eBook Bloe print ovop.compressed
MAKNA DAN PERSEPSI DARI SIMBOL OVOP INDONESIA
1.
Lingkaran
:
Kebulatan tekad Bangsa Indonesia untuk maju bersama.
2.
Warna Merah
:
Lambang Keberanian.
3.
Warna Putih
:
Lambang Kesucian.
4.
Warna Emas
:
Lambang Kejayaan, Kesentosaan, Keemasan.
5.
Warna Hijau
:
Lambang kekayaan alam Indonesia, kepedulian akan kelestarian
lingkungan.
6.
Warna Biru
:
Lambang Keharmonisan, Keselarasan, Keseimbangan.
7.
Orang
:
Lambang masyarakat yang memegang peran utama.
8.
Orang
:
Lambang kegotong royongan, kolaborasi, membangun
berangkulan
9.
Sketsa sepasang
bersama-sama, menatap masa depan bersama.
:
Garuda yang
Lambang bibit-bibit unggul, tokoh, champion yang harus
disadarkan bahwa mereka adalah Garuda sejati.
terbang tinggi
10. Kuntum Bunga
:
Lambang keindahan, keramah tamahan, dan rasa syukur atas
Rahmat Tuhan YME.
vii
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad memacu peningkatan
pendapatan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi masyarakat pada tataran akar‐rumput
sehingga terjadi perbaikan teraf hidup. Tekad bulat pemerintah, ditopang good will dan
political will dalam mengatasi permasalahan masyarakat yang masih jauh tertinggal dari
geliat ekonomi nasional. Pemerintah Pusat telah memberikan perhatian khusus terhadap
upaya pengentasan kemiskinan serta mengatasi pengangguran. Berbagai perubahan telah
terjadi di negeri ini. Percaturan politik dan situasi ekonomi di Tanah Air telah merubah
paradigma serta kaidah‐kaidah yang merangkum ikatan kebijakan Pemerintah Pusat.
Kebijakan Pemerintah Pusat diterbitkan silih‐berganti dan berhasil membawa tatanan yang
lebih nyata. Setumpuk peraturan baru memberi dampak penertiban di sana‐sini.
Setelah diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998, Pemerintah Pusat di era
reformasi berhasil membangun perekonomian makro Indonesia. Keberhasilan membangun
ekonomi makro bertujuan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Langkah
selanjutnya yang harus segera dilaksanakan adalah bagaimana cara meningkatkan kegiatan
bagi para pelaku ekonomi di Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut,
diperlukan terobosan‐terobosan baru dalam membentuk stimulus ekonomi bagi
peningkatan kegiatan perekonomian Indonesia. Peningkatan stimulus ekonomi yang
dilaksanakan Pemerintah Pusat terangkum diberbagai program, dan dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Upaya ini bertujuan mendorong percepatan
peningkatan pendapatan masyarakat dengan terciptanya laju roda ekonomi.
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiada henti‐hentinya
mengupayakan terciptanya laju perekonomian nasional. Dari Sabang hingga Merauke,
masing‐masing instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diinstruksikan
memberikan perhatian terhadap situasi dan kondisi yang membelenggu kehidupan
masyarakat di akar‐rumput.
Menyimak ketangguhan para pelaku Usaha Kecil dan Menengah, resistensinya sudah
terbukti pada saat Indonesia diterpa krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998. Ketahanan
mereka telah teruji. Ketika kelompok Usaha Besar bergelimpangan terpuruk, kelompok
Usaha Kecil dan Menengah masih dapat bertahan. Tak dapat diabaikan bagaimana peranan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi penopang utama ekonomi nasional republik ini.
Kegiatan usaha masyarakat Indonesia ditataran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dibekali
Undang‐Undang No.20, Tanggal 4 Juli, Tahun 2008. Undang‐Undang tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah. Undang‐Undang ini menegaskan agar Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dapat lebih berperan mengisi derap langkah percaturan perekonomian
negeri ini. Mengupayakan agar UMKM memperoleh kepastian, pemihakan, ksempatan,
perlindungan dan dukungan berusaha yang seluas‐luasnya. Perekonomian yang ditopang
oleh kekuatan kegiatan usaha rakyat adalah tujuan utama pemerintah. Seluruh upaya
pemerintah meningkatkan peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tak lain dalam rangka
menjalankan amanat Undang‐Undang Dasar 1945, tentang ekonomi kerakyatan.
1
I.LATAR BELAKANG
1. INSTRUKSI PRESIDEN
Salah‐satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain melalui Program One Village One Product (OVOP).
Program ini dicanangkan melalui Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007, Tanggal 8
Juni, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional. Instruksi Presiden tersebut merupakan kelanjutan Instruksi Presiden
N0.3, Tahun 2006, Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Selain ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden
tersebut ditujukan kepada 18 menteri. Diantaranya, Menteri Perindustrian, Menteri
Pertanian, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Pekerjaan Umum, Sekretaris
Kabinet, 3 (tiga) Kepala Badan, para Gubernur, Bupati dan Walikota. Program OVOP telah
dicanangkan sebagai Program Nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, Presiden menginstruksikan agar
segera melakukan langkah‐langkah yang
diperlukan sesuai tugas, fungsi dan
kewenangan masing‐masing instansi guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Di dalam mengambil langkah‐
langkah
sebagaimana
dimaksud,
berpedoman pada program yang meliputi
perbeikan investasi, reformasi sektor
keuangan, percepatan pembangunan
infrastruktur dan pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah.
Presiden R.I. DR.Susilo Bambang Yudhoyono.
Secara singkat, Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007 yang dilaksanakan melalui
pengembangan model OVOP ini bertujuan memajukan usaha masyarakat dan memasarkan
produk‐produk lokal yang mampu bersaing serta meraih reputasi internasional. Kegiatan
Program OVOP diutamakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya. Pada akhirnya, kegiatan ini memberikan
kesejahteraan bagi para pelaku usaha. Secara khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang
2
berada dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program One Village One Product tidak
terbatas pada bidang tertentu. Dapat dilaksanakan di seluruh bidang/sektor kegiatan usaha
yang dapat mendorong laju kegiatan perekonomian daerah maupun nasional, dengan
mengandalkan sumberdaya alam setempat.
Penjabaran Instruksi Presiden tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM melalui
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Koperasi, secepatnya mengimplementasikan
Program Nasional ini. Dalam implementasi Program OVOP, peranan Kementerian Koperasi
dan UKM sangat fundamental, karena menyangkut nafas kehidupan insan Koperasi serta
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam rangka stimulus ekonomi di Indonesia, berbagai program yang dicanangkan
Kementerian Koperasi dan UKM, bertujuan agar peranan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menjadi optimal. Khususnya dalam menghadapi ketatnya persaingan usaha
dalam era globalisasi. Untuk itu, koperasi‐koperasi di seluruh Indonesia diharapkan turut
berpartisipasi diberbagai bidang dan sektor kegiatan yang beranekaragam jenisnya. Harapan
pemerintah agar setiap desa atau kabupaten dapat membanggakan komoditas/produk
unggulannya. Komoditas/produk unggulan berupa kerajinan, penunjang pariwisata, produk
pertanian, kehutanan, produk perikanan dan lain‐lain.
Sebagai langkah awal Program One Village One Product yang dilakukan Kementerian
Koperasi dan UKM dipilih bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura sebagai pilot
project. Melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Tim OVOP melakukan survey
kegiatan‐kegiatan para petani serta para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dibeberapa pedesaan/daerah.
Tim OVOP mendata kegiatan usaha masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan usaha
(mencari nafkah) etos kerja, kehidupan kultural dan tersedianya sumberdaya alam (SDA)
sebagai penunjang komoditas/produk setempat. Program OVOP yang dilakukan
Kementerian Koperasi dan UKM adalah membantu pengembangan desa/daerah yang
memiliki komoditas/produk unggulan melalui wadah koperasi.
2.TUJUAN dan SASARAN
Tujuan pelaksanaan Program One Village One Product adalah suatu upaya
membangun sustainability (kesinambungan) aktivitas melalui perluasan akses pasar yang
dihasilkan masing‐masing desa/daerah. Keberhasilan yang dicapai akan meningkatkan
pendapatan para petani/pelaku usaha setempat. Pada akhirnya, kegiatan tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pelaku usaha.
Sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program One Village One Product
adalah sebagai berikut :
3
a. Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan;
b. Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah, yang
antara lain dapat dilaksanakan melalui menejemen rantai suplai (supply‐chain
management), penempatan kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur.
c. Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat
disekitarnya.
d. Meningkatkan posisi tawar (bargainning position) terhadap pasar untuk para pelaku
usaha/petani.
Bila Program OVOP sudah memiliki pilihan desa/daerah dengan komoditas/produk
unggulan, maka para pelaku usaha/petani harus dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga
mampu melakukan panatrasi perluasan pasar lokal maupun ekspor.
Indikator keberhasilan Program OVOP dapat ditinjau berdasarkan menejemen
moderen yang terukur. Melalui evaluasi berkala dan dibuat sistem agar dapat diperbaharui
sesuai permintaan pasar dan siatuasi pada saat itu. Dipastikan bahwa indikator selalu
berinduk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) :
a. Penentuan dilakukan melalui Key Performance Indicator (KPI) dan Key Sucsess Factor
(KSF) yang berkaitan dengan rantai agribisnis dan daya dukung lingkungan masyarakat.
b. Pelaksanaan Program OVOP terkait erat dengan tujuan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Karena melalui Program OVOP diharapkan akan terjadi
peningkatan pendapatan dan disertai dengan peningkatan taraf hidup seluruh pihak yang
terlibal dalam aktivitas tersebut.
Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh 3 (tiga) landasan; melalui pencapaian
taraf pendidikan, kesehatan dan tingkat daya beli masyarakat. Bila seluruh rangkaian
tersebut dapat dilaksanakan, niscaya Program OVOP di masing‐masing desa/daerah dapat
berhasil dan mancapai sukses.
Di pedesaan maupun di daerah yang ditopang kekayaan sumberdaya alam, berbagai
bidang/sektor dapat dipacu untuk dijadikan kegiatan dalam model OVOP. Diperlukan
kesadaran para pelaku usaha/petani agar berkreasi dan berinovasi, mendayagunakan
sumberdaya alamnya untuk menciptakan keunggulan produk yang khas. Dengan demikian,
masyarakat setempat memiliki kebanggaan tersendiri berkat hasil jerih‐payahnya.
