ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT INFARK + HIPERTENSI HEART FAILURE + ACUT LUNG ODEM DAN GAGAL NAFAS | Karya Tulis Ilmiah CVA INFARK HHF ALO

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT INFARK +

HIPERTENSI HEART FAILURE + ACUT LUNG ODEM

DAN GAGAL NAFAS

DEFINISI

Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).

Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.

ETIOLOGI

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. THROMBOSIS CEREBRAL.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


(2)

- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)

- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri ) 2. EMBOLI

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) b. Myokard infark

c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. HAEMORHAGI

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.


(3)

a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

4. HYPOKSIA UMUM

a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. HIPOKSIA SETEMPAT

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yaitu usia, hipertensi dan DM. 2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.

3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.

4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan). 5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA, suplai darah menurun pada ektremitas.

Dari hasil data penelitian di Oxford, Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60% 2. Iskemik Heart Attack 30%

3. TIA 24%

4. Penyakit arteri lain 23% 5. Heart Beat tidak teratur 14% 6. DM 9%


(4)

Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:

1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.

2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.

3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita. 4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun

tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini. 5. Riwayat keluarga.

Klasifikasi:

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :

a. Stroke Haemorhagi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

b. Stroke Non Haemorhagic

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi : stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.


(5)

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;

1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. 2. Edema dan kongesti disekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan, CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan meyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.


(6)

PATHOFISIOLOGI STROKE

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metebolisme anaerob Nekrosis jaringan otak aktifitas elektrolit terganggu

Volume Cairan bertambah

Asam laktat meningkat

Pompa Na dan K gagal

Na dan K influk

Edema cerebral

Retensi air


(7)

Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan Hipertensi Heart Failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)

Gambar 1. Proses terjadinya berbagai masalah keperawatan pada klien dengan HHF, Odem paru dan gagal nafas

Hipermetabolisme, hipertensi, infeksi dll

Hiperfungsi kerja jantung

Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel kiri (Otot jantung menebal, mengeras, elastisitas menu-run, kemampuan kontraksi

turun, ukuran jantung membesar (LVH)

Penurunan ejeksi darah sistemik

Cardiac output menurun

(tubuh melakukan kompensasi dengan pengeluaran katakolamin sehingga terjadi peningkatan frekwensi denyut jantung, peningkatan tahanan

perifer (Dx Payah jantung I/II/III/IV)

Terjadi gangguan perfusi pada jaringan periper (Efek katakolamin di perifer mengakibatkan pengeluaran keringat dingin

Bila tak tertanggulangi timbul dekompensasi (tekanan darah turun) (nadi

meningkat)

GGn perfusi jaringan Terjadi bendungan pada daerah

proksimal ventrikel kiri Bendungan pada

atrium kiri Bendungan pada paru

Terjadi odem paru

(Dahak warna putih berbuih) Rh +/+, Sesak nafas, Asidosis respiratorik (Ggn pertukaran gas)/(Gagal nafas),

Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas RVH (Pembesaran

Ventrikel kanan ) Hipertensi pulmonal

Syok Kardiogenik Dirawat di ruangan khusus,

komunikasi dengan keluarga kurang, memakai alat bantu nafas

Kecemasan gelisah Bisa terjadi trauma


(8)

Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :

Gejala(anamnesa)

Infark

Perdarahan

Permulaan Waktu Peringatan Nyeri Kepala Kejang Kesadaran menurun Sub akut Bangun pagi

+ 50% TIA -Kadang sedikit Sangat akut Lagi aktifitas -+ ++ +++ Gejala Objektif Koma Kaku kuduk Kernig pupil edema Perdarahan Retina Pemeriksaan Laboratorium Darah pada LP X foto Skedel Angiografi CT Scan. Infark +/ -+ Oklusi, stenosis Densitas berkurang Perdarahan ++ ++ + + + + Kemungkinan pergeseran glandula pineal Aneurisma AVM. massa intra hemisfer/vasospasme.

Massa intrakranial densitas bertambah. Perbedaan Perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala

PIS

PSA

Timbulnya Nyeri Kepala Kesadaran Kejang Tanda rangsangan Meningeal. Hemiparese

Gangguan saraf otak

Dalam 1 jam Hebat Menurun Umum +/-++ + 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++ +/-+++


(9)

Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa: 1. Stroke hemisfer Kanan

a. Hemiparese sebelah kiri tubuh. b. Penilaian buruk

c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.

2. Stroke yang Hemifer kiri

a. Mengalami hemiparese kanan b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan. d. Disfagia global

e. Afasia

f. Mudah frustasi

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Rontgen kepala dan medula spinalis 2. Elektro encephalografi

3. Punksi lumbal 4. Angiografi

5. Computerized Tomografi Scanning ( CT. Scan) 6. Magnetic Resonance Imaging

PENATALAKSANAAN STROKE

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: 1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.


(10)

PENGOBATAN KONSERVATIF

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. 3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi

pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

PENGOBATAN PEMBEDAHAN

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.

2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.

3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala. 4. Hidrocephalus.


(11)

PENGKAJIAN

A. Pengkajian Data Dasar

a. Identitas:

b. Keluhan utama : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak

c. Riwayat keperawatan :

Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi, DM, Asthma, Riwayat MRS

1. Aktivitas/istirahat :

Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.

2. Sirkulasi

Adanya riwayat penyakit jantung, MCI, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. dan hipertensi arterial.

3. Integritas Ego.

Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi

Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

5. Makanan/cairan :

Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia. 6. Neuro Sensori

Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.

Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.

Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.

7. Nyaman/nyeri

Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka 8. Respirasi

Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Aspirasi irreguler, suara nafas, whezing,ronchi.


(12)

9. Keamanan

Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi

Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi Tidak mampu mengambil keputusan.

