2016 07 22 04 06 44 21 Juli 2016 Seminar Trisakti

SEMINAR NASIONAL CATATAN TERHADAP KETENTUAN POLITIK UANG
DI DALAM REVISI KEDUA UNDANG-UNDANG PILKADA
Auditorium E. Suherman Fakultas Hukum Universitas Trisakti
21 Juli 2016 Pukul 12.00 WIB

Sambutan Ketua Pelaksana Tri Sulistiowati (Ketua Bagian HTN FHTrisakti)
Seminar nasional merupakan kerjasama Fakultas Hukum Universitas Trisakti
dengan Perludem dan merupakan kerjasama ketiga dengan Perludem,
sementara dengan ICW adalah kerjasama pertama. Tujuan seminar adalah
memberikan tanggapan terhadap Revisi Kedua Undang-Undang Pilkada yang
baru saja diberlakukan.

Sambutan dan Pembukaan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas
Trisakti
Salah satu materi dalam revisi Undang-Undang Pilkada adalah ketentuan
mengenai politik uang. Ada 3 bentuk kegiatan yang masuk kategori politik
uang.
1. Pemberian uang tunai kepada pemilih
2. Pemberian fasilitas/barang kepada kelompok tertentu
3. Menunggangi anggaran/program pemerintah
Akibat politik uang adalah merusak prinsip keterwakilan antara pemilih

dengan yang dipilih.
Sanksi bagi pelaku politik uang dalam revisi Undang-Undang Pilkada adalah
pembatalan sebagai calon kepala daerah.
Kelemahan pengaturan politik uang:
1. Diskualifikasi baru dapat dijatuhkan jika politik uang dilakukan secara
sistematis, terstruktur dan masif.
2. Perbuatan memberikan uang transport, uang makan dan hadiah
kepada pemilih justru dibolehkan dalam Undang-Undang.
Seminar nasional dinyatakan dibuka secara resmi.

Ketentuan tentang Politik Uang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
2016 oleh Nelson Simanjuntak (Bawaslu)
Salah satu semangat perubahan Undang-Undang Kepala Daerah adalah
penguatan kelembagaan pengawas pemilu. Undang-Undang yang digunakan
sekarang adalah Undang-Undang Darurat yang diawali oleh Perppu sehingga
banyak kelemahan dan tidak sinkron pada saat ditetapkan menjadi UndangUndang No. 1/2015 sehingga diubah dengan Undang-Undang No.8/2015 dan
Undang-Undang No. 10/2016.
Bentuk politik uang lainnya adalah dalam bentuk mahar pencalonan.
Catatan untuk Pasal 73:
1. Perluasan subjek hukum penerima materi/janji;

2. Perluasan sanksi (pidana+administrasi);
3. Sudah menunjuk lambaga yang berwenang memberikan sanksi
administrasi (walaupun masih multitafsir antara kewenangan Bawaslu
dan KPU);
4. Memperluas subjek hukum pemberi uang/materi (termasuk relawan)
Mekanisme Penanganan diatur dalam Pasal 135A.
Catatan terhadap Pasal 135A:
1. Penjatuhan sanksi administrasi mempunyai syarat yang sangat luas
(TSM)
2. Tidak sinkron dengan Pasal 22B ayat (b)
3. Undang-Undang memberikan kewenangan atributif bagi Bawaslu untuk
mengatur pelaksanaan teknis penegakan sanksi administratif.
Sanksi pidana diatur dalam Pasal 187A.
Catatan terhadap Pasal 187A:
1. Ketentuan sanksi belum diatur dalam Undang-Undang sebelumnya
2. Norma ini akan mengurangi peran masyarakat dalam mencegah politik
uang karena terhadap penerima juga diancam pidana.
Pasal 146 ayat (1) Penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia yang
tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu dapat melakukan
penyelidikan setelah adanya laporan pelanggaran Pemilihan yang diterima


oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota  penyidik harus
menyediakan alat bukti.
Pasal 47 Larangan partai politik menerima imbalan dalam proses pencalonan
pasangan calon kepala daerah. Sanksinya: penetapan sebagai calon,
pasangan calon terpilih atau sebagai kepala daerah dibatalkan. Partai politik
yang terbukti menerima imbalan dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali
lipat dari nilai imbalan yang diterima.
Catatan: Pasal 47 ayat (5) berpotensi disalahgunakan oleh pihak tertentu
unuk merugikan partai tertentu atau seseorang yang dicalonkan dalam
pilkada.
Sanksi pidana anggota partai politik atau anggota gabungan partai politik
yang dengan sengaja menerima imbalan pada proses pencalonan kepala
daerah diatur dalam Pasal 187B.

Pengaturan Politik Uang dalam Undang-Undang Pilkada oleh Ida
Budhiati, SH, MH (KPU RI)
Pemilu demokratis mensyaratkan:
-


Kepastian hukum
Penyelenggara pemilu yang independen
Partisipasi masyarakat
Penegakan hukum pemilu.

Pembentuk Undang-Undang berusaha menyempurnakan ketentuan UndangUndang Pilkada terutama larangan melakukan politik uang.
Semula dalam pilkada sebelumnya dari 2005-2015 ada pengaturan
mengenai larangan melakukan politik uang bagi paslon dan/atau tim
kampanye.
Ketentuan sanksi pidana justru hilang dalam Undang-Undang No.1/2015,
walaupun ada normanya.
Dari pandangan KPU, di dalam Undang-Undang No.10/2016 ada perubahan
ke arah perbaikan, tetapi di sisi lain masih ada kekurangan, yaitu
menimbulkan hambatan bagi lembaga yang diberikan otoritas memutus
sanksi administrasinya. Terdapat pengecualian terhadap pemberian kepada
pemilih yang bukan merupakan politik uang:

1. Pemberian makan dan minum
2. Pemberian uang transport
3. Biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau

tatap muka dan dialog;
4. Pemberian hadiah.
Undang-Undang masih tebang pilih terhadap pelaku dan sanksi yang
diterapkan.
Masih belum jelas berapa lama Bawaslu RI menyelesaikan pemeriksaan.
KPU sudah menyusun Rancangan Peraturan KPU, yang mengatur:
1. Definisi relawan, relawan harus mendaftar ke KPU, relawan diharuskan
menyampaikan apa kegiatan, sumber anggaran dan belanja kegiatan
relawan.
2. Definisi pihak lain
3. Pemberian makan/minum dan transportasi dilarang diberikan dalam
bentuk uang dan mengacu pada standar biaya daerah. Transportasi
diberikan dalam bentuk sewa kendaraan.
4. Hadiah  bentuk kegiatan apa saja yang diperbolehkan pasangan calon
memberikan hadiah, yaitu perlombaan dan hadiahnya tidak boleh
dalam bentuk uang dan nilai barang paling banyak Rp 1.000.000.000
(satu juta rupiah).
5. Subjek hukum yang melakukan politik uang dikenai sanksi pembatalan
sebagai Paslon dan sanksi pidana berdasarkan Perundang-undangan.
Bagaimana mendefinisikan politik uang secara sistematis, terstruktur dan

masif  diserahkan kepada pengaturan Bawaslu.

Problem Integritas Pilkada: Politik Uang, Suap dan Manipulasi Dana
Kampanye oleh Donal Fariz (ICW)
Problem integritas pilkada tidak hanya berdampak pada fase elektoral tetapi
jauh pada tata kelola pemerintahan yang terbentuk kemudian.
Problem yang terjadi di Pilkada 2015:
1. Pemberian mahar dalam pencalonan (candidacy buying), misalnya
Sebastian Salang di Kabupaten Manggarai dimintai mahar untuk partai
politik 2-3 miliar. Trade-off bisa juga dalam bentuk tawaran kalau
menang harus menjadi pengurus atau Ketua DPC di daerah yang
bersangkutan.

