eBook Bloe print ovop.compressed

MAKNA DAN PERSEPSI DARI SIMBOL OVOP INDONESIA

1.

Lingkaran

:

Kebulatan tekad Bangsa Indonesia untuk maju bersama.

2.

Warna Merah

:

Lambang Keberanian.

3.

Warna Putih


:

Lambang Kesucian.

4.

Warna Emas

:

Lambang Kejayaan, Kesentosaan, Keemasan.

5.

Warna Hijau

:

Lambang kekayaan alam Indonesia, kepedulian akan kelestarian

lingkungan.

6.

Warna Biru

:

Lambang Keharmonisan, Keselarasan, Keseimbangan.

7.

Orang

:

Lambang masyarakat yang memegang peran utama.

8.


Orang

:

Lambang kegotong royongan, kolaborasi, membangun

berangkulan
9.

Sketsa sepasang

bersama-sama, menatap masa depan bersama.
:

Garuda yang

Lambang bibit-bibit unggul, tokoh, champion yang harus
disadarkan bahwa mereka adalah Garuda sejati.

terbang tinggi

10. Kuntum Bunga

:

Lambang keindahan, keramah tamahan, dan rasa syukur atas
Rahmat Tuhan YME.

vii

          Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad memacu peningkatan 
pendapatan  masyarakat  Indonesia.  Khususnya  bagi  masyarakat  pada  tataran  akar‐rumput 
sehingga  terjadi  perbaikan  teraf  hidup.  Tekad  bulat  pemerintah,  ditopang  good  will  dan 
political  will  dalam  mengatasi  permasalahan  masyarakat  yang  masih  jauh  tertinggal  dari 
geliat  ekonomi  nasional.  Pemerintah  Pusat  telah  memberikan  perhatian  khusus  terhadap 
upaya  pengentasan  kemiskinan  serta  mengatasi  pengangguran.  Berbagai  perubahan  telah 
terjadi  di  negeri  ini.  Percaturan  politik  dan  situasi  ekonomi  di  Tanah  Air  telah  merubah 
paradigma  serta  kaidah‐kaidah  yang  merangkum  ikatan  kebijakan  Pemerintah  Pusat. 
Kebijakan Pemerintah Pusat  diterbitkan silih‐berganti dan berhasil membawa tatanan yang 
lebih nyata. Setumpuk peraturan baru memberi dampak penertiban di sana‐sini. 
          Setelah diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998, Pemerintah Pusat di era 

reformasi berhasil membangun perekonomian makro Indonesia. Keberhasilan membangun 
ekonomi  makro  bertujuan  menciptakan  iklim  usaha  yang  lebih  kondusif.  Langkah 
selanjutnya yang harus segera dilaksanakan adalah bagaimana cara meningkatkan kegiatan 
bagi  para  pelaku  ekonomi  di  Indonesia.  Dalam  mengatasi  permasalahan  tersebut, 
diperlukan  terobosan‐terobosan  baru  dalam  membentuk  stimulus  ekonomi  bagi 
peningkatan  kegiatan  perekonomian  Indonesia.  Peningkatan  stimulus  ekonomi  yang 
dilaksanakan Pemerintah Pusat terangkum diberbagai program, dan dibiayai dari Anggaran 
Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (APBN).  Upaya  ini  bertujuan  mendorong  percepatan 
peningkatan pendapatan masyarakat dengan terciptanya laju roda ekonomi.  
          Pemerintahan  Presiden  Susilo  Bambang  Yudhoyono,  tiada  henti‐hentinya 
mengupayakan  terciptanya  laju  perekonomian  nasional.  Dari  Sabang  hingga  Merauke, 
masing‐masing  instansi  Pemerintah  Pusat  maupun  Pemerintah  Daerah  diinstruksikan 
memberikan  perhatian  terhadap  situasi  dan  kondisi  yang  membelenggu  kehidupan 
masyarakat di akar‐rumput. 
         Menyimak  ketangguhan  para  pelaku  Usaha  Kecil  dan  Menengah,  resistensinya  sudah 
terbukti  pada  saat  Indonesia  diterpa  krisis  ekonomi  pada  tahun  1997‐1998.  Ketahanan 
mereka  telah  teruji.  Ketika  kelompok  Usaha  Besar  bergelimpangan  terpuruk,  kelompok 
Usaha Kecil dan Menengah masih dapat bertahan. Tak dapat diabaikan bagaimana peranan 
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi penopang utama ekonomi nasional republik ini. 
Kegiatan usaha masyarakat Indonesia ditataran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dibekali 

Undang‐Undang No.20, Tanggal 4 Juli, Tahun 2008. Undang‐Undang tentang Usaha Mikro, 
Kecil  dan  Menengah.  Undang‐Undang  ini  menegaskan  agar  Usaha  Mikro,  Kecil  dan 
Menengah (UMKM) dapat lebih berperan mengisi derap langkah percaturan perekonomian 
negeri  ini.  Mengupayakan  agar  UMKM  memperoleh  kepastian,  pemihakan,  ksempatan, 
perlindungan  dan  dukungan  berusaha  yang  seluas‐luasnya.  Perekonomian  yang  ditopang 
oleh  kekuatan  kegiatan  usaha  rakyat  adalah  tujuan  utama  pemerintah.  Seluruh  upaya 
pemerintah meningkatkan peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tak lain dalam rangka 
menjalankan amanat Undang‐Undang Dasar 1945, tentang ekonomi kerakyatan. 

 

1

I.LATAR BELAKANG 
   1. INSTRUKSI PRESIDEN 
        Salah‐satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha 
Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain melalui Program One Village One Product (OVOP). 
Program ini dicanangkan melalui Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007, Tanggal 8 
Juni, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha 
Mikro,  Kecil  dan  Menengah.  Kebijakan  tersebut  untuk  meningkatkan  pertumbuhan 

ekonomi  nasional.  Instruksi  Presiden  tersebut  merupakan  kelanjutan  Instruksi  Presiden 
N0.3, Tahun 2006, Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. 
          Selain ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden 
tersebut  ditujukan  kepada  18  menteri.  Diantaranya,  Menteri  Perindustrian,  Menteri 
Pertanian,  Menteri  Negara  Koperasi  dan  UKM,  Menteri  Pekerjaan  Umum,  Sekretaris 
Kabinet,  3  (tiga)  Kepala  Badan,  para  Gubernur,  Bupati  dan  Walikota.  Program  OVOP  telah 
dicanangkan sebagai Program Nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini. 
Dalam  rangka  pelaksanaan  kebijakan 
Percepatan  Pengembangan  Sektor  Riil  dan 
Pemberdayaan  Usaha  Mikro,  Kecil  dan 
Menengah, Presiden menginstruksikan agar 
segera  melakukan  langkah‐langkah  yang 
diperlukan  sesuai  tugas,  fungsi  dan 
kewenangan  masing‐masing  instansi  guna 
meningkatkan  pertumbuhan  ekonomi 
nasional.  Di  dalam  mengambil  langkah‐
langkah 
sebagaimana 
dimaksud, 
berpedoman  pada  program  yang  meliputi 

perbeikan  investasi,  reformasi  sektor 
keuangan,  percepatan  pembangunan 
infrastruktur  dan  pemberdayaan  Usaha 
Mikro, Kecil dan Menengah. 
 
