J.D.I.H. - Dewan Perwakilan Rakyat

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1 9 9 1
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa unt uk meningkat kan upaya pembaharuan hukum nasional
dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka
dianggap perlu unt uk lebih memant apkan kedudukan dan peranan
Kej aksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerint ahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penunt ut an dalam t at a
susunan kekuasaan badanbadan penegak hukum dan keadilan;
b. bahwa
Undang-undang
Nomor
15

Tahun
1961
t ent ang
ket ent uan-ket ent uan Pokok Kej aksaan Republik Indonesia dan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 t ent ang Pembent ukan
Kej aksaan Tinggi, sudah t idak sesuai lagi dengan pert umbuhan dan
perkembangan hukum sert a ket at anegaraan Republik Indonesia, dan
oleh karena it u perlu dicabut ;
c. bahwa oleh karena it u perlu dibent uk undang-undang yang baru
sebagai penggant i kedua undang-undang sebagaimana dimaksud
pada huruf b;
Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);


2

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 2 -

Dengan perset uj uan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN

Menet apkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pert ama
Pengert ian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pej abat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini

unt uk bert indak sebagai penunt ut umum sert a melaksanakan
put usan pengadilan yang t elah memperoleh kekuat an hukum t et ap.
2. Penunt ut umum adalah j aksa yang diberi wewenang oleh
Undang-undang ini unt uk melakukan penunt ut an dan melaksanakan
penet apan hakim.
3. Penunt ut an adalah t indakan penunt ut umum unt uk melimpahkan
perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diat ur dalam Hukum Acara Pidana dengan
permint aan supaya diperiksa dan diput us oleh Hakim di sidang
pengadilan.
4. Jabat an f ungsional j aksa adalah j abat an yang bersif at keahlian
t eknis dalam organisasi kej aksaan yang karena f ungsinya

3

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 3 -


memungkinkan kelancaran pelaksanaan t ugas kej aksaan.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2
(1)

Kej aksaan Republik Indonesia, selanj ut nya dalam Undang-undang
ini disebut kej aksaan, adalah lembaga pemerint ahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penunt ut an.

(2)

Kej aksaan adalah sat u
melakukan penunt ut an.

dan

t idak

t erpisah-pisahkan


dalam

Pasal 3
Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
diselenggarakan oleh Kej aksanaan Agung, Kej aksaan Tinggi, dan
Kej aksaan Negeri.

Bagian Ket iga
Tempat Kedudukan
Pasal 4
(1)

Kej aksaan Agung berkedudukan di Ibukot a Negara Republik
Indonesia dan daerah hukumnya meliput i wilayah kekuasaan
Negara Republik Indonesia.

(2)

Kej aksaan Tinggi berkedudukan di Ibukot a propinsi dan daerah

hukumnya meliput i wilayah propinsi.

(3)

Kej aksaan Negeri berkedudukan di ibukot a kabupat en at au di

4

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 4 -

kot amadya at au di kot a administ rat if dan daerah hukumnya
meliput i wilayah kabupat en at au kot amadya dan at au kot a
administ rat if .
BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN
Bagian Pert ama
Umum

Pasal 5
Susunan kej aksaan t erdit i dari Kej aksaan Agung, Kej aksaan Tinggi, dan
Kej aksaan Negeri.

Pasal 6
(1)

Susunan organisasi dan t at a kerj a kej aksaan dit et apkan dengan
Keput usan Presiden.

(2)

Kej aksaan Tinggi dan
Keput usan Presiden.

Kej aksaan

Negeri

dibent uk


dengan

Pasal 7
(1)

Dalam daerah hukum Kej aksaan Negeri dapat dibent uk Cabang
Kej aksaan Negeri.

(2)

Cabang Kej aksaan Negeri dibent uk dengan Keput usan Jaksa
Agung set elah mendapat perset uj uan dari Ment eri yang
bert anggung j awab di bidang pendayagunaan aparat ur negera.

5

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA


- 5 -

Bagian Kedua
Jaksa
Pasal 8
(1)

Jaksa adalah pej abat f ungsional yang diangkat dan diberhent ikan
oleh Jaksa Agung.

(2)

Dalam melakukan penunt ut an j aksa bert indak unt uk dan at as
nama negara sert a bert anggung j awab menurut saluran hierarki.

(3)

Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ket uhan Yang Maha
Esa, j aksa melakukan penunt ut an dengan keyakinan berdasarkan
alat bukt i yang sah.


(4)

Dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya, j aksa senant iasa
bert indak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma
keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan sert a waj ib menggali
nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam
masyarakat .
Pasal 9

Syarat -syarat unt uk dapat diangkat menj adi j aksa adalah:
a. warganegara Indonesia;
b. bert aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. set ia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. bukan bekas anggot a organisasi t erlarang Part ai Komunis Indonesia,
t ermasuk organisasi massanya at au bukan seseorang yang t erlibat
langsung at au t idak langsung dalam "Gerakan
Kont ra Revolusi G.
30. S/ PKI" at au organisasi t eriarang lainnya;


6

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 6 -

e. pegawai negeri;
f . sarj ana hukum;
g. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) t ahun;
h. berwibawa, j uj ur, adil, dan berkelakuan t idak t ercela;
i. lulus pendidikan dan lat ihan pembent ukan j aksa.
Pasal 10
(1)

