M01063

EVOLUSI OTAK DAN KEMAMPUAN MENTAL
MANUSIA
Ir. Ferry F. Karwur, M.Sc., Ph.D. dan Yulius Y. Ranimpi,M.Si, Psikolog
Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga
fkarwur@yahoo.com
yyranimpi@yahoo.com

Abstrak
Kapasitas mental yang luar biasa pada manusia hadir
melalui sejarah panjang jutaan tahun terakhir dan
terkanalisasi dalam sejarah ontogeni. Bukti fosil, DNA dan
Protein mengiakan kehadirannya dalam rentang waktu
tersebut. Namun artefak hanya bisa menggapainya tidak
lebih dari 2–4 ratusan tahun lampau, atau kalau
direntang ke kejauhanya sampai pada antara 2–3 juta
tahun kepada teknologi batu bersamaan dengan
munculnya spesies Homo. Lalu bagaimana dengan
mekanisme? Yang kita saksikan dari fosil-fosil ialah
bahwa adaptasi terus-tak putus lebih kuat menjelaskan
ketimbang proses-proses punctuation. Demikian pula

bahwa walaupun sinyal-sinyal gen-gen tunggal mengiakan
kejadian rambang tetapi hal itu nampaknya adalah
pemicu dari munculnya keanekaragaman, dan mengalami
penstrukturan dalam adaptasi jejala molekuler yang
berasosiasi kuat dengan modul-modul neuroanatomis di
daerah korteks. Faktor lingkungan evolusioner, terutama
lingkungan sosial (social brain hypothesis) menyetir dan
mensinungi “informasi”, mendorong muncul, tumbuh,
berkembang, dan mengalami pencermatan kapasitas dan
kualitas mental. Evolusi mental yang berlangsung
interaktif itu mengalami kemajuan dalam skala dan
intensitas yang kuat menuju Homo simbolicus yang terus
menciptakan konvergensi-konvergensi mental aras tinggi
termasuk kecakapan berfikir formal, koordinatif-terpadu,
merencanakan, dan kesadaran diri.

Pengantar
Bagi Darwin, ujian yang paling berat terhadap
teorinya mengenai seleksi alamiah adalah apakah seleksi
alamiah dapat menjelaskan kapasitas mental Homo sapiens

yang membuatnya satu-satunya Homo yang mampu
beradaptasi terhadap lingkungan evolusioner sampai

74

Makalah Utama

sekarang? Tulisan berikut akan berturut-turut mengkaji:
(a) Kapasitas mental manusia, mengapa ia amung dan luar
biasa di antara tetangganya; (b) kapasitas mental manusia
sebagai gejala perkembangan (c) bukti kebudayaan (artifact,
dll) dan fosil-fosil Homo (dhi. skull fosil Homo) sebagai
penyokong penting bagi interpretasi terhadap [kontinuitas
proses] evolusi manusia; (d) struktur internal otak dan
fungsinya yang merupakan landasan kritis bagi studi
evolusi perbandingan guna menemukan keunikankeunikan struktur-fungsi otak sebagai respons adaptif yang
membuatnya manusia; (e) studi pendasaran molekuler bagi
berlangsungnya evolusi ke arah evolusi manusia dengan
kapasitas mentalnya yang luar biasa; (f) perkembanganperkembangan penelitian mengenai bagaimana mental, dan
terutama kecerdasan, merupakan respons terhadap

tuntutan-tuntutan lingkungan fisikal dan sosial. Di akhir
tulisan ini dilakukan sintesis guna menemukan kerangka
kerja penelitian lanjut yang penting untuk memadukan
fakta-fakta fosil, struktur-fungsi otak, mekanismemekanisme molekuler dalam kerangka respons terhadap
tuntutan lingkungan fisik dan sosial yang telah bekerja
dalam proses evolusi menuju manusia dengan kapasitas
mental yang hanya ada pada dirinya.
Kapasitas Mental Manusia
Di bagian dalam dari batok kepala vertebrata (bony
cranium), kita menemukan otak sebagai masa yang sangat
terorganisir yang tersusun atas miliaran sel saraf yang
saling berhubungan (interconnected) serta jaringan-jaringan
pendukungnya. Otak dihasilkan dari pembesaran sistem
saraf pusat yang berfungsi sebagai pusat koordinasi sistem
saraf yang merupakan kelanjutan tak-putus dari sumsum
tulang belakang (spinal cord) ke arah ujung kepala
(anterior). Otak menganalisis dan memadukan informasi
sensorik yang datang dan menghasilkan luaran yang
dikirim ke berbagai otot dan kelenjar.
Kalau otak adalah substrat organik, dengan sel-sel

yang saling berhubungan, mind bukanlah demikian. Ia
adalah luaran dari aktivitas otak dengan kualitas yang
sangat jelas pada manusia. Kata Steven Pinker: “mind is not
the brain but what the brain does”. Jadi, kalau kita
mendengar orang mengatakan ”pakai otak mu!” untuk
mengungkapkan
kekesalannya
menghadapi
lawan
bicaranya yang tidak ”match” dengan harapan dalam
pikiran kita, atau tidak sesuai dengan tuntutan logis
tertentu, maka makna tersirat dalam pemakaian kalimat
”pakai otak mu!” itu bukan berarti bahwa yang
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

75

bersangkutan tidak menggunakan organ otaknya tetapi
lebih
bermakna

atau
merujuk
kepada
persoalan
penggunaan salah satu aspek mental manusia yang
benar/tepat sesuai tuntutan. Ungkapan ”pakai otak mu!”
lebih bermakna ”anda tidak menggunakan pikiran dengan
benar!”. Jadi bukan soal otak tetapi soal pikiran, yang
memang bahwa semua gejala pikiran mengasumsikan
adanya sistem hayati yang disebut otak.
Darwin pernah mengatakan: [‘‘. . . there is no
fundamental difference between man and the higher
mammals in their mental faculties’’ (p. 35)] Darwin C (1871)
Descent of Man (J Murray, London). Pernyataan ini
nampaknya harus dikritik. Manusia adalah organisme
dengan kapasitas mentalnya yang amung dan luar biasa. Ia
memiliki kisaran emosi yang lebar, dan oleh sebab itu
memiliki empati, solidaritas, dan cinta. Empatinya bahkan
melampaui spesies kita sendiri yang sedih jikalau hewan
kesayangannya menuju ajal. Manusia berbahasa, dan oleh

sebab itu memiliki pemahaman bersama atas simbol,
berkesadaran, dan memiliki perspektif masa depan. Ia
bermasyarakat dan menghasilkan kebudayaan. Selain
mampu melakukan penilaian baik, buruk, benar, dan
salah, manusia juga mampu melakukan penilaian atas
dasar indah (beauty) dan jelek (ugly). Hanyalah manusia
yang mampu pergi dan mengatakan kebanggaannya
kepada orang lain (Rose, 2006) (1) dan/atau mengungkapkan perasaan kita dalam bentuk puisi. Adakah
spesies lain dari manusia yang melakukan janji dan
sumpah setia seperti yang dilakukan oleh Presiden ke-44
Amerika Serikat keturunan Afrika, Barack Obama, dalam
pengangkatannya sebagai Presiden?
Kegiatan merasakan, berfikir, belajar, menyadari,
mawas-diri (introspective consciousness), menyelami pikiran
orang lain (Theory of Mind) (2), saling mengungkapkan
maksud dan tujuan, komunikasi simbolik (komunikasi
intersubjektif), dan “mempercayai” adalah kegiatan mental
manusia yang kompleks yang nyata dalam sejarah manusia
dari lahir sampai mati (3). Kegiatan-kegiatan manusia
tersebut berlangsung melalui pemaduan sumberdayasumberdaya mental (4) seperti stimulus indrawi, bahasa

simbolik, ingatan/pengalaman lampau, imajinasi, serta
menghasilkan keadaan mental dengan intensionalitas (5)
tertentu. Terpadunya operasi-operasi mental dengan
intensionalitas tertentu itu memunculkan apa yang disebut
sebagai tindakan sadar (acts of consciousness) (6) [maupun
tindakan reflektif, reflexive mental acts] sebagaimana