Presiden R.I. DR.Susilo Bambang Yudhoyono. 

          Secara  singkat,  Instruksi  Presiden  No.6,  Tahun  2007  yang  dilaksanakan  melalui 
pengembangan model OVOP ini bertujuan memajukan usaha masyarakat dan memasarkan 
produk‐produk  lokal  yang  mampu  bersaing  serta  meraih  reputasi  internasional.  Kegiatan 
Program  OVOP  diutamakan  untuk  meningkatkan  pendapatan  masyarakat  melalui 
peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya. Pada akhirnya, kegiatan ini memberikan 
kesejahteraan bagi para pelaku usaha. Secara khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang 

 

2

berada dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program One Village One Product tidak 
terbatas pada bidang tertentu. Dapat dilaksanakan di seluruh bidang/sektor kegiatan usaha 

yang  dapat  mendorong  laju  kegiatan  perekonomian  daerah  maupun  nasional,  dengan 
mengandalkan sumberdaya alam setempat. 
          Penjabaran  Instruksi  Presiden  tersebut,  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  melalui 
Deputi  Bidang  Pengkajian  Sumberdaya  UKM  Koperasi,  secepatnya  mengimplementasikan 
Program Nasional ini. Dalam implementasi Program OVOP, peranan Kementerian Koperasi 
dan  UKM  sangat  fundamental,  karena  menyangkut  nafas  kehidupan  insan  Koperasi  serta 
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.  
          Dalam  rangka  stimulus  ekonomi  di  Indonesia,  berbagai  program  yang  dicanangkan 
Kementerian Koperasi dan UKM, bertujuan agar peranan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan 
Menengah  menjadi  optimal.  Khususnya  dalam  menghadapi  ketatnya  persaingan  usaha 
dalam  era  globalisasi.  Untuk  itu,  koperasi‐koperasi  di  seluruh  Indonesia  diharapkan  turut 
berpartisipasi diberbagai bidang dan sektor kegiatan yang beranekaragam jenisnya. Harapan 
pemerintah  agar  setiap  desa  atau  kabupaten  dapat  membanggakan  komoditas/produk 
unggulannya. Komoditas/produk unggulan berupa kerajinan, penunjang pariwisata, produk 
pertanian, kehutanan, produk perikanan dan lain‐lain. 
          Sebagai langkah awal Program One Village One Product yang dilakukan Kementerian 
Koperasi  dan  UKM  dipilih  bidang  pertanian,  khususnya  sektor  hortikultura  sebagai  pilot 
project. Melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Tim OVOP melakukan survey 
kegiatan‐kegiatan  para  petani  serta  para  pelaku  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah 
dibeberapa pedesaan/daerah.  

          Tim OVOP mendata kegiatan usaha masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan usaha 
(mencari  nafkah)  etos  kerja,  kehidupan  kultural  dan  tersedianya  sumberdaya  alam  (SDA) 
sebagai  penunjang  komoditas/produk  setempat.  Program  OVOP  yang  dilakukan 
Kementerian  Koperasi  dan  UKM  adalah  membantu  pengembangan  desa/daerah  yang 
memiliki komoditas/produk unggulan melalui wadah koperasi. 
 

2.TUJUAN dan SASARAN 
          Tujuan  pelaksanaan  Program  One  Village  One  Product  adalah  suatu  upaya 
membangun  sustainability  (kesinambungan)  aktivitas  melalui  perluasan  akses  pasar  yang 
dihasilkan  masing‐masing  desa/daerah.  Keberhasilan  yang  dicapai    akan  meningkatkan 
pendapatan  para  petani/pelaku  usaha  setempat.  Pada  akhirnya,  kegiatan  tersebut  dapat 
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pelaku usaha. 
          Sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program One Village One Product 
adalah sebagai berikut : 

 

3


a.  Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan; 
b.  Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah, yang 
antara  lain  dapat  dilaksanakan  melalui  menejemen  rantai  suplai  (supply‐chain 
management), penempatan kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur. 
c.  Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat 
disekitarnya. 
d.  Meningkatkan  posisi  tawar  (bargainning  position)  terhadap  pasar  untuk  para  pelaku 
usaha/petani. 
          Bila  Program  OVOP  sudah  memiliki  pilihan  desa/daerah  dengan  komoditas/produk 
unggulan,  maka  para  pelaku  usaha/petani  harus  dipersiapkan  sebaik  mungkin,  sehingga 
mampu melakukan panatrasi perluasan pasar lokal maupun ekspor. 
          Indikator  keberhasilan  Program  OVOP  dapat  ditinjau  berdasarkan  menejemen 
moderen yang terukur. Melalui evaluasi berkala dan dibuat sistem agar dapat diperbaharui 
sesuai  permintaan  pasar  dan  siatuasi  pada  saat  itu.  Dipastikan  bahwa  indikator  selalu 
berinduk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 
a.  Penentuan  dilakukan  melalui  Key  Performance  Indicator  (KPI)  dan  Key  Sucsess  Factor 
(KSF) yang berkaitan dengan rantai agribisnis dan daya dukung lingkungan masyarakat. 
b.  Pelaksanaan  Program  OVOP  terkait  erat  dengan  tujuan  peningkatan  Indeks 
Pembangunan  Manusia  (IPM).  Karena  melalui  Program  OVOP  diharapkan  akan  terjadi 
peningkatan pendapatan dan disertai dengan peningkatan taraf hidup seluruh pihak yang 
terlibal dalam aktivitas tersebut. 
          Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh 3 (tiga) landasan; melalui pencapaian 
taraf  pendidikan,  kesehatan  dan  tingkat  daya  beli  masyarakat.  Bila  seluruh  rangkaian 
tersebut  dapat  dilaksanakan,  niscaya  Program  OVOP  di  masing‐masing  desa/daerah  dapat 
berhasil dan mancapai sukses. 
          Di  pedesaan  maupun  di  daerah  yang  ditopang  kekayaan  sumberdaya  alam,  berbagai 
bidang/sektor  dapat  dipacu  untuk  dijadikan  kegiatan  dalam  model  OVOP.  Diperlukan 
kesadaran  para  pelaku  usaha/petani  agar  berkreasi  dan  berinovasi,  mendayagunakan 
sumberdaya alamnya untuk menciptakan keunggulan produk yang khas. Dengan demikian, 
masyarakat setempat memiliki kebanggaan tersendiri berkat hasil jerih‐payahnya.  
          Mengingat  Indonesia  sebagai  negara  agraris,  sudah  selayaknya  bila  langkah  awal 
Kementerian  Koperasi  dan  UKM  dalam  melakukan  Program  OVOP  ini  memprioritaskan 
bidang  pertanian.  Melalui  usaha  bidang  pertanian/sektor  hortikultura,  yang  memiliki 
keunggulan  komparatif  dan  menekuni  agrobisnis  diharapkan  dapat  mengoptimalkan  nilai 
tambah.   