2. Politik uang kepada pemilih. Politik uang terjadi karena supply and
demand. Pragmatisme pemilih adalah riil. Ada standar ganda penegak
hukum dalam memproses laporan pelanggaran politik uang, pelapor
politik uang malah dikriminalisasi. Pelapor politik uang seharusnya
dilindungi secara hukum. Pasal 187 B Undang-Undang No.10/2016 
tidak ada batasan waktu (tempus) akan membuat penegak hukum
lebih leluasa memproses pelanggaran politik uang.

3. Dana kampanye  LADK, LPSDK, LPPDK tidak sinkron. Kepatuhan
kandidat masih buruk dalam melaporkan dana kampanye dan
ketegasan penyelenggara masih lemah.

Aspek regulasi Undang-Undang 10/2016
1. Pasal 71  tidak boleh dalam bentuk fresh money. Tugas Bawaslu untuk
mensosialisasikan kepada pemilih, bahwa ada pertanggungjawaban
pidana bagi pemberi dan penerima politik uang.
2. PKPU Dana Kampanye  LADK, LPSDK, LPPDK menjadi dokumen yang
terbuka agar orang semakin terlibat dalam mengawal dokumen dana
kampanye.
3. Relawan  dijadikan persyaratan mereka yang melakukan kegiatan untuk
pencalonan dan aktivitas tidak bisa dipisahkan dari kepentingan kandidat
untuk melaporkan keuangan kegiatannya kepada KPUD bagi kandidat
yang mencalonkan dari jalur independen.

Ambiguitas Pengaturan Politik Uang oleh Titi Anggraini (Perludem)
Undang-Undang No.10/2016 sangat menunjukkan semangat kemarahan
akan praktik politik uang, tetapi marahnya itu tanggung. Ada 4 optimisme
mengapa ini merefleksikan kemarahan pembuat uang-uang, yaitu:

1. Perluasan makna politik uang dengan memasukkan suap kepada
penyelenggara;
2. Adanya penguatan kewenangan Bawaslu Provinsi memberikan sanksi
administrasi;
3. Penegakan sanksi administrasi politik uang tidak menggugurkan sanksi
pidana;
4. Pengaturan sanksi pidana yang berat terhadap politik uang.
Ketulusan untuk menegakkan hukum politik uang belum sepenuhnya
muncul, karena:

1. Pembatalan calon sulit terjadi.
2. Sanksi administrasi konstruksinya kurang optimal, karena dipengaruhi
penjelasan Pasal 135 ayat (1) hanya bisa menjatuhkan sanksi
pembatalan calon jika politik uang dilakukan secara sistematis,
terstruktur dan masif. Diharapkan Bawaslu jangan terjebak pada
pembatasan TSM. Bawaslu harus menerjemahkan secara lebih spesifik
Pasal 135 ayat (1). Pemberian tidak harus dimaknai pemberian
langsung calon kepada pemilih.
Mendorong KPU tidak menggunakan standar biaya daerah, karena standar
biaya daerah itu banyak. Semangat Undang-Undang No.10/2016 adalah

mengedepankan kampanye dialogis dan standar biaya daerah harus
menyesuaikan.
Perludem mengusulkan biaya makan, transport, hadiah disamakan dengan
biaya pembuatan bahan kampanye yaitu Rp 25.000,-.
Pasal 146 ayat (2) Sentragakumdu menjadi forum fungsi  penyidik
kepolisian yang ada di Sentragakkumdu bisa langsung melakukan
penyelidikan dan penyidik tanpa izin Ketua Pengadilan. Anggaran
Sentragakkumdu berada pada anggaran Bawaslu. Penegakan hukum pidana
politik uang menjadi sangat powerful.
Problem terbesar politik uang ada di pelosok-pelosok Indonesia, sehingga
Bawaslu perlu memperkuat jajarannya di daerah, perlu dibangun keselarasan
perspektif antara Bawaslu dengan jajarannya di daerah.

Kerangka Hukum Mengatasi Money Politics dalam Pilkada oleh
Radian Syam (Universitas Trisakti)
Mahar banyak disiasati oleh partai politik, tidak serta merta dalam bentuk
uang.
Money politics sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat dan
menyebabkan situasi politik menjadi tidak menentu