10. Interaksi sosial

Gangguan dalam bicara

Ketidakmampuan berkomunikasi 11.Belajar mengajar

Pergunakan alat kontrasepsi Pengaturan makanan

Latihan untuk pekerjaan rumah.

d. Data keperawatan

1. Sistem pernafasan

Data

Etiologi

Masalah

S : Sesak nafas sejak, pusing PaO2 < 95 % bertambah sesak jika bergerak atau kepala agak rendah, batuk (+) sekret berbuih, AGD tidak normal

O : RR >20 X/mnt, Rh , Wh , Retraksi otot pernafasan, produksi sekret banyak

Dekompensasi ventrikel kiri

Bendungan paru (odem paru)

Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas


(13)

Data

Etiologi

Masalah

S : Kepala pusing, jantung berdebar-debar, badan terasa lemah, kaki bengkak s

O : Bendungan vena jugularis (+), S1S2 ireguler S3 (+), Ictus kordis pada pada iccs 5-6, bergeeser ke kiri, Acral dingin, keluar keringat dingin, Kap.refill > 1-2dt

Dekompensasi kordis

penurunan kontraktilitas jantung

penurunan tekanan darah

Syok

Ggn perfusi ke jaringan

Gangguan perfusi jaringan

3. Rasa aman

Data

Etiologi

Masalah

S : Gelisah, mengeluh nyeri dan rasa tidak enak O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang,

Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,

aktivitas tak terkontrol

Resiko terjadi trauma

Resiko terjadi trauma Cemas

S : Gelisah,

O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang

Ruangan dengan berbagai alat

Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa

Lingkungan yang asing

cemas

Cemas

Gangguan komunikasi verbal

PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Meningkatkan perfusi serebri dan oksigenasi yang adekuat.


(14)

3. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

4. Memberikan dukungan terhadap proses mekanisme koping dan mengintegrasikan perubahan konsep diri.

5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, pengobatan dan kebutuhan rehabilitasi.

TUJUAN AKHIR KEPERAWATAN

1. Meningkatnya fungsi serebral dan menurunnya defisit neurologis. 2. Mencegah/meminimalkan komplikasi.

3. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain. 4. Mekanisme koping positip dan mampu merencanakan keadaan setelah sakit 5. Mengerti terhadap proses penyakit dan prognosis.


(15)

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Dx.1. Gangguan ferfusi jaringan otak berhubungan dengan oklusi otak, perdarahan, vasospasme dan edema otak.

Tujuan

a. Mempertahankan/meningkatkan tingkat kesadaran, kognitif, dan fungsi motorik sensorik

b. Menunjukan kestabilan tanda-tanda vital dan tidak adanya peningkatan TIK. c. Menunjukan berkurangnya kerusakan/defisit.

Intervensi

a. Tentukan faktor penyebab gangguan yang berhubungan dengan situasi individu,

penyebab koma, penurunan perfusi serebral dan potensial peningkatan TIK. Penyebab menentukan intervensi yang akan dilaksanakan. Perubahan tanda-tanda neurologis atau kegagalan setelah serangan mungkin memerlukan tindakan pembedahan serta memerlukan perawatan kritis untuk memonitor TIK.

b. Monitor status neurologi dan bandingkan dengan standar

Kaji perubahan status kesadaran dan potensial terjadinya peningkatan TIK berguna untuk menentukan lokasi, penyebaran dan kerusakan syaraf kranial. Dapat pula memperkirakan peningkatan TIK yang mungkin berhubungan dengan thrombosis CVA.

c. Monitor vital sign: hipertensi atau hipotensi, bandingkan tekanan antara kedua lengan.

Gejala yang bervariasi dapat terjadi karena penekanan cerebral atau adanya cedera pada area vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi dapat merupakan faktor pencetus,. Hipotensi dapat terjadi karena syok atau kolapsnya sirkulasi. Peningkatan TIK terjadi karena edema jaringan, atau formasi bekuan. Bendungan pada arteri subklavial dapat tejadi karena perbedaan tekanan pada kedua lengan. d. Auskultasi denyut jantung dan irama,serta adanya murmur

Perubahan denyut jantung terutama bradikardi dapat terjadi karena kerusakan otak. Disritmia dan mur-mur karena penyakit jantung sebagai pencetus CVA (seperti stroke setelah MI atau dari disfungsi katup).

e. Amati respirasi, bentuk dan irama seperti cheyne stokes.

Ketidakaturan dapat menunjukan lokasi peningkatan TIK dan membutuhkan intervensi lebih lanjut meliputi support pernafasan.


(16)

Reaksi pupil diatur oleh syaraf ke tiga kranial (okulomorik) yang menunjukan keutuhan batang otak.ukuran pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dari sayaraf ke dua dan ketiga kranial.

g. Catat perubahan pandangan seperti pandangan kabur, gangguan lapang pandang dan persepsi pandang

Gangguan spesifik pada penglihatan dipengaruhi oleh gangguan area otak, prerasaan aman dan dampak dari intervensi.

h. Posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral ( hanya tempat tidurnya saja yang ditinggikan )

Menurunkan tekanan artrial dengan membantu drainase vena dan dapat peningkatkan sirkulasi ferfusi cerebral.

i. Pertahankan istirahat di tempat tidur, beri lingkungan yang tenang, batasai pengunjung dan aktivitas sesuai dengan indikasi. Berikan latihan diantara periode istirahat batasi durasi pelaksanaan prosedur.

Stimulasi yang terus menerus akan meningkatkan TIK. Istirahat mutlak dan ketenangan dibutuhkan untuk mencegah perdarahan kembali pada kasus haemorrhagic.

j. Cegah mengedan yang terlalu kuat, bantu dengan latihan nafas.

Valvasa manuver akan meningkatkan TIK dan berisiko terjadinya perdarahan kembali.

k. Kaji adanya kaku kuduk, twitching, kelelahan, iritabilitas dan onset kejang Merupakan indikasi iritasi meningen terutama pada perdarahan. Kejang merupakan akibat dari peningkatan TIK.

Kolaborasi :

a. Berikan oksigen bila ada indikasi

Menurunkan hipoksemia, yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan peningkatan tekanan formasi edema.

b. Berikan pengobatan sesuai dengan indikasi

Antikoagulan seperti, warfarin sodium, heparin, antiplatelets agen atau dypridamole.