Mengingat Indonesia sebagai negara agraris, sudah selayaknya bila langkah awal
Kementerian Koperasi dan UKM dalam melakukan Program OVOP ini memprioritaskan
bidang pertanian. Melalui usaha bidang pertanian/sektor hortikultura, yang memiliki
keunggulan komparatif dan menekuni agrobisnis diharapkan dapat mengoptimalkan nilai
tambah.
4
Sesuai fungsi dan peranan koperasi sebagai wadah bersatunya para pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah serta penggerak roda perekonomian rakyat, maka pelaksanaan
pengembangan sektor riil akan dapat terpacu. Melalui Program OVOP Kementerian
Koperasi dan UKM, koperasi dapat didorong untuk segera mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Menjadi penopang kekuatan perekonomian
Indonesia.
Melalui koperasi‐koperasi yang tersebar di seluruh Tanah Air, para anggotanya dapat
turut melaksanakan Program One Village One Product. Program ini dapat terkait pada
berbagai bidang/sektor usaha yang sejenis dalam aktivitas masyarakat/petani setempat,
ditunjang dengan kekayaan sumberdaya alamnya.
Dalam rangka mendorong jangkauan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(KUMKM) agar lebih cepat berkembang dimungkinkan menjalin kerjasama melalui
kemitraan. Kemitraan merupakan salah‐satu bentuk kerjasama yang efektif dan efesien
untuk peningkatan serta pengembangan KUMKM. Kerjasama berdasarkan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Program OVOP dapat dilaksanakan dengan menjalin kerjasama melalui kemitraan.
Kemitraan dalam bentuk kerjasama pendidikan, pelatihan, produksi, pemasaran, pameran
dan lain‐lain. Tahun 1997, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No.44, Tentang Kemitraan dengan pertimbangan agar insan Koperasi, para pelaku Usaha
Kecil dan Menengah dapat mempercepat perwujudan perekonomian yang mandiri dan
handal.
Sasaran utama Progam OVOP adalah, memberikan kesejahteraan masyarakat
Indonesia khususnya bagi mereka yang berada di pedesaan/daerah. Pengentasan
kemiskinan dan mengatasi pengangguran sudah menjadi tekad pemerintah untuk
menstabilkan perekonomian nasional. Memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah berperan lebih aktiv dalam era globalisasi.
Senyum gembira para petani anggota KSU Bhatari Tunas Mandiri di
Bangli (Bali), mereka peserta Program OVOP.
5
II.TINJAUAN KONSEPTUAL
1.HASIL KAJIAN LITERATUR
Berawal dari kunjungan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian
Koperasi dan UKM ke Provinsi Oita, Jepang. Mengunjungi Koperasi Pertanian di Oyama dan
Yufuin, tempat keberhasilan Jepang mengembangkan pendekatan usaha model One Village
One Product. Koperasi Pertanian Oyama beranggotakan 700 orang mampu meraih sukses
melalui pendekatan model OVOP. Kegiatannya berhasil mensejahterakan para petani yang
mayoritas menggeluti sektor hortikultura (sayur‐mayur dan buah‐buahan). Di sini para
petani mengembangkan Jamur Shitake. Keberhasilan mengembangkan produk Jamur
Shitake mampu menghasilkan 29% seluruh kapasitas pasokan di Jepang.
Sedangkan di Yufuin, merupakan salah‐satu tempat tujuan wisata air panas yang
dikelola para warga setempat secara kooperativ. Para warga setempat secara bersama‐
sama menyediakan fasilitas penginapan yang diperuntukkan bagi para wisatawan. Jumlah
wisatawan setiap tahunnya mencapai 3,88 juta orang.
Keberhasilan Jepang dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan OVOP
sudah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. One Village One Product
kemudian menjadi daya tarik dunia. Berbagai negara mempelajari sistem pengeterapan
model OVOP. Negara‐negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Amerika Selatan secara cermat
mempelajari bagaimana menumbuhkembangkan Program OVOP.
Menteri Perindustrian yang tatkala itu dijabat Ir. Fahmi Idris telah melakukan
kunjungan kerja ke Oyama dan Yufuin. Hasil kunjungan tersebut telah dilaporkan kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melaporkan, keberhasilan pemberdayaan masyarakat
Jepang dikeduaa desa tersebut. Hingga kini Kementerian Perindustrian telah melakukan
Program One Village One Product di 33 (tigapuluhtiga) desa. Berbagai jenis industri kecil
dikembangkan di bawah naungan Program OVOP, agar perkembangannya lebih cepat dan
para pelakunya dapat segera meningkatkan ketrampilan.
Program OVOP berperan terhadap program pemberdayaan masyarakat di Oyama dan
Yufuin, khususnya bagi para pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena itu,
Kementerian Koperasi dan UKM mengaplikasikan pendekatan model OVOP di Indonesia,
dalam rangka penjabaran Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007. Pendekatan model OVOP
dinilai paling sesuai untuk menumbuhkembangkan masyarakat Indonesia, yang mayoritas
menggeluti bidang pertanian serta dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berada
di pedesaan/daerah. Terutama para petani dipedesaan/daerah yang hingga kini masih
menggunakan sistem pertanian tradisional.
6
Pendekatan pembangunan kawasan dapat dilakukan melalui pendekatan eksogenus
atau pendekatan endogenus. Untuk dapat melakukan Program OVOP, Kementerian
Koperasi dan UKM lebih cenderung membangun masyarakat pedesaan/daerah melalui
pendekatan pembangunan endogenus. Pembangunan yang bersandar pada potensi
sumberdaya, modal dan memelihara keseimbangan lingkungan. Pendekatan pembangunan
endogenus lebih sesuai untuk pengembangan kawasan pedesaan. Terutama untuk
pelaksanaan Program One Village One Product.
Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan membangkitkan
tingkat akhir revitalisasi ekonomi regional, merupakan tujuan utama Program OVOP.
Program ini adalah salah‐satu upaya membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat
yang bertujuan mempercepat tekad pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan serta
mengatasi pengangguran.
Perlu pula disadari, bahwa antara pelaksanaan Program OVOP dengan hasil
kegiatannya (output) merupakan suatu proses panjang yang memerlukan waktu dan
kesabaran. Disarankan agar ketepatan pemilihan komoditas/produk yang akan dijalankan
melalui model OVOP, harus selektif. Di samping itu, bimbingan pemerintah kepada para
pelaku usaha/petani harus fokus. Demikian pula sebaliknya, masyarakat pelaku
usaha/petani setelah menetapkan pilihan unggulan setempat harus fokus melaksanakan
kegiatan usahanya.
Peranan strategis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus tetap
dipertahankan. Pada tataran filosofis serta secara fragmatis peranan mereka memberikan
kontribusi untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, upaya
pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi di Indonesia harus mampu
menjadi tonggak kokoh bagi perekonomian nasional.
Kegiatan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun para petani, patut
dicermati agar pelaksanaan Program OVOP dapat dijabarkan secara tepat‐guna. Dapat
bermanfaat bagi seluruh masyarakat tataran akar rumput yang masih memerlukan
peningkatan taraf hidup serta perbaikan pasar bagi perkembangan dunia usaha Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun
para petani di Indonesia sejak dahulukala tiada hentinya. Upaya pengentasan kemiskinan
sebagai tujuan utama pemerintah, acapkali tersendat‐sendat. Bukan karena pemerintah
tidak memberikan perhatian. Pengerahan dana melalui berbagai program telah dikerahkan.
Dari bantuan sosial, bantuan program pelatihan dan bimbingan, bantuan pemberdayaan,
hingga kredit murah yang disalurkan Lembaga Keuangan Perbankan maupun Lembaga
Keuangan Non‐Perbankan, terus mengalir. Demikian pula dana‐dana hibah dan dana‐dana
dari Lembaga Keuangan Mikro. Upaya menanggulangi kemiskinan dan mengatasi maraknya
pengangguran melalui kebijakan lintas‐sektoral sudah direalisasikan. Program‐program
terpadu dari tingkat pusat hingga daerah pun sudah dilaksanakan.
7
Berbagai faktor turut menjadi penyebab upaya peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM), kualitas komoditas/produk dan posisi tawar. Sarana dan prasarana yang
tersedia masih tidak memadai, sehingga berakibat timbulnya rangkaian permasalahan yang
tak kunjung usai. Latar belakang kultural/budaya dan etos kerja adalah bagian yang tak
terpisahkan dari lambatnya upaya mensejahterakan masyarakat ditataran akar‐rumput.
Keberhasilan memang tumbuhberkembang di sana‐sini, sebagai refleksi upaya yang
dikerahkan pemerintah dalam peningkatan peranan UMKM. Namun masih terjadi business
missing link yang belum teratasi. Terutama terjadi pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang
berada di pedesaan dan daerah‐daerah. Terutama para petani yang masih bersusah payah
mengarungi kehidupannya. Sebagai contoh, para pelaku usaha pertanian, terutama petani
yang merajut hidupnya di sektor hortikultura. Mereka yang berada didataran tinggi sejak
turun‐temurun menggeluti tanaman ketimun, tomat, kentang dan kubis acapkali terhempas
harga jualnya saat masim panen. Selain transportasi dari dataran tinggi turun ke pasar‐
pasar, pasokan hasil panen masih terbatas ke pasar tradisional di mana daya serapnya masih
sangat terbatas. Situasi ini pada akhirnya menjerat para petani jatuh kepangkuan para
tengkulak, karena kebutuhan dana yang mendadak.
Sistem pertanian konvensional yang diterapkan masih menjadi ciri khas warisan turun‐
temurun. Pentingnya modernisasi bidang pertanian diperlukan untuk menyesuaikan
perkembangan kondisi dewasa ini. Turun‐tangan pemerintah harus segera dilaksanakan
melalui serangkaian pelatihan dan bimbingan. Selain itu, permasalahan kebijakan, informasi,
teknologi, akses permodalan, pemasaran dan transportasi untuk pengangkutan
komodtas/produk menjadi kendala berikutnya.
Perkembangan komoditas/produk hasil pertanian dapat diandalkan menjadi
tulangpunggung kegiatan perekonomian di pedesaan/daerah. Dukungan sumberdaya alam
(SDA) yang melimpah di seputar Tanah Air mampu menjadikan bidang pertanian sebagai
pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan nasional yang berbasis pertanian
merupakan bagian utama dari upaya peningkatan pendapatan paling rasional bagi
masyarakat di Indonesia.