 

4

          Sesuai  fungsi  dan  peranan  koperasi  sebagai  wadah  bersatunya  para  pelaku  Usaha 
Mikro, Kecil dan Menengah serta penggerak roda perekonomian rakyat, maka pelaksanaan 
pengembangan  sektor  riil  akan  dapat  terpacu.  Melalui  Program  OVOP  Kementerian 
Koperasi  dan  UKM,  koperasi  dapat  didorong  untuk  segera  mewujudkan  masyarakat  yang 
maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Menjadi penopang kekuatan perekonomian 
Indonesia. 
          Melalui koperasi‐koperasi yang tersebar di seluruh Tanah Air, para anggotanya dapat 
turut  melaksanakan  Program  One  Village  One  Product.  Program  ini  dapat  terkait  pada 
berbagai  bidang/sektor  usaha  yang  sejenis  dalam  aktivitas  masyarakat/petani  setempat, 
ditunjang dengan kekayaan sumberdaya alamnya.  
          Dalam  rangka  mendorong  jangkauan  Koperasi,  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah 
(KUMKM)  agar  lebih  cepat  berkembang  dimungkinkan  menjalin  kerjasama  melalui 
kemitraan.  Kemitraan  merupakan  salah‐satu  bentuk  kerjasama  yang  efektif  dan  efesien 
untuk  peningkatan  serta  pengembangan  KUMKM.  Kerjasama  berdasarkan  prinsip  saling 
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 
          Program  OVOP  dapat  dilaksanakan  dengan  menjalin  kerjasama  melalui  kemitraan. 
Kemitraan  dalam  bentuk  kerjasama  pendidikan,  pelatihan,  produksi,  pemasaran,  pameran 
dan  lain‐lain.  Tahun  1997,  Pemerintah  Pusat  mengeluarkan  Peraturan  Pemerintah  (PP) 
No.44,  Tentang  Kemitraan  dengan  pertimbangan  agar  insan  Koperasi,  para  pelaku  Usaha 
Kecil  dan  Menengah  dapat  mempercepat  perwujudan  perekonomian  yang  mandiri  dan 
handal.   
          Sasaran  utama  Progam  OVOP  adalah,  memberikan  kesejahteraan  masyarakat 
Indonesia  khususnya  bagi  mereka  yang  berada  di  pedesaan/daerah.  Pengentasan 
kemiskinan  dan  mengatasi  pengangguran  sudah  menjadi  tekad  pemerintah  untuk 
menstabilkan  perekonomian  nasional.  Memberikan  peluang  bagi  Usaha  Mikro,  Kecil  dan 
Menengah berperan lebih aktiv dalam era globalisasi. 

                       

  

Senyum  gembira  para  petani  anggota  KSU  Bhatari  Tunas  Mandiri  di 
Bangli (Bali), mereka peserta Program OVOP. 

 

5

II.TINJAUAN KONSEPTUAL 
 
1.HASIL KAJIAN LITERATUR 
          Berawal  dari  kunjungan  Deputi  Bidang  Pengkajian  Sumberdaya  UKMK,  Kementerian 
Koperasi dan UKM ke Provinsi Oita, Jepang. Mengunjungi Koperasi Pertanian di Oyama dan 
Yufuin, tempat keberhasilan Jepang mengembangkan pendekatan usaha model One Village 
One  Product.  Koperasi  Pertanian  Oyama  beranggotakan  700  orang  mampu  meraih  sukses 
melalui pendekatan model OVOP. Kegiatannya berhasil mensejahterakan para petani yang 
mayoritas  menggeluti  sektor  hortikultura  (sayur‐mayur  dan  buah‐buahan).  Di  sini  para 
petani  mengembangkan  Jamur  Shitake.  Keberhasilan  mengembangkan  produk  Jamur 
Shitake mampu menghasilkan 29% seluruh kapasitas pasokan di Jepang. 
          Sedangkan  di  Yufuin,  merupakan  salah‐satu  tempat  tujuan  wisata  air  panas  yang 
dikelola  para  warga  setempat  secara  kooperativ.  Para  warga  setempat  secara  bersama‐
sama  menyediakan  fasilitas  penginapan  yang  diperuntukkan  bagi  para  wisatawan.  Jumlah 
wisatawan setiap tahunnya mencapai 3,88 juta orang.  
          Keberhasilan  Jepang  dalam  pemberdayaan  masyarakat  melalui  pendekatan  OVOP 
sudah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. One Village One Product 
kemudian  menjadi  daya  tarik  dunia.  Berbagai  negara  mempelajari  sistem  pengeterapan 
model OVOP. Negara‐negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Amerika Selatan secara cermat 
mempelajari bagaimana menumbuhkembangkan Program OVOP.  
          Menteri  Perindustrian  yang  tatkala  itu  dijabat  Ir.  Fahmi  Idris  telah  melakukan 
kunjungan  kerja  ke  Oyama  dan  Yufuin.  Hasil  kunjungan  tersebut  telah  dilaporkan  kepada 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melaporkan, keberhasilan pemberdayaan masyarakat 
Jepang  dikeduaa  desa  tersebut.  Hingga  kini  Kementerian  Perindustrian  telah  melakukan 
Program  One  Village  One  Product  di  33  (tigapuluhtiga)  desa.  Berbagai  jenis  industri  kecil 
dikembangkan di bawah naungan Program OVOP, agar perkembangannya lebih cepat dan 
para pelakunya dapat segera meningkatkan ketrampilan. 
          Program OVOP berperan terhadap program pemberdayaan masyarakat di Oyama dan 
Yufuin,  khususnya  bagi  para  pengusaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah.  Oleh  karena  itu, 
Kementerian  Koperasi  dan  UKM  mengaplikasikan  pendekatan  model  OVOP  di  Indonesia, 
dalam  rangka  penjabaran  Instruksi  Presiden  No.6,  Tahun  2007.  Pendekatan  model  OVOP 
dinilai  paling  sesuai  untuk  menumbuhkembangkan  masyarakat  Indonesia,  yang  mayoritas 
menggeluti bidang pertanian serta dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berada 
di  pedesaan/daerah.  Terutama  para  petani  dipedesaan/daerah  yang  hingga  kini  masih 
menggunakan sistem pertanian tradisional. 