Biasa digunakan untuk meningkatkan aliran darah otak dan mencegah terjadinya embolus, kontra indikasi meliputi hipertensi karena akan meningkatkan resiko perdarahan


(17)

c. Berikan antibiotika seperti Aminocaproic acid ( amicar )

Digunakan pada kasus haemorhagic, untuk mencegah lisis bekuan darah dan perdarahan kembali.

d. Antihypertensi

Digunakan pada hyperteni kronis, karena managemen secara berlebihan akan meningkatkan perluasan kerusakan jaringan.

e. Peripheral vasodilator seperti cyclandilate, papaverin, isoxsuprine

Digunakan untuk meningkatkan sirkulasi kolteral atau menurunkan vasopasme

f. Steroid, dexamethazone ( Decadon )

Digunakan untuk mengontrol edema cerebral

g. Berikan penitoin, Dilantin, Phenobarbital,

Dapat digunakan untuk mengontrol kejang atau sebagai sedative action. h. Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin, LED.

Membantu memberikan informasi tentang ektivitas pemberian obat.

DX. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keadaan neurologi muskuler kelemahan , paraestesia, flaciad, paralisis.

Tujuan :

1. Mempertahankan posisi dan fungsi optimal dengan tidak adanya kontraktur dan footdrop.

2. Mempertahankan kekuatan dan fungsi area yang sakit serta kompensasi bagian tubuh yang lain.

3. Menunjukan perilaku aktivitas yang lebih baik. 4. Mempertahankan integritas kulit.

Intervensi

a. Kaji kemampuan fungsional otot, Klasifikasi dengan skala 0-4

Mengidentifikasi kekuatan /kelemahan dapat membantu memberi informasi yang diperlukan untuk membantu pemilihan intervensi karena tehnik yang berbeda digunakan untuk flacid dan spastis paralisis.

b. Rubah posisi tiap 2 jam, (supinasi, sidelying) terutama pada bagian yang sakit Dapat menurunkan resiko iskemia jaringan injury. Sisi yang sakit biasanya kekurangan sirkulasi dan sensasi yang buruk serta lebih mudah terjadi kerusakan kulit/dekubitus.


(18)

Membantu memelihara fungsi ekstensi panggul dan membantu bernafas.

d. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua ekstremitas. Anjurkan latihan meliputi latihan otot quadriceps/gluteal ekstensi, jari dan telapak tangan serta kali.

Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur, menurunkan resiko hiperkalsiurea dan osteoporosis pada pasien dengan haemorhagic.

e. Sangga ekstremitas pada posisi fungsional, gunakan footboard selama periode placid paralisis, pertahankan posisi kepala netral.

Dapat mencegah kontraktur atau footdrop dan memfasilitasi pengembalian fungsi. Flaccid paralisis dapat dikurangi dengan menyangga kepala, dimana spastis

f. Gunakan segitiga penyangga lengan pada pasien dengan posisi tegak

Penggunaan segitiga penyangga lengan selama masa flaccid paralisis akan menurunkan resiko subluksasi.

g. Evaluasi penggunaan dan kebutuhan terhadap bantuan posisi dan atau pembatas selama fase spastic paralisis

Kontraktur fleksi terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari otot ekstensor.

h. Tempatkan bantal di bawah aksila sampai lengan bawah Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku

i. Elevasi lengan dan tangan

Dapat meningkatkan aliran balik vena dan mencegah terjadinya formasi edema.

j. Letakan gulungan padat pada telapak tangan dengan jari-jari menggengam.

Menurunkan stimulasi fleksi jari-jari dan memelihara jari dan jempol pada posisi fungsional.

k. Pertahankan kaki pada posisi netral dengan trochanter. Mencegah terjadinya rotasi eksternal pinggul.

l. Bantu pasien duduk jika tanda-tanda vital stabil, kecuali pada stroke haemorhagic.

Membantu menstabilkan tekanan darah, membantu memelihara ekstremitas pada posisi fungsional dan mengosongkan kandung kemih yang mengurangi terjadinya batu buli-buli dan resiko infeksi karena stasis urine

m. Observasi sisi yang sakit seperti warna, edema, atau tanda lain seperti perubahan sirkulasi.


(19)

n. Anjurkan pasien untuk membantu melatih sisi yang sakit dengan ektremitas yang sehat.

Dapat merangsang bagian yang sakit dan mengoptimalkan bagian yang sehat.

Kolaborasi

1. Konsul dengan ahli therapi fisik, untuk latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan ambulasi pasien.

Program secara individual akan sesuai dengan kebutuhan pasien baik dalam perbaikan deficit keseimbangan, koordinasi dan kekuatan

2. Bantu dengan stimulasi elektrik seperti TENS unit sesuai dengan indikasi.

Dapat membantu pengembalian kekuatan otot dan peningkatan kontrol otot volunter.

3. Berikan relaksasi otot, antispasmodik sesuai dengan indikasi seperti baclopen, dantrolene.

Memperbaiki spastisitas pada sisi yang sakit.

Dx.3. Gangguan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan gangguan sirkulasi cerebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan kontrol tonus otot facial atau oral dan kelemahan secara umum.

Ditandai dengan

a. gangguan sirkulasi tidak dapat berbicara disatria, tidak mampu mengucapkan kata-kata, menyebutkan nama, tidak mampu mengidentifikasi obyek, menulis atau mengartikan bahasa.

b. Tidak mampu berkomunikasi dengan tulisan. 1. Tujuan

a. Pasien dapat menunjukan pengertian terhadap masalah komunikasi b. Mampu mengekspresikan perasaannya.

c. Mampu menggunakan bahasa isyarat. 2. Intervensi

Independen

a. Kaji tipe disfungsi misalnya : pasien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengeti bahasa sendiri.

Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan pasien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, pasien mungkin


(20)

mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, wernicke, area dan kerusakan pada area broca)

b. Bedakan afasia dengan dsiatria

Dapat menentukan pilihan intervensi pada tipe gangguan.

c. Dengan percakapan yang salah dan lengkap

Pasien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian pasien mengklarifikasikan isi/arti

d. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu

Untuk menguji afasia reseptif.

e. Perintahkan pasien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan.

Menguji afasia, ekspresif, misalnya pasien dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya.

f. Perdengarkan bunyi yang sederhana seperti “sh……cat”

Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah, gerakan bibir, kontrol pernafasan dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin tidak terjadinya afasia ekspresif).

g. Suruh pasien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu untuk menulis suruh pasien untuk membaca kalimat pendek.

Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan deficit membaca (alexia) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif.

h. Beri peringatan bahwa pasien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu.

Untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi.

i. Memilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan.

Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. j. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien

Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi.

k. Ucapkan langsung kepada klien berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak dan perhatikan respon klien

Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.


(21)

l. Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu pasien untuk berespon.

Pasien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan pasien marah dan tidak menyebabkan rasa frustasi.

m. Menganjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan pasien misalnya membaca surat, membicarakan keluarga.

Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan komunikasi.

n. Membicarakan topik-topik tentang keluarga pekerjaan dan hobi.

Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan.untuk mempraktekan ketrampilan praktis dalam berkomunikasi..

o. Perhatikan percakapan pasien dan hindari berbicara secara sepihak

Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan intelektuialnya masih baik.

Kolaborasi :

Konsul ke ahli therapi bicara.

Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi deficit dan kebutuhan therapi.

DX..4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi ditandai oleh kelemahan untuk ADL. Seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai pakaian.

Tujuan :

1. Pasien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri. 2. Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat

kemampuan.

3. Mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. Intervensi

Independen

a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.

b. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu bila perlu.

Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.


(22)

c. Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan suport pola pikir ijinkan pasien melakukan tugas, beri feedback, positip untuk usahanya.

Pasien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani pasien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan pasien dan menganjurkan pasien untuk terus mencoba.

d. Rencanakan tindakan untuk deficit penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.

Pasien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan. .

e. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan

Menjaga keamanan pasien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan resiko tertimpa perabotan.

f. Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi.

Mengurangi ketergantungan.

g. Kaji kemampuan komunikasi untuk Bak. Kemampuan mengunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondidisi memungkinkan.

Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah

pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.

h. Identifikasi kebiasaan Bab. anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

Kolaboratif :

1. Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau Bab. 2. .Konsul ke dokter therapi okupasi

Untuk mengembangkan therapi dan melelngkapi kebutuhan khusus.

DX. 5. Gangguan harga diri, berhubungan dengan biophysical, psikososial, perubahan persepsi kognitif ditandai dengan :

1. Perubahan aktual dalam struktur dan fungsi.


(23)

3. Penilaian negatif terhadap tubuh, ketidak berdayaan dan merasa tidak ada harapan.

4. Berfokus pada penampilan, kekuatan dan fungsi masa lalu. 5. Kehilangan/ perubahan dalam pekerjaan

6. Tidak dapat menyentuh atau melihat bagian-bagian tubuh. Tujuan :

1. Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.

2. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.

3. Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang

akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi :

Independen.:

a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.

Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

b. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.

Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan

membandungkan mengenal dan mengatur kekurangan.

c. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan termasuk hostility dan kemarahan.

Menunjukan penerimaan, membantu pasien untuk mengenaL dan mulai mmenyesuaikan dengan perasaan tersebut.

d. Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.

Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

e. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.


(24)

Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.

f. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan

Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

g. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.

Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.

h. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.

Klien daspat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

i. Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan pasien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.

Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.

j. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan widhrawal.

Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umunnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

Kolaborasi

Rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi.


(25)

Dx: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung

Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 40-50 cc/jam, pusing hilang

Rencana Tindakan Rasional

- Berikan posisi syok

- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill setiap jam

- Kolaborasi:

- Pemberian infus RL 28 tts/menit

- Foto thorak - EKG

- Lanoxin IV 1 ampul - Lasix 1 ampul

- Observasi produksi urin dan balance cairan

- Periksan DL

- Memenuhi kebutuhan pefusi otak

- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguan perfusi

- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.

- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru.

- Untuk melihat gambaran fungai jantung - Memperkuat kontraktilitas otot jantung - Meningkatkan perfusi ginjal dan

mengurangi odem

- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.

- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klien sehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

Dx Resiko gangguan pertukaran gas

Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal paO2 95-100 %

Rencana Tindakan Rasionalisasi

- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala

- Lakukan auskultasi paru

- Lakukan suction jika ada sekret

- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai

- Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal

- Untuk mengetahui adanya sekret - Meningkatkan bersihan jalan nafas - Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan


(26)

mode dan dosis yang telah ditetapkan. - Kolaborasi pemeriksaan

- BGA dan SaO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator

- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru

- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak

Tujuan : Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih

Tindakan Rasionalisasi

- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - jam - Lakukan suction jika terdengar

stridor/ ronchi sampai bersih. - Pertahankan suhu humidifier

35-37,5 derajat

- Monitor status hidrasi klien - Lakukan fisiotherapi nafas

- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan

- Memantau keefektifan jalan nafas

- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.

- Membantu mengencerkan sekret - Mencegah sekret mengental - Memudahkan pelepasan sekret - Deteksi dini adanya kelainan

Dx : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT

Tujuan : Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi

Rencana Tindakan Rasionalisasi

- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam

- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya

- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu

- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Masukka penahan gigi

- Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator - Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator -Mempermudah melakukan pertolongan jika

sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator. - Mencegah berkurangnya aliran udara nafas - Mencegah tergigitnya selang ETT


(27)

- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik

- Monitor suara nafas dan pergerakan dada

- Evaluasi keefektifan pola nafas

Dx : Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas

Tujuan :

Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, tidak terjadi barotrauma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius

Tindakan Rasionalisasi

- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan

- Jika perlu lakukan fiksasi - Rubah posisi setiap 2 jam

- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator

- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma - Kolaborasi penggunaan sedasi

- Evaluasi warna dan bau sputum - Lakukan oral hygiene setiap hari - Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Kolaborasi pemberian antibiotika

- Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien - Untuk mencegah trauma

- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.

- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah

- Untuk deteksi dini

- Untuk mencegah fighting

- Monitor dini terjadini infeksi skunder - Mencegah infeksi skunder

- Menjamin selang ventilator steril - Sebagai profilaksis


(28)

Dx : Cemas berhubungan dengan disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian

Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang

Tindakan Rasional

- Lakukan komunikasi terapeutik - Berikan orientasi ruangan

- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya

- Berikan suport mental

- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu

- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien

- Membinan hubungan saling percaya - Mengurangi stress adaptasi

- Menggali perasaan dan masalah klien - Mengurangi cemas dan meningkatkan

daya tahan klien

- Untuk meningkatkan semangat dan motivasi

- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia.