Sebagai acuan, menurut laporan World Development Report dari Bank Dunia (2007),
menyatakan bahwa digolongan masyarakat termiskin dari bidang pertanian, pertumbuhan
PDB mencapai 4 (empat) kali lebih efektif dibandingkan dengan pertumbuhan PDB yang
berasal dari luar bidang pertanian. Data ini terpantau dalam rangka upaya mengatasi
kemiskinan. Sementara itu, di Indonesia bidang pertanian mampu menyerap tenaga kerja
hingga mencapai 28,8 juta orang. Angka ini menunjukkan 42,66% dari jumlah seluruh tenaga
kerja yang ada di Indonesia.
Di Indonesia sejumlah pedesaan/daerah, bidang pertanian masih menjadi tumpuan
utama perekonomian setempat. Oleh karena itu, bidang pertanian masih sangat potensial
8
dan layak dikembangkan di dalam Program OVOP. Antara lain, tanaman bidang pertanian/
hortikultura, pangan dan perkebunan.
Penguatan ekonomi daerah sangat berperan sebagai basis kekuatan perekonomian
nasional. Perekonomian nasional yang kuat hanya dapat ditopang oleh tenaga‐tenaga (SDM)
yang memiliki ketangguhan ketrampilan (skill). Selain itu, pembangunan nasional
memerlukan dukungan sumberdaya alam. Seluruhnya terangkum berlandaskan prinsip‐
prinsip ekonomi kerakyatan yang melaksanakan derap pembangunan secara
berkesinambungan.
Contoh lain adalah, situasi dan kondisi di Jepara, Jawa Tengah yang menjadi pusat
industri furniture. Sejak beberapa tahun terakhir, komunitas pengusaha kecil dan sebagian
pengusaha mnengah produsen furniture timbul‐tenggelam. Bahkan banyak yang menutup
usahanya. Padahal 15 (limabelas) tahun lalu, Jepara dimanjakan pesanan untuk pangsa
pasar ekspor. Kini industri kecil dan menengah furniture ini banyak yang gulung tika
Hasil penelitian dilapangan menjawab seluruh persoalan yang muncul di Jepara.
Ketika Jepara booming pesanan ekspor, para konsumen (buyers) mancanegara melirik
situasi dan kondisi di pusat industri furniture ini. Faktor kekurangan modal kerja, product
design, finishing, akses pasar, komitmen produksi dan lain‐lain menjadi kelemahan para
produsen lokal. Akibatnya, para buyers asal Perancis, Amerika, Belanda, Jepang, Taiwan dan
Korea Selatan saling berlomba‐lomba mengusik labilitas para pelaku industri furniture.
Secara bertahap pelaku bisnis mancanegara tersebut menanamkan modalnya dengan
berbagai kedok. Pada akhirnya, satu‐persatu kalangan Usaha Kecil dan Menengah di Jepara
lambat‐laun menyerahkan aktivitas usahanya kepada para pengusaha mancanegara.
Produk furniture Jepara (Jawa Tengah), produksi pelaku Usaha Kecil yang tadinya mampu memenuhi pasar
ekspor ke Singapura dan Jepang. Kini tidak mampu beroperasi.
9
Co
ontoh nyataa yang terjaadi pada kerrajinan tenu
un di Indoneesia. Tenun
n sebagai salah‐satu
teknik tradisional
t
andalan, mulai
m
terancam tenun
n impor. Paadahal keraajinan tenun dapat
membeerikan nilai tambah (aadded valu
ue) pada para pengraajinannya. K
Kerajinan ini telah
mampu
u menghasilkan coaster, table run
nner, shawl,, hiasan dinding dan lain‐lain.
oritas masih menggun
nakan bahaan baku
Baagi para peengrajin tenun tradisiional, mayo
kapas yyang dapat diperoleh d
di area sekitarnya sebaagai sumberdaya alam
m setempat. Namun
kini penanaman kembali
k
pohon kapas terbengkalai. Padahaal penggunaan kapas sebagai
bahan b
baku masih diperlukan
n di sekitar Desa Kerek (Tuban), Jeepara, Pedaan (Klaten), Gianyar
(Bali), Garut
G
(Jawaa Barat), Taapanuli (Su
umatera Utara), Malukku, Nusa Tenggara Baarat dan
Timur, SSabu, Rote, dan lain‐lain.
Be
enang Kapas Pintal tangan
n siap ditenun
n. Kelangkaan
n kapas pintall menjadi ken
ndala bagi
ke
erajinan Ten
nun Kapas diberbagai pedesaan/da
p
erah. Budidaya tanamaan kapas
m
memerlukan pe
erhatian Pem
merintah Daerrah.
Di daerah‐daerah lainn
nya, dikenal produksi kerajinan tenun
t
songket yang te
ersohor.
D
Palemb
bang (Sumatera Selataan), Sumateera Barat, Bali,
B
Bima, Kalimantan
n, Riau dan daerah
lain‐lain
n. Namun tenun songkket sejak daahulukala tak seutuhn
nya menggu
unakan bahan baku
lokal. H
Hingga kini p
pun masih m
menggunakkan benang emas dan p
perak impor dari India, Jepang
dan Cin
na. Produk kerajinan tenun songkket masih menjadi
m
kon
nsumsi lokaal di Indone
esia dan
ekspor ke negara‐n
negara berb
bangsa Melaayu yang se
ecara tradisi masih mem
makai sarun
ng.
Seedangkan kerajinan
k
teenun suterra secara turun‐temurrun diproduksi di Kab
bupaten
Sengkang, Sulaweesi Selatan. Permasalaahan seriuss yang dihadapi paraa pengrajin adalah
mahaln
nya harga ulat sutera/kkepompongg yang selama ini diim
mpor dari Jeepang. Sudaah sejak
10
lama masalah budidaya ulat sutera di Kabupaten Sengkang mengalami berbagai kendala.
Bertahannya usia kepompong ulat sutera, budidaya dan penentuan jadwal pembelian ulat
sutera baru, belum dapat direncanakan secara akurat. Jika Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat bertekad melestarikan dan mengembangkan hasil kerajinan produk tenun
sutera, maka tak ada jalan lain kecuali mendirikan Pusat Budidaya Ulat Sutera Nasional.
Sehingga dari pusat budidaya ini dapat memasok kebutuhan para pengrajin di Tanah Air.
Produk kerajinan Tenun Songket Sarung Wanita (atas) khas Pakanbaru.
Sarung Pria hasil kerajinan Tenun Songket dari Riau (kiri) dan kerajinan Tenun Ulos dari Tapanuli
menggunakan benang kapas atau benang katun (kanan).
Bila pasokan ulat sutera dapat terjamin, hasil kerajinan tenun sutera memiliki masa
depan yang gemilang dalam memajukan ekspor produk kerajinan tekstil non‐manufaktur.
Kerajinan tenun dapat memberikan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk di Kabupaten
Sengkang. Thailand dan India adalah negara pesaing utama Indonesia untuk produk
kerajinan tenun sutera. Di Thailand, kerajinan tenun sutera didukung sepenuhnya oleh
pemerintahnya. Untuk memajukan kerajinan tenun sutera (Thai Silk), Istana Raja Thailand
yang padat dikunjungi wisatawan memiliki galeri yang menjual tenun sutera khas Thailand.
Sedangkan di India, murid‐murid sekolah fashion dan tekstil diharuskan mempelajari cara‐
cara menenun benang kapas, katun, sutera dan sintetik serta sistem budidaya ulat sutera.
11
Kerajinan lain yang memiliki added value adalah produk gerabah. Desa‐desa penghasil
gerabah yang terkenal di Banyumulek (Nusa Tenggara Barat), Desa Plered (Jawa Barat), Desa
Kasongan (Yogyakarta), Desa Wedi, Klaten (Jawa Tengah), Kalimantan, Tabanan (Bali) dan
lain‐lain. Pasang‐surut pasar ekspor yang dialami kerajinan gerabah sebagian besar
disebabkan kualitas dan disain yang kurang memenuhi standar permintaan konsumen.
Dituntut kreativitas pengrajin, yang dapat menyajikan inovasi disain sesuai tujuan pasar.
Para pengrajin gerabah mayoritas tak menyadari pentingnya inovasi disain yang diharapkan
oleh para konsumen.
Kualitas gerabah untuk pasar ekspor ke negara‐negara dengan 4 (empat) musim,
telah dibuktikan para pengrajin di Desa Wedi, Kabupaten Klaten. Beberapa tahun lalu
seorang profesor ahli gerabah/keramik dari Jepang berhasil mentransfer teknologi
pembuatan kerajinan gerabah yang mampu bertahan di negara 4 (empat) musim. Gerabah
dari beberapa pengrajin di Desa Wedi mampu memasok Jepang, Belgia dan Amerika Serikat.
Dibeberapa negara, gerabah Indonesia dipergunakan sebagai produk exterior. Dimensi
natural gerabah Indonesia di nilai mengandung unsur etnik yang menarik dan eksotis.
Produk kerajinan Gerabah dari Desa Banyumulek di
Nusa Tenggara Barat. Diharapkan menjadi produk
ekspor andalan Program OVOP.
Produk perhiasan mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan
lebih luas. Karena mutiara berkualitas dapat memenuhi permintaan pasar ekspor,
khususnya ke Jepang. Faktor disain dan finishing memerlukan peningkatan dan inovasi
pemanfaatan mutiara yang tidak sekedar sebagai perhiasan. Misalnya, pada ukuran dan
kualitas tertentu dapat dijadikan kancing busana atau sebagai aksen pada produk interior.
Karena mutiara maupun kulit mutiara dapat dijadikan produk‐produk interior dengan added
value yang dapat diandalkan. Mutiara layak dijadikan salah‐satu kegiatan Program OVOP,
khususnya untuk pangsa pasar ekspor.
12
Industri kerajinan Mutiara hasil kreativitas dan ketrampilan para pengrajin di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Mutiara menjadi produk ekspor bernilai jual tinggi. Layak dikembangkan di bawah naungan Program One
Village One Product untuk meningkatkan permintaan pasar Jepang.
Semua yang terurai di atas, sekedar contoh permasalahan yang kita hadapi bersama.