76

Makalah Utama

diungkapkan oleh filsuf Jerman, Franz Brentano (1874;
1838-1917).
Mental Manusia sebagai Gejala Perkembangan
Kemampauan mental manusia yang luar biasa
bukanlah sesuatu yang langsung dipraktekkan sejak lahir.
Tahun-tahun pertama hidupnya adalah tahun-tahun yang
tak-berdaya (fisik dan mental, kecuali a.l. merengek-rengek,
menangis, dan tertawa) yang sebenarnya lalu menuntut
belas-kasihan dan oleh sebab itu pengasuhan orang-tua. Ia

belum tahu apa itu benar dan apa itu salah. Ia bahkan
tidak tahu apa keyakinan agamanya. Oleh pengasuhan ia
lolos dari saringan seleksi yang ketat. Potensi genetik yang
tersimpan dalam bangunan genetik dan diwariskan oleh
nenek-moyang, terekspresi seiring dengan perkembangan.
Ia tumbuh, berkembang dan mengalami perubahan
kualitas disepanjang hayat, yang tentunya dipengaruhi oleh
lingkungan “kini dan disini”. Oleh sebab itu, gejala-gejala
tersebut adalah gejala perkembangan wajar dari setiap
pribadi manusia, sebagaimana ia tunduk pada hukum
pertama sistem hayati bahwa “fenotip adalah hasil dari
ekspresi potensi genetik yang berinteraksi dengan
lingkungan (fenotip = genetik x lingkungan)”. Lingkungan
dalam hal ini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan
sosial, termasuk nilai-nilai spiritual.
Dalam perspektif evolusi, komponen genetik dan
komponen lingkungan berubah sejalan dengan waktu, dan
perubahan tersebut merupakan keunikan sejarah evolusi.
Jadi, keadaan kini dari komponen genetik maupun
lingkungan adalah ujung terdepan dari panah waktu

evolusi yang melesat sejak 14.5 miliar tahun lampau.
Lesatan waktu tersebut menciptakan syarat perlu dan
peluang (necessity and chance) yang kemudian membentuk
semua kapasitas hayati, tak terkecuali kapasitas mental
manusia. Dengan demikian keadaan sekarang organisme
hayati dengan kapasitas-kapasitasnya adalah hasil
perjumpaan program genetik dan lingkungan evolusioner
(7).
Sejalan dengan perkembangan hayati, kemampuan
mentalnya
tumbuh,
berkembang,
dan
mengalami
peningkatan kualitas (kognitif, nilai-nilai subjektif, dll).
Studi komparatif perkembangan ontogenik ketrampilan
kognitif anak-anak dan simpansé menunjukkan bahwa
manusia memiliki banyak ketrampilan kognitif yang tidak
dimiliki primata terdekatnya. Hal ini diduga karena
kemunculan ketrampilan-ketrampilan kognitif-sosial yang

khas spesies di awal perkembangan ontogenik [sejarah
organisme dari lahir sampai mati], yang diperlukan dalam
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

77

keterlibatan (participation) dan pertukaran pengetahuan
(exchanging knowledge) dalam kelompok-kelompok budaya
(kecerdasan kultural). Tomasello et al., menunjukkan
bahwa di awal perkembangannya, manusia tidak lebih
mampu dari seekor simpanse berumur 10 tahun. Anak
berumur 2.5 tahun yang belum melek huruf dan belum
sekolah tampaknya memiliki ketrampilan kognitif yang
sebanding dengan simpansě dewasa dalam menghadapi
dunia fisik. Akan tetapi, anak kecil memiliki kemampuan
yang lebih canggih dalam menghadapi realitas sosial. Ia
belajar dengan cepat dalam suatu setting sosial. Hal ini
selaras pula dengan perkembangan ToM (Theory of Mind) (8)
pada manusia yang terjadi sekitar 3–5 tahun (O’Connell
and Dunbar, 2003) (9). Menanjak dewasa, perbedaan

perilaku antara H. sapiens dengan simpanse menjadi
semakin nyata. Ketrampilan kecerdasan sosial yang dimiliki
anak di sekitar 3–5 tahun terus mengalami pencermatan
selama masa anak-anak selaras dengan peranan interaksi
sosial dalam tahapan childhood yang khas manusia
sebagaimana ditunjukkan oleh Bogin (1990) (10).
Jean Piaget (dan rekannya Inhelder) menunjukkan
perkembangan intelektual anak yang bertahap mulai dari
kandaran sensomotoris, kandaran konkrit, dan kandaran
formal, yang terajut dengan pertumbuhan, perkembangan
dan kematangan hayati. Teori perkembangan kognitif
Piaget
telah
menjadi
landasan
penting
dalam
pengembangan teori perkembangan moral (Lowrence
Kohlberg) dan kepercayaan (Faith Development Theory;
James Fowler).
Kandaran formal abstrak manusia yang muncul
untuk memfasilitasi pertumbuhan pengetahuan baru mulai
tampak pada umur 11/12 tahun dan menjadi semakin
jelas (mengalami maturasi) pada umur 16/18 tahun
(Piaget, Parker & McKinney, 1999) (11) yang terjadi pada
saat tercapainya kematangan neuronal dan hormonal
(Piaget and Inhelder, 1969) (12). Dari sini kita dapat
melihat dengan kepastian bahwa perkembangan otak
manusia yang periodenya jauh lebih panjang ketimbang
yang ada pada simpanse merupakan landasan penting bagi
peningkatan kapasitas belajar dan pembentukan ingatan.
Temuan Piaget dan Inhelder (1969) mengalami
pendasarannya di dalam studi perkembangan struktural
otak sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan volume
gray matter pada keseluruhan bangunan otak dan
terutama di daerah korteks frontal yang bertanggung-jawab
dalam aktivitas kognitif [Gogtay et al., 2003 (13); Toga &
Thompson, 2005 (14); Gambar 1].