 

6

          Pendekatan  pembangunan  kawasan  dapat  dilakukan  melalui  pendekatan  eksogenus 
atau  pendekatan  endogenus.  Untuk  dapat  melakukan  Program  OVOP,  Kementerian 
Koperasi  dan  UKM  lebih  cenderung  membangun  masyarakat  pedesaan/daerah  melalui 
pendekatan  pembangunan  endogenus.  Pembangunan  yang  bersandar  pada  potensi 
sumberdaya, modal dan memelihara keseimbangan lingkungan. Pendekatan pembangunan 
endogenus  lebih  sesuai  untuk  pengembangan  kawasan  pedesaan.  Terutama  untuk 
pelaksanaan Program One Village One Product.           
          Meningkatkan  pendapatan  per  kapita  penduduk  Indonesia  dan  membangkitkan 
tingkat  akhir  revitalisasi  ekonomi  regional,  merupakan  tujuan  utama  Program  OVOP. 
Program  ini  adalah  salah‐satu  upaya  membangun  dan  mengembangkan  ekonomi  rakyat 
yang  bertujuan  mempercepat  tekad  pemerintah  dalam  mengentaskan  kemiskinan  serta 
mengatasi pengangguran. 
          Perlu  pula  disadari,  bahwa  antara  pelaksanaan  Program  OVOP  dengan  hasil 
kegiatannya  (output)  merupakan  suatu  proses  panjang  yang  memerlukan  waktu  dan 
kesabaran.  Disarankan  agar  ketepatan  pemilihan  komoditas/produk  yang  akan  dijalankan 
melalui  model  OVOP,  harus  selektif.  Di  samping  itu,  bimbingan  pemerintah  kepada  para 
pelaku  usaha/petani  harus  fokus.  Demikian  pula  sebaliknya,  masyarakat  pelaku 
usaha/petani  setelah  menetapkan  pilihan  unggulan  setempat  harus  fokus  melaksanakan 
kegiatan usahanya.  
          Peranan  strategis  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  (UMKM)  harus  tetap 
dipertahankan.  Pada  tataran  filosofis  serta  secara  fragmatis  peranan  mereka  memberikan 
kontribusi  untuk  Pemerintah  Pusat  maupun  Pemerintah  Daerah.  Oleh  karena  itu,  upaya 
pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi di Indonesia harus mampu 
menjadi tonggak kokoh bagi perekonomian nasional. 
          Kegiatan  para  pelaku  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  maupun  para  petani,  patut 
dicermati  agar  pelaksanaan  Program  OVOP  dapat  dijabarkan  secara  tepat‐guna.  Dapat 
bermanfaat  bagi  seluruh  masyarakat  tataran  akar  rumput  yang  masih  memerlukan 
peningkatan taraf hidup serta perbaikan pasar bagi perkembangan dunia usaha Indonesia.   
          Permasalahan  yang  dihadapi  para  pelaku  usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  maupun 
para  petani  di  Indonesia  sejak  dahulukala  tiada  hentinya.  Upaya  pengentasan  kemiskinan 
sebagai  tujuan  utama  pemerintah,  acapkali  tersendat‐sendat.  Bukan  karena  pemerintah 
tidak memberikan perhatian. Pengerahan dana melalui berbagai program telah dikerahkan. 
Dari  bantuan  sosial,  bantuan  program  pelatihan  dan  bimbingan,  bantuan  pemberdayaan, 
hingga  kredit  murah  yang  disalurkan  Lembaga  Keuangan  Perbankan  maupun  Lembaga 
Keuangan  Non‐Perbankan,  terus  mengalir.  Demikian  pula  dana‐dana  hibah  dan  dana‐dana 
dari Lembaga Keuangan Mikro. Upaya menanggulangi kemiskinan dan mengatasi maraknya 
pengangguran  melalui  kebijakan  lintas‐sektoral  sudah  direalisasikan.  Program‐program 
terpadu dari tingkat pusat hingga daerah pun sudah dilaksanakan.  

 

7

          Berbagai  faktor  turut  menjadi  penyebab  upaya  peningkatan  kualitas  sumberdaya 
manusia  (SDM),  kualitas  komoditas/produk  dan  posisi  tawar.  Sarana  dan  prasarana  yang 
tersedia masih tidak memadai, sehingga berakibat timbulnya rangkaian permasalahan yang 
tak  kunjung  usai.  Latar  belakang  kultural/budaya  dan  etos  kerja  adalah  bagian  yang  tak 
terpisahkan dari lambatnya upaya mensejahterakan masyarakat ditataran akar‐rumput. 

