengumpulan dan interpretasi data.
Inilah yang menjadi ciri utama dari penelitian kualitatif.
16

Sanapiah Faisal. Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi, h. 269.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas, maka peneliti akan
berusaha untuk mengetahui dan memahami apa yang terjadi dan menelaah
segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan pembahasan yang ada
dalam penelitian ini, mengenai pendapat, pandangan, pemikiran tentang
akulturasi Islam dan budaya lokal tradisi bulan sya’ban (nis}fu sya’ban) di
masyarakat desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan. Selanjutnya
pemaknaan penelitian dapat

dilakukan dengan mempertimbangkan

keajegan pandangan subjek penelitan.
H.

Sistematika Pembahasan
Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai betikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang merupakan bagian awal dari
penelitian yang dapat dijadikan sebagai awalan dan gambaran dalam
memahami keseluruhan isi pembahasan. Bab ini berisi beberapa sub bagian
meliputi; latar belakang permasalahan, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian
terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah kajian teoritik dan tinjauan umum, dalam bab ini
penulis akan membahas tentang pengertian tradisi, ritual, budaya,
pengertian budaya lokal, tradisi yang sudah terangkum dalam budaya lokal
khususnya dalam bidang atau masalah tertentu, kedudukan bulan sya’ban
(nis}fu sya’ban) dalam dunia Islam, tradisi bulan sya’ban (nis}fu sya’ban)
pada masyarakat Jawa.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Bab ketiga adalah mengenai desa Sendangduwur, letak geografis desa
Sendangduwur, kondisi sosial budaya masyarakat desa Sendangduwur,
mata pencaharian masyarakat desa Sendangduwur – Paciran – Lamongan.
Bab keempat berisikan tentang tradisi nis}fu sya’ban sebagai budaya
lokal agama Islam di desa Sendangduwur. Pembahasan ini khususnya
berkenaan tentang pemikiran makna filosofis dan simbolis dalam tradisi

nis}fu sya’ban pada masyarakat Jawa, pelaksanaan tradisi buln sya’ban
(nis}fu sya’ban) serta akulturasi antara Islam dan budaya dalam tradisi bulan
sya’ban (nis}fu sya’ban) dalam kehidupan masyarakat desa Sendangduwur –
Paciran – Lamongan.
Bab kelima adalah penutup yang mengakhiri seluruh pembahasan ini.
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran dari peneliti untuk penelitian yang
telah selesai dilakukan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

BAB II
KAJIAN TEORETIS
A.

PengertianTradisi, Ritual dan Budaya
Kata ‘tradisi’ dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti
adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan
dalam masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan cara yang paling baik dan benar. 1 Kata tradisi berasal dari
bahasa Latin adalah traditio yang mempunyai arti diteruskan atau
kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang
telah dilakukan untuk sejak lama dan memjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompojk masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,
atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar darai tradisi adalah
adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, 2 karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat
punah. 3
Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang dikutip oleh Muhaimin
tentang istilah tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan,

1

Lihat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia-Kamus Versi Online/ Daring (Dalam
Jaringan)http://kbbi.web.id/tradisi (\10 Agustus 2016), (dalam hal. 1069) , lihat juga, Pius A.
Partanto (dk), Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit Arkola Surabaya, 1994), h. 756.
2
Tradisi lisan merupakan salah satu jenis warisan kebudayaan masyarakat yang proses pewarisan
yang dilakukan secara lisan. Tradisi lisan muncul dilingkungan kebudayaan lisan dari suatu
masyarakat yang belum megenal tulisan (prasejarah) maka proses pewarisan budaya dilakukan
secara lisan dengan bahasa. Hal ini kemudian menghasilkan suatu budaya yaitu tradisi lisan
walaupun ketika manusia telah mengenal tulisan proses pewarisan budaya aada sebagian yang
belum dalam bentuk tulisan. Tradisi lisan mempunyai suatu pesan tersendiri bagi
keberlangsungan kehidupan sosial budaya dalam kelompok masyarakat. Dalam tradisi lisan
mengandung unsur-unsur kejadian sejarah, nilai-nilai moral, nilai-nilai keagamaan, adat-istiadat,
cerita-cerita khayalan, peribahasa, nyanyian, serta mantra-mantra suatu masyarakat.
3
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi ( dicari pada 26 Desember 2016).

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

praktek dan lain-lain yang dipahami sebagai pengatahuan yang telah
diwariskan secara turun-temurun termasuk cara penyampai doktrin dan
praktek tersebut.