78

Makalah Utama

Gambar 1. Dinamika pematangan gray matter di permukaan korteks dalam urutan waktu pada anak berumur dalam kisaran 5–20
tahun. Gambar ini dikonstruksi dari scan MRI pada anak-anak
sehat 5–20 tahun (Gogtay et al., 2004). Warna semakin gray
menunjukkan pematangan. Daerah-daerah fungsi dasar mengalami pematangan terlebih dahulu dan diikuti oleh pematangan
di daerah lobus frontal dengan fungsi-fungsi aras tinggi (Sumber: Toga & Thompson, 2005).

Dalam pengaruh roh evolusi, disiplin ilmu Psikologi
mencoba memahami kekompleksitasan perilaku manusia
melalui Psikologi Evolusioner. Dalam mengakaji isu itu,
Psikologi Evolusioner mendasarkan pada asumsi-asumsi
sebagai berikut (Buss, 1995; Caporel, 2001):
a. Seleksi Alamiah
Proses
evolusi
adalah
perubahan-perubahan
struktur organisme sepanjang waktu. Perubahanperubahan
tersebut
dilandasi
oleh
sebuah
mekanisme yang bersifat kausal, yakni seleksi
alamiah. Seleksi alamiah mempunyai tiga unsur,
yaitu (a) Variasi (variation). Hewan dalam satu
spesies yang sama dapat bervariasi dalam berbagai
cara, misalnya dalam hal panjang sayap, struktur
sel, kemampuan berkelahi dan sebagainya, (b)
Warisan (inheritance), hanya sejumlah variasi yang
akan diwariskan secara ajeg dari orang tua kepada
keturunannya. Variasi-variasi lain tidak akan
diwariskan kepada keturunan. Hanya variasi yang
diwariskan saja yang akan berperan dalam proses
evolusi. (c) Seleksi (selection). Organisme yang
mempunyai
sifat-sifat
tertentu
yang
dapat
diwariskan akan memproduksi lebih banyak
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

79

keturunan dibandingkan dengan organisme yang
kurang memiliki sifat-sifat yang dapat diwariskan
oleh
karena
sifat-sifat
tersebut
membantu
memecahkan problem khusus dan dengan demikian
memberi sumbangan kepada reproduksi dalam satu
lingkungan tertentu. Sirkuit syaraf didisain oleh
seleksi alamiah untuk memecahkan problem yang
dihadapi nenek moyang selama sejarah evolusioner
spesies. Satu problem yang harus dipecahkan
berkaitan dengan kelangsungan hidup (survival),
misalnya problem “Makanan apa yang harus
dimakan?”.
Orang
memiliki
banyak
pilihan
makanan: ada padi, buah-buahan, kacang, dan
daging tetapi ada juga daun-daunan, batu, tanaman
beracun, bangkai busuk, dan tahi. Ada ilustrasi
mengenai perilaku lalat dan manusia terhadap tahi.
Perilaku lalat dan manusia akan berbeda saat
menghadapi seonggok tahi bau. Seonggok tahi akan
menjadi
tempat
bagi
lalat
betina
untuk
menempatkan telur. Lalat jantan akan suka terbang
mengitari onggokan tahi oleh karena mereka dapat
memperoleh pasangan di tempat itu. Sebaliknya,
seonggok tahi bau akan menimbulkan rasa jijik
serta dihindari oleh manusia karena tahi itu dapat
merupakan sumber penyakit. Seleksi alamiah dalam
kasus ini dapat digambarkan sebagai prinsip “jika
makan tahi, maka akan mati”. Sejumlah orang yang
memiliki sirkuit syaraf yang membuat tahi terasa
manis akan suka memakan tahi. Akibatnya, mereka
akan terkena penyakit dan kemudian meninggal.
Orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf yang
menyebabkan mereka menghindari makan tahi,
akan lebih sedikit peluangnya untuk sakit dan akan
hidup lebih panjang. Jumlah pemakan tahi akan
tinggal sedikit pada generasi selanjutnya dan lama
kelamaan akan hilang dari populasi. Tidak ada lagi
orang-orang yang memiliki sirkuit syaraf yang
membuat tahi terasa lezat.
Contoh adaptasi lain: dalam hal reproduksi (pria
dan wanita akan cenderung berpreferansi pada
lawan jenisnya yang memiliki karakterisitik subur).
Dengan demikian telah terjadi semacam proses fit
and proper test.
b. Adaptasi
Adaptasi
adalah
satu
karakteristik
yang
berkembang secara reliabel dan dapat diwariskan
serta menjadi ciri spesies tertentu melalui seleksi

80

Makalah Utama

alamiah.
Fungsi
adaptasi
adalah
untuk
memecahkan satu problem. Pengertian adaptasi
dalam psikologi evolusioner ini berbeda dengan
pengertian adaptasi yang umum dipakai oleh
psikologi. Pengertian umum adaptasi biasanya
menunjuk pada pengertian yang menyangkut
kebahagiaan
pribadi,
kesesuaian
sosial,
kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi
yang berubah atau kesejahteraan hidup. Adaptasi
diturunkan oleh orang tua kepada keturunannya.
Agar supaya adaptasi dapat diwariskan kepada
keturunan maka perlu ada gen adaptasi. Meskipun
adaptasi merupakan karakteristik yang diwariskan,
faktor lingkungan turut memainkan peranan
penting
dalam
perkembangannya.
Satu
karakteristik dinilai sebagai hasil adaptasi jika
memenuhi dua criteria: (a) karakteristik tersebut
harus secara ajeg muncul dalam bentuk yang
lengkap padasaat yang tepat dalam kehidupan
organisme,
b)
karakteristik
itu
merupakan
karakteristik yang tipikal dari semua atau
kebanyakan anggota spesies.
c. Mekanisme psikologis sebagai hasil evolusi
Semua perilaku yang kasat-mata akan dilandasi
oleh mekanisme psikologis. Contoh, seorang anak
dan seorang dewasa merespons secara berbeda
stimulus yang sama, maka hal ini disebabkan
karena mereka memiliki mekanisme psikologis yang
berbeda. Contoh lain, jika seorang pria dan wanita
mempunyai respons yang berbeda terhadap
stimulus yang sama, hal itu disebabkan karena pria
dan wanita memiliki mekanisme psikologis yang
berbeda. Mekanisme psikologis sama hal-nya
dengan mekanisme fisiologis merupakan hasil
proses evolusi dengan cara seleksi alami.
Mekanisme psikologis sebagai sekumpulan proses di
dalam diri organisme yang (a) ada dalam bentuk
yang sekarang ini oleh karena mekanisme ini
memecahkan
satu
problem
khusus
dari
keberlangsungan hidup atau reproduksi individu
secara berulang kali sepanjang sejarah evolusioner
manusia, (b) hanya mengambil informasi atau input
tertentu yang dapat bersifat internal atau eksternal,
dapat disarikan secara aktif atau diterima secara
pasif dari lingkungan, dan menetapkan bagi
individu problem adaptif tertentu yang dihadapinya,
dan (c) mengubah informasi menjadi output melalui
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

