76509108 Makalah Kesehatan Lingkungan Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain ditentukan dua faktor yang satu sama lain
saling berhubungan, berkaitan dan saling bergantung yakni pendidikan dan kesehatan. Kesehatan
merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang
diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Oleh
karena itu Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif
didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan
strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat atau Health
Promoting School ( Sekolah yang mempromosikan kesehatan ). Health Promoting School adalah
sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan
dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman,
memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan,
ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat.

Masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah dan remaja sangat kompleks dan
bervariasi. Pada anak usia TK/RA dan SD/MI biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan
dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, serta
membersihkan kuku dan rambut. Pada anak usia SMP/MT dan SMU/MA (remaja), masalah


kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko seperti perilaku merokok,
penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tak
diinginkan (KTD), abortus yang tidak aman, Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, stress dan trauma.
Berkaitan dengan hal itu, pelaksanaan UKS di tingkat TK/RA dan SD/MI berbeda dengan
tingkat SMP/MT dan SMU/MA. Pelaksanaan UKS di SMP/MT dan SMU/MA lebih difokuskan
pada pencegahan perilaku berisiko yang biasanya sering dilakukan remaja sesuai dengan ciri dan
karakteristiknya yang selalu ingin tahu, suka tantangan dan ingin coba-coba sesuatu hal yang
baru serta penanganan akibatnya. Murid usia SMP/MT dan SMU/MA (remaja) perlu dibina agar
menjalankan hidup sehat lewat keterapilan hidup sehari-hari (life skill education). Sementara
untuk anak usia TK/RA dan SD/MI, memupuk kebiasaan PHBS sedini mungkin dengan
membentuk kebiasaan menggosok gigi dengan benar, mencuci tangan, serta membersihkan kuku
dan rambut.
Upaya penerapan PHBS di Sekolah
Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi
kesehatannya. Jumlah usia sekolah yang cukup besar yaitu 30 % dari jumlah penduduk Indonesia
merupakan masa keemasan untuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
sehingga anak sekolah berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik
dilingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.

Beberapa kegiatan peserta didik dalam menerapkan PHBS di sekolah antara lain jajan di
warung/kantin sekolah karena lebih terjamin kebersihannya; mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun; menggunakan jamban di sekolah serta menjaga kebersihan jamban; mengikuti
kegiatan olah raga dan aktifitas fisik sehingga meningkatkan kebugaran dan kesehatan peserta
didik; memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin; tidak merokok, memantau
pertumbuhan peserta didik melalui pengukuran BB dan TB; serta membuang sampah pada
tempatnya.
Dengan menerapkan PHBS di sekolah oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan
sekolah, maka akan membentuk mereka untuk memiliki kemampuan dan kemandirian dalam
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan sekolah sehat.
A. Latar
Belakang Masalah
Belajar merupakan
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tersebut akan
nampak dalam penguasaan pola-pola respons yang baru terhadap lingkungan, yang
berupa keterampilan, kebiasaan, sikap, kecakapan, pengetahuan, pengalaman


apresiasi dan sebagainya. Dengan demikian hasil belajar ditandai dengan adanya
perubahan seluruh aspek tingkah laku (Mohammad Surya, 1992 : 23-25).
Masalah
kependudukan dan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah masalah
kemanusiaan
yang erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, dan agama dalam
mengendalikan eksistensi sebagai penduduk dan pengelolaan lingkungan hidup.
Oleh karena itu cara mengatasinya tidak dapat hanya dengan melakukan
usaha-usaha yang bersifat teknis semata-mata, melainkan haruslah ada usaha yang
bersifat edukatif dan persuasif. Dengan demikian akan dapat dilakukan usaha ke
arah perubahan sikap dan perilaku yang sudah lama melekat dalam masyarakat.
Kegiatan yang dimaksudkan adalah pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH), yaitu program pendidikan untuk membina anak didik
agar
memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan tingkah lakukependudukan dan
lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab dari segi sosial,
politik, ekonomi, dan kesejahteraan keluarga, masyarakat, lingkungan hidup
negaranya, dan manusia pada umumnya (Nana Sudjana dan Dendasurono
Prawiroatmodjo (1989 : 9).
Sikap