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,

Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (1997) Nursing Diagnosis, J.B Lippincott, Philadelpia

Carpenito Linda Juall. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan,

EGC, Jakarta.

Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan

Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume

3, EGC, Jakarta.

Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi

VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. 2nd edition, W.B. Saunders Company,

Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya.

Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.


(30)

Made Kariasa. (1997). Patofisiologi Beberapa Gangguan Neurologi. Hand Out Kursus Keperawatan Neurologi, Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Jakarta. Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta. Marini L. Paul (1991) ICU Book, Lea & Febriger, Philadelpia

Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat

Bedah Saraf Indonesia. Surabaya.

Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,

Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan. Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung

Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.


(31)

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN TN. L DENGAN CVA INFARK + HHF + ACUT LUNG ODEM DAN GAGAL NAFAS

DI RUANG OBSERVASI INTENSIF RSUD. DR. SOETOMO TGL. 25-29 NOPEMBER 2002

A. PENGKAJIAN a. Identitas

Nama : Tn L

Umur : 54 tahun

Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : SATPAM

Alamat : Jl. Tambang Boyo Gg. Kedung Sroko III/2

Penanggung : ASKES

Nomor Rekam Medik : 17784075

b. Keluhan utama :

-c. Riwayat keperawatan :

Tanggal 25 Nopember 2002 sore Sekitar pukul 18.30 ketika sedang ngobrol pasien tiba-tiba jatuh dan pelo.

Sekitar pukul 18.40 klien di bawa ke IRD RSDS Bagian Neurologi. Ketika mau di CT Scan, Pasien gelisah dan mengeluh cepat capek,

Sekitar pukul 19.00 Tanda-tanda vital RR : 38 x/mt, Ronchi +/+, Whizing +/+. Stridor (+),

Nadi : 122 x/mt, Reguler, isi cukup.

Tekanan Darah : 233/134 mmHg

GCS : 4 – 5 – 6, tetapi 15 menit kemudian kesadaran menurun.

Kondisi klien saat di ROI

Terpasang ETT  7,5 mm, Ventilator CMV Press Control, F : 16 FiO2 : 66 %, PEEP :

6. Tekanan Darah 140/80 mmHg, Nadi 80 x/mt, Cor S1 S2 tunggal GCS 1 – 1 - 5 dan terpasang poli catheter.


(32)

Analisa Data

1. Sistem Pernafasan (B1 : Breathing)

Tgl

Data

Etiologi

Masalah

S :

-O : Rh +/+, Wh +/+, Stridor (+), retraksi otot pernafasan (-),Terpasang ETT No 7,5, dan ventilator dengan mode CMV Press Control, Fi O2 66 %, Peak Pres 16, Freq 16/17 ETT 7,5, produksi sekret banyak, reflek menelan (-)

BGA : pH:7,302; pCO2:34,3;

pO2:86,8; HCO3:16,6;

BE:-9,8; cyanoisis (-),SpO2 95,8 %, Foto Thorak terdapat gambaran odem paru curiga suatu radang paru kiri, jantung tampak membesar ke arah kiri / Cardiomegali (LVH) Terpasang ETT  Produksi sekret banyak  Resiko terjadi ketidakefektifan jalan nafas Dekompensasi ventrikel kiri  Bendungan paru (odem paru)  ventilasi tidak optimal  Hipoksia Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas Gangguan pertukaran gas

2. Sistem Cardiovascular (B2 : Bleeding)

Tgl

Data

Etologi

Masalah

251102 S :

-O : Bendungan vena jugularis (-), S1S2 tunggal S3 (-), Ictus kordis 2 jari, bergeser ke kiri, Acral hangat, keluar keringat dingin, (-) odem pada kaki

Dekompensasi kordis  penurunan kontraktilitas jantung Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan


(33)

(-), Kap.refill > 2dt, EKG : tampak gambaran PVC pada seluruh lead, dan gambaran LVH pada lead V 6, Hb : 13,7 HR: 80 X/mnt, Tekanan Darah : 140/80 mmHg,

penurunan tekanan darah

Syok

Gangguan perfusi ke jaringan

3. Sistem Persyarafan (B3 : Brain)

Tgl

Data

Etiologi

Masalah

251102 S.:

-O.: GCS 1 – 1 - 5, Tekanan Darah waktu masuk 233/134 mmHg, tekanan darah sekarang pagi 140/80 mmHg

Oklusi pemb.drh

Deposit plak kekuningan

(ateroma)

Suplai darah otak menurun

Resiko gangguan ferfusi jaringan otak.

S.: O.:

Neuropati hemisfer

Kelemahan

Kerusakan mobilitas fisik.

4. Rasa aman

Tgl

Data

Etiologi

Masalah

251102 S :

-O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, gelisah

Perasaan tidak enak karena terpasang alat

ventilator,

aktivitas tak terkontrol

Resiko terjadi trauma


(34)

Resiko terjadi trauma Terpasang infus pd tangan kiri.

Terpasang kateter

adanya luka tempat insersi alat

perawatan

Resiko terjadi infeksi

Diagnosa Keperawatan dan Prioritas .

1. Resiko gangguan ferfusi jaringan otak. berhubungan dengan Suplai aliran darak otak menurun/defisit.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. 3. Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri.

5. Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kotraktilitas jantung.

6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas.

7. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka tempat insersi alat perawatan


(35)

Nama Klien : Tn. L. Ruang: Observasi Intensif

DX. Keprwt.

Tujuan & Kriteria

Intervensi Keperawatan

Rasional

Resiko gangguan

ferfusi jaringan otak. Berhubungan dengan adanya suplai darak otak berkurang.

Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 5 hari resiko gangguan ferfusi otak tidak tejadi.

Kriteria Hasil :

Mempertahankan tingkat kesadaran.

Mempertahankan fungsi

motorik dan sensorik.

Tanda-tanda vital, khususnya tekanan darah menunjukan kestabilan.

Monitor Vital sign. Terutama tekanan darah.

Monitor status neurologi

Atur posisi kepala, tinggikan 30 cm dengan posisi netral.

Pertahankan istirahat di tempat tidur, beri lingkungan yang tenang batasi pengunjung, dan batasi durasi pelaksanaan prosedur keperawatan

Kolaborasi :

Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dokter.