81

satu prosedur dimana outputnya akan mengatur
aktivitas fisiologis, memberikan informasi pada
mekanisme psikologis lain atau menghasilkan
tindakan, dan memecahkan satu problem adaptif
tertentu. Salah satu tugas utama psikologi
evolusioner
adalah
mengidentifikasikan,
menggambarkan
dan
memahami
mekanisme
psikologis. Fungsi mekanisme psikologis adalah
memecahkan problem adaptif khusus.
Berikut contoh mekanisme psikologis yang
telah berevolusi serta fungsinya:
1. Rasa takut terhadap ular (menghindari
racun)
2. Preferensi
pasangan
wanita
pada
sumber daya ekonomis (menyediakan
biaya untuk kesejahteraan anak-anak)
3. Preferensi pasangan pria pada sifat
kemudaan,
kemenarikan
(memilih
pasangan yang tingkat kesuburannya
tinggi)
4. Prosedur
mendeteksi
penipu/ditipu
(mencegah dieksploitasi dalam kontrak
sosial sosial)
Secara prinsip, tidak ada mekanisme psikologis yang
bersifat domain-general, justru domain-specifik. Dengan
demikian, Psikologi Evolusioner beranggapan bahwa
persoalan adaptif itu beragam dan kompleks dan oleh
karenanya solusi yang sukses dalam satu persoalan belum
tentu sukses pula dalam persoalan yang lain.
Lebih lanjut untuk memahami Psikologi Evolusioner,
adalah sangat penting pula memahami fungsi otak.
Sebagaimana diyakini oleh banyak pakar bahwa dalam
evolusi manusia, bagian yang paling banyak mengalami
perubahan adalah kepala manusia yang disebabkan oleh
perkembangan otak yang sangat dinamis. Mulai dari
kapasitas tengkorak (volume otak) 550cc sampai
1.200/1.400cc. Apakah ada keuntungan yang diperoleh
melalui perubahan
itu? Apa tujuannya?
Adakah
penambahan itu berpengaruh pada penambahan IQ?
Menjawab pertanyaan ini, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Dr. John R. Skoyles. Dalam penelitian itu,
Dr. Skoyles menemukan individu yang memiliki tingkat IQ
normal namun volume otaknya sama dengan yang dimiliki
oleh homo erectus (bertolak belakang dengan asusmsi
sekarang yang menyatakan bahwa volume otak yang kecil
berhubungan erat dengan keterbelakangan mental).
Dengan demikian apa gunanya perubahan kapasitas otak

82

Makalah Utama

jika dengan kapasitas yang awal, manusia dapat saja
memiliki tingkat IQ yang normal? Oleh karena itu ada
dugaan bahwa evolusi volume otak berkaitan dengan
kapasitas perilaku yang cerdas dengan tujuan untuk tetap
survive. Pendekatan neuro-psikologi, pada dasarnya
digunakan untuk kepentingan klinis. Para ahli syaraf
biasanya melakukan uji terhadap kekuatan, efisiensi, dan
reaksi yang sepantasnya dari seorang klien ketika harus
memberi respon terhadap stimulus tertentu. Selain itu,
mereka juga melakukan uji untuk mencari tahu, apakah
ada malfungsi dari otak. Dalam pendekatan ini, perilaku
dipahami sebagai suatu sistem yang terdiri dari fungsi
kognisi, emosi, dan bagaimana perilaku diaktualisasikan.
Fungsi kognitif lebih menyita perhatian dari para neuropsychologist. Trauma yang dialami oleh otak dapat
mengganggu perilaku. Contoh: anemsia, fungsi ekspresif
(apraxia-ekspresi
bertujuan
dan
aphasiamemformalisasikan simbol), proses berpikir (perencanaan,
argumen, problem solving), gangguan emosional (hiperaktif,
obsesif-kompulsif, depresi, apatis, toleransi rendah). Dalam
soal gangguan mental Psikologi Evolusioner memberi
penjelasan bahwa perilaku dan emosi yang terganggu
terkait erat dengan adaptasi evolutif bandingkan dengan
konsep meme [mim: karakter budaya seperti gagasan,
perasaan, ataupun perilaku. Istilah ini dikenalkan oleh
Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene. Contoh
meme: gagasan, ide, teori, penerapan, kebiasaan, lagu,
tarian dan suasana hati. Meme dapat bereplikasi dengan
sendirinya (dalam bentuk peniruan) dan membentuk suatu
budaya, cara seperti ini mirip dengan penyebaran virus
(tetapi dalam hal ini terjadi di ranah budaya). Sebagai unit
terkecil dari evolusi budaya, dalam beberapa sudut
pandang meme serupa dengan gen. Teori meme
menjelaskan bahwa meme berkembang dengan cara seleksi
alam (mirip dengan prinsip evolusi biologi yang dijelaskan
oleh penganut Darwinian) melalui proses variasi, mutasi,
kompetisi, dan warisan budaya yang mana mempengaruhi
kesuksesan reproduksi di setiap individu. Maka dengan
demikian meme, menyebar berupa ide dan bila tidak
berhasil diakan mati, sedangkan yang lain akan bertahan,
menyebar, dan (untuk tujuan yang lebih baik bahkan lebih
buruk) akan bermutasi. Ilmuwan memetika mempunyai
pendapat bahwa meme yang mempunyai ketahanan terbaik
akan menyebar dengan efektif dan mempengaruhi si objek
(suatu individu)].

Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

83

Gangguan mental terjadi karena manusia tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu juga belum
cukupnya waktu yang tersedia bagi manusia untuk
berevolusi. Lalu, muncul pertanyaan susulan, mengapa
gangguan mental tersebut tetap bertahan? Bukankah
seharusnya perilaku yang menyimpang itu harus terhapus
atau juga berkurang seiring dengan perjalanan waktu?
Menurut Psikologi Evolusioner , perilaku yang menyimpang
tetap eksis dikarenakan adanya dugaan terkait dengan gen
tertentu dan perilaku menyimpang
tersebut dianggap
memberi keuntungan (untuk tetap bertahan). Untuk kasus
kecemasan dijelaskan bahwa dengan kecemasan individu
justru diuntungkan karena dengan kecemasan mereka
akan selalu berada dalam posisi siaga (senantiasa waspada)
dalam rangka menghadapi suatu ancaman. Kecemasan
yang adaptif seperti fobia dimaknai sebagai kelirunya
pemaknaan terhadap ancaman. Kecemasan dan takut
dianggap
merupakan
mekanisme
psikologis
yang
diturunkan. Sedangkan untuk kasus depresi unipolar,
Psikologi Evolusioner menjelaskan bahwa hal tersebut
merupakan suatu mekanisme untuk tetap bertahan dengan
cara tidak melakukan apapun dan merupakan respon yang
adaptif bagi individu yang kalah dalam persaingan. Untuk
kasus depresi bipolar/manic depresif memiliki hubungan
yang kuat dengan anggapan bahwa hal tersebut terkait
dengan karakterisitik pemimpin yang karismatik juga
terkait dengan kreativitas (contoh: W. Churchill, A. Lincoln,
Vincent v. Gogh).
Bukti Artefak
Kapan sebenarnya kapasitas mental aras tinggi
pada manusia mulai ditabur dan bersemi dalam sejarah
evolusi? Memahami sejarah evolusi mengenai kapasitas
mental manusia itu dengan menelusuri jejak-jejak
kebudayaan yang ia tinggalkan walaupun mengandung
keterbatasan yang mungkin sulit terpecahkan, karena tidak
atau sedikit membawa bekas, telah diupayakan dengan
keras (Leakey, 2003) (15). Masih ada, walaupun sangat
sedikit, sisa-sisa kebudayaan masyarakat lampau yang
terlacak dalam kebudayaan material hasil kecerdasan
manusia (artifact), bahasa dan seni.
Gambar-gambar simbolik citra dunianya yang
ditemukan di gua-gua atau bebatuan yang tersebar di
banyak tempat di Asia Selatan (misalnya inovasi mikrolitik
di lembah Jurreru; Petraglia et al., 2009) (16), Perancis dan
Eropa lainnya (lebih kurang 30.000 tahun lalu), serta
Australia (40.000–50.000 thn lalu) menunjukkan bahwa