Sebelum memangku j abat annya, j aksa waj ib mengucapkan
sumpah at au j anj i menurut agama at au kepercayaannya, yang
berbunyi: "Sayabersumpah/ berj anj i dengan sungguh-sungguh
bahwa saya, unt uk memperoleh j abat an saya ini, langsung at au
t idak langsung dengan menggunakan nama at au cara apapun
j uga, t idak memberikan at au menj anj ikan barang sesuat u kepada
siapapun j uga". "Saya bersumpah/ berj anj i bahwa saya, unt uk
melakukan at au t idak melakukan sesuat u dalam j abat an ini,
t idak sekali-kali akan menerima langsung at au t idak langsung dari
siapapun
j uga
suat u
j anj i
at au
pemberian"
"Saya
bersumpah/ berj anj i bahwa saya, akan set ia kepada dan akan
mempert ahankan sert a mengamalkan Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala
undang-undang sert a perat uran lain yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia". "Saya bersumpah/ berj anj i bahwa saya,
senant iasa akan menj alankan j abat an saya ini dengan j uj ur,
seksama, dan dengan t idak membedabedakan orang dan akan
berlaku dalam melaksanakan kewaj iban saya sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya sepert i layaknya bagi seorang j aksa yang berbudi
baik dan j uj ur dalam menegakkan hukum dan keadilan".

(2)

Jaksa mengucapkan sumpah at au j anj inya dihadapan Jaksa
Agung.

7

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 7 -

Pasal 11
(1)

Kecuali dit ent ukan lain oleh at au berdasarkan undang-undang,
j aksa t idak boleh merangkap :
a. menj adi pengusaha; at au
b. menj adi penasihat hukum; at au
c. melakukan pekerj aan lain yang dapat mempengaruhi mart abat
j abat annya.

(2)

Jabat an/ pekerj aan yang t idak boleh dirangkap oleh j aksa selain
j abat an/ pekerj aan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diat ur
lebih lanj ut dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 12

Jaksa diberhent ikan dengan hormat dari j abat annya karena :
a. permint aan sendiri; at au
b. sakit j asmani at au rohani t erus-menerus; at au
c. t elah berumur 58 (lima puluh delapan) t ahun dan 60 (enam puluh)
t ahun bagi Kepala Kej aksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kej aksaan
Tinggi alau j abat an yang dipersamakan dengan Kepala Kej aksaan
Tinggi dan Wakil Kepala Kej aksaan Tinggi; at au
d. t ernyat a t idak cakap menj alankan t ugas; at au
e. meninggal dunia.
Pasal 13
(1)

Jaksa diberhent ikan t idak dengan hormat dari j abat annya dengan
alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan t indak pidana kej ahat an;

8

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 8 -

at au
b. t erus menerus melalaikan kewaj iban dalam menj alankan
t ugas/ pekerj aannya; at au
c. melanggar larangan yang dimaksud dalam Pasal 11; at au
d. melanggar sumpah at au j anj i j abat an; at au
e. melakukan perbuat an t ercela.
(2)

(3)

Pengusulan pemberhent ian t idak dengan hormat dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, d, dan e,
dilakukan set elah j aksa yang bersangkut an diberi kesempat an
secukupnya unt uk membela diri dihadapan Maj elis Kehormat an
Jaksa.
Pembent ukan, susunan, dan t at a kerj a Maj elis Kehormat an Jaksa
sert a t at acara pembelaan diri dit et apkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 14

(1)

Jaksa yang diberhent ikan dari j abat an f ungsional j aksa, t idak
dengan sendirinya diberhent ikan sebagai pegawai negeri.

(2)

Sebelum diberhent ikan t idak dengan hormat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), j aksa yang bersangkut an dapat
diberhent ikan sement ara dari j abat annya oleh Jaksa Agung.

(3)

Set elah seorang j aksa diberhent ikan sement ara dari j abat an
f ungsionalnya berlaku pula ket ent uan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) t ent ang kesempat an unt uk membela
dari.
Pasal 15

(1)

Apabila t erhadap seorang j aksa ada perint ah penangkapan yang
diikut i dengan penahanan, dengan sendirinya j aksa t ersebut

9

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 9 -

diberhent ikan sement ara dari j abat annya oleh Jaksa Agung.
(2)

Pemberhent ian sement ara dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
dalam hal j aksa dit unt ut di muka pengadilan dalam perkara
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t anpa dit ahan.
Pasal 16

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai t at a cara pemberhent ian dengan
hormat , pemberhent ian t idak dengan hormat , dan pemberhent ian
sement ara, sert a hak-hak j abat an f ungsional j aksa yang t erkena
pemberhent ian diat ur dengan Perat uran Pemerint ah.
Pasal 17
Tunj angan j abat an f ungsional j aksa diat ur dengan Keput usan Presiden.
Bagian Ket iga
Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa
Agung Muda
Pasal 18
(1)

JaksaAgungadalahpimpinan dan penanggungj awab t ert inggi
kej aksaan yang mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang
kej aksaan.

(2)

Jaksa Agung dibant u oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan
beberapa orang Jaksa Agung Muda.

(3)

Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan kesat uan unsur
pimpinan.