Nicholin 2 x 1 amp.iv Lasix 3 x 1 amp.iv Ranitidin 2 x 1 amp.iv

Copaten 3 X 12,5 mg.

ISDN 2 X 5 mg.

Spironolacton 1 X 25 mg.

ASA 1 X 100 mg.

Hipertensi atau hipotensi merupakan faktor pencetus . Gejala yang bervariasi dapat terjadi karena penekanan cerebral atau adanya cedera pada area vasomotor otak. Antisipasi terhadap potensial terjadinya peningkatan TIK

Menurunkan tekanan arterial dengan membantu drainase vena, meningkatkan sirkulasi ferfusi cerebral.

Stimulasi yang terus menerus akan meningkatkan TIK

Valvasa manuver akan meningkatkan TIK.

Antihipertensi.


(36)

dengan kelemahan. kelemahan fisik berkurang

Lakukan perawatan kulit, lihat bagian-bagian tubuh terutama bgian diatas tulang yang menonjol.

Bantu klien untuk miring kanan atau kiri secara teratur.

Dapat meningktakan kenyamanan dan ketenangan pasien

Tirah baring lama berisiko terhadap terjadinya dekubitus

Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak

Setelah dirawat selama 2 hari tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih

- Auskultasi bunyi nafas sebelum dan setelah suction. - Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi

sampai bersih. @ 2 jam

- Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat - Monitor status hidrasi klien

- Lakukan fisiotherapi nafas

- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan

- Memantau keefektifan jalan nafas - Jalan nafas bersih, sehingga mencegah

hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.

- Membantu mengencerkan sekret - Mencegah sekret mengental - Memudahkan pelepasan sekret - Deteksi dini adanya kelainan

Resiko ganguan

pertukaran gas

Setelah dirawat selama 2X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal SpO2 95-100 %

- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala

- Lakukan auskultasi paru

- Lakukan fisioterafi nafas, nebulizer dan suction tiap 3 jam

- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.

- Kolaborasi pemeriksaan - BGA dan SpO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator Resp. Mode PC, FiO2 :66 %, Peak Pres 27, Freq

16/17 EEP 7,5

- Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal

- Untuk mengetahui adanya sekret - Meningkatkan bersihan jalan nafas

- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan

- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru

- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu


(37)

dengan penurunan

kontraktilitas otot

jantung

Urine 70 cc/jam, pusing hilang, EKG normal,

dekompensasi (-) - Lakukan balance cairan @ 24 jam

- Kolaborasi:

- Pemberian infus RL : D5 : 1000 : 1500 cc/24 jam - Foto thorak

- EKG

- Captopril 3 X 25 mg - ISDN 2 X 5 mg

- Spironolacton 1 X 25 mg - Lasix 3 x 1 ampul

- KSR 3 X 1 tab

- Observasi produksi urin dan balance cairan - Periksan DL

gaguann perfusi

- Untuk mencegah overload cairan dan mengurangi beban kerja jantung - RL untuk memenuhi kebutuhan cairan

intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.

- Untuk memastikan anatomi jantung dan melihat adanya edema paru.

- Untuk melihat gambaran fungsi jantung - Menurukan tekanan darah sehingga

tahanan jantung berkurang.

- Memperbaiki kontraktilitas dan perfusi otot jantung.

- Menceggah Asidosis metabolik - Meningkatkan perfusi ginjal dan

mengurangi odem

- Mengatur metabolisme kalium yang bermanfaat untuk memperbaiki kontraksi otot jantung

- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.

- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme kllien sehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan

dengan dengan

kelelahan, pengesetan

Setelah dirawat selama 2 hari nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi

- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam. - Evaluasi semua ventilator dan tentukan

penyebabnya

- Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator

- Bunyi alarm pertanda gangguan fungsi ventilator


(38)

tepat, obstruksi ETT TT sepanjang waktu

- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff. - Masukkan penahan gigi

- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik - Monitor suara nafas dan pergerakan dada

jika sewaktu-waktu ada gangguan fungsi ventilator

- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

- Mencegah tergigitnya selang ETT - Mencegah selang ETT tercabut - Evaluasi keefektifan pola nafas Resiko terjadi trauma

berhubungan dengan kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas

Setelah dirawat selama 2 hari klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, tidak terjadi barotaruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius

- Lakukan fiksasi

- Rubah posisi setiap 2 jam

- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator - Evaluasi warna dan bau sputum

- Lakukan oral hygiene setiap hari

- Untuk mencegah trauma

- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.

- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah

- Untuk deteksi dini

- Untuk mencegah fighting Resiko terjadi infeksi

berhubungan dengan penurunan daya tahan dan adanya insersi alat-alat perawatan

setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder

-- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Lakukan perawatan infus @ 24 jam - Lakukan perawatan kateter @ 24 jam - Cek suhu tubuh @ 8 jam

- Observasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.

- Mandikan klien 2 X sehari dan - Lakukan oral hygiene @ 24 jam

- Mencegah infeksi skunder pd saluran nafas

- Mencegah infeksi /plebitis pada insersi infus

- Mencegah infeksi pada traktus urinarius - Sebagai salah satu indikator terjadi infeksi - Tanda berupa panas, bengkak, kemerahan,

nyeri serta gangguan fungsi.

- Memperbaiki kebersihan kulit dan mulut sebagai upaya mencegah kolonisasi kuman pada kulit/mulut.


(39)

Tindakan Keperawatan

Nama Klien :.Tn.L.

Ruangan : Observasi Intensif

Hari, Tanggal Tindakan Keperawatan

Senin,

25 – 11 - 2002 -- Mengkaji keadaan klienMengobservasi vital sign : Tekanan darah : 162/93 mmHg. Nadi : 84 x/menit, Suhu 36,80C, GCS.1 – 1 – 5

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Servo 300 PS 18 X/mnt, PEEP

7, FiO2 :100 %,.

- Mengecek suhu humidifier

- Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .

- Melakukan auskultasi bunyi nafas

- Melakukan fisiotherapi nafas

- Melakukan suction

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi

- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

- Memonnitor tanda-tanda vital

- Memasang NGT

Pemberian obat Injeksi

- Lasix 1 amp.iv

- Nicholin 1 amp.iv

- Ranitidin 1 amp.iv

Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg.