84

Makalah Utama

mereka telah memiliki kapasitas mental aras tinggi yang
mengisyaratkan bekerjanya akal-budi manusia modern,
yakni dunia mental seperti yang kita semua (H. sapiens)
alami dewasa ini. Menengok lebih jauh ke masa 100.000
(75.000–135.000) tahun lampau, periode di mana Afrika
Barat mengalami kekeringan yang luar biasa (Scholz et al.,
2007) (17) dan terjadinya migrasi manusia modern dari
Afrika ke benua Asia melalui koridor episode basah di
Sahara 120.000 (117 000–130 000 tahun lalu melalui –
salah satunya– lembah Nil), masyarakat pantai Afrika dan
Asia barat-daya telah membuat manik-manik dari
cangkang (Gastropoda) laut yang dengan sengaja dipilih
dan dibolongi serta bahkan diwarnai sebagai barang
perhiasan pribadi [Gru¨n et al., 2005 (18); Bouzouggar et
al., 2007 (19)]. Dengan melihat keluasan wilayah sebaran
dan rentang generasi dari kebudayan tersebut, maka
praktek tersebut mestinya telah dilestarikan secara
kultural karena memiliki arti bagi mereka. Dari kebudayan
material tersebut tampak bahwa mereka berinovasi, tahu
berdandan, dan memanfaatkan komunikasi simbolik, dan
oleh sebab itu memiliki kualitas kepintaran yang tidak jauh
dari masyarakat sekarang ini.
Tidak hanya pada Homo sapiens. Artefak yang
menunjukkan kecerdasan dapat pula kita telusuri sejak
kehadiran Homo habilis di Afrika 2.4 juta tahun lampau
dengan budaya Oldowannya, yang mengandalkan aplikasi
teknik pembuatan alat batu secara sederhana. Pada fosil
tertua Sangiran, yakni H. erectus arkaik yang hidup 1.2–1.6
juta tahun lampau, kemampaun membuat teknologi batu
mengalami pencermatan, sebagaimana ditunjukkan oleh
temuan artefak Sangiran flake industry pada 3.8 meter di
bawah lempung hitam Pucangan yang dilaporkan oleh
Harry Widianto pada tahun 2006 (Widianto & Simanjuntak, 2009) (20). Mereka mampu membuat kapak-kapak
genggam yang selain sesuai tuntutan fungsional (misalnya
tajam) juga sudah mengandung unsur anekaragam dan
keindahan (prinsip simetri, lonjong, meruncing pada salah
satu bagian). Pada H. erectus kita juga melihat kemampuan
dalam berburu yang membutuhkan, teknologi, kerjasama
kelompok, dan pemahaman bersama (shared understanding).
Bukti-Bukti Fosil Mengenai Peran Otak
Adalah salah jika kita mengatakan bahwa manusia
berasal dari kera. Yang benar ialah bahwa nenek moyang
manusia modern (Homo sapiens L.) dan kera besar [antara
lain simpansé (Pan troglodytes)], nenek moyangnya sama.
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

85

Tetapi harus diingat bahwa mereka berpisah 5.000.000–
7.000.000 tahun lalu saat kapasitas mental mereka tidak
mengenal sama sekali siapa mereka, dan apa tujuan
mereka berada di dunia ini. Setelah perpisahan itu, kita
menyaksikan melalui fosil-fosil yang ditemukan di Afrika
dan tempat lain di dunia, termasuk di Sangiran (21)
sejumlah organisme dalam rumpun Hominid.
Perjalanan panjang itu (5–7 juta tahun!) melahirkan
sejumlah spesies yang dikelompokkan dalam sejumlah
genus, yakni: Ardipithecus, Australopithecus, Praeanthropus, dan Homo. Yang tertua dari mereka adalah
Sahelanthropus tchadensis (berumur 6–7 juta tahun)
ditemukan di Chad Afrika Tengah (Brunet, 2002) (22) dan
yang termuda adalah Homo sapiens L., yang diduga muncul
dalam 200–400 ribu tahun terakhir. Salah satu fosil tertua
dari H. sapiens adalah yang ditemukan di Ethiopia (Homo
sapiens idaltu) dengan taksiran umur fosil antara 160.000 –
154.000 tahun lalu (White et al., 2003) (23). Dalam genus
Homo, terdapat paling tidak 7 spesies, yakni: H. habilis, H.
ergaster, H. rudolfensis, H. heidelbergensis, H. erectus, H.
neanderthalensis, dan H. sapiens. Dan kini tinggal
tinggallah manusia modern, H. sapiens yang hidup dalam
kesendiriannya (Tabel).
Tabel 1. Spesies-spesies fosil Hominin yang ditemukan dalam rentang 7 juta tahun terakhir
No.

Fosil/Spesies

1.

Sahelanthropus
tchadensis
Orrorin
tugenensis
Ardipithecus
kadabba
Ardipithecus
ramidus
Australopithecus
anamensis
Australopithecus
afarensis
Kenyanthropus
platyops
Australopithecus
africanus
Australopithecus
garhi
Paranthropus
aethiopicus
Paranthropus
boisei

2.
3.
4.
5
6
7
8
9
10
11

86

Umur
fosil
(juta
tahun)
6–7

Ukuran
Otak
(cc)

Lokasi Penemuan

320-380

Chad, Afrika Sub-Sahara

6

≤ 400

Lembah Tugen, Kenya

5.2 –
5.8
4.4

≤ 400

Awash Tengah, Ethiopia

≤ 400

Aramis, Ethiopia

4.2 –
3.9
3.8 –
2.9
3.5 –
3.3
3 – 2.4

≤ 400

Kenya, Ethiopia

≤ 400

Ethiopia, Tanzania
Kenya

457

2.5
2.5 –
(2.3)
2 – 1.2

Afrika Selatan
Ethiopia

410
513

Turkana Barat (Kenya) –
teknologi batu terawal.
Banyak tempat di Afrika
Timur
Makalah Utama