(4)

Jaksa Agung Muda adalah unsur pembant u pimpinan.

10

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 10 -

Pasal 19
Jaksa Agung diangkat dan diberhent ikan oleh sert a bert anggung j awab
kepada Presiden.
Pasal 20
(1)
(2)
(3)

Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhent ikan oleh Presiden at as
usul Jaksa Agung.
Wakil Jaksa Agung bert anggung j awab kepada Jaksa Agung.
Yang dapat diangkat menj adi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa
Agung Muda.
Pasal 21

(1)

Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhent ikan oleh Presiden at as
usul Jaksa Agung.

(2)

Yang dapat diangkat menj adi Jaksa Agung Muda adalah Jaksa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, yang berpengalaman
sebagai Kepala Kej aksaan Tinggi at au j abat an yang dipersamakan
dengan j abat an Kepala Kej aksaan Tinggi.

(3)

Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kej aksaan
dengan syarat mempunyai keahlian t ert ent u.

(4)

Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhent ikan dengan
hormat dari j abat annya karena :
a. permint aan sendiri; at au
b. sakit j asmani at au rohani t erus menerus; at au
c. t elah berumur 60 (enam puluh) t ahun; at au

11

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 11 -

d. t ernyat a t idak cakap menj alankan t ugas; at au
c. meninggal dunia.
Pasal 22
(1)

Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai
melakukan perbuat an yang dapat menyebabkan pemberhent ian
t idak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1), Presiden at as usul Jaksa Agung dapat memberhent ikan unt uk
sement ara
dari
j abat annya
sebelum
diambil
t indakan
pemberhent ian t ersebut .

(2)

Ket ent uan t ent ang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2), berlaku pula t erhadap Wakil Jaksa Agung dan
Jaksa Agung Muda.

Bagian Keempat
Kepala Kej aksaan Tinggi, Wakil Kepala Kej aksaan
Tinggi,
Kepala Kej aksaan Negeri, dan Kepala Cabang
Kej aksaan Negeri
Pasal 23
(1)

Kepala Kej aksaan Tinggi adalah pimpinan Kej aksaan Tinggi yang
mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di
daerah hukumnya sert a melaksanakan kebij akan yang dit et apkan
oleh Jaksa Agung.

(2)

Kepala Kej aksaan Tinggi dibant u oleh seorang Wakil Kepala
Kej aksaan Tinggi sebagai kesat uan unsur pimpinan dan beberapa
orang unsur pembant u pimpinan.

12

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 12 -

Pasal 24
(1)

Kepala Kej aksaan Negeri adalah pimpinan Kej aksaan Negeri yang
mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di
daerah hukumnya.

(2)

Kepala Kej aksaan Negeri dibant u oleh beberapa orang unsur
pembant u pimpinan dan unsur pelaksana.

(3)

Kepala Cabang Kej aksaan Negeri adalah pimpinan Cabang
Kej aksaan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang
mengendalikan pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan di
sebagian
daerah
hukum
Kej aksaan
Negeri
yang
membawahkannya.

(4)

Kepala Cabang Kej aksaan Negeri dibant u oleh beberapa orang
unsur pelaksana.
Pasal 25

Yang dapat diangkat menj adi Kepala Kej aksaan Tinggi, Wakil, Kepala
Kej aksaan Tinggi, Kepala Kej aksaan Negeri, dan Kepala Cabang
Kej aksaan Negeri adalah j aksa yang memenuhi syarat -syarat yang
dit et apkan lebih lanj ut oleh Jaksa Agung.
Bagian Kelima
Tenaga Ahli dan Tenaga Tat a Usaha
Pasal 26
(1)

Pada kej aksaan dapat dit ugaskan pegawai negeri yang t idak
menduduki j abat an f ungsional j aksa yang diangkat dan
diberhent ikan
oleh
Jaksa
Agung
menurut
perat uran
perundang-undangan yang berlaku.

13

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 13 -

(2)

Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
diangkat sebagai t enaga ahli at au t enaga t at a usaha unt uk
mendukung pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Pert ama
Umum
Pasal 27

(1)

Di bidang pidana, kej aksaan mempunyai t ugas dan wewenang
a. melakukan penunt ut an dalam perkara pidana;
b. melaksanakan penet apan hakim dan put usan pengadilan,
c. melakukan pengawasan t erhadap pelaksanaan keput usanlepas
bersyarat ;
d. melengkapi berkas perkara t ert ent u dan unt uk it u dapat
melakukan pemeriksaan t ambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.

(2)

Di bidang perdat a dan t at a usaha negara, kej aksaan dengan
kuasa khusus dapat bert indak di dalam maupun di luar
pengadilan unt uk dan at as nama negara at au pemerint ah.

(3)

Dalam bidang ket ert iban dan ket ent eraman umum, kej aksaan
t urut menyelenggarakan kegiat an:
a. peningkat an kesadaran hukum masyarakat ;
b. pengamanan kebij akan penegakan hukum;
c. pengamanan peredaran barang cet akan;
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

14

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 14 -

masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/ at au penodaan agama;
f . penelit ian dan pengembangan hukum sert a st at ist ik kriminal.
Pasal 28
Kej aksaan dapat memint a kepada hakim unt uk menempat kan seorang
t erdakwa di rumah sakit at au t empat perawat an j iwa at au t empat lain
yang layak karena yang bersangkut an t idak mampu berdiri sendiri at au
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain,
lingkungan at au dirinya sendiri.
Pasal 29
Di samping t ugas dan wewenang t ersebut dalam Undang-undang ini,
kej aksaan dapat diserahi t ugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang.