- ASA 100 mg.

Selasa 26 – 11 - 2002

- Mengobservasi vital sign, Tekanan darah : 157/79 mmHg,

Nadi : 109/menit, Suhu : 36.30C, GCS 1 – 1 - 5.

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Servo 300 PS 18 X/mnt, PEEP

7, FiO2 :100 %,.

- Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- Melakukan auskultasi bunyi nafas

- Melakukan fisiotherapi nafas

- Melakukan suction

- Mengecek suhu humidifier

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi

- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

- Observasi tanda vital Tekanan darah : 161/80 mmHg. Nadi :

91X/menit, Suhu, 36.5C, GCS. 1 - 1 - 5


(40)

Pemberian obat Injeksi :

- Lasix 1 amp.iv

Pemberian obat personde :

- Copaten 12,5 mg.

Rabu 27 – 11 -2002

- Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah : 169/95 mmHg. Nadi, 103x/menit, suhu, 37.1 0C. GCS. 1 – X - 5.

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Acoma 1000 SIMP 16 X/mnt,

PEEP 10, FiO2 :80 %,.

- Mengecek suhu humidifier

- Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .

- Melakukan auskultasi bunyi nafas

- Melakukan fisiotherapi nafas

- Melakukan suction

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi

- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

- Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah. 183/98 mmHg. Nadi 95x/menit, Suhu. 36.70C.

Pemberian obat Injeksi

- Lasix 1 amp.iv

- Nicholin 1 amp.iv

- Ranitidin 1 amp.iv

Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg.

- ASA 100 mg.

Kamis

28 – 11 -2002 - mmHg. Nadi, 98x/menit, suhu, 37.1 Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah : 130/900C. GCS. 4 – X - 5.

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .

- Melakukan auskultasi bunyi nafas

- Melakukan fisiotherapi nafas

- Melakukan suction

- Mempertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi

- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

Pemberian obat Injeksi

- Lasix 1 amp.iv

- Nicholin 1 amp.iv

- Ranitidin 1 amp.iv

Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg.

- ASA 100 mg.

- Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan


(41)

- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur.

- Memperhatikan keluhan klien

- Mendorong klien agar mengepresikan perasaannya

- Memberikan suport mental

- Memberika informasi tentang perkembangan keadaan klien

sekarang

- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.

- Merawat infus

- Merawat kateter


(42)

Evaluasi

Nama Klien : Tn. L

Ruang : Observasi Intensif

DIAGNOSE PERKEMBANGAN

Resiko gangguan

ferfusi jaringan otak. berhubungan dengan Suplai aliran darak otak menurun/defisit.

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S.:

-O.: Tekanan Darah 130/90 mmHg.Nadi 98x/menit, RR.; 16x/menit, Suhu, 36.7 C. GCS.: 4 – x - 6.obat-obatan sudah diberikan,

A.: Tanda-tanda gangguan ferfusi jaringan otak tidak terjadi., tapi tetap harus diwaspadai.

P. : Intervensi dilanjutkan. Kerusakan mobilitas

fisik berhubungan

dengan kelemahan.

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S.:

-O.: Klien masih dalam keadaan tirah baring, segala kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari masih dibantu. A.: gangguan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari masih

harus dibantu. P : Intervensi dilanjutkan. Resiko terjadi ketidak

efektifan bersihan jalan nafas

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S :

-O : sekret (-), stridor (-) sumbatan jalan nafas (-) A : Masalah tidak terjadi

P : intervensi terus dilaksanakan. Gangguan pertukaran

gas

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S : sesak (-)

O : Klien nafas spontan dengan trakheostomi + O2 Masker

6 lt/mnt, cyanosis (-), SpO2 : 100 %, BGA PH : 7,383, pCO2 :31,8, pO2 : 195,4 mmHg, HCO3 : 18,5, BE : -6,6

RR : 16X

A : Masalah teratasi

P : Lakukan perawatan di Ruang Syaraf A.

Resiko gangguan

perfusi

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S : -

O : T : 130/90 mm Hg, N : 98 X/mnt, Acral hangat, keringat dingin (-), kapilari refill 2 dt, Hb 13,7 , EKG : PVC pada semua lead, S1S2 reguler, S3 (-), Foto Thorak LVH (+)

A : Masalah tidak terjadi

P : Lanjutkan perawatan di Ruang Syaraf A.

Ggn pola nafas Kamis 28 – 11 – 2002 10.00

S :

-O : Vetilator sudah diwining, gelisah (-), tanda barotrauma (-)


(43)

A :Masalah tidak terjadi P :

-Resiko terjadi taruma Kamis 28 – 11 – 2002 10.00

S :

-O : tanda-tanda trauma fisik tidak ada A : Masalah tidak terjadi

P :

-Resiko terjadi infeksi Kamis 28 – 11 – 2002 10.00

S :

-O : Tanda radang (-), infus dan kateter terawat, S : 36,7 o C

A : Masalah tidak terjadi


(1)

tepat, obstruksi ETT TT sepanjang waktu

- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff. - Masukkan penahan gigi

- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik - Monitor suara nafas dan pergerakan dada

jika sewaktu-waktu ada gangguan fungsi ventilator

- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

- Mencegah tergigitnya selang ETT - Mencegah selang ETT tercabut - Evaluasi keefektifan pola nafas Resiko terjadi trauma

berhubungan dengan kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas

Setelah dirawat selama 2 hari klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, tidak terjadi barotaruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius

- Lakukan fiksasi

- Rubah posisi setiap 2 jam

- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator - Evaluasi warna dan bau sputum

- Lakukan oral hygiene setiap hari

- Untuk mencegah trauma

- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.

- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah

- Untuk deteksi dini

- Untuk mencegah fighting Resiko terjadi infeksi

berhubungan dengan penurunan daya tahan dan adanya insersi alat-alat perawatan

setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder

-- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Lakukan perawatan infus @ 24 jam - Lakukan perawatan kateter @ 24 jam - Cek suhu tubuh @ 8 jam

- Observasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.