Berbagai kendala masih membelenggu berbagai komoditas/produk Indonesia. Bila tak ingin
terpuruk di tengah pasar global, seluruh kendala harus dapat diatasi agar para pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah mampu mengembangkan sayap usahanya. Solusi utama, harus
datang dari political will pemerintah. Bila pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
hendak dipacu, sesuai Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007, maka persiapan perencanaan
Program OVOP harus dikaji secara seksama. Identifikasi komoditas/produk harus dilakukan
secara cermat dan memiliki tolok‐ukur klasifikasi yang jelas.
Industri kerajinan Tas Kulit Buaya mampu menyaingi produk impor.
13
Produk Tenun Kapas dari Pedan, Klaten (kiri) dan Topi Olahraga produksi para pelaku Usaha Kecil di
Soreang, Bandung. Melayani ajang pertandingan olahraga internasional (kanan).
Produk anyaman Enceng Gondok produksi para pengusaha Mikro dan Kecil di Yogyakarta (kiri) sebagai
produk interior memasok pasar Jepang, Itali dan Spanyol. Inovasi disain payung tradisional khas Bali
(kanan)dijadikan produk interior memasok pangsa pasar Perancis.
Produk alat musik Ketipung hasil produksi pengrajin aggota Koperasi Wanita
Citra Kartini di Desa Sumber Pucung, Malang. Secara berkala memenuhi pasar
ekspor ke Jamaica.
14
Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana masyarakat desa/daerah
mampu mencari dan menggali komoditas/produk yang bisa menjadi unggulan secara
berkesinambungan. Langkah awalnya, memperoleh dukungan pemerintah dalam
membantu melakukan riset dan uji coba, agar kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan.
Tahapan selanjutnya, pemerintah wajib membantu metoda‐metoda produksi termasuk
menyelenggarakan pelatihan, bimbingan dan perluasan pasar.
Berdasarkan konsep desa OVOP, tujuan akhir yang harus dicapai OVOP adalah
kesejahteraan masyarakat khususnya para petani. Kesejahteraan masyarakat tersebut dapat
ditandai dengan timbulnya peningkatan daya beli, pendidikan, kesehatan dan terjaminnya
kualitas lingkungan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat
dicapai melalui pembentukan menejemen kegiatan berdasarkan skala prioritas kegiatan dan
komoditas/produk. Perlu pula diperhatikan dukungan kekuatan teknologi, sistem informasi,
akses pasar dalam suatu kelembagaan OVOP.
Sedangkan ruang‐lingkup kegiatan utama Program OVOP adalah :
1.Inisiasi program
2.Survey potensi komoditas lokal dan potensi pasar
3.Sosialisasi program
4.Implementasi program, pendampingan dan bantuan asistensi. Antara lain; pelatihan
budidaya, pelatihan pasca produksi pemasaran dan fasilitasi pasar.
Menyimak keberhasilan Jawa Barat dalam membangun perekonomian yang
berlandaskan bidang pertanian, maka Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK memilih untuk melakukan Program OVOP ini di
Bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura dan produk olahannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak dahulukala menopang pembangunan daerahnya
melalui kegiatan pertanian, terutama melalui agribisnis yang memberikan kontribusi
terbentuknya kawasan model pertumbuhan adribisnis dibeberapa kota/kabupaten. Provinsi
ini berhasil mengimplementasikan program pengembangan agribisnis yang dibangun dalam
berbagai kegiatan. Pusat pertumbuhan dan percontohan agribisnis terpadu dipusatkan
antara lain di Kabupaten Tasikmalaya, Cibitung dan Sukabumi.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sejalan dengan tekad Pemerintah Daerah Jawa Barat
dalam mencapai sukses dan akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping
itu, untuk mendukung pencapaian Jawa Barat 2010 sebagai provinsi termaju. Mitra
terdepan Ibukota Negara. Intinya, Pemerintah Darah Provinsi Jawa Barat mengutamakan
sektor agribisnis sebagai tulangpunggung pembangunannya. Keberhasilan Jawa Barat ini
dapat menopang kebutuhan pasokan hasil‐hasil pertanian dan hasil olahan produk
pertanian, hingga ke Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
15
Kerangka pemikiran pengembangan One Village One Poduct agribisnis merupakan
upaya pengembangan daerah ruang lingkup Program OVOP, yang ditopang melalui
pengembangan produk khas lokal. Produk unggulan berkualitas yang mengikuti pola‐pola :
1. Pengembangan produk dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang berada di lokasi
tersebut. Mengusahakan memperoleh bahan baku murah dan berkualitas serta bisa
menggunakan bahan‐bahan dari daerah sekitarnya. Lokasi yang ditempati dapat
dijadikan lahan produksi.
2. Pembangunan daerah mengutamakan lokalitas bahan baku yang berada didaerahnya
dengan mengutamakan peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Menyalurkan
kembali kepada masyarakat hasil keuntungan yang diperoleh atas hasil produksinya dan
memanfaatkan keahlian untuk melakukan perubahan yang signifikan.
Konsep Dasar Gerakan OVOP
(People’s Partcipation)
Unearth effort of
Regional Resources
(Government Function)
= Awareness to the Potentially
of Regional Resources Power
Quality
Improvement
and R&D for
New Products
Marketable Goods
Making
= Strong Will and Innovation for
Commmercialization
(Identification of Speciality)
Regional Brand
= Development of Market
Channel and Promotion
Increase of Income
= Manufacturing Processing &
Increase of Value Added
Confidence & Sense
Of Accomplishment
= Sharing Endeavor &
Unification of Efforts
Advancement
& Sustainability
of Move Ments
Nurture of Region Leaders
Regional
Revitalization
= Formation of Regional
Development Framework
16
‐ Giving Prospects
‐ Provide Incentive
‐ Market
Development
‐ Promotion
‐ Systemalization
‐ Support
(Technology
Necessary Fund,
Organization, etc)
‐ Human Resource
Development
Definisi Agribisnis dalam Program OVOP.
Dari hasil pengkajian, maka Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM menyimpulkan
bahwa Program OVOP dapat dilaksanakan dengan sejumlah ketentuan umum sebagai
berikut :
a. Tidak melakukan paksaan terhadap rencana pembentukan Program OVOP.
b. Terbentuknya Program OVOP di suatu daerah/pedesaan harus merupakan inisiatif para
pelaku usaha/petani setempat, yang secara kultural maupun perkembangan teknologi
pertanian moderen mampu menentukan komoditas/produk maupun aktivitas‐aktivitas
yang sesuai dikembangkan untuk kemajuan mereka.
c. Bila memungkinan mampu, sebaiknya mengolah hasil komoditas menjadi produk hasil
pertanian dengan teknologi tepat‐guna, untuk meningkatkan nilai tambah.
d. Nilai tambah dari hasil pelaksanaan Program OVOP perlu diilustrasikan dengan
membandingkan barang‐barang konsumsi lainnya, agar memperjelas keuntungan (laba)
yang diperoleh petani/masyarakat setempat.
e. Peranan pemerintah untuk memberikan bimbingan teknis, kemasan dan pemasaran
sesuai kebutuhan daerah/pedesaan setempat.
f. Peranan Pemerintah daerah dalam memacu persaingan sehat pada lingkup antar
desa/daerah dengan memanfaatkan keunikan dan ciri khas masing‐masing tempat.
g. Keberhasilan para petani/masyarakat setempat harus menimbulkan kebanggaan. Ini
merupakan parameter bagi kesuksesan Program OVOP.
h. Penyuluhan oleh para ahli harus dilakukan secara berkesinambungan, agar peningkatan
kapasitas pelaku usaha/ petani dalam melaksanakan kegiatan Program OVOP dapat
terjamin.
Pola Pengembangan OITA dalam Mengembangkan OVOP
Datang ke komunitas local
dan melakukan pendekatan
kepada masyarakat secara
langsung
Berpikir dengan cara yang
membangkitkan motivasi
masyarakat
Perlu suatu istilah menarik:
Gerakan One Vilage One
Product (OVOP)
Orang luar tertarik
terhadap OVOP
Pengalaman Oyama dan
Yufuin
Meningkatnya Daya Tarik
OITA
Meningkatnya
kebanggaan lokalitas
Meningkatnya Nilai
lokal
Pasar
17
Motivasi untuk
memanfaatkan
sumberdaya lokal
2.KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN OVOP
Program Nasional One Village One Product yang ditopang Instruksi Presiden N0.6,
Tahun 2007, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menegah, telah berjalan. Keberhasilan program tersebut harus
dilandasi kesadaran pentingnya membangun kebersamaan dalam semangat OVOP. Jiwa dan
semangat OVOP harus selalu ditumbuhkembangkan di antara para pelaku maupun para
peserta program ini. Untuk menghindari timbulnya program yang tumpang‐tindih, maka
koordinasi antar lintas‐pelaku (sektoral) harus diadakan secara berkala.
Agar Program OVOP dapat mencapai kesuksesan optimal, maka awal langkah yang
harus dilakukan Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM adalah sosialisasi Program
OVOP secara berkesinambungan. menjadi agenda Tim OVOP. Melakukan pendataan secara
berkala agar teridentifikasi lokasi‐lokasi dan komoditas/produk yang layak bernaung di
bawah Program OVOP. Supaya program nasional ini dapat berawal dari inisatif masyarakat
pedesaan/daerah. Para pelaku usaha/petani di daerah dan pedesaan dapat secara sukarela
mengerahkan konsentrasi pemikirannya terhadap suatu komoditas/produk yang paling
sesuai untuk dirinya, lingkungannya dan desa setempat. Bila inisiatif datang dari masyarakat,
kesadaran terhadap risiko keberhasilan atau kegagalan usahanya siap ditanggungnya. Rasa
bertanggungjawab terhadap pilihan jenis usahanya dan unsur kebersamaan dengan prinsip
gotongroyong akan melandasi suksesnya Program OVOP melalui koperasi.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, masing‐masing kelompok masyarakat
pelaku usaha/petani yang secara kultural sudah menganut sifat gotongroyong. Semangat
membentuk One Village One Product sepatutnya harus mereka yakini akan mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Menggapai kesejahteraan di dalam suatu
program yang berada di bawah naungan koperasi
1.
Lingkaran
:
Kebulatan tekad Bangsa Indonesia untuk maju bersama.
2.
Warna Merah
:
Lambang Keberanian.