Pasal 30
Dalam melaksanakan t ugas dan wewenangnya, kej aksaan membina
hubungan kerj asama dengan badan-badan penegak hukum dan
keadilan sert a badan negara at au inst ansi lainnya.
Pasal 31
Kej aksaan dapat memberikan pert imbangan dalam bidang hukum
kepada inst ansi pemerint ah lainnya.

15

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 15 -

Bagian Kedua
Khusus
Pasal 32
Jaksa Agung mempunyai t ugas dan wewenang:
a. menet apkan sert a mengendalikan kebij akan penegakan hukum dan
keadilan dalam ruang lingkup t ugas dan wewenang kej aksaan;
b. mengkoordinasikan penanganan perkara pidana t ert ent u dengan
inst ansi t erkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan
koordinasinya dit et apkan oleh Presiden;
c. menyampingkan perkara demi kepent ingan umum;
d. mengaj ukan kasasi demi kepent ingan hukum kepada Mahkamah
Agung dalam perkara pidana, perdat a, dan t at a usaha negara;
e. mengaj ukan pert imbangan t eknis hukum kepada Mahkamah Agung
dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f . menyampaikan
pert imbangan
kepada
permohonan grasi dalam hal pidana mat i;

Presiden

mengenai

g. mencegah at au melarang orang-orang t ert ent u unt uk masuk ke
dalam at au meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik
Indonesia karena ket erlibat annya dalam perkara pidana.
Pasal 33
(1)

Jaksa Agung memberikan izin kepada seorang t ersangka at au
t erdakwa dalam hal t ert ent u unt uk berobat at au menj alani
perawat an di rumah sakit baik di dalam maupun di luar negeri.

(2)

Izin secara t ert ulis unt uk berobat at au menj alani perawat an di
dalam negeri diberikan oleh Kepala Kej aksaan Negeri set empat
at as nama Jaksa Agung, sedangkan unt uk berobat at au menj alani

16

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 16 -

perawat an di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh
Jaksa Agung.
(3)

Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), hanya
diberikan at as dasar rekomendasi dokt er, dan dalam hal
diperlukannya perawat an di luar negeri rekomendasi t ersebut
dengan j elas menyat akan kebut uhan unt uk it u yang dikait kan
dengan belum mencukupinya f asilit as perawat an t ersebut di
dalam negeri.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua perat uran
pelaksanaan yang t elah ada mengenai kej aksaan dinyat akan t et ap
berlaku selama ket ent uan baru berdasarkan Undang-undang ini belum
dikeluarkan dan sepanj ang perat uran it u t idak bert ent angan dengan
Undang-undang ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1961 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kej aksaan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 254,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2298) dan Undang-undang Nomor
16 Tahun 1961 t ent ang Pembent ukan Kej aksaan Tinggi (Lembaran
Negara Tahun 1961 Nomor 255, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2299) dinyat akan t idak berlaku.

17

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 17 -

Pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan

Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempat annya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakart a
pada t anggal 22 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 22 Juli 1991
MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

18

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 18 -

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1991
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Pembangunan hukum nasional adalah bagian yang t ak t erpisahkan dari
upaya mewuj udkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka pembangunan hukum, upaya pembaharuan hukum dan
pemant apan kedudukan sert a peranan badan-badan penegak hukum
secara t erarah dan t erpadu dibut uhkan unt uk dapat mendukung
pembangunan di
berbagai
bidang sesuai
dengan t unt ut an
pembangunan sert a kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang
dalam masyarakat .
Sehubungan dengan it u berbagai perat uran perundang-undangan
dan perangkat hukum yang dipandang sudah t idak sesuai lagi, baik
dengan kebut uhan pembangunan dan kesadaran hukum sert a dinamika
yang berkembang dalam masyarakat maupun dengan prinsip negara
berdasarkan at as hukum, perlu dit inj au dan diperbaharui.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan
Pokok Kej aksaan dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 t ent ang
Pembent ukan Kej aksaan Tinggi yang mengat ur dan menet apkan
kedudukan, t ugas, dan wewenang kej aksaan dalam kerangka sebagai
alat revolusi dan menempat kan kej aksaan dalam st rukt ur organisasi
depart emen sudah t idak sesuai lagi dengan sist em ket at a-negaraan
yang berlaku.