13

Paranthropus
robustus
Homo habilis

14

Homo rudolfensis

15

Homo ergaster

16

Homo erectus

17
18

Homo antecessor
Homo
heidelbergensis
Homo
neanderthalensis

12

19

2 – 1.2
2.4 –
1.6
2.4 –
1.8
1.9 –
1.7
(1.7) 1.6
– 0.2
0.7, 0.6

95) (Finlay et al., 2001) (31). Nilai EQ H. sapiens mendekati
2 dan semakin berkurang rasionya pada fosil Homo yang
berumur lebih tua (ditemukan lebih awal), yakni antara 1 –
1.5. Pada kera besar, EQ bahkan lebih kecil dari 1.0
(Simpanse, 0.7; Gorilla, 0.5, Orangutan, 0.6) (Gilbert et al.,
2005) (32). Walaupun demikian ada keraguan apakah nilai
EQ memiliki nilai penting dalam kemampuan keperikelakuan mamalia termasuk manusia (Schoenemann,
2006) (33).
Apa yang kita saksikan ialah bahwa ada
peningkatan mutlak volume otak seiring
dengan
peningkatan kapasitas mental terutama kecerdasannya.
Hal ini mungkin yang menginspirasi Charles Darwin 135
tahun lalu, dan membuat penyimpulan bahwa, “there exists
in man some close relation between the size of the brain and
the development of the intellectual faculties” (Darwin, 1871.
The descent of man. Vol. 1, pp. 145-146) (34). Baginya,
peningkatan volume otak berkorelasi kuat positif dengan
kapasitas mental. Otak yang lebih besar diduga memiliki
neuron yang lebih banyak (Haug, 1987) (35). Ditafsir,
korteks tikus memiliki ± 10 juta neuron dan 80 miliar
sinapsis, dan korteks manusia memiliki 1010 (miliar) neuron
dan 1015 (1 quadrillion) sinapsis, atau 10000 kali lebih
banyak dari korteks tikus (Jerison, 1991; Schuz, 2000;
Palm, 1989). Peningkatan jumlah neuron dan sinapsis ini
juga diikuti oleh perubahan struktur anatomis dan
fungsional.
Secara struktural-anatomis jumlah neuron dan
jejala sinapsisnya berimplikasi lebih nyata pada sumsum
otak (white matter; nerve fibre) ketimbang grey matter.
Demikian pula bahwa peningkatan jejala neural dan
sinaptik memampukan manusia melakukan operasi-

88

Makalah Utama

operasi kognitif lebih efisien dari pada spesies lain:
kapasitas pengingatan yang besar, belajar lebih cepat,
kegiatan perseptual lebih cepat, melakukan penyimpulan
atas dasar pertimbangan yang menyeluruh dan cermat,
dan mampu melakukan perencanaan jangka panjang. Apa
penyebabnya? Mesti ada tekanan lingkungan spesifik yang
mengakibatkan perubahan kemampuan kognitif tersebut
demi kelangsungan hidupnya.
Walaupun bukti fosil menyimpulkan bahwa otak
manusia bukan saja 3 kali lebih besar dari pada Apes,
volume bukanlah satu-satunya tanda yang dapat
diandalkan untuk menilai kapasitas mental dan perilaku.
Rangka manusia mungil berumur 18.000 thn yang
ditemukan 5.9 meter dari permukaan tanah di Liang Bua
hanya memiliki volume otak kurang dari 500 cc (Brown et
al., 2004; Jacob et al., 2005, dalam Widianto, 2008).
Namun demikian, mereka memiliki sejumlah perilaku
canggih seperti penggunaan api dan melakukan perburuan
dalam tim (Morwood et al., (2005)(36).
Studi neuroanatomis menunjukkan bahwa ada
perbedaan-perbedaan kualitatif dan kuantitatif di antara
manusia dan kerabatnya. Dalam perjalanan evolusi ada
peningkatan ukuran cerebral cortex yang penting bagi
munculnya intelegensia (Calvin, 1994) (37). Peningkatan ini
terutama terjadi di daerah frontal lobe (38), parietal lobe
(39), dan temporal lobe (40). Sebagai konsekuensi, terjadi
peningkatan ruang serebral (cerebral hemisphere) dan
pelipatan serta pembelitan (twisting and convoluting)
cerebral cortex. Volume intrakranium H. floresiensis
memiliki kemiripan dengan individu H sapiens yang
mikrosefalik, tetapi otak dari H. floresiensis memiliki lobus
temporal yang berukuran relatif besar serta lobus frontal
yang sangat berlipat-lipat (folded) dan berbelit (convoluted)
(Falk et al., 2005) (41), yang keduanya terlibat dalam
fungsi-fungsi mental aras tinggi.
Evolusi Struktur Otak
Otak dan sistem saraf adalah organ yang sangat
khas dengan fungsi khususnya dalam aktivitas-aktivitas
koordinatif sistem-sistem hayati dari hewan tingkat tinggi
untuk bereaksi dengan dunia disekitarnya. Manusia yang
merupakan salah satu dari organisme hayati yang
dilengkapi dengan sistem ini memiliki kapasitas yang luar
biasa dan kualitas khas, yang ia peroleh dari sejarah
evolusi yang panjang dalam lintasan mamalia. Kapasitas
mental yang dimiliki manusia harus terutama ditimpali
pada kemampuan otak yang diperoleh dalam sejarah
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

89

evolusinya, yang dihadirkan dalam kekinian dalam
perjalanan ontogeni, yang dengannya lingkungan eksternal
yang dinamis bercumbu dan mengujinya terus-menerus.
Dalam lintasan evolusi yang berujung pada otak
manusia dengan kapasitas dan keunikannya, berawal dari
terbentuknya tabung saraf (neural tube) dengan ujung
kepala yang memiliki reseptor-reseptor penginderaan (sense
receptors) dan bebas berkembang. Otak berawal dari
membesarnya daerah ujung dari tabung saraf ini,
berevolusi menjadi tiga bagian: otak depan (forebrain),
tengah (midbrain), dan belakang (hindbrain). Masing-masing
bagian ini terkait dengan penginderaan tertentu. Bagian
depan untuk mencium, bagian tengah untuk melihat, dan
bagian belakang untuk kesetimbangan dan vibrasi (Rose,
2006). Dari bangunan dasar inilah semua otak vertebrata
dibangun.
Pada evolusi lanjut, terjadi peningkatan ukuran dan
jumlah saraf. Bagian depan menjadi serebrum, yang terdiri
atas daerah yang menjorok ke depan (telencephalon) dan
daerah belakang (thalamencephalon); otak tengah berevolusi menjadi optic tectum; dan otak belakang menjadi
serebelum.
Peningkatan ukuran otak menimbulkan masalah
rancangan. Semakin banyak neuron semakin kompleks
pola saling-hubung di antara mereka. Bagaimana
mengemasnya agar tidak terjadi hubungan singkat di
antara mereka adalah masalah. Salah satu cara yang
ditempuh adalah membungkus setiap akson dengan
pelapis nonpolar yang terbuat terutama dari lipid. Lipid ini
disebut myelin, yang disintesis oleh sel-sel khas, yang
merupakan bagian dari sistem saraf, tetapi bukan sel
neuron. Sel ini disebut sel glia. Walaupun demikian, ada
pula glia khusus yang mengangkut makanan yang disuplai
oleh darah dan membuang kotoran metabolik. Pada otak
mamalia, jumlah glia melebih sel-sel neuron.
Jawaban lain terhadap masalah pengemasan
neuron yang jumlahnya semakin banyak adalah
meletakkan white matter [bagian yang memiliki koneksikoneksi axonal jarak jauh antara daerah-daerah cortical]
pada bagian dalam, yang dikitari oleh lapisan tipis korteks
dari grey matter [yakni bagian yang memiliki hampir semua
neuronal cell bodies dan koneksi-koneksi dendritik
(dendritic connections)]. Dengan cara demikian maka
peningkatan kecil di areal permukaan korteks, yakni
lapisan terluar dari grey matter, membuat perbedaan yang
sangat besar pada jumlah sel, tanpa harus meningkatkan
volume otak secara keseluruhan dari lobus. Inilah salah