memiliki tiga komponen sikap, yaitu : 1) komponen kognisi yang hubungannya
dengan beliefs, ide dan konsep, 2)
komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang, dan 3)
komponen
konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Untuk lebih menjelaskan
konteks sikap, perlu dibedakan terlebih dahulu fungsi sikap dan kejadian.
Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi evaluasi yang berasal
dari komponen afeksi (Mar’at, 1981 : 13). Sikap siswa terhadap kesehatan
lingkungan
akan melahirkan tindakan atau perilaku siswa, apakah ia akan peduli atau tidak
peduli terhadap masalah kesehatan lingkungan.
Usaha
kesehatan lingkungan merupakan salah satu usaha dari enam usaha dasar
kesehatan
masyarakat. Enam usaha dasar kesehatan masyarakat tersebut, yaitu : 1)
pemeliharaan dokumen kesehatan, 2) pendidikan kesehatan, 3) kesehatan
lingkungan, 4) pemberantasan penyakit menular, 5) kesejahteraan ibu dan anak,
dan 6) pelayanan medis dan perawatan kesehatan. Di antara sekian banyak
kegiatan
kesehatan lingkungan, dapat disebutkan program atau kegiatan penyediaan air

minum, pengolahan dan pembuangan limbah cair, gas, dan padat, mencegah
kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran penyakit bawaan air,

udara, makanan, dan vektor, pengelolaan kualitas lingkungan air, udara,
makanan, pemukiman, dan bahan berbahaya (Juli Soemirat Slamet, 1994 : 6-7).
Kesehatan
lingkungan sekolah di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, pada
umumnya masih rendah. Sebagai contoh, penyediaan fasilitas toilet yang tidak
memadai dengan jumlah warga sekolah, ruangan belajar yang berdempetan karena
lahan sempit sementara jumlah ruangan banyak, saluran pembuangan limbah yang
tidak lancar, persediaan air bersih yang tidak memadai, dan lain sebagainya.
Kesehatan lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi atau
hasil belajar siswa. Kesehatan lingkungan juga mempengaruhi pembentukan sikap
siswa terhadap lingkungannya, sehingga pada akhirnya juga akan sangat
menentukan partisipasi siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan, khususnya di
lingkungan sekolah.
Lingkungan
sekolah yang sehat antara lain adalah dengan tersedianya fasilitas toilet yang
memadai dengan jumlah siswa dan warga sekolah lainnya, persediaan air bersih
yang cukup, terdapatnya tanaman penghijauan yang menambah kadar oksigen dan

keteduhan, saluran air limbah yang baik, lingkungan yang tidak terlalu bising,
disamping keharusan adanya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Dalam hal ini,
kesehatan lingkungan di SMU Negeri 1 Tasikmalaya masih kurang memadai,
terutama
misalnya dalam penyediaan fasilitas toilet yang tidak seimbang dengan jumlah
siswa dan warga sekolah lainnya, penyediaan air bersih yang kurang mencukupi,
ruangan istirahat yang tidak memadai, kurangnya tanaman penghijauan di halaman
sekolah, dan lain sebagainya.
Dalam usaha memelihara dan meningkatkan
lingkungan sekolah yang bersih dan sehat, maka sebaiknya ditingkatkan
partisipasi siswa dalam usaha kesehatan lingkungan sekolah. Partisipasi siswa
dapat dalam bentuk partisipasi tenaga, partisipasi buah pikiran, atau pun
partisipasi harta-benda. Partisipasi tenaga dapat dalam bentuk terjun langsung
secara fisik seperti menyapu halaman, membersihkan selokan, dan lainnya.
Partisipasi buah pikiran dapat berbentuk ide untuk menyediakan tempat sampah
dengan bentuk yang indah dan menarik. Sedangkan partisipasi harta benda dapat
dalam bentuk menyumbangkan alat-alat kebersihan seperti sapu ijuk dan sapu
lidi.
B. Kerangka
Pemikiran

Setiap
individu memiliki hasil belajar kognitif PKLH yang berbeda. Individu yang memiliki
hasil belajar kognitif PKLH yang

tinggi cenderung untuk memiliki partisipasi yang tinggi dalam kesehatan
lingkungan.
Agar
diperoleh partisipasi siswa yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan,
maka diperlukan peningkatan proses belajar mengajar tentang PKLH yang lebih
efektif dan efisien bagi para siswa.
Edi
Hernawan (1999) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Perbedaan Hasil
Belajar Kognitif PKLH dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Terhadap Lingkungan Hidup
Antara Siswa SD Negeri di Kota dan di Luar Kota Tasikmalaya, bahwa hasil
belajar kognitif PKLH dan sikap terhadap lingkungan hidup siswa yang berasal
dari SD Negeri di kota Tasikmalaya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
berasal dari SD Negeri di luar kota Tasikmalaya. Hal ini disebabkan siswa di
kota memiliki fasilitas belajar dan bahan bacaan, khususnya bahan bacaan
tentang lingkungan hidup, yang lebih lengkap. Selain itu, pembinaan terhadap
siswa oleh guru-guru di SD Negeri kota Tasikmalaya lebih terarah, karena