19

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 19 -

Demikian j uga sej umlah t ugas dan wewenang kej aksaan di bidang
pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam kait an dengan
sist em peradilan pidana t erpadu sebagaiman diat ur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan kenyat aan-kenyat aan t ersebut , maka Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1961 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kej aksaan
Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 t ent ang
Pembent ukan Kej aksaan Tinggi yang semangat dan mat eri muat annya
t idak lagi mencerminkan kenyat aan yang ada dan sudah t idak
memenuhi kebut uhan pembangunan perlu diperbaharui.
Pembaharuan Undang-undang Kej aksaan Republik Indonesia diarahkan
dan dimaksudkan unt uk memant apkan kedudukan dan peranan
kej aksaan agar lebih mampu dan berwibawa dalam melaksanakan
t ugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang berdasarkan
Pancasila, sebagai negara yang sedang membangun.
Oleh karena it u kej aksaan waj ib mengamankan dan mempert ahankan
Pancasila sebagai f alsaf ah hidup bangsa Indonesia t erhadap
usaha-usaha yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara. Dalam melaksanakan t ugas
dan wewenangnya, kej aksaan harus mampu mewuj udkan kepast ian
hukum, ket ert iban hukum, keadilan dan kebernaran berdasarkan
hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan
kesusilaan sert a waj ib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan
keadilan yang hidup dalam masyarakat . Kej aksaan j uga harus mampu
t erlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan ant ara lain
t urut
mencipt akan kondisi
dan prasarana yang mendukung dan
mengamankan
pelaksanaan
pembangunan
unt uk
mewuj udkan
masyarakat
adil
dan makmur
berdasarkan Pancasila sert a
berkewaj iban unt uk t urut menj aga dan menegakkan kewibawaan

20

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 20 -

pemerint ah dan negara sert a melindungi kepent ingan rakyat melalui
penegakan hukum.
Dalam rangka memant apkan kedudukan dan peranan kej aksaan sesuai
dengan sist em pemerint ahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945,
maka Undang-undang ini menegaskan bahwa kedudukan kej aksaan
adalah lembaga pemerint ahan yang melaksanakan kekuasaan negara
t erut ama di bidang penunt ut an di lingkungan peradilan umum.
Kej aksaan sebagai lembaga pemerint ahan t erdiri dari Kej aksaan
Agung, Kej aksaan Tinggi dan Kej aksaan Negeri. Kej aksaan adalah sat u
dan t idak t erpisah-pisahkan yang dalam melaksanakan t ugas dan
wewenangnya bert indak demi keadilan dan kebenaran berdasarkan
Ket uhanan Yang Maha Esa dan senant iasa menj unj ung t inggi prinsip
bahwa set iap orang bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Kej aksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang mengendalikan pelaksanaan
t ugas dan wewenang kej aksaan. Dalam pelaksanaan t ugas dan
wewenangnya, Jaksa Agung dibant u oleh seorang Wakil Jaksa Agung
dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
Guna memungkinkan t erlaksananya t ugas dan wewenang kej aksaan
dengan lebih baik dan unt uk lebih mengembangkan prof esionalisme
j aksa, maka j aksa dit et apkan sebagai pej abat f ungsional. Dengan
adanya j abat an f ungsional memungkinkan j aksa berdasarkan
prest asinya mencapai pangkat puncak.
Disamping memant apkan kedudukan, organisasi, j abat an, t ugas dan
wewenang kej aksaan, Undang-undang ini menet apkan pula :
1. Kewenangan kej aksaan unt uk melengkapi berkas perkara t ert ent u
dan unt uk it u dapat melakukan pemeriksaan t ambahan sebelum
perkara
dilimpahkan
ke
pengadilan,
dengan

21

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 21 -

pembat asan-pembat asan t ert ent u.
Pemeriksana t ambahan dilakukan unt uk memperoleh kepast ian
penyelesaian perkara dalam rangka pelaksanaan asas peradilan
cepat , sederhana, dan dengan biaya ringan sert a menj amin
kepast ian hukum, hak-hak asasi pencari keadilan, baik t ersangka,
t erdakwa, saksi korban, maupun kepent ingan umum.
2. Di bidang perdat a dan t at a usaha negara, kej aksaan dengan kuasa
khusus dapat bert indak unt uk dan at as nama negara at au
pemerint ah di dalam at au di luar pengadilan. Sebagai negara hukum
yang menyelenggarakan kesej aht eraan masyarakat akan banyak
dit emukan ket erlibat an dan kepent ingan hukum dari negara at au
pemerint ah di bidang perdat a dan t at a usaha negara, baik dalam
kedudukan sebagai t ergugat maupun penggugat at au sebagai pihak
yang mempunyai kepent ingan hukum di luar pengadilan yang dapat
diwakilkan kepada kej aksaan.
3. Di bidang ket ert iban dan ket ent eraman umum, kej aksaan t urut
menyelenggarakan kegiat an sepert i upaya meningkat kan kesadaran
hukum masyarakat dan pengamanan kebij akan penegakan hukum.
Upaya peningkat an kesadaran hukum masyarakat dilakukan ant ara
lain dengan penyuluhan dan penerangan hukum. Sedangkan
pengamanan kebij akan penegakan hukum dapat dilakukan dengan
t indakan-t indakan prevent if dan represif melalui dukungan int elij en
yust isial kej aksaan.
4. Kej aksaan dapat diserahi t ugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang.
Undang-undang ini mengat ur pula t ugas dan
menet apkan sert a mengendalikan kebij akan
keadilan dalam ruang lingkup t ugas
menyampingkan perkara demi kepent ingan