           Keberhasilan memang tumbuhberkembang di sana‐sini, sebagai refleksi upaya yang 
dikerahkan pemerintah dalam peningkatan peranan UMKM. Namun masih terjadi business 
missing link yang belum teratasi. Terutama terjadi pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang 
berada di pedesaan dan daerah‐daerah. Terutama para petani yang masih bersusah payah 
mengarungi  kehidupannya.  Sebagai  contoh,  para  pelaku  usaha  pertanian,  terutama  petani 
yang  merajut  hidupnya  di  sektor  hortikultura.  Mereka  yang  berada  didataran  tinggi  sejak 
turun‐temurun menggeluti tanaman ketimun, tomat, kentang dan kubis acapkali terhempas 
harga  jualnya  saat  masim  panen.  Selain  transportasi  dari  dataran  tinggi  turun  ke  pasar‐
pasar, pasokan hasil panen masih terbatas ke pasar tradisional di mana daya serapnya masih 
sangat  terbatas.  Situasi  ini  pada  akhirnya  menjerat  para  petani  jatuh  kepangkuan  para 
tengkulak, karena kebutuhan dana yang mendadak. 
          Sistem pertanian konvensional yang diterapkan masih menjadi ciri khas warisan turun‐
temurun.  Pentingnya  modernisasi  bidang  pertanian  diperlukan  untuk  menyesuaikan 
perkembangan  kondisi  dewasa  ini.  Turun‐tangan  pemerintah  harus  segera  dilaksanakan 
melalui serangkaian pelatihan dan bimbingan. Selain itu, permasalahan kebijakan, informasi, 
teknologi,  akses  permodalan,  pemasaran  dan  transportasi  untuk  pengangkutan 
komodtas/produk menjadi kendala berikutnya. 
          Perkembangan  komoditas/produk  hasil  pertanian  dapat  diandalkan  menjadi 
tulangpunggung  kegiatan  perekonomian  di  pedesaan/daerah.  Dukungan  sumberdaya  alam 
(SDA)  yang  melimpah  di  seputar  Tanah  Air  mampu  menjadikan  bidang  pertanian  sebagai 
pilar  pembangunan  ekonomi  Indonesia.  Pembangunan  nasional  yang  berbasis  pertanian 
merupakan  bagian  utama  dari  upaya  peningkatan  pendapatan  paling  rasional  bagi 
masyarakat di Indonesia. 
        Sebagai  acuan,  menurut  laporan  World  Development  Report  dari  Bank  Dunia  (2007), 
menyatakan  bahwa  digolongan  masyarakat  termiskin  dari  bidang  pertanian,  pertumbuhan 
PDB  mencapai  4  (empat)  kali  lebih  efektif  dibandingkan  dengan  pertumbuhan  PDB  yang 
berasal  dari  luar  bidang  pertanian.  Data  ini  terpantau  dalam  rangka  upaya  mengatasi 
kemiskinan.  Sementara  itu,  di  Indonesia  bidang  pertanian  mampu  menyerap  tenaga  kerja 
hingga mencapai 28,8 juta orang. Angka ini menunjukkan 42,66% dari jumlah seluruh tenaga 
kerja yang ada di Indonesia. 
          Di  Indonesia  sejumlah  pedesaan/daerah,  bidang  pertanian  masih  menjadi  tumpuan 
utama  perekonomian  setempat.  Oleh  karena  itu,  bidang  pertanian  masih  sangat  potensial 

 

8

dan layak dikembangkan di dalam Program OVOP. Antara lain, tanaman bidang pertanian/ 
hortikultura, pangan dan perkebunan. 
          Penguatan  ekonomi  daerah  sangat  berperan  sebagai  basis  kekuatan  perekonomian 
nasional. Perekonomian nasional yang kuat hanya dapat ditopang oleh tenaga‐tenaga (SDM) 
yang  memiliki  ketangguhan  ketrampilan  (skill).  Selain  itu,  pembangunan  nasional 
memerlukan  dukungan  sumberdaya  alam.  Seluruhnya  terangkum  berlandaskan  prinsip‐
prinsip  ekonomi  kerakyatan  yang  melaksanakan  derap  pembangunan  secara 
berkesinambungan. 
          Contoh  lain  adalah,  situasi  dan  kondisi  di  Jepara,  Jawa  Tengah  yang  menjadi  pusat 
industri furniture.  Sejak beberapa tahun terakhir, komunitas pengusaha kecil dan sebagian 
pengusaha  mnengah  produsen  furniture  timbul‐tenggelam.  Bahkan  banyak  yang  menutup 
usahanya.  Padahal  15  (limabelas)  tahun  lalu,  Jepara  dimanjakan  pesanan  untuk  pangsa 
pasar ekspor. Kini industri kecil dan menengah furniture ini banyak yang gulung tika 
           Hasil  penelitian  dilapangan  menjawab  seluruh  persoalan  yang  muncul  di  Jepara. 
Ketika  Jepara  booming  pesanan  ekspor,  para  konsumen  (buyers)  mancanegara  melirik 
situasi  dan  kondisi  di  pusat  industri  furniture  ini.  Faktor  kekurangan  modal  kerja,  product 
design,  finishing,  akses  pasar,  komitmen  produksi  dan  lain‐lain  menjadi  kelemahan  para 
produsen lokal. Akibatnya, para buyers asal Perancis, Amerika, Belanda, Jepang, Taiwan dan 
Korea  Selatan  saling  berlomba‐lomba  mengusik  labilitas  para  pelaku  industri  furniture. 
Secara  bertahap  pelaku  bisnis  mancanegara  tersebut  menanamkan  modalnya  dengan 
berbagai kedok. Pada akhirnya, satu‐persatu kalangan Usaha Kecil dan Menengah di Jepara 
lambat‐laun menyerahkan aktivitas usahanya kepada para pengusaha mancanegara.  
 
 

      

 

Produk furniture Jepara (Jawa Tengah), produksi pelaku Usaha Kecil yang tadinya mampu memenuhi pasar 
ekspor ke Singapura dan Jepang. Kini tidak mampu beroperasi.           

 

9

          Co
ontoh nyataa yang terjaadi pada kerrajinan tenu
un di Indoneesia. Tenun
n sebagai salah‐satu 
teknik  tradisional 
t
andalan,  mulai 
m
terancam  tenun
n  impor.  Paadahal  keraajinan  tenun  dapat 
membeerikan  nilai  tambah  (aadded  valu
ue)  pada  para  pengraajinannya.  K
Kerajinan  ini  telah 
mampu
u menghasilkan coaster, table run
nner, shawl,, hiasan dinding dan lain‐lain. 
oritas  masih  menggun
nakan  bahaan  baku 
          Baagi  para  peengrajin  tenun  tradisiional,  mayo
kapas yyang dapat  diperoleh d
di area sekitarnya sebaagai sumberdaya alam
m setempat. Namun 
kini  penanaman  kembali 
k
pohon  kapas  terbengkalai.  Padahaal  penggunaan  kapas  sebagai 
bahan b
baku masih diperlukan
n di sekitar  Desa Kerek (Tuban), Jeepara, Pedaan (Klaten), Gianyar 
(Bali),  Garut 
G
(Jawaa  Barat),  Taapanuli  (Su
umatera  Utara),  Malukku,  Nusa  Tenggara  Baarat  dan 
Timur, SSabu, Rote, dan lain‐lain. 
 