guru-guru di kota juga memiliki bahan-bahan bacaan, khususnya bahan bacaan
tentang lingkungan hidup, yang lebih lengkap dibandingkan dengan guru-guru di
luar kota.
Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa ada perbedaan yang nyata antara hasil belajar
kognitif PKLH siswa yang berasal dari SD kota dengan siswa yang berasal dari SD
luar kota.
Setiap
individu memiliki sikap yang berbeda terhadap kesehatan lingkungan. Individu
yang memiliki sikap yang lebih baik terhadap kesehatan lingkungan cenderung
untuk memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan.
Agar
diperoleh partisipasi yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan, maka
diperlukan pembinaan sikap siswa yang lebih baik dan positip dalam kegiatan
kesehatan lingkungan.
Tarjuki
(2000) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Hubungan Antara Pengetahuan
Lingkungan dan Prestasi Belajar Siswa Dengan Partisipasi Siswa Dalam
Pemeliharaan Lingkungan Sekolah di SLTP Negeri 1 Gandrungmangu Kabupaten
Cilacap, bahwa terdapat hubungan positip antara pengetahuan lingkungan dan

prestasi belajar siswa dengan partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan
sekolah, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Hal ini
berarti makin luas pengetahuan siswa tentang lingkungan, makin tinggi pula
tingkat partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah. Demikian juga,

makin tinggi prestasi belajar siswa, makin tinggi pula partisipasi siswa dalam
pemeliharaan lingkungan sekolah.
Hasil
penelitian ini juga membuktikan bahwa pengetahuan siswa tentang lingkungan dan
prestasi belajar siswa memberikan kontribusi yang nyata terhadap tingkat
partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah.
Hasil
belajar kognitif PKLH yang tinggi dan sikap siswa yang lebih baik terhadap
kesehatan
lingkungan akan menghasilkan partisipasi siswa yang tinggi dalam kegiatan
kesehatan lingkungan.
Untuk
meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan sekolah,
maka diperlukan adanya peningkatan hasil belajar kognitif PKLH dan pembinaan
sikap siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan sekolah.

Lili Sutji (2000) mengemukakan hasil
penelitiannya tentang Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Ekonomi
Dengan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Kesehatan Lingkungan di Desa
Cijulang,
Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, bahwa terdapat hubungan positif
antara
tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi, secara sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama, dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan kesehatan
lingkungan. Hal ini berarti makin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat
ekonomi, makin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan
kesehatan lingkungan.
Berdasarkan
hasil penelitian Lili Sutji tersebut di atas, diharapkan akan diperoleh hasil
yang senada dengan penelitian ini, dimana makin tinggi hasil belajar kognitif
PKLH dan sikap terhadap lingkungan, akan diperoleh tingkat partisipasi siswa
dalam kesehatan lingkungan sekolah.
Aning
Effendi (2000) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Hubungan Antara
Pengetahuan
Tentang Kebersihan Lingkungan dan Sikap Terhadap Kebersihan Lingkungan

Dengan
Partisipasi Pedagang Dalam Kebersihan Lingkungan di Obyek Wisata Situs
karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, bahwa terdapat hubungan positif antara
pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan
lingkungan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dengan

partisipasi pedagang dalam kebersihan lingkungan. Hal ini berarti makin tinggi
pengetahuan tentang lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan, makin
tinggi pula tingkat partisipasi pedagang dalam kebersihan lingkungan.
Berdasarkan
hasil penelitian Aning Effendi tersebut di atas, diharapkan akan diperoleh
hasil yang senada dengan penelitian ini, dimana makin tinggi hasil belajar kognitif
PKLH dan sikap terhadap lingkungan, akan diperoleh tingkat partisipasi siswa
dalam kesehatan lingkungan sekolah.
Dari hasil
penelitian Edi Hernawan (1999), Tarjuki (2000), Lili Sutji (2000), dan Aning
Effendi (2000) tersebut di atas, terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa
tentang PKLH dan sikap siswa
terhadap lingkungan hidup antara siswa dari SD Negeri kota dan siswa dari SD
Negeri luar kota, terdapat hubungan positip antara pengetahuan siswa tentang
lingkungan dan prestasi belajar siswa dengan partisipasi siswa dalam
pemeliharaan lingkungan sekolah, terdapat hubungan positif antara tingkat
pendidikan dan tingkat ekonomi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
kesehatan lingkungan, dan terdapatnya hubungan positif antara pengetahuan
kebersihan
lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan dengan partisipasi pedagang
dalam kebersihan lingkungan.
Mengacu
pada hasil penelitian tersebut, diharapkan dalam penelitian ini juga terdapat
hubungan positip antara hasil belajar kognitif siswa tentang PKLH dan sikap
siswa terhadap kesehatan lingkungan dengan partisipasi siswa dalam kegiatan
kesehatan lingkungan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Tasikmalaya, Juli 2008