wewenang Jaksa Agung
penegakan hukum dan
wewenang kej aksaan,
umum, dan wewenang

22

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 22 -

yang berkait an dengan pemberian pert imbangan t eknis hukum dalam
penyelesaian kasasi, grasi, dan pencegahan at au larangan t erhadap
orang-orang t ert ent u unt uk masuk ke dalam at au meninggalkan
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia karena ket erlibat annya
dalam perkara pidana. Selain it u karena j abat annya, Jaksa Agung
berwenang mengkoordinasikan penanganan perkara pidana t ert ent u
dengan inst ansi t erkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan
koordinasinya dit et apkan oleh Presiden, dengan memperhat ikan asas
hukum yang berlaku.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Kej aksaan adalah sat u-sat unya lembaga pemerint ahan
pelaksana kekuasaan negara yang mempunyai t ugas dan
wewenang di bidang penunt ut an dalam penegakan hukum dan
keadilan di lingkungan peradilan umum.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kej aksaan adalah sat u dan t idak
t erpisah-pisahkan" adalah sat u landasan dalam pelaksanaan
t ugas dan wewenangnya di bidang penunt ut an yang bert uj uan
memelihara kesat uan kebij akan di bidang penunt ut an sehingga
dapat menampilkan ciri khas yang menyat u dalam t at a pikir,

23

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 23 -

t at a laku, dan t at a kerj a kej aksaan.
Oleh karena it u kegiat an penunt ut an di pengadilan oleh
kej aksaan t idak akan berhent i hanya karena j aksa yang semula
bert ugas berhalangan. Dalam hal demikian t ugas penunt ut an
oleh kej aksaan akan t et ap berlangsung sekalipun unt uk it u
dilakukan oleh j aksa lainnya sebagai penggant i.

Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Kej aksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukot a Jakart a berkedudukan
di Jakart a.
Ayat (3)
Cukup j elas.
Pasal 5
Cukup j elas
Pasal 6
Ayat (1)
Susunan organisasi kej aksaan pada dasarnya sama dengan
susunan organisasi pemerint ahan lainnya yang t erdiri dari
unsur pimpinan, pembant u pimpinan, pelaksana operasional,
dan pengawasan, yang membedakannya hanya ciri khusus
dalam t ugas dan wewenang kej aksaan.

24

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 24 -

Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 7
Ayat (1)
Pembent ukan Cabang Kej aksaan Negeri dalam sat u daerah
hukum Kej aksaan Negeri dilakukan apabila dipandang perlu
dalam rangka memberikan pelayanan hukum dan keadilan
yang sebaik-baiknya kepada masyarakat . Hal ini didasarkan
at as pert imbangan perkembangan dan luas wilayah sert a
pert ambahan penduduk.
Ayat (2)
Perset uj uan t ersebut diberikan secara t ert ulis oleh Ment eri
yang bet anggung j awab di bidang aparat ur negara.
Pasal 8
Ayat (1)
Jabat an Jaksa sebagai j abat an f ungsional, t erkait dengan
f ungsi yang secara khusus dij alankan oleh j aksa dalam bidang
penunt ut an sehingga memungkinkan organisasi kej aksaan
menj alankan t ugas pokoknya.
Ayat (2)
Dalam melaksanakan j abat an f ungsional di bidang penunt ut an,
j aksa bert indak sebagai wakil negara dengan t et ap
memperhat ikan kepent ingan masyarakat dan pemerint ah. Oleh
karena it u pelaksanaan penunt ut an harus berdasarkan hukum
dan senant iasa mengindahkan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat dengan memperhat ikan kebij akan pemerint ah
dalam penanganan perkara pidana.

25

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 25 -

Dalam melaksanakan t ugas yang diembannya,
j aksa
bert anggung j awab kepada pej abat kej aksaan yang secara
organisat oris menj adi at asan langsung j aksa t ersebut . Dalam
hubungan ini Kepala Cabang Kej aksaan Negeri bert anggung
j awab kepada Kepala Kej aksaan Negeri, Kepala Kej aksaan
Negeri bert anggung j awab kepada Kepala Kej aksaan Tinggi,
dan Kepala Kej aksaan Tinggi bert anggung j awab kepada Jaksa
Agung.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas

Pasal 9
Penilaian t erhadap pemenuhan syarat -syarat yang dicant umkan
dalam huruf h Pasal ini, diberikan oleh pej abat yang berwenang
menurut
perat uran
perundang-udangan
dalam
bidang
kepegawaian.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Apabila Jaksa Agung berhalangan, pengucapan sumpah at au
j anj i dapat dilakukan di hadapan pej abat lain yang
dit unj uknya.
Pasal 11

26

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 26 -

Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Yang dimaksud dengan penasihat
konsult an hukum.

hukum

t ermasuk

j uga

Huruf c
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 12
Yang dimaksud dengan "j abat annya" dalam Pasal ini ialah j abat an
f ungsional.

Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit j asmani at au rohani t erus
menerus" ialah sakit yang menyebabkan si penderit a t idak
mampu lagi melakukan t ugas kewaj ibannya dengan baik sesuai
dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Bat as usia pensiun j aksa dapat diubah oleh at au berdasarkan
Undang-undang t ent ang Kepegawaian.

27

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 27 -

Huruf d
Yang dimaksud dengan "t idak cakap" ialah misalnya yang
bersangkut an banyak melakukan kesalahan besar dalam
menj alankan t ugasnya.
Huruf c
Cukup j elas.