            

 

Be
enang Kapas Pintal tangan
n siap ditenun
n. Kelangkaan
n kapas pintall menjadi ken
ndala bagi 
ke
erajinan  Ten
nun  Kapas  diberbagai  pedesaan/da
p
erah.  Budidaya  tanamaan  kapas 
m
memerlukan pe
erhatian Pem
merintah Daerrah.                                                                                                                    

                                                                                                                                                                                                 
Di  daerah‐daerah  lainn
nya,  dikenal  produksi  kerajinan  tenun 
t
songket  yang  te
ersohor. 
           D
Palemb
bang  (Sumatera  Selataan),  Sumateera  Barat,  Bali, 
B
Bima, Kalimantan
n,  Riau  dan  daerah 
lain‐lain
n. Namun tenun songkket sejak daahulukala tak seutuhn
nya menggu
unakan bahan baku 
lokal. H
Hingga kini p
pun masih m
menggunakkan benang emas dan p
perak impor dari India, Jepang 
dan  Cin
na.  Produk  kerajinan  tenun  songkket  masih  menjadi 
m
kon
nsumsi  lokaal  di  Indone
esia  dan 
ekspor ke negara‐n
negara berb
bangsa Melaayu yang se
ecara tradisi masih mem
makai sarun
ng. 
          Seedangkan  kerajinan 
k
teenun  suterra  secara  turun‐temurrun  diproduksi  di  Kab
bupaten 
Sengkang,  Sulaweesi  Selatan.  Permasalaahan  seriuss  yang  dihadapi  paraa  pengrajin  adalah 
mahaln
nya  harga  ulat  sutera/kkepompongg  yang  selama  ini  diim
mpor  dari  Jeepang.  Sudaah  sejak 
 

10

lama  masalah  budidaya  ulat  sutera  di  Kabupaten  Sengkang  mengalami  berbagai  kendala. 
Bertahannya  usia  kepompong  ulat  sutera,  budidaya  dan  penentuan  jadwal  pembelian  ulat 
sutera  baru,  belum  dapat  direncanakan  secara  akurat.  Jika  Pemerintah  Daerah  dan 
Pemerintah Pusat bertekad melestarikan dan mengembangkan hasil kerajinan produk tenun 
sutera,  maka  tak  ada  jalan  lain  kecuali  mendirikan  Pusat  Budidaya  Ulat  Sutera  Nasional. 
Sehingga dari pusat budidaya ini dapat memasok kebutuhan para pengrajin di Tanah Air. 
 

                            

 

                          Produk kerajinan Tenun Songket Sarung Wanita (atas) khas Pakanbaru.  

      

                             

Sarung  Pria    hasil  kerajinan  Tenun  Songket  dari  Riau  (kiri)  dan  kerajinan  Tenun  Ulos  dari  Tapanuli 
menggunakan benang kapas atau benang katun (kanan).                                                         

                                                                                                                                                                                        
          Bila  pasokan  ulat  sutera  dapat  terjamin,  hasil  kerajinan  tenun  sutera  memiliki  masa 
depan  yang  gemilang  dalam  memajukan  ekspor  produk  kerajinan  tekstil  non‐manufaktur. 
Kerajinan tenun dapat memberikan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk di Kabupaten 
Sengkang.  Thailand  dan  India  adalah  negara  pesaing  utama  Indonesia  untuk  produk 
kerajinan  tenun  sutera.  Di  Thailand,  kerajinan  tenun  sutera  didukung  sepenuhnya  oleh 
pemerintahnya.  Untuk  memajukan  kerajinan  tenun  sutera  (Thai  Silk),  Istana  Raja  Thailand 
yang padat dikunjungi wisatawan memiliki galeri yang menjual tenun sutera khas Thailand. 
Sedangkan di India, murid‐murid sekolah fashion dan tekstil diharuskan mempelajari cara‐
cara menenun benang kapas, katun, sutera dan sintetik serta sistem budidaya ulat sutera. 
 

11

        Kerajinan lain yang memiliki added value adalah produk gerabah. Desa‐desa penghasil 
gerabah yang terkenal di Banyumulek (Nusa Tenggara Barat), Desa Plered (Jawa Barat), Desa 
Kasongan  (Yogyakarta),  Desa  Wedi,  Klaten  (Jawa  Tengah),  Kalimantan,  Tabanan  (Bali)  dan 
lain‐lain.  Pasang‐surut  pasar  ekspor  yang  dialami  kerajinan  gerabah  sebagian  besar 
disebabkan  kualitas  dan  disain  yang  kurang  memenuhi  standar  permintaan  konsumen. 
Dituntut  kreativitas  pengrajin,  yang  dapat  menyajikan  inovasi  disain  sesuai  tujuan  pasar. 
Para pengrajin gerabah mayoritas tak menyadari pentingnya inovasi disain yang diharapkan 
oleh para konsumen. 
            Kualitas  gerabah  untuk  pasar  ekspor  ke  negara‐negara  dengan  4  (empat)  musim, 
telah  dibuktikan  para  pengrajin  di  Desa  Wedi,  Kabupaten  Klaten.  Beberapa  tahun  lalu 
seorang  profesor  ahli  gerabah/keramik  dari  Jepang  berhasil  mentransfer  teknologi 
pembuatan kerajinan gerabah yang mampu bertahan di negara 4 (empat) musim. Gerabah 
dari beberapa pengrajin di Desa Wedi mampu memasok Jepang, Belgia dan Amerika Serikat. 
Dibeberapa  negara,  gerabah  Indonesia  dipergunakan  sebagai  produk  exterior.  Dimensi 
natural gerabah Indonesia di nilai mengandung unsur etnik yang menarik dan eksotis.   
           

                                

   

Produk  kerajinan  Gerabah  dari  Desa  Banyumulek  di 
Nusa  Tenggara  Barat.  Diharapkan  menjadi  produk 
ekspor andalan Program OVOP. 
                    Produk perhiasan mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan 

lebih  luas.  Karena  mutiara  berkualitas  dapat  memenuhi  permintaan  pasar  ekspor, 
khususnya  ke  Jepang.  Faktor  disain  dan  finishing  memerlukan  peningkatan  dan  inovasi 
pemanfaatan  mutiara  yang  tidak  sekedar  sebagai  perhiasan.  Misalnya,  pada  ukuran  dan 
kualitas tertentu dapat dijadikan kancing busana atau sebagai aksen pada produk interior. 
Karena mutiara maupun kulit mutiara dapat dijadikan produk‐produk interior dengan added 
value  yang  dapat  diandalkan.  Mutiara  layak  dijadikan  salah‐satu  kegiatan  Program  OVOP, 
khususnya untuk pangsa pasar ekspor. 
 

12

 
         
                               
Industri kerajinan Mutiara hasil kreativitas dan ketrampilan para pengrajin di Lombok, Nusa Tenggara Barat. 
Mutiara  menjadi  produk  ekspor  bernilai  jual  tinggi.  Layak  dikembangkan  di  bawah  naungan  Program  One 
Village One Product untuk meningkatkan permintaan pasar Jepang. 