90

Makalah Utama

satu jawaban dari semakin membesar dan kompleksnya
otak mamalia dan primata. Pada manusia, primata lain,
dan dolphin, ekspansi korteks diikuti dengan mengerutnya
otak, membentuk lembah-lembah dalam yang disebut sulci
dan bukit-bukit yang disebut gyri.
Dalam evolusi lanjut, otak semakin membesar,
relatif lebih cepat terhadap berat tubuh. Pembesaran ini
disertai pemisahan/diferensiasi di antara daerah yang telah
ada disertai perubahan-perubahan fungsional, menyebabkan pada mamalia, hubungan yang sangat kuat antara
volume otak dengan jumlah daerah-daerah pembeda di
daerah korteks (Chagizi & Shimojo, 2005) (42)
Pada binatang darat, otak bagian depan (forebrain)
membesar dengan cepat, diikuti oleh perubahanperubahan anatomis. Perubahan ini dapat dibedakan
secara mikroskopik, dan pemahaman fungsional atas
perubahan tersebut telah diketahui (43).
Pada mamalia, yang tentunya termasuk primata
dan manusia, telencephalon berkembang sangat luar biasa.
Ia berkembang dan berlipat-lipat menjadi ruang serebral
(cerebral hemispheres), dan korteksnya terdiri dari sejumlah
lapisan sel neuron. Ekspansi terbesar terjadi di daerah
neokorteks, terutama ekspansi luas areal. Pembesaran ini
menekan pertumbuhan daerah-daerah korteks lama ke
bagian dalam dari struktur otak, membengkok dan menjadi
yang dinamakan hipokampus (hippocampus). Daerah ini
pada manusia memainkan peran sentral dalam ingatan
spasial, belajar dan emosi. Ekspansi neokorteks terhadap
hipokampus pada lintasan evolusi ke arah manusia dapat
dipahami dari rasio kedua organ ini bahwa pada mamalia
seperti landak (hedgehog) rasio antara neokorteks dan
hippokampus adalah 3:2, sedangkan
pada monyet
meningkat menjadi 30:1 (Rose, 2005). Pada tataran fungsi,
serebrum mengambil alih fungsi koordinasi dan kontrol
dari thalamus.
Bagaimana pula dengan daerah thalamus? Ia
berubah fungsi menjadi stasiun relay ke korteks serebral
(cerebral cortex). Namun demikian, hypothalamus dan
pituitary masih tetap memiliki peran vital dalam
mengendalikan mood, emosi, dan pola perilaku kompleks.
Daerah hypothalamus mengandung sejumlah neuron yang
bertalian dan mengatur kesukaan makan (appetite),
keinginan seksual (sexual drive), tidur (sleep), dan perasaan
senang (pleasure). Pituitary mengatur produksi hormonhormon kunci dan membentuk perhubungan antara saraf
dan sistem kendali hormonal. Inilah salah satu
pertimbangan penting bagaimana relasi evolusioner
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

91

memberikan
arahan
pada
hubungan
fungsional
hypothalamus pada manusia dan mamalia, apalagi primata
sebagai hewan model.
Pada spesies Homo, ada ciri khas dalam evolusi
neokorteks bahwa terjadi pelebaran luas neokorteks dan
diferensiasi fungsi. Daerah ini memiliki bangunan neuronal
yang disebut daerah-daerah asosiasi (association area) yang
tidak memiliki hubungan langsung dengan daerah di luar
korteks, tetapi berinteraksi satu sama lain di antara
mereka. Mereka berhubungan dengan dunia luar setelah
diperantarai oleh beberapa tahapan mediasi neuronal. Pada
manusia, daerah-daerah ini termasuk daerah lobus
prefrontal (prefrontal lobe) dan daerah-daerah di lobus
occipital, lobus temporal, dan lobus parietal.
Dalam kaitannya dengan evolusi fungsi, neokorteks
yang terlibat dalam pemrosesan informasi yang canggih
mengambil-alih peran thalamus. Daerah ini menerima
informasi dari beragam sistem sensor (sensory systems)
dan mengaitkannya dengan pengalaman organismal
sebelumnya. Korteks serebral yang pada manusia memiliki
ketebalan kurang lebih 4 mm, mengandung separuh dari
total sel-sel neuron di keseluruhan organ otak, yang diatur
dalam 6 lapisan.
Pengamatan mikroskopik terhadap sel-sel penyusun
neokorteks tampak jelas bahwa mereka tersusun atas
beberapa bentuk sel neuron yang berbentuk piramidal,
bintang (stellate) dan keranjang (basket), namun yang
terbanyak adalah sel-sel piramidal. Masing-masing bentuk
neuron memiliki pola hubungan dan oleh sebabnya fungsi
yang khas. Setiap neuron tersambung satu dengan yang
lain, baik pada tetangganya atau yang lebih jauh darinya
melalui dendrit dan akson-aksonnya. Secara khusus, selsel piramidal berfungsi mengirim akson-aksonnya ke jarak
yang jauh.
Evolusi Perbandingan Bagian-bagian Otak
Dalam
upaya
manusia
untuk
memahami
interaksinya dengan alam, teknologi dan sesama, ahli
biologi perkembangan dan sistem neuron hewan
Caenorhabditis elegans dan peraih hadiah Nobel Sydney
Brenner, mengatakan: “dalam menatap 50 tahun ke
depan,... kita akan memberi perhatian lebih pada penelitian
di daerah korteks serebral ketimbang hypothalamus.
Thalamus menyiarkan [relai (relay)] dan menerima berita
ke- dan dari daerah lain di otak. Hal ini tentu beralasan
karena kepentingan manusia untuk menjawab kesadaran
diri (conscious awareness), yang dalam perspektif