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dij at uhi pidana penj ara
sekurang-kurangnya 3 (t iga) bulan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "t erus-menerus melalaikan kewaj ibakan
t ugas pekerj aan"ialah apabila dalam j angka wakt u t ert ent u
sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku, yang
bersangkut an t idak menyelesaikan t ugas yang dibebankan
kepadanya t anpa suat u alasan yang sah.
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Yang dimaksud dengan "perbuat an t ercela" ialah sikap,
perbuat an, dan t indakan j aksa yang bersangkut an baik pada

28

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 28 -

saat bert ugas maupun t idak bert ugas merendahkan mart abat
j aksa at au kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 14
Ayat (1)
Dalam hal keput usan pemberhent ian sebagai j aksa dengan
kualif ikasi
dengan
hormat ,
maka
yang
bersangkut an
diberhent ikan st at usnya sebagai j aksa. Pemberhent ian t ersebut
t idak menut up kemungkinan diambilnya t indakan susulan dalam
bent uk pemberhent ian sebagai pegawai negeri.
Dalam hal keput usan pemberhent ian sebagai j aksa dengan
kualif ikasi t idak dengan hormat , maka j aksa yang bersangkut an
diberhent ikan pula sebagai pegawai negeri, sesuai dengan
perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pemberhent ian sement ara" ialah
t indakan memberhent ikan sement ara wakt u sebagai j aksa,
sampai adanya keput usan def init if dari Jaksa Agung berdasarkan
put usan pengadilan yang t elah mempunyai kekuat an hukum t et ap
at au keput usan Maj elis Kehormat an Jaksa at as kesalahan j aksa
yang bersangkut an.
Ayat (3)
Cukup j elas

29

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 29 -

Pasal 15
Ayat (1)
Dengan adanya surat perint ah penangkapan dan penahanan oleh
pihak yang berwenang, maka Jaksa Agung segera menyusuli
dengan surat keput usan pemberhent ian sement ara.

Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
t ent ang Hukum Acara Pidana menet apkan t indak pidana t ert ent u
yang memberi wewenang kepada penyidik, penunt ut umum at au
pengadilan unt uk melakukan t indakan penahanan at as pelaku
t indak pidana t ersebut . Dalam hal seorang Jaksa dit unt ut di
muka pengadilan karena melakukan salah sat u t indak pidana
t ersebut , walaupun yang bersangkut an t idak dit ahan, ia dapat
dikenakan t indakan pemberhent ian sement ara.

Pasal 16
Cukup j elas
Pasal 17
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung
j awab t ert inggi kej aksaan yang mengendalikan pelaksanaan
t ugas dan wewenang kej aksaan, maka Jaksa Agung adalah j uga
pimpinan dan penanggung j awab t ert inggi dalam bidang

30

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 30 -

penunt ut an.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kesat uan unsur pimpinan" ialah wuj ud
ket erpaduan dan kebersamaan ant ara Jaksa Agung dan Wakil
Jaksa Agung dalam melaksanakan kebij akan yang dit et apkan
oleh Jaksa Agung.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 19
Cukup j elas
Pasal 20
Ayat (1)
Adanya j abat an Wakil Jaksa Agung akan sangat membant u
Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administ rasi
sehari-hari dan segi-segi t eknis operasional lainnya. Karena
sif at t ugasnya t ersebut , maka j abat an Wakil Jaksa Agung
merupakan j abat an karier dalam lingkungan kej aksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhat ikan
pembinaan karier di lingkungan kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 21

31

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 31 -

Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "j abat an yang dipersamakan dengan
j abat an Kepala Kej aksaan Tinggi" adalah j abat an Kepala
Direkt orat , Kepala Biro, at au j abat an lainnya yang set ingkat .
Ayat (3)
Pada dasarnya j abat an Jaksa Agung Muda adalah j abat an
karier. Ket ent uan dalam ayat ini memberikan kemungkinan
pengangkat an seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan
kej aksaan. Sif at nya sangat selekt if dan berdasarkan kebut uhan
sert a pej abat t ersebut mempunyai keahlian t ert ent u yang
bermanf aat bagi pelaksanaan t ugas dan wewenang kej aksaan.
Ayat (4)
Lihat penj elasan Pasal 12 huruf b, c, dan d.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

32

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 32 -

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur pembant u pimpinan" dalam
Pasal ini adalah Kepala Seksi at au pej abat yang set ingkat ,
sedangkan unsur pelaksana adalah j aksa sesuai dengan t ugas
dan wewenangnya.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 25
Cukup j elas
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam kedudukan sebagai pegawai negeri, kepadanya
diberlakukan ket ent uan mengenai pangkat , penghasilan, hak
sert a kewaj iban lainnya sebagaimana diat ur dalam perat uran
perundang-undangan mengenai pegawai negeri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "t enaga ahli" ialah ahli-ahli dalam
berbagai disiplin ilmu dan t idak dimaksudkan unt uk
memberikan "ket erangan ahli" dalam suat u persidangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 but ir 28 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana.
Pasal 27