- Mandikan klien 2 X sehari dan - Lakukan oral hygiene @ 24 jam

- Mencegah infeksi skunder pd saluran nafas

- Mencegah infeksi /plebitis pada insersi infus

- Mencegah infeksi pada traktus urinarius - Sebagai salah satu indikator terjadi infeksi - Tanda berupa panas, bengkak, kemerahan,

nyeri serta gangguan fungsi.

- Memperbaiki kebersihan kulit dan mulut sebagai upaya mencegah kolonisasi kuman pada kulit/mulut.


(2)

Tindakan Keperawatan

Nama Klien :.Tn.L.

Ruangan : Observasi Intensif

Hari, Tanggal Tindakan Keperawatan

Senin,

25 – 11 - 2002 -- Mengkaji keadaan klienMengobservasi vital sign : Tekanan darah : 162/93 mmHg. Nadi : 84 x/menit, Suhu 36,80C, GCS.1 – 1 – 5

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Servo 300 PS 18 X/mnt, PEEP 7, FiO2 :100 %,.

- Mengecek suhu humidifier - Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA . - Melakukan auskultasi bunyi nafas - Melakukan fisiotherapi nafas - Melakukan suction

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff - Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada - Memonnitor tanda-tanda vital

- Memasang NGT Pemberian obat Injeksi - Lasix 1 amp.iv - Nicholin 1 amp.iv - Ranitidin 1 amp.iv Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg. - ASA 100 mg.

Selasa 26 – 11 - 2002

- Mengobservasi vital sign, Tekanan darah : 157/79 mmHg, Nadi : 109/menit, Suhu : 36.30C, GCS 1 – 1 - 5.

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Servo 300 PS 18 X/mnt, PEEP 7, FiO2 :100 %,.

- Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis - Melakukan auskultasi bunyi nafas - Melakukan fisiotherapi nafas - Melakukan suction

- Mengecek suhu humidifier

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff - Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

- Observasi tanda vital Tekanan darah : 161/80 mmHg. Nadi : 91X/menit, Suhu, 36.5C, GCS. 1 - 1 - 5


(3)

Pemberian obat Injeksi : - Lasix 1 amp.iv

Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. Rabu

27 – 11 -2002

- Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah : 169/95 mmHg. Nadi, 103x/menit, suhu, 37.1 0C. GCS. 1 – X - 5.

- Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memonitor seting Ventilator Acoma 1000 SIMP 16 X/mnt, PEEP 10, FiO2 :80 %,.

- Mengecek suhu humidifier - Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA . - Melakukan auskultasi bunyi nafas - Melakukan fisiotherapi nafas - Melakukan suction

- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff - Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada

- Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah. 183/98 mmHg. Nadi 95x/menit, Suhu. 36.70C.

Pemberian obat Injeksi - Lasix 1 amp.iv - Nicholin 1 amp.iv - Ranitidin 1 amp.iv Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg. - ASA 100 mg.

Kamis

28 – 11 -2002 - mmHg. Nadi, 98x/menit, suhu, 37.1 Melakukan observasi vital sign. Tekanan Darah : 130/900C. GCS. 4 – X - 5.

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA . - Melakukan auskultasi bunyi nafas - Melakukan fisiotherapi nafas - Melakukan suction

- Mempertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT - Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada Pemberian obat Injeksi

- Lasix 1 amp.iv - Nicholin 1 amp.iv - Ranitidin 1 amp.iv Pemberian obat personde : - Copaten 12,5 mg. - ISDN 5 mg.

- Spironolacton 25 mg. - ASA 100 mg.

- Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan yang ada di tubuh pasien.


(4)

- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur. - Memperhatikan keluhan klien

- Mendorong klien agar mengepresikan perasaannya - Memberikan suport mental

- Memberika informasi tentang perkembangan keadaan klien sekarang

- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.

- Merawat infus - Merawat kateter


(5)

Evaluasi

Nama Klien : Tn. L

Ruang : Observasi Intensif

DIAGNOSE PERKEMBANGAN

Resiko gangguan ferfusi jaringan otak. berhubungan dengan Suplai aliran darak otak menurun/defisit.

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S.:

-O.: Tekanan Darah 130/90 mmHg.Nadi 98x/menit, RR.; 16x/menit, Suhu, 36.7 C. GCS.: 4 – x - 6.obat-obatan sudah diberikan,

A.: Tanda-tanda gangguan ferfusi jaringan otak tidak terjadi., tapi tetap harus diwaspadai.

P. : Intervensi dilanjutkan. Kerusakan mobilitas

fisik berhubungan dengan kelemahan.

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S.:

-O.: Klien masih dalam keadaan tirah baring, segala kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari masih dibantu. A.: gangguan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari masih

harus dibantu. P : Intervensi dilanjutkan. Resiko terjadi ketidak

efektifan bersihan jalan nafas

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S :

-O : sekret (-), stridor (-) sumbatan jalan nafas (-) A : Masalah tidak terjadi

P : intervensi terus dilaksanakan. Gangguan pertukaran

gas

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S : sesak (-)

O : Klien nafas spontan dengan trakheostomi + O2 Masker

6 lt/mnt, cyanosis (-), SpO2 : 100 %, BGA PH : 7,383, pCO2 :31,8, pO2 : 195,4 mmHg, HCO3 : 18,5, BE : -6,6

RR : 16X

A : Masalah teratasi

P : Lakukan perawatan di Ruang Syaraf A. Resiko gangguan

perfusi

Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S : -

O : T : 130/90 mm Hg, N : 98 X/mnt, Acral hangat, keringat dingin (-), kapilari refill 2 dt, Hb 13,7 , EKG : PVC pada semua lead, S1S2 reguler, S3 (-), Foto Thorak LVH (+)

A : Masalah tidak terjadi

P : Lanjutkan perawatan di Ruang Syaraf A. Ggn pola nafas Kamis 28 – 11 – 2002 10.00

S :

-O : Vetilator sudah diwining, gelisah (-), tanda barotrauma (-)


(6)

A :Masalah tidak terjadi P :

-Resiko terjadi taruma Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S :

-O : tanda-tanda trauma fisik tidak ada A : Masalah tidak terjadi

P :

-Resiko terjadi infeksi Kamis 28 – 11 – 2002 10.00 S :

-O : Tanda radang (-), infus dan kateter terawat, S : 36,7 o C

A : Masalah tidak terjadi