92

Makalah Utama

neuroanatomi terlokalisasi di daerah korteks, yakni lapisan
terluar dari gray matter dari ruang serebral.
Di daerah korteks serebral, jumlah absolut jaringan
korteks berkorelasi dengan sejumlah dimensi perilaku
(Schoenemann, 2006) (33). Fungsi-fungsi mental tertentu
tertuju kuat pada lokasi tertentu, tetapi aspek kesadaran
diri (self) mungkin sulit dilokalisasi karena sinyal-sinyal
citra-saraf (neuroimaging) menyebar di banyak lokasi
(prefrontal cortex, anterior cingulate, postcentral gyrus,
precuneus, occipito-temporal junction, insula, superior
parietal lobule) walaupun sedikit bukti menunjukkan
peranan temporoparietal junction (TPJ) dalam pengalaman
kesadaran seseorang yang memperantarai kesatuan
keruangan tubuh dan diri (Blanke et al., 2005) (44)
Karena kekayaannya ketimbang data-data fosil,
studi neuroanatomi perbandingan telah memberikan
gambaran yang lebih rinci mengenai perubahan-perubahan
otak yang terkait dengan kemampuan mental aras tinggi
pada manusia. Ringkasan atas studi-studi evolusi
perbandingan neuroanatomis disenaraikan di bawah ini
(Schoenemann, 2006).
1. Membandingkan ukuran absolut otak H. sapiens
dengan simpanse menunjukkan rasio 3:1 untuk H.
sapiens.
2. Ukuran tabung pencium (Olfactory bulb) memiliki
ukuran ~1.6 kali, namun kalau angka ini dinormalkan
terhadap ukuran tubuhnya maka ukuran ini hanya
30% dari ukuran yang seharusnya.
3. Ukuran serebellum, yang penting dalam pola dan timing
dari gerak otot memiliki ukuran ~2.9 kali lebih besar
ketimbang simpanse.
4. Korteks visual primer di lobus occipital yang berfungsi
untuk pemrosesan aspek-aspek visualisasi memiliki
ukuran 1.5 kali lebih besar dari pada simpanse, tetapi
sebenarnya hanya 60% dari yang seharusnya menurut
ukuran tubuhnya.
5. Lobus temporal, yang berfungsi dalam auditory,
memory, emotion, conceptual understanding; languange
processing, berukuran lebih besar secara signifikan
berdasarkan keseluruhan volume, volume white matter,
dan luas permukaan jika dibandingkan dengan primata
lain.
6. Daerah lobus frontal yang berperan dalam ingatan kerja
(working memory), fungsi eksekutif, dan proses-proses
attentional, strukturnya telah berekspansi pada primata
dalam waktu yang belum lama berselang, konsisten
dengan perannya dalam fungsi berfikir dan intelektual.
Cakrawala Pemikiran Teori Evolusi Dewasa ini

93

Lobus frontal yang terdiri atas sejumlah daerah
fungsional berbeda (45) merupakan 37.7 % dari total
bagian otak. Ukurannya minimal 3 kali lebih besar dari
pada simpanse dan memiliki volume white matter yang
lebih besar di daerah dekat dengan permukaan korteks
(kortikal). Gray matter korteks frontal memiliki 3.6 kali
lebih besar dari pada rata-rata yang ada pada pongid;
tetapi white matter frontal gyral 4.7 kali lebih besar.
Jadi rasio white matter terhadap gray matter pada
manusia lebih besar. Posthuma et al., (2002)
menunjukkan hubungan antara volume gray matter
dan g diperantarai oleh satuan umum gen-gen.
7. Daerah prefrontal menurut Broadmann (lihat Deacon,
1007) memiliki ukuran ~2 kali lebih besar dari pada
prediksi terhadap ukuran total otak. Demikian pula
bahwa manusia memiliki korteks yang lebih convoluted
di daerah prefrontal, yang berarti pula dengan volume
yang lebih besar. Hal ini ditopang pula oleh studi MRI
(magnetic resonance imaging). Kalau volume cerebral
nonprefrontal pada manusia hanya 3.7 kali lebih besar
dari rata-rata pada P. troglodytes dan P. paniscus maka
bagian prefrontal memiliki 4.9 kali lebih besar. Jadi,
prefrontal manusia lebih besar baik dalam pengertian
total ukuran maupun dalam pengertian alometrik.
Mungkin saja ukurannya mendekati indeks 2 dari
ukuran prediktif (Avants et al., 2005) (46). Volume gray
matter korteks prefrontal adalah 4.8 kali lebih besar
pada manusia ketimbang pada simpansé, dan hanya
4.2 di daerah bukan prefrontal. Volume white matter
5.0 kali lebih besar di prefrontal, dan hanya 3.3 di
daerah lain. Peranan kritis dari daerah prefrontal dalam
memperantarai
aktivitas
daerah-daerah
korteks
posterior, yang terletak di belakang prefrontal,
menunjukkan bahwa perubahan perbandingan white
matter terhadap gray matter di daerah prefrontal
terhadap nonprefrontal menunjukkan kepentingannya
dalan perilaku.
8. Terhadap perubahan evolusioner, daerah Brodmann 13,
yakni sub-divisi prefrontal yang memperantarai
perilaku sosial (terutama dimensi emosional) memberi
dugaan bahwa daerah ini tidak berekspansi ketimbang
daerah otak secara keseluruhan, yakni hanya 1.5 kali
dari apa yang ditemukan pada kera besar (Semendeferi
et al., 1998) (47). Sebaliknya, daerah Brodmann 10
yang memperantarai tugas-tugas perencanaan dan
pengorganisasian pikiran dan perilaku ke depan
(Carpenter & Sutin, 1983) (48) adalah 6,6 kali lebih

94

Makalah Utama

besar pada manusia ketimbang yang ada pada pongid
(Semendeferi et al., 2001) (49). Apa artinya? Kurang
berkembangnya daerah Brodmann 13 tidak berarti
kurang berkembangnya aspek perilaku, karena
kenyataannya kondisi manusia yang sebenarnya sangat
berhubungan dengan interaksi sosial. Peningkatan di
daerah Brodmann 10 hampir pasti terkait dengan
berbagai dimensi perilaku perencanaan.
Apa
yang
menjadi
setiran-setiran
evolusi
neuroanatomis di atas? Tuntutan ekologis? Komunikasi
simbolik? Kompleksitas sosial? Pertanyaan-pertanyaan ini
akan digumuli pada bagian mekanisme evolusi. Tetapi
sebelumnya, bagaimana studi-studi molekuler memberikan
perpektif dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini.
Kesatuan Molekuler Manusia dengan Masa Lampau
Pada tataran molekuler, kedekatan antara manusia
dengan primata yang masih hidup terpatri jelas. Kesamaan
urutan DNA antara H. sapiens dan simpanse mencapai
98.7%.
Kalau demikian, ”apa kiranya yang menjadi
setiran-setiran
evolutif
yang
menyebabkan
kedua
organisme
ini
menunjukkan
sejumlah
konservasi
fungsional, namun di pihak lain menunjukkan kapasitas
kognitif sosial yang lebih baik pada manusia?”
Dalam
perspektif
evolusi
molekuler,
sambil
mengapresiasi perbedaan 1% yang membedakan secara
struktural gen-gen pada kedua organisme tersebut, analisis
tingkat ekspresi gen pada berbagai lokasi fungsional otak
menjadi salah satu pintu masuk kritis dalam menjawab
mengapa kapasitas kognitif manusia begitu berbeda dan
luar biasa dibandingkan dengan simpanse.
Perkembangan konsep dan metode dalam wilayah
biologi molekuler (termasuk bioinformatika dan evolusi
molekuler) (50) membuka kesempatan penting pada studistudi terhadap evolusi manusia di tingkat molekuler. Kita
menyaksi

Dokumen yang terkait

M01063

0 0 38