                                           
           Semua yang terurai di atas, sekedar contoh permasalahan yang kita hadapi bersama. 
Berbagai kendala masih membelenggu berbagai komoditas/produk Indonesia. Bila tak ingin 
terpuruk di tengah pasar global, seluruh kendala harus dapat diatasi agar para pelaku Usaha 
Mikro, Kecil dan Menengah mampu mengembangkan sayap usahanya. Solusi utama, harus 
datang dari political will pemerintah. Bila pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 
hendak  dipacu,  sesuai  Instruksi  Presiden  No.6,  Tahun  2007,  maka  persiapan  perencanaan 
Program OVOP harus dikaji secara seksama. Identifikasi komoditas/produk harus dilakukan 
secara cermat dan memiliki tolok‐ukur klasifikasi yang jelas.    
 

                                             

 

Industri kerajinan Tas Kulit Buaya mampu menyaingi produk impor. 

 

13

          

  

Produk  Tenun  Kapas  dari  Pedan,  Klaten  (kiri)  dan  Topi  Olahraga  produksi  para  pelaku  Usaha  Kecil  di 
Soreang, Bandung. Melayani ajang pertandingan olahraga internasional (kanan). 

                   
Produk  anyaman  Enceng  Gondok  produksi  para  pengusaha  Mikro  dan  Kecil  di  Yogyakarta  (kiri)  sebagai 
produk  interior  memasok  pasar  Jepang,  Itali  dan  Spanyol.  Inovasi  disain  payung  tradisional  khas  Bali 
(kanan)dijadikan produk interior memasok pangsa pasar Perancis.                               

 
Produk  alat  musik  Ketipung  hasil  produksi  pengrajin  aggota  Koperasi  Wanita 
Citra Kartini di Desa Sumber Pucung, Malang. Secara berkala memenuhi pasar 
ekspor ke Jamaica. 

 
 

14

          Prinsip  dasar  One  Village  One  Product  adalah  dimana  masyarakat  desa/daerah 
mampu  mencari  dan  menggali  komoditas/produk  yang  bisa  menjadi  unggulan  secara 
berkesinambungan.  Langkah  awalnya,  memperoleh  dukungan  pemerintah  dalam 
membantu  melakukan  riset  dan  uji  coba,  agar  kualitas  dan  kuantitas  dapat  ditingkatkan. 
Tahapan  selanjutnya,  pemerintah  wajib  membantu  metoda‐metoda  produksi  termasuk 
menyelenggarakan pelatihan, bimbingan dan perluasan pasar.  
          Berdasarkan  konsep  desa  OVOP,  tujuan  akhir  yang  harus  dicapai  OVOP  adalah 
kesejahteraan masyarakat khususnya para petani. Kesejahteraan masyarakat tersebut dapat 
ditandai  dengan  timbulnya  peningkatan  daya  beli,  pendidikan,  kesehatan  dan  terjaminnya 
kualitas lingkungan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat 
dicapai melalui pembentukan menejemen kegiatan berdasarkan skala prioritas kegiatan dan 
komoditas/produk. Perlu pula diperhatikan dukungan kekuatan teknologi, sistem informasi, 
akses pasar dalam suatu kelembagaan OVOP. 
          Sedangkan ruang‐lingkup kegiatan utama Program OVOP adalah : 
1.Inisiasi program 
2.Survey potensi komoditas lokal dan potensi pasar 
3.Sosialisasi program 
4.Implementasi  program,  pendampingan  dan  bantuan  asistensi.  Antara  lain;  pelatihan 
budidaya, pelatihan pasca produksi pemasaran dan fasilitasi pasar. 
          Menyimak  keberhasilan  Jawa  Barat  dalam  membangun  perekonomian  yang 
berlandaskan  bidang  pertanian,  maka  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  melalui  Deputi 
Bidang  Pengkajian  Sumberdaya  UKMK  memilih  untuk  melakukan  Program  OVOP  ini  di 
Bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura dan produk olahannya. 
          Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak dahulukala menopang pembangunan daerahnya 
melalui  kegiatan  pertanian,  terutama  melalui  agribisnis  yang  memberikan  kontribusi 
terbentuknya kawasan model pertumbuhan adribisnis dibeberapa kota/kabupaten. Provinsi 
ini berhasil mengimplementasikan program pengembangan agribisnis yang dibangun dalam 
berbagai  kegiatan.  Pusat  pertumbuhan  dan  percontohan  agribisnis  terpadu  dipusatkan 
antara lain di Kabupaten Tasikmalaya, Cibitung dan Sukabumi. 
          Kegiatan  tersebut  dilaksanakan  sejalan  dengan  tekad  Pemerintah  Daerah  Jawa  Barat 
dalam  mencapai  sukses dan  akselerasi  peningkatan  kesejahteraan masyarakat.  Di  samping 
itu,  untuk  mendukung  pencapaian  Jawa  Barat  2010  sebagai  provinsi  termaju.  Mitra 
terdepan  Ibukota  Negara.  Intinya,  Pemerintah  Darah  Provinsi  Jawa  Barat  mengutamakan 
sektor  agribisnis  sebagai  tulangpunggung  pembangunannya.  Keberhasilan  Jawa  Barat  ini 
dapat  menopang  kebutuhan  pasokan  hasil‐hasil  pertanian  dan  hasil  olahan  produk 
pertanian, hingga ke Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 

 

15

          Kerangka  pemikiran  pengembangan  One  Village  One  Poduct  agribisnis  merupakan 
upaya  pengembangan  daerah  ruang  lingkup  Program  OVOP,  yang  ditopang  melalui 
pengembangan produk khas lokal. Produk unggulan berkualitas yang mengikuti pola‐pola : 
1.  Pengembangan  produk  dengan  memanfaatkan  sumberdaya  lokal  yang  berada  di  lokasi 
tersebut.  Mengusahakan  memperoleh  bahan  baku  murah  dan  berkualitas  serta  bisa 
menggunakan  bahan‐bahan  dari  daerah  sekitarnya.  Lokasi  yang  ditempati  dapat 
dijadikan lahan produksi. 
2.  Pembangunan  daerah  mengutamakan  lokalitas  bahan  baku  yang  berada  didaerahnya 
dengan  mengutamakan  peningkatan  kualitas  secara  berkesinambungan.  Menyalurkan 
kembali kepada masyarakat hasil keuntungan yang diperoleh atas hasil produksinya dan 
memanfaatkan keahlian untuk melakukan perubahan yang signifikan. 
Konsep Dasar Gerakan OVOP  
 