4

Lebih lanjut lagi Muhaimin mengatakan tradisi

terkadang disamakan dengan kata-kata adat yang dalam pandangan
masyarakat awam di pahami sebagai struktur yang sama.
Menurut Hanafi, tradisi lahir dari dan dipengaruhi oleh masyarakat,
kemudian masyarakat muncul, dan dipengaruhi oleh kebiasaan. Tradisi
pada mulanya merupakan musabab, namun akhirnya menjadi konklusi dan
premis, isi dan bentuk, efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi. 5Namun
tidak bisa dipungkiri tradisi sebenarnya juga memberikan manfaat yang
bagus demi berlangsungnya tatanan dan nilai ritual yang telah diwariskan
secara turun-temurun.
Robert Redfield mempunyai pandangan soal tradisi seperti yang
dikutip oleh Bambang Pranowo, dia mengatakan bahwa konsep tradisi itu
dibagi dua yaitu tradisi besar (great tradition) dan tradisi kecil (little

tradition). Konsep ini banyak sekali yang dipakai dalam studi terhadap
masyarakat beragama, tak luput juga seorang Geertz dalam menelitian
Islam jawa yang menghasilkan karya The Raligion of Jawa juga konsep

great tradition dan little tradition. 6

4

Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cerebon, Terj. Suganda
(Ciputat: PT. Logos wacana ilmu, 2001), h. 11.
5
Hasan Hanafi, Oposisi Pasca Tradisi (Yogyakarta: Sarikat, 2003), h. 2.
6
Bambang Pranowo, Islam Factual Antara Tradisi Dan Relasi Kuasa (Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa, 1998), h. 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Konsep

yang

disampaikan

Robert

Redfield

di

atas

ini

menggambarkan bahwa dalam suatu peradaban manusia pasti terdapat dua
macam tradisi yang dikategorikan sebagai great tradition dan little

tradition. Great tradition adalah suatu tradisi dari mereka sendiri yang suka
berpikir dan dengan sendirinya mencangkup jumlah orang yang relatif
sedikit (the reflective few). Sedangkan little tradition adalah suatu tradisi
yang berasal dari mayoritas orang yang tidak pernah memikirkan secara
mendalam pada tradisi yang telah mereka miliki. Tradisi yang ada pada
filosof, ulama, dan kaum terpelajar adalah sebuah tradisi yang ditanamkan
dengan penuh kesadaran, sementara tradisi dari kebanyakanorang adalah
tradisi yang diterima dari dahulu dengan apa adanya (taken for granted)
dan tidak pernah diteliti atau disaring pengembangannya. 7
Bambang Pranowo mempunyai pendapat bahwa keragaman yang ada
tidak akan bisa dipahami dengan baik dengan menggunakan dikotomi,
apakah

dikotomi santri-abangan ataupun dikotomi ‘tradisi besar’ dan

tradisi kecil tapi dengan istilah tradisi yang baru, tradisi khas, yang terletak
diantara tradisi besar dan tradisi kecil tersebut para kyai dan kelompoknyakelompok perantara lainnya sebagai pencipta tradisi mereka sendiri. Islam,
sebagaimana agama-agama besar lainnya, diwarnai oleh bermacam tradisi
beragama. 8
Dalam hukum Islam tradisi dikenal dengan kata urf yaitu secara
etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal
7

Bambang Pranowo, Islam Factual Antara Tradisi Dan Relasi Kuasa, h.4.
Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011),h. 18-19.

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

sehat”.Al-urf (adat istiadat ) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas
orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang
sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka. 9 Secara
terminology menurut Abdul-Karim Zaidan, Istilah urf berarti :
...Sesuatu

yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah

menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa
perbuatan atau perkataan... 10
Menurut ulama ‘usuliyyin’ urf adalah “Apa yang bisa dimengerti oleh
manusia (sekelompok manusia) dan mereka jalankan, baik berupa
perbuatan, perkataan, atau meninggalkan”.

11

Al-Urf adalah apa yang

dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya; baik ucapan, perbuatan atau
pantangan-pantangan, dan disebut juga adat, menurut istilah ahli
syara‟,tidak ada perbedaan antara al-urf dan adat istiadat.12
Menurut

orang

Jawa,

melestarikan

tradisi

bertujuan

untuk

mengingatkan manusia agar tidak lupa dengan asal-usulnya. Ketika
manusia semakin jauh melangkahkan kaki dari asalnya, maka semakin
rentan

baginya

untuk

melupakan

tradisi

yang

di

bentuk

oleh

leluhurnya. 13 Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam
berahklak dan budi pekerti seseorang manusia dalam berbuat akan melihat
realitas yang ada di lingkungan sekitar sebagai upaya dari sebuah adaptasi
9

Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi (Jakarta: Grafindo Persada, 2009), h. 167.
Satria Efendi, et al. Ushul Fiqh (Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h.153.
11
Masykur Anhari, Ushul Fiqh (Surabaya: CV Smart, 2008), h. 110.
12
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah Hukum Islam ”Ilmu ushulul figh” (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1993), h. 133.
13
http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/12/kebudayaan-nyadran-6186