33

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 33 -

Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Dalam melaksanakan put usan pengadilan dan penet apan
hakim, kej aksaan memperhat ikan nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan
Pancasila t anpa menyampingkan ket egasan dalam bersikap
dan bert indak.
Melaksanakan
put usan
pengadilan
t ermasuk
j uga
melaksanakan t ugas dan wewenang mengendalikan
pelaksanaan hukuman mat i dan put usan pengadilan
t erhadap barang rampasan yang t elah dan akan disit a unt uk
selanj ut nya dij ual lelang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keput usan lepas bersyarat " adalah
keput usan yang dikeluarkan oleh Ment eri Kehakiman.
Huruf d
Unt uk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan t ambahan
dilakukan dengan memperhat ikan hal-hal sebagai berikut :
1) t idak dilakukan t erhadap t ersangka;
2) hanya t erhadap perkara-perkara yang sulit pembukt iannya,
dan/ at au dapat meresahkan masyarakat , dan/ at au yang
dapat membayakan keselamat an Negara;
3) harus dapat diselesaikan dalam wakt u 14 (empat belas) hari
set elah dilaksanakan ket ent uan Pasal 110 dan Pasal 138
ayat (2) Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
4) prinsip koordinasi dan kerj a sama dengan penyidik.

34

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 34 -

Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Tugas dan wewenang kej aksaan dalam ayat ini bersif at
prevent if dan/ at au edukat if sesuai dengan perat uran
perundang-undangan yang belaku.
Yang dimaksud dengan "t urut menyelenggarakan" adalah
mencakup kegiat an-kegiat an membant u, t urut sert a, dan
bekerj a sama.
Dalam t urut menyelenggarakan t ersebut , kej aksaan senant iasa
memperhat ikan koordinasi dengan inst ansi t erkait .
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Adalah menj adi kewaj iban bagi set iap badan negara t erut ama
dalam
bidang penegakan hukum
dan keadilan unt uk
melaksanakan dan membina kerj a sama yang dilandasi semangat
ket erbukaan, kebersamaan, dan ket erpaduan dalam suasana
keakraban guna mewuj udkan sist em peradilan pidana t erpadu.
Hubungan kerj a sama ini dilakukan melalui koordinasi horizont al
dan vert ikal secara berkala dan berkesinambungan dengan t et ap
menghormat i f ungsi, t ugas, dan wewenang masing-masing. Kerj a
sama ant ara kej aksaan dengan inst ansi penegak hukum lainnya
dimaksudkan unt uk memperlancar upaya penegakan hukum
sesuai dengan asas cepat , sederhana dan biaya ringan sert a
bebas, j uj ur, dan t idak memihak dalam penyelesaian perkara.

35

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 35 -

Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Huruf a
Cukup j elas

Huruf b
1) Yang dimaksud
perkara-perkara
luas, dan/ at au
dan/ at au dapat

dengan "perkara pidana t ert ent u" adalah
pidana yang dapat meresahkan masyarakat
dapat membahayakan keselamat an negara,
merugikan perekonomian negara;

2) Yang dimaksud dengan "inst ansi t erkait " adalah inst ansi yang
secara f ungsional t erkait dengan penangan perkara pidana
t et ent u, baik badan penegak hukum maupun inst ansi
pemerint ah lainnya, dalam hal ini t idak t ermasuk badan
peradilan;
3) Penet apan oleh Presiden t ent ang pelaksanaan koordinasi sama
sekali t idak mengurangi asas kekuasaan kehakiman yang
merdeka sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
14 Tahun 1970 dan t et ap memperhat ikan asas-asas hukum
yang berlaku demi kepast ian hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepent ingan umum" adalah kepent ingan
bangsa dan negara dan/ at au kepent ingan masyarakat luas.

Menyampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ket ent uan
ini merupakan pelaksanaan asas oport unit as, hanya dapat
dilakukan oleh Jaksa Agung set elah memperhat ikan saran dan

36

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 36 -

pendapat dari badan-badan kekuasan negara yang mempunyai
hubungan dengan masalah t ersebut .

Sesuai dengan sif at dan bobot perkara yang disampingkan
t ersebut , Jaksa Agung dapat melaporkan t erlebih dahulu rencana
penyampingan perkara kepada Presiden, unt uk mendapat kan
pet unj uk.
Huruf d
Pengaj uan kasasi demi kepent ingan hukum ini adalah sesuai
dengan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum Acara Pidana dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 t ent ang Mahkamah Agung.
Huruf e
Cukup j elas
Huruf f
Pert imbangan Jaksa Agung kepada Presiden melalui Mahkamah
Agung sesuai dengan ket ent uan yang diat ur dalam Pasal 8 ayat (
6) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 t ent ang Permohonan
Grasi.
Huruf g
Tugas dan wewenang yang diat ur dalam ayat ini semat a-mat a
dalam perkara pidana. Mengingat pelaksanaan wewenang
t ersebut berkait an dengan inst ansi lainnya sepert i keimigrasian,
maka harus dikoordinasikan dengan inst ansi yang bersangkut an.
Pasal 33
Ayat (1)
Unt uk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
t ersangka at au t erdakwa at au keluarganya mengaj ukan

37

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

- 37 -

permohonan secara t ert ulis kepada Jaksa Agung at au pej abat
yang dit unj uk sesuai dengan keput usan Jaksa Agung. Yang
dimaksud dengan "t ersangka at au t erdakwa" adalah t ersangka
at au t erdakwa yang berada dalam t anggung j awab kej aksaan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 34
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36
Cukup j elas