 

 (People’s Partcipation) 

 

Unearth effort of 
Regional Resources  

(Government Function) 
= Awareness to the Potentially
of Regional Resources Power 

 

 
 
   

Quality 
Improvement  
and R&D for  
New Products 

Marketable Goods 
Making  

 
= Strong Will and Innovation for
Commmercialization 

(Identification of Speciality) 
 
Regional Brand   

= Development of Market 
Channel and Promotion 

 
Increase of Income  

= Manufacturing Processing &
Increase of Value Added 

Confidence & Sense
Of Accomplishment  

= Sharing Endeavor & 
Unification of Efforts 

                                  
 
 
 

 

Advancement 
& Sustainability  
of Move Ments 

 

Nurture of Region Leaders  

 
 

Regional  
Revitalization  

= Formation of Regional 
Development Framework 

             
 
 

 

 

16

‐ Giving Prospects 
‐ Provide Incentive  
‐ Market 
Development  
‐ Promotion 
‐ Systemalization  
‐ Support 
(Technology 
Necessary Fund, 
Organization, etc) 
‐ Human Resource 
Development 

Definisi Agribisnis dalam Program OVOP.  
Dari  hasil  pengkajian,  maka  Tim  OVOP  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  menyimpulkan 
bahwa  Program  OVOP  dapat  dilaksanakan  dengan  sejumlah  ketentuan  umum  sebagai 
berikut :  
a.  Tidak melakukan paksaan terhadap rencana pembentukan Program OVOP. 
b.  Terbentuknya  Program OVOP  di  suatu  daerah/pedesaan  harus  merupakan  inisiatif  para 
pelaku  usaha/petani  setempat,  yang  secara  kultural  maupun  perkembangan  teknologi 
pertanian  moderen  mampu  menentukan  komoditas/produk  maupun  aktivitas‐aktivitas 
yang sesuai dikembangkan untuk kemajuan mereka. 
c.  Bila  memungkinan  mampu,  sebaiknya  mengolah  hasil  komoditas  menjadi  produk  hasil 
pertanian dengan teknologi tepat‐guna, untuk meningkatkan nilai tambah. 
d.  Nilai  tambah  dari  hasil  pelaksanaan  Program  OVOP  perlu  diilustrasikan  dengan 
membandingkan  barang‐barang  konsumsi  lainnya,  agar  memperjelas  keuntungan  (laba) 
yang diperoleh petani/masyarakat setempat. 
e.  Peranan  pemerintah  untuk  memberikan  bimbingan  teknis,  kemasan  dan  pemasaran 
sesuai kebutuhan daerah/pedesaan setempat. 
f.  Peranan  Pemerintah  daerah  dalam  memacu  persaingan  sehat  pada  lingkup  antar 
desa/daerah dengan memanfaatkan keunikan dan ciri khas masing‐masing tempat. 
g.  Keberhasilan  para  petani/masyarakat  setempat  harus  menimbulkan  kebanggaan.  Ini 
merupakan parameter bagi kesuksesan Program OVOP. 
h.  Penyuluhan oleh para ahli harus dilakukan secara berkesinambungan, agar peningkatan 
kapasitas  pelaku  usaha/  petani  dalam  melaksanakan  kegiatan  Program  OVOP  dapat 
terjamin. 
          Pola Pengembangan OITA dalam Mengembangkan OVOP 
 
 

Datang ke komunitas local 
dan melakukan pendekatan 
kepada masyarakat secara 
langsung 

Berpikir dengan cara yang 
membangkitkan motivasi 
masyarakat 

                                     
Perlu suatu istilah menarik: 
Gerakan One Vilage One 
Product (OVOP) 

 
 

 

Orang luar tertarik 
 terhadap OVOP 

Pengalaman Oyama dan 
Yufuin  

 
 

 

 

Meningkatnya Daya Tarik 
OITA 

 

Meningkatnya 
kebanggaan lokalitas 
Meningkatnya Nilai
lokal   

 

Pasar    

 

17

Motivasi untuk 
memanfaatkan 
sumberdaya lokal   

2.KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN OVOP 
          Program  Nasional  One  Village  One  Product  yang  ditopang  Instruksi  Presiden  N0.6, 
Tahun  2007,  Tentang  Kebijakan  Percepatan  Pengembangan  Sektor  Riil  dan  Pemberdayaan 
Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menegah,  telah  berjalan.  Keberhasilan  program  tersebut  harus 
dilandasi kesadaran pentingnya membangun kebersamaan dalam semangat OVOP. Jiwa dan 
semangat  OVOP  harus  selalu  ditumbuhkembangkan  di  antara  para  pelaku  maupun  para 
peserta  program  ini.  Untuk  menghindari  timbulnya  program  yang  tumpang‐tindih,  maka 
koordinasi antar lintas‐pelaku (sektoral) harus diadakan secara berkala. 

          Agar  Program  OVOP  dapat  mencapai  kesuksesan  optimal,  maka  awal  langkah  yang 
harus  dilakukan  Tim  OVOP  Kementerian  Koperasi  dan  UKM  adalah  sosialisasi  Program 
OVOP secara berkesinambungan. menjadi agenda Tim  OVOP. Melakukan pendataan secara 
berkala  agar  teridentifikasi  lokasi‐lokasi  dan  komoditas/produk  yang  layak  bernaung  di 
bawah Program OVOP. Supaya program nasional ini dapat berawal dari inisatif masyarakat 
pedesaan/daerah. Para pelaku usaha/petani di daerah dan pedesaan dapat secara sukarela 
mengerahkan  konsentrasi  pemikirannya  terhadap  suatu  komoditas/produk  yang  paling 
sesuai untuk dirinya, lingkungannya dan desa setempat. Bila inisiatif datang dari masyarakat, 
kesadaran terhadap risiko keberhasilan atau kegagalan usahanya siap ditanggungnya. Rasa 
bertanggungjawab terhadap pilihan jenis usahanya dan unsur kebersamaan dengan prinsip 
gotongroyong akan melandasi suksesnya Program OVOP melalui koperasi. 
          Dalam  rangka  meningkatkan  taraf  hidupnya,  masing‐masing  kelompok  masyarakat 
pelaku  usaha/petani  yang  secara  kultural  sudah  menganut  sifat  gotongroyong.  Semangat 
membentuk  One  Village  One  Product  sepatutnya  harus  mereka  yakini  akan  mampu 
meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Menggapai kesejahteraan di dalam suatu 
program  yang  berada  di  bawah  naungan  koperasi