KITA TAK PERLU BERLEBIHAN TERHADAP ISLAM LIBERAL

KITA TAK PERLU BERLEBIHAN TERHADAP ISLAM LIBERAL
Kalangan anak muda Islam sekarang ini sedang gandrung dengan apa yang
disebut Islam liberal, kampanye Islam liberal ini sangat gencar, seolah-olah
menjadi alternative Islam terbaik di masa depan. Bahkan ada yang menjadikannya
sebagai peluru amunisi untuk menembaki kelompok gerakan Islam lain (radikal)
yang berbeda dengan mereka. Sebenarnya Islam sebagai agama yang memiliki
missi profetik, sesusungguhnya juga melakukan proses liberasi, humanisasi dan
transendensi kehidupan manusia, lantas mengapa masih diperlukan embel-embel
liberal untuk Islam, benarkah gerakan Islam liberal itu sekadar wacana atau sudah
menyentuh dimensi aksi? Untuk menjawabnya berikut kita ikuti wawancara Ton
Martono dari SM dengan Prof.DR.H. Azyumardi Azra, Guru besar dan Rektor
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sejarah munculnya Islam liberal di tanah air menurut anda bagaimana?
Sebenarnya kalau dari segi substantive, gagasan-gagasan apa yang disebut sebagai
Islam liberal itu sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak lama, Cuma sebagai
sebuah terminologi saya kira baru belakangan ini muncul dan sangat gencar di
kampanyekan di tanah air, teruma oleh kalangan intelektual muda yang berbasis
di kampus perguruan tinggi.
Siapa-siapa tokoh awal dan para pelanjutnya ?
Dari siapa yang sering mengakampanyekan Islam liberal, seharusnya kita semua
sudah tahu, yakni orang-orang atau siapa saja yang memiliki kapasitas intelektual

baik yang ada di lingkungan kampus perguruan tinggi yang ada di dalam
maupun dari luar negeri, serta kalangan inteketual muslim yang ada diu
masyarakat.
Apa saja agenda yang paling inti dari gerakan Islam liberal itu?
Yang saya pahami mereka itu ingin menampilkan Islam yang cocok dengan
demokrasi, hak asasi manusia, dengan pluralitas, toleransi dan sebagainya.
Kalau Islam liberal di Indonesia sudah muncul sejak Waliyullah, mengapa kini
anak muda sekarang mulai getol mengkampanyekannya?
Memang sekarang ini sedang gencar-gencarnya orang berbicara tentang Islam
liberal, tetapi bukan hanya kalangan anak muda saja aktif mengkampanyekannya,
dan kalangan muda hanya sebahagian misalnya Ulil Absar cs, itu saya kira hal
yang wajar saja, karena kita ini dari dulu juga melihat kalangan Islam di Indonesia
itu terdapat berbagai macam kecenderungan pemahaman, kecenderungan
intelektual, wawasannya dan lain sebagainya. Jadi sebagai sebuah kecenderungan
intelektual saya kira itu hal yang alamiah saja, jadi saya kira kita tidak perlu rekasi

yang berlebihan terhadap Islam Liberal itu. Kalau sebuah wacana itu sebagai
sesuatu yang bisa menambah semarak kegiatan Islam di Indonesia. Terlepas ada
yang setuju atau tidak itu masalah lain, tetapi saya melihat dari sebagai hal yang
wajar saja.

Kenapa sering di konfrontasikan dengan Islam radikal?
Karena hal ini menampilkan dua spektrum yang berbeda, Islam radikal
sebenarnya juga merupakan satu corak yang lain dari salah satu pemahaman
Islam, dan gerakan Islam Liberal juga memiliki ciri dan corak yang lain. Jadi oleh
karena itu sering diperhadapkan orang .
Bisakah Islam Liberal itu menolong umat manusia dari kungkungan
penderitaannya?
Saya kira tidak sesederhana itu, dan tidak bisa sesimplisistis itu, karena kita
melihat perkembangan dan dinamika Islam itu ada berbagai level, ada yang
bergerak pada level wacana, ada level discourse dan ada yang bergerak pada halhala yang lebih praksis yakni ada gerakan pemberdayaan dan pengabdian pada
masyarakat.
Bisakah Islam liberal membebaskan umat dari kemiskinan, kebodohan, dan
ketertindasan?
Dari berbagai aksi yang kita dan mereka lakukan bisa melakukan pemberdayaan
ummatnya, bahkan gerakan mereka sudah mengarah kepada membebaskan
ummatnya dari keterbelakangan, baik di bidang sosial maupun bidang pendidikan.
Dari satu segi kita bisa bagi-bagi tugas untuk melakukan aksi sesuai dengan
profesinya masing-masing.
Apakah Islam liberal sudah menyentuh dimensi aksi, atau hanya berputar-putar di
wilayah wacana?

Ada dua gerakan yang bergerak secara bersama, baik berupa wacana yakni
mengkampanyekan Islam liberal melalui berbagai media dan lembaga yang ada
masyarakat. Tetapi juga ada yang bergerak di bidang dan level yang kongkrit, tapi
saya kira semua bentuk dan level yang bergerak baik di bidang wacana maupun di
bidang aksi kita dukung agar berjalan bersama-sama. Jadi kita tidak hanya
bergerak pada level intelektual tetapi juga bergerak pada level praktis dan
sebaliknya, jadi satu sama lain itu saling memperkaya.
Jadi kelompok ataupun organisasi itu kan punya kecenderungan masing-masing,
jadi kita tidak bisa mengharapkan hanya bergerak pada level intelektual saja atau
hanya dalam praksis saja. Dan kalau mereka hanya bergerak pada satu bidang saja
jangan sampai disalahkan, sebab ada orang yang senang bergerak pada masalahmasalah yang kongkrit dan bukan dari kalangan intelektual.

Apa harapan Anda tentang Islam Liberal di Indonesia?
Sebagai sebuah wacana saya kira itu merupakan hal yang baik-baik saja dan sahsah saja tetapi saya lihat ada kecenderungan di kalangan Islam Liberal untuk
menggunakan terminologi-terminologi yang kadang-kadang kurang pas, sehingga
sering menimbulkan respon dan reaksi yang kontraproduktif diantara mereka
sendiri, salah satunya termasuk Islam Liberal itu sendiri, karena pengertian liberal
itu dan bahkan dalam bahasa Inggris sekalipun ada mengandung konotasikonotasi yang kurang baik. Jadi liberal itu seolah-olah merupakan suatu
kebebasan dan tidak ada hambatan, tidak peduli pada norma dan seterusnya. Halhal seperti itu kemudian bisa menimbulkan reaksi yang kurang produktif
khususnya di negara kita Indonesia. Jadi oleh karena itu masalah istilah liberal itu

harus kita pertimbangkan lagi, agar aktivitas kita tidak selalu di musuhi, untuk itu
masih perlukah gerakan Islam ini dikasih embel-embel dengan liberal?
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 08 2002