3.
Warna Putih
:
Lambang Kesucian.
4.
Warna Emas
:
Lambang Kejayaan, Kesentosaan, Keemasan.
5.
Warna Hijau
:
Lambang kekayaan alam Indonesia, kepedulian akan kelestarian
lingkungan.
6.
Warna Biru
:
Lambang Keharmonisan, Keselarasan, Keseimbangan.
7.
Orang
:
Lambang masyarakat yang memegang peran utama.
8.
Orang
:
Lambang kegotong royongan, kolaborasi, membangun
berangkulan
9.
Sketsa sepasang
bersama-sama, menatap masa depan bersama.
:
Garuda yang
Lambang bibit-bibit unggul, tokoh, champion yang harus
disadarkan bahwa mereka adalah Garuda sejati.
terbang tinggi
10. Kuntum Bunga
:
Lambang keindahan, keramah tamahan, dan rasa syukur atas
Rahmat Tuhan YME.
vii
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad memacu peningkatan
pendapatan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi masyarakat pada tataran akar‐rumput
sehingga terjadi perbaikan teraf hidup. Tekad bulat pemerintah, ditopang good will dan
political will dalam mengatasi permasalahan masyarakat yang masih jauh tertinggal dari
geliat ekonomi nasional. Pemerintah Pusat telah memberikan perhatian khusus terhadap
upaya pengentasan kemiskinan serta mengatasi pengangguran. Berbagai perubahan telah
terjadi di negeri ini. Percaturan politik dan situasi ekonomi di Tanah Air telah merubah
paradigma serta kaidah‐kaidah yang merangkum ikatan kebijakan Pemerintah Pusat.
Kebijakan Pemerintah Pusat diterbitkan silih‐berganti dan berhasil membawa tatanan yang
lebih nyata. Setumpuk peraturan baru memberi dampak penertiban di sana‐sini.
Setelah diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998, Pemerintah Pusat di era
reformasi berhasil membangun perekonomian makro Indonesia. Keberhasilan membangun
ekonomi makro bertujuan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Langkah
selanjutnya yang harus segera dilaksanakan adalah bagaimana cara meningkatkan kegiatan
bagi para pelaku ekonomi di Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut,
diperlukan terobosan‐terobosan baru dalam membentuk stimulus ekonomi bagi
peningkatan kegiatan perekonomian Indonesia. Peningkatan stimulus ekonomi yang
dilaksanakan Pemerintah Pusat terangkum diberbagai program, dan dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Upaya ini bertujuan mendorong percepatan
peningkatan pendapatan masyarakat dengan terciptanya laju roda ekonomi.
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiada henti‐hentinya
mengupayakan terciptanya laju perekonomian nasional. Dari Sabang hingga Merauke,
masing‐masing instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diinstruksikan
memberikan perhatian terhadap situasi dan kondisi yang membelenggu kehidupan
masyarakat di akar‐rumput.
Menyimak ketangguhan para pelaku Usaha Kecil dan Menengah, resistensinya sudah
terbukti pada saat Indonesia diterpa krisis ekonomi pada tahun 1997‐1998. Ketahanan
mereka telah teruji. Ketika kelompok Usaha Besar bergelimpangan terpuruk, kelompok
Usaha Kecil dan Menengah masih dapat bertahan. Tak dapat diabaikan bagaimana peranan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi penopang utama ekonomi nasional republik ini.
Kegiatan usaha masyarakat Indonesia ditataran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dibekali
Undang‐Undang No.20, Tanggal 4 Juli, Tahun 2008. Undang‐Undang tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah. Undang‐Undang ini menegaskan agar Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dapat lebih berperan mengisi derap langkah percaturan perekonomian
negeri ini. Mengupayakan agar UMKM memperoleh kepastian, pemihakan, ksempatan,
perlindungan dan dukungan berusaha yang seluas‐luasnya. Perekonomian yang ditopang
oleh kekuatan kegiatan usaha rakyat adalah tujuan utama pemerintah. Seluruh upaya
pemerintah meningkatkan peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tak lain dalam rangka
menjalankan amanat Undang‐Undang Dasar 1945, tentang ekonomi kerakyatan.
1
I.LATAR BELAKANG
1. INSTRUKSI PRESIDEN
Salah‐satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain melalui Program One Village One Product (OVOP).
Program ini dicanangkan melalui Instruksi Presiden (INPRES) No.6, Tahun 2007, Tanggal 8
Juni, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional. Instruksi Presiden tersebut merupakan kelanjutan Instruksi Presiden
N0.3, Tahun 2006, Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
Selain ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden
tersebut ditujukan kepada 18 menteri. Diantaranya, Menteri Perindustrian, Menteri
Pertanian, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Pekerjaan Umum, Sekretaris
Kabinet, 3 (tiga) Kepala Badan, para Gubernur, Bupati dan Walikota. Program OVOP telah
dicanangkan sebagai Program Nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, Presiden menginstruksikan agar
segera melakukan langkah‐langkah yang
diperlukan sesuai tugas, fungsi dan
kewenangan masing‐masing instansi guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Di dalam mengambil langkah‐
langkah
sebagaimana
dimaksud,
berpedoman pada program yang meliputi
perbeikan investasi, reformasi sektor
keuangan, percepatan pembangunan
infrastruktur dan pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah.
Presiden R.I. DR.Susilo Bambang Yudhoyono.
Secara singkat, Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007 yang dilaksanakan melalui
pengembangan model OVOP ini bertujuan memajukan usaha masyarakat dan memasarkan
produk‐produk lokal yang mampu bersaing serta meraih reputasi internasional. Kegiatan
Program OVOP diutamakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya. Pada akhirnya, kegiatan ini memberikan
kesejahteraan bagi para pelaku usaha. Secara khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang
2
berada dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program One Village One Product tidak
terbatas pada bidang tertentu. Dapat dilaksanakan di seluruh bidang/sektor kegiatan usaha
yang dapat mendorong laju kegiatan perekonomian daerah maupun nasional, dengan
mengandalkan sumberdaya alam setempat.
Penjabaran Instruksi Presiden tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM melalui
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Koperasi, secepatnya mengimplementasikan
Program Nasional ini. Dalam implementasi Program OVOP, peranan Kementerian Koperasi
dan UKM sangat fundamental, karena menyangkut nafas kehidupan insan Koperasi serta
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam rangka stimulus ekonomi di Indonesia, berbagai program yang dicanangkan
Kementerian Koperasi dan UKM, bertujuan agar peranan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menjadi optimal. Khususnya dalam menghadapi ketatnya persaingan usaha
dalam era globalisasi. Untuk itu, koperasi‐koperasi di seluruh Indonesia diharapkan turut
berpartisipasi diberbagai bidang dan sektor kegiatan yang beranekaragam jenisnya. Harapan
pemerintah agar setiap desa atau kabupaten dapat membanggakan komoditas/produk
unggulannya. Komoditas/produk unggulan berupa kerajinan, penunjang pariwisata, produk
pertanian, kehutanan, produk perikanan dan lain‐lain.
Sebagai langkah awal Program One Village One Product yang dilakukan Kementerian
Koperasi dan UKM dipilih bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura sebagai pilot
project. Melalui Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Tim OVOP melakukan survey
kegiatan‐kegiatan para petani serta para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dibeberapa pedesaan/daerah.
Tim OVOP mendata kegiatan usaha masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan usaha
(mencari nafkah) etos kerja, kehidupan kultural dan tersedianya sumberdaya alam (SDA)
sebagai penunjang komoditas/produk setempat. Program OVOP yang dilakukan
Kementerian Koperasi dan UKM adalah membantu pengembangan desa/daerah yang
memiliki komoditas/produk unggulan melalui wadah koperasi.
2.TUJUAN dan SASARAN
Tujuan pelaksanaan Program One Village One Product adalah suatu upaya
membangun sustainability (kesinambungan) aktivitas melalui perluasan akses pasar yang
dihasilkan masing‐masing desa/daerah. Keberhasilan yang dicapai akan meningkatkan
pendapatan para petani/pelaku usaha setempat. Pada akhirnya, kegiatan tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pelaku usaha.
Sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program One Village One Product
adalah sebagai berikut :
3
a. Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan;
b. Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah, yang
antara lain dapat dilaksanakan melalui menejemen rantai suplai (supply‐chain
management), penempatan kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur.
c. Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat
disekitarnya.
d. Meningkatkan posisi tawar (bargainning position) terhadap pasar untuk para pelaku
usaha/petani.
Bila Program OVOP sudah memiliki pilihan desa/daerah dengan komoditas/produk
unggulan, maka para pelaku usaha/petani harus dipersiapkan sebaik mungkin, sehingga
mampu melakukan panatrasi perluasan pasar lokal maupun ekspor.
Indikator keberhasilan Program OVOP dapat ditinjau berdasarkan menejemen
moderen yang terukur. Melalui evaluasi berkala dan dibuat sistem agar dapat diperbaharui
sesuai permintaan pasar dan siatuasi pada saat itu. Dipastikan bahwa indikator selalu
berinduk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) :
a. Penentuan dilakukan melalui Key Performance Indicator (KPI) dan Key Sucsess Factor
(KSF) yang berkaitan dengan rantai agribisnis dan daya dukung lingkungan masyarakat.
b. Pelaksanaan Program OVOP terkait erat dengan tujuan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Karena melalui Program OVOP diharapkan akan terjadi
peningkatan pendapatan dan disertai dengan peningkatan taraf hidup seluruh pihak yang
terlibal dalam aktivitas tersebut.
Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh 3 (tiga) landasan; melalui pencapaian
taraf pendidikan, kesehatan dan tingkat daya beli masyarakat. Bila seluruh rangkaian
tersebut dapat dilaksanakan, niscaya Program OVOP di masing‐masing desa/daerah dapat
berhasil dan mancapai sukses.
Di pedesaan maupun di daerah yang ditopang kekayaan sumberdaya alam, berbagai
bidang/sektor dapat dipacu untuk dijadikan kegiatan dalam model OVOP. Diperlukan
kesadaran para pelaku usaha/petani agar berkreasi dan berinovasi, mendayagunakan
sumberdaya alamnya untuk menciptakan keunggulan produk yang khas. Dengan demikian,
masyarakat setempat memiliki kebanggaan tersendiri berkat hasil jerih‐payahnya.
Mengingat Indonesia sebagai negara agraris, sudah selayaknya bila langkah awal
Kementerian Koperasi dan UKM dalam melakukan Program OVOP ini memprioritaskan
bidang pertanian. Melalui usaha bidang pertanian/sektor hortikultura, yang memiliki
keunggulan komparatif dan menekuni agrobisnis diharapkan dapat mengoptimalkan nilai
tambah.
4
Sesuai fungsi dan peranan koperasi sebagai wadah bersatunya para pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah serta penggerak roda perekonomian rakyat, maka pelaksanaan
pengembangan sektor riil akan dapat terpacu. Melalui Program OVOP Kementerian
Koperasi dan UKM, koperasi dapat didorong untuk segera mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Menjadi penopang kekuatan perekonomian
Indonesia.
Melalui koperasi‐koperasi yang tersebar di seluruh Tanah Air, para anggotanya dapat
turut melaksanakan Program One Village One Product. Program ini dapat terkait pada
berbagai bidang/sektor usaha yang sejenis dalam aktivitas masyarakat/petani setempat,
ditunjang dengan kekayaan sumberdaya alamnya.
Dalam rangka mendorong jangkauan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(KUMKM) agar lebih cepat berkembang dimungkinkan menjalin kerjasama melalui
kemitraan. Kemitraan merupakan salah‐satu bentuk kerjasama yang efektif dan efesien
untuk peningkatan serta pengembangan KUMKM. Kerjasama berdasarkan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Program OVOP dapat dilaksanakan dengan menjalin kerjasama melalui kemitraan.
Kemitraan dalam bentuk kerjasama pendidikan, pelatihan, produksi, pemasaran, pameran
dan lain‐lain. Tahun 1997, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No.44, Tentang Kemitraan dengan pertimbangan agar insan Koperasi, para pelaku Usaha
Kecil dan Menengah dapat mempercepat perwujudan perekonomian yang mandiri dan
handal.
Sasaran utama Progam OVOP adalah, memberikan kesejahteraan masyarakat
Indonesia khususnya bagi mereka yang berada di pedesaan/daerah. Pengentasan
kemiskinan dan mengatasi pengangguran sudah menjadi tekad pemerintah untuk
menstabilkan perekonomian nasional. Memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah berperan lebih aktiv dalam era globalisasi.
Senyum gembira para petani anggota KSU Bhatari Tunas Mandiri di
Bangli (Bali), mereka peserta Program OVOP.
5
II.TINJAUAN KONSEPTUAL
1.HASIL KAJIAN LITERATUR
Berawal dari kunjungan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian
Koperasi dan UKM ke Provinsi Oita, Jepang. Mengunjungi Koperasi Pertanian di Oyama dan
Yufuin, tempat keberhasilan Jepang mengembangkan pendekatan usaha model One Village
One Product. Koperasi Pertanian Oyama beranggotakan 700 orang mampu meraih sukses
melalui pendekatan model OVOP. Kegiatannya berhasil mensejahterakan para petani yang
mayoritas menggeluti sektor hortikultura (sayur‐mayur dan buah‐buahan). Di sini para
petani mengembangkan Jamur Shitake. Keberhasilan mengembangkan produk Jamur
Shitake mampu menghasilkan 29% seluruh kapasitas pasokan di Jepang.
Sedangkan di Yufuin, merupakan salah‐satu tempat tujuan wisata air panas yang
dikelola para warga setempat secara kooperativ. Para warga setempat secara bersama‐
sama menyediakan fasilitas penginapan yang diperuntukkan bagi para wisatawan. Jumlah
wisatawan setiap tahunnya mencapai 3,88 juta orang.
Keberhasilan Jepang dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan OVOP
sudah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. One Village One Product
kemudian menjadi daya tarik dunia. Berbagai negara mempelajari sistem pengeterapan
model OVOP. Negara‐negara di kawasan ASEAN, Afrika dan Amerika Selatan secara cermat
mempelajari bagaimana menumbuhkembangkan Program OVOP.
Menteri Perindustrian yang tatkala itu dijabat Ir. Fahmi Idris telah melakukan
kunjungan kerja ke Oyama dan Yufuin. Hasil kunjungan tersebut telah dilaporkan kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melaporkan, keberhasilan pemberdayaan masyarakat
Jepang dikeduaa desa tersebut. Hingga kini Kementerian Perindustrian telah melakukan
Program One Village One Product di 33 (tigapuluhtiga) desa. Berbagai jenis industri kecil
dikembangkan di bawah naungan Program OVOP, agar perkembangannya lebih cepat dan
para pelakunya dapat segera meningkatkan ketrampilan.
Program OVOP berperan terhadap program pemberdayaan masyarakat di Oyama dan
Yufuin, khususnya bagi para pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena itu,
Kementerian Koperasi dan UKM mengaplikasikan pendekatan model OVOP di Indonesia,
dalam rangka penjabaran Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007. Pendekatan model OVOP
dinilai paling sesuai untuk menumbuhkembangkan masyarakat Indonesia, yang mayoritas
menggeluti bidang pertanian serta dilingkup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berada
di pedesaan/daerah. Terutama para petani dipedesaan/daerah yang hingga kini masih
menggunakan sistem pertanian tradisional.
6
Pendekatan pembangunan kawasan dapat dilakukan melalui pendekatan eksogenus
atau pendekatan endogenus. Untuk dapat melakukan Program OVOP, Kementerian
Koperasi dan UKM lebih cenderung membangun masyarakat pedesaan/daerah melalui
pendekatan pembangunan endogenus. Pembangunan yang bersandar pada potensi
sumberdaya, modal dan memelihara keseimbangan lingkungan. Pendekatan pembangunan
endogenus lebih sesuai untuk pengembangan kawasan pedesaan. Terutama untuk
pelaksanaan Program One Village One Product.
Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan membangkitkan
tingkat akhir revitalisasi ekonomi regional, merupakan tujuan utama Program OVOP.
Program ini adalah salah‐satu upaya membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat
yang bertujuan mempercepat tekad pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan serta
mengatasi pengangguran.
Perlu pula disadari, bahwa antara pelaksanaan Program OVOP dengan hasil
kegiatannya (output) merupakan suatu proses panjang yang memerlukan waktu dan
kesabaran. Disarankan agar ketepatan pemilihan komoditas/produk yang akan dijalankan
melalui model OVOP, harus selektif. Di samping itu, bimbingan pemerintah kepada para
pelaku usaha/petani harus fokus. Demikian pula sebaliknya, masyarakat pelaku
usaha/petani setelah menetapkan pilihan unggulan setempat harus fokus melaksanakan
kegiatan usahanya.
Peranan strategis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus tetap
dipertahankan. Pada tataran filosofis serta secara fragmatis peranan mereka memberikan
kontribusi untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, upaya
pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Koperasi di Indonesia harus mampu
menjadi tonggak kokoh bagi perekonomian nasional.
Kegiatan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun para petani, patut
dicermati agar pelaksanaan Program OVOP dapat dijabarkan secara tepat‐guna. Dapat
bermanfaat bagi seluruh masyarakat tataran akar rumput yang masih memerlukan
peningkatan taraf hidup serta perbaikan pasar bagi perkembangan dunia usaha Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha Mikro, Kecil dan Menengah maupun
para petani di Indonesia sejak dahulukala tiada hentinya. Upaya pengentasan kemiskinan
sebagai tujuan utama pemerintah, acapkali tersendat‐sendat. Bukan karena pemerintah
tidak memberikan perhatian. Pengerahan dana melalui berbagai program telah dikerahkan.
Dari bantuan sosial, bantuan program pelatihan dan bimbingan, bantuan pemberdayaan,
hingga kredit murah yang disalurkan Lembaga Keuangan Perbankan maupun Lembaga
Keuangan Non‐Perbankan, terus mengalir. Demikian pula dana‐dana hibah dan dana‐dana
dari Lembaga Keuangan Mikro. Upaya menanggulangi kemiskinan dan mengatasi maraknya
pengangguran melalui kebijakan lintas‐sektoral sudah direalisasikan. Program‐program
terpadu dari tingkat pusat hingga daerah pun sudah dilaksanakan.
7
Berbagai faktor turut menjadi penyebab upaya peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM), kualitas komoditas/produk dan posisi tawar. Sarana dan prasarana yang
tersedia masih tidak memadai, sehingga berakibat timbulnya rangkaian permasalahan yang
tak kunjung usai. Latar belakang kultural/budaya dan etos kerja adalah bagian yang tak
terpisahkan dari lambatnya upaya mensejahterakan masyarakat ditataran akar‐rumput.
Keberhasilan memang tumbuhberkembang di sana‐sini, sebagai refleksi upaya yang
dikerahkan pemerintah dalam peningkatan peranan UMKM. Namun masih terjadi business
missing link yang belum teratasi. Terutama terjadi pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang
berada di pedesaan dan daerah‐daerah. Terutama para petani yang masih bersusah payah
mengarungi kehidupannya. Sebagai contoh, para pelaku usaha pertanian, terutama petani
yang merajut hidupnya di sektor hortikultura. Mereka yang berada didataran tinggi sejak
turun‐temurun menggeluti tanaman ketimun, tomat, kentang dan kubis acapkali terhempas
harga jualnya saat masim panen. Selain transportasi dari dataran tinggi turun ke pasar‐
pasar, pasokan hasil panen masih terbatas ke pasar tradisional di mana daya serapnya masih
sangat terbatas. Situasi ini pada akhirnya menjerat para petani jatuh kepangkuan para
tengkulak, karena kebutuhan dana yang mendadak.
Sistem pertanian konvensional yang diterapkan masih menjadi ciri khas warisan turun‐
temurun. Pentingnya modernisasi bidang pertanian diperlukan untuk menyesuaikan
perkembangan kondisi dewasa ini. Turun‐tangan pemerintah harus segera dilaksanakan
melalui serangkaian pelatihan dan bimbingan. Selain itu, permasalahan kebijakan, informasi,
teknologi, akses permodalan, pemasaran dan transportasi untuk pengangkutan
komodtas/produk menjadi kendala berikutnya.
Perkembangan komoditas/produk hasil pertanian dapat diandalkan menjadi
tulangpunggung kegiatan perekonomian di pedesaan/daerah. Dukungan sumberdaya alam
(SDA) yang melimpah di seputar Tanah Air mampu menjadikan bidang pertanian sebagai
pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan nasional yang berbasis pertanian
merupakan bagian utama dari upaya peningkatan pendapatan paling rasional bagi
masyarakat di Indonesia.
Sebagai acuan, menurut laporan World Development Report dari Bank Dunia (2007),
menyatakan bahwa digolongan masyarakat termiskin dari bidang pertanian, pertumbuhan
PDB mencapai 4 (empat) kali lebih efektif dibandingkan dengan pertumbuhan PDB yang
berasal dari luar bidang pertanian. Data ini terpantau dalam rangka upaya mengatasi
kemiskinan. Sementara itu, di Indonesia bidang pertanian mampu menyerap tenaga kerja
hingga mencapai 28,8 juta orang. Angka ini menunjukkan 42,66% dari jumlah seluruh tenaga
kerja yang ada di Indonesia.
Di Indonesia sejumlah pedesaan/daerah, bidang pertanian masih menjadi tumpuan
utama perekonomian setempat. Oleh karena itu, bidang pertanian masih sangat potensial
8
dan layak dikembangkan di dalam Program OVOP. Antara lain, tanaman bidang pertanian/
hortikultura, pangan dan perkebunan.
Penguatan ekonomi daerah sangat berperan sebagai basis kekuatan perekonomian
nasional. Perekonomian nasional yang kuat hanya dapat ditopang oleh tenaga‐tenaga (SDM)
yang memiliki ketangguhan ketrampilan (skill). Selain itu, pembangunan nasional
memerlukan dukungan sumberdaya alam. Seluruhnya terangkum berlandaskan prinsip‐
prinsip ekonomi kerakyatan yang melaksanakan derap pembangunan secara
berkesinambungan.
Contoh lain adalah, situasi dan kondisi di Jepara, Jawa Tengah yang menjadi pusat
industri furniture. Sejak beberapa tahun terakhir, komunitas pengusaha kecil dan sebagian
pengusaha mnengah produsen furniture timbul‐tenggelam. Bahkan banyak yang menutup
usahanya. Padahal 15 (limabelas) tahun lalu, Jepara dimanjakan pesanan untuk pangsa
pasar ekspor. Kini industri kecil dan menengah furniture ini banyak yang gulung tika
Hasil penelitian dilapangan menjawab seluruh persoalan yang muncul di Jepara.
Ketika Jepara booming pesanan ekspor, para konsumen (buyers) mancanegara melirik
situasi dan kondisi di pusat industri furniture ini. Faktor kekurangan modal kerja, product
design, finishing, akses pasar, komitmen produksi dan lain‐lain menjadi kelemahan para
produsen lokal. Akibatnya, para buyers asal Perancis, Amerika, Belanda, Jepang, Taiwan dan
Korea Selatan saling berlomba‐lomba mengusik labilitas para pelaku industri furniture.
Secara bertahap pelaku bisnis mancanegara tersebut menanamkan modalnya dengan
berbagai kedok. Pada akhirnya, satu‐persatu kalangan Usaha Kecil dan Menengah di Jepara
lambat‐laun menyerahkan aktivitas usahanya kepada para pengusaha mancanegara.
Produk furniture Jepara (Jawa Tengah), produksi pelaku Usaha Kecil yang tadinya mampu memenuhi pasar
ekspor ke Singapura dan Jepang. Kini tidak mampu beroperasi.
9
Co
ontoh nyataa yang terjaadi pada kerrajinan tenu
un di Indoneesia. Tenun
n sebagai salah‐satu
teknik tradisional
t
andalan, mulai
m
terancam tenun
n impor. Paadahal keraajinan tenun dapat
membeerikan nilai tambah (aadded valu
ue) pada para pengraajinannya. K
Kerajinan ini telah
mampu
u menghasilkan coaster, table run
nner, shawl,, hiasan dinding dan lain‐lain.
oritas masih menggun
nakan bahaan baku
Baagi para peengrajin tenun tradisiional, mayo
kapas yyang dapat diperoleh d
di area sekitarnya sebaagai sumberdaya alam
m setempat. Namun
kini penanaman kembali
k
pohon kapas terbengkalai. Padahaal penggunaan kapas sebagai
bahan b
baku masih diperlukan
n di sekitar Desa Kerek (Tuban), Jeepara, Pedaan (Klaten), Gianyar
(Bali), Garut
G
(Jawaa Barat), Taapanuli (Su
umatera Utara), Malukku, Nusa Tenggara Baarat dan
Timur, SSabu, Rote, dan lain‐lain.
Be
enang Kapas Pintal tangan
n siap ditenun
n. Kelangkaan
n kapas pintall menjadi ken
ndala bagi
ke
erajinan Ten
nun Kapas diberbagai pedesaan/da
p
erah. Budidaya tanamaan kapas
m
memerlukan pe
erhatian Pem
merintah Daerrah.
Di daerah‐daerah lainn
nya, dikenal produksi kerajinan tenun
t
songket yang te
ersohor.
D
Palemb
bang (Sumatera Selataan), Sumateera Barat, Bali,
B
Bima, Kalimantan
n, Riau dan daerah
lain‐lain
n. Namun tenun songkket sejak daahulukala tak seutuhn
nya menggu
unakan bahan baku
lokal. H
Hingga kini p
pun masih m
menggunakkan benang emas dan p
perak impor dari India, Jepang
dan Cin
na. Produk kerajinan tenun songkket masih menjadi
m
kon
nsumsi lokaal di Indone
esia dan
ekspor ke negara‐n
negara berb
bangsa Melaayu yang se
ecara tradisi masih mem
makai sarun
ng.
Seedangkan kerajinan
k
teenun suterra secara turun‐temurrun diproduksi di Kab
bupaten
Sengkang, Sulaweesi Selatan. Permasalaahan seriuss yang dihadapi paraa pengrajin adalah
mahaln
nya harga ulat sutera/kkepompongg yang selama ini diim
mpor dari Jeepang. Sudaah sejak
10
lama masalah budidaya ulat sutera di Kabupaten Sengkang mengalami berbagai kendala.
Bertahannya usia kepompong ulat sutera, budidaya dan penentuan jadwal pembelian ulat
sutera baru, belum dapat direncanakan secara akurat. Jika Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat bertekad melestarikan dan mengembangkan hasil kerajinan produk tenun
sutera, maka tak ada jalan lain kecuali mendirikan Pusat Budidaya Ulat Sutera Nasional.
Sehingga dari pusat budidaya ini dapat memasok kebutuhan para pengrajin di Tanah Air.
Produk kerajinan Tenun Songket Sarung Wanita (atas) khas Pakanbaru.
Sarung Pria hasil kerajinan Tenun Songket dari Riau (kiri) dan kerajinan Tenun Ulos dari Tapanuli
menggunakan benang kapas atau benang katun (kanan).
Bila pasokan ulat sutera dapat terjamin, hasil kerajinan tenun sutera memiliki masa
depan yang gemilang dalam memajukan ekspor produk kerajinan tekstil non‐manufaktur.
Kerajinan tenun dapat memberikan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk di Kabupaten
Sengkang. Thailand dan India adalah negara pesaing utama Indonesia untuk produk
kerajinan tenun sutera. Di Thailand, kerajinan tenun sutera didukung sepenuhnya oleh
pemerintahnya. Untuk memajukan kerajinan tenun sutera (Thai Silk), Istana Raja Thailand
yang padat dikunjungi wisatawan memiliki galeri yang menjual tenun sutera khas Thailand.
Sedangkan di India, murid‐murid sekolah fashion dan tekstil diharuskan mempelajari cara‐
cara menenun benang kapas, katun, sutera dan sintetik serta sistem budidaya ulat sutera.
11
Kerajinan lain yang memiliki added value adalah produk gerabah. Desa‐desa penghasil
gerabah yang terkenal di Banyumulek (Nusa Tenggara Barat), Desa Plered (Jawa Barat), Desa
Kasongan (Yogyakarta), Desa Wedi, Klaten (Jawa Tengah), Kalimantan, Tabanan (Bali) dan
lain‐lain. Pasang‐surut pasar ekspor yang dialami kerajinan gerabah sebagian besar
disebabkan kualitas dan disain yang kurang memenuhi standar permintaan konsumen.
Dituntut kreativitas pengrajin, yang dapat menyajikan inovasi disain sesuai tujuan pasar.
Para pengrajin gerabah mayoritas tak menyadari pentingnya inovasi disain yang diharapkan
oleh para konsumen.
Kualitas gerabah untuk pasar ekspor ke negara‐negara dengan 4 (empat) musim,
telah dibuktikan para pengrajin di Desa Wedi, Kabupaten Klaten. Beberapa tahun lalu
seorang profesor ahli gerabah/keramik dari Jepang berhasil mentransfer teknologi
pembuatan kerajinan gerabah yang mampu bertahan di negara 4 (empat) musim. Gerabah
dari beberapa pengrajin di Desa Wedi mampu memasok Jepang, Belgia dan Amerika Serikat.
Dibeberapa negara, gerabah Indonesia dipergunakan sebagai produk exterior. Dimensi
natural gerabah Indonesia di nilai mengandung unsur etnik yang menarik dan eksotis.
Produk kerajinan Gerabah dari Desa Banyumulek di
Nusa Tenggara Barat. Diharapkan menjadi produk
ekspor andalan Program OVOP.
Produk perhiasan mutiara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan
lebih luas. Karena mutiara berkualitas dapat memenuhi permintaan pasar ekspor,
khususnya ke Jepang. Faktor disain dan finishing memerlukan peningkatan dan inovasi
pemanfaatan mutiara yang tidak sekedar sebagai perhiasan. Misalnya, pada ukuran dan
kualitas tertentu dapat dijadikan kancing busana atau sebagai aksen pada produk interior.
Karena mutiara maupun kulit mutiara dapat dijadikan produk‐produk interior dengan added
value yang dapat diandalkan. Mutiara layak dijadikan salah‐satu kegiatan Program OVOP,
khususnya untuk pangsa pasar ekspor.
12
Industri kerajinan Mutiara hasil kreativitas dan ketrampilan para pengrajin di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Mutiara menjadi produk ekspor bernilai jual tinggi. Layak dikembangkan di bawah naungan Program One
Village One Product untuk meningkatkan permintaan pasar Jepang.
Semua yang terurai di atas, sekedar contoh permasalahan yang kita hadapi bersama.
Berbagai kendala masih membelenggu berbagai komoditas/produk Indonesia. Bila tak ingin
terpuruk di tengah pasar global, seluruh kendala harus dapat diatasi agar para pelaku Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah mampu mengembangkan sayap usahanya. Solusi utama, harus
datang dari political will pemerintah. Bila pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
hendak dipacu, sesuai Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007, maka persiapan perencanaan
Program OVOP harus dikaji secara seksama. Identifikasi komoditas/produk harus dilakukan
secara cermat dan memiliki tolok‐ukur klasifikasi yang jelas.
Industri kerajinan Tas Kulit Buaya mampu menyaingi produk impor.
13
Produk Tenun Kapas dari Pedan, Klaten (kiri) dan Topi Olahraga produksi para pelaku Usaha Kecil di
Soreang, Bandung. Melayani ajang pertandingan olahraga internasional (kanan).
Produk anyaman Enceng Gondok produksi para pengusaha Mikro dan Kecil di Yogyakarta (kiri) sebagai
produk interior memasok pasar Jepang, Itali dan Spanyol. Inovasi disain payung tradisional khas Bali
(kanan)dijadikan produk interior memasok pangsa pasar Perancis.
Produk alat musik Ketipung hasil produksi pengrajin aggota Koperasi Wanita
Citra Kartini di Desa Sumber Pucung, Malang. Secara berkala memenuhi pasar
ekspor ke Jamaica.
14
Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana masyarakat desa/daerah
mampu mencari dan menggali komoditas/produk yang bisa menjadi unggulan secara
berkesinambungan. Langkah awalnya, memperoleh dukungan pemerintah dalam
membantu melakukan riset dan uji coba, agar kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan.
Tahapan selanjutnya, pemerintah wajib membantu metoda‐metoda produksi termasuk
menyelenggarakan pelatihan, bimbingan dan perluasan pasar.
Berdasarkan konsep desa OVOP, tujuan akhir yang harus dicapai OVOP adalah
kesejahteraan masyarakat khususnya para petani. Kesejahteraan masyarakat tersebut dapat
ditandai dengan timbulnya peningkatan daya beli, pendidikan, kesehatan dan terjaminnya
kualitas lingkungan yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat
dicapai melalui pembentukan menejemen kegiatan berdasarkan skala prioritas kegiatan dan
komoditas/produk. Perlu pula diperhatikan dukungan kekuatan teknologi, sistem informasi,
akses pasar dalam suatu kelembagaan OVOP.
Sedangkan ruang‐lingkup kegiatan utama Program OVOP adalah :
1.Inisiasi program
2.Survey potensi komoditas lokal dan potensi pasar
3.Sosialisasi program
4.Implementasi program, pendampingan dan bantuan asistensi. Antara lain; pelatihan
budidaya, pelatihan pasca produksi pemasaran dan fasilitasi pasar.
Menyimak keberhasilan Jawa Barat dalam membangun perekonomian yang
berlandaskan bidang pertanian, maka Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK memilih untuk melakukan Program OVOP ini di
Bidang pertanian, khususnya sektor hortikultura dan produk olahannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak dahulukala menopang pembangunan daerahnya
melalui kegiatan pertanian, terutama melalui agribisnis yang memberikan kontribusi
terbentuknya kawasan model pertumbuhan adribisnis dibeberapa kota/kabupaten. Provinsi
ini berhasil mengimplementasikan program pengembangan agribisnis yang dibangun dalam
berbagai kegiatan. Pusat pertumbuhan dan percontohan agribisnis terpadu dipusatkan
antara lain di Kabupaten Tasikmalaya, Cibitung dan Sukabumi.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sejalan dengan tekad Pemerintah Daerah Jawa Barat
dalam mencapai sukses dan akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping
itu, untuk mendukung pencapaian Jawa Barat 2010 sebagai provinsi termaju. Mitra
terdepan Ibukota Negara. Intinya, Pemerintah Darah Provinsi Jawa Barat mengutamakan
sektor agribisnis sebagai tulangpunggung pembangunannya. Keberhasilan Jawa Barat ini
dapat menopang kebutuhan pasokan hasil‐hasil pertanian dan hasil olahan produk
pertanian, hingga ke Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
15
Kerangka pemikiran pengembangan One Village One Poduct agribisnis merupakan
upaya pengembangan daerah ruang lingkup Program OVOP, yang ditopang melalui
pengembangan produk khas lokal. Produk unggulan berkualitas yang mengikuti pola‐pola :
1. Pengembangan produk dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang berada di lokasi
tersebut. Mengusahakan memperoleh bahan baku murah dan berkualitas serta bisa
menggunakan bahan‐bahan dari daerah sekitarnya. Lokasi yang ditempati dapat
dijadikan lahan produksi.
2. Pembangunan daerah mengutamakan lokalitas bahan baku yang berada didaerahnya
dengan mengutamakan peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Menyalurkan
kembali kepada masyarakat hasil keuntungan yang diperoleh atas hasil produksinya dan
memanfaatkan keahlian untuk melakukan perubahan yang signifikan.
Konsep Dasar Gerakan OVOP
(People’s Partcipation)
Unearth effort of
Regional Resources
(Government Function)
= Awareness to the Potentially
of Regional Resources Power
Quality
Improvement
and R&D for
New Products
Marketable Goods
Making
= Strong Will and Innovation for
Commmercialization
(Identification of Speciality)
Regional Brand
= Development of Market
Channel and Promotion
Increase of Income
= Manufacturing Processing &
Increase of Value Added
Confidence & Sense
Of Accomplishment
= Sharing Endeavor &
Unification of Efforts
Advancement
& Sustainability
of Move Ments
Nurture of Region Leaders
Regional
Revitalization
= Formation of Regional
Development Framework
16
‐ Giving Prospects
‐ Provide Incentive
‐ Market
Development
‐ Promotion
‐ Systemalization
‐ Support
(Technology
Necessary Fund,
Organization, etc)
‐ Human Resource
Development
Definisi Agribisnis dalam Program OVOP.
Dari hasil pengkajian, maka Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM menyimpulkan
bahwa Program OVOP dapat dilaksanakan dengan sejumlah ketentuan umum sebagai
berikut :
a. Tidak melakukan paksaan terhadap rencana pembentukan Program OVOP.
b. Terbentuknya Program OVOP di suatu daerah/pedesaan harus merupakan inisiatif para
pelaku usaha/petani setempat, yang secara kultural maupun perkembangan teknologi
pertanian moderen mampu menentukan komoditas/produk maupun aktivitas‐aktivitas
yang sesuai dikembangkan untuk kemajuan mereka.
c. Bila memungkinan mampu, sebaiknya mengolah hasil komoditas menjadi produk hasil
pertanian dengan teknologi tepat‐guna, untuk meningkatkan nilai tambah.
d. Nilai tambah dari hasil pelaksanaan Program OVOP perlu diilustrasikan dengan
membandingkan barang‐barang konsumsi lainnya, agar memperjelas keuntungan (laba)
yang diperoleh petani/masyarakat setempat.
e. Peranan pemerintah untuk memberikan bimbingan teknis, kemasan dan pemasaran
sesuai kebutuhan daerah/pedesaan setempat.
f. Peranan Pemerintah daerah dalam memacu persaingan sehat pada lingkup antar
desa/daerah dengan memanfaatkan keunikan dan ciri khas masing‐masing tempat.
g. Keberhasilan para petani/masyarakat setempat harus menimbulkan kebanggaan. Ini
merupakan parameter bagi kesuksesan Program OVOP.
h. Penyuluhan oleh para ahli harus dilakukan secara berkesinambungan, agar peningkatan
kapasitas pelaku usaha/ petani dalam melaksanakan kegiatan Program OVOP dapat
terjamin.
Pola Pengembangan OITA dalam Mengembangkan OVOP
Datang ke komunitas local
dan melakukan pendekatan
kepada masyarakat secara
langsung
Berpikir dengan cara yang
membangkitkan motivasi
masyarakat
Perlu suatu istilah menarik:
Gerakan One Vilage One
Product (OVOP)
Orang luar tertarik
terhadap OVOP
Pengalaman Oyama dan
Yufuin
Meningkatnya Daya Tarik
OITA
Meningkatnya
kebanggaan lokalitas
Meningkatnya Nilai
lokal
Pasar
17
Motivasi untuk
memanfaatkan
sumberdaya lokal
2.KUNCI SUKSES PENGEMBANGAN OVOP
Program Nasional One Village One Product yang ditopang Instruksi Presiden N0.6,
Tahun 2007, Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menegah, telah berjalan. Keberhasilan program tersebut harus
dilandasi kesadaran pentingnya membangun kebersamaan dalam semangat OVOP. Jiwa dan
semangat OVOP harus selalu ditumbuhkembangkan di antara para pelaku maupun para
peserta program ini. Untuk menghindari timbulnya program yang tumpang‐tindih, maka
koordinasi antar lintas‐pelaku (sektoral) harus diadakan secara berkala.
Agar Program OVOP dapat mencapai kesuksesan optimal, maka awal langkah yang
harus dilakukan Tim OVOP Kementerian Koperasi dan UKM adalah sosialisasi Program
OVOP secara berkesinambungan. menjadi agenda Tim OVOP. Melakukan pendataan secara
berkala agar teridentifikasi lokasi‐lokasi dan komoditas/produk yang layak bernaung di
bawah Program OVOP. Supaya program nasional ini dapat berawal dari inisatif masyarakat
pedesaan/daerah. Para pelaku usaha/petani di daerah dan pedesaan dapat secara sukarela
mengerahkan konsentrasi pemikirannya terhadap suatu komoditas/produk yang paling
sesuai untuk dirinya, lingkungannya dan desa setempat. Bila inisiatif datang dari masyarakat,
kesadaran terhadap risiko keberhasilan atau kegagalan usahanya siap ditanggungnya. Rasa
bertanggungjawab terhadap pilihan jenis usahanya dan unsur kebersamaan dengan prinsip
gotongroyong akan melandasi suksesnya Program OVOP melalui koperasi.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, masing‐masing kelompok masyarakat
pelaku usaha/petani yang secara kultural sudah menganut sifat gotongroyong. Semangat
membentuk One Village One Product sepatutnya harus mereka yakini akan mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Menggapai kesejahteraan di dalam suatu
program yang berada di bawah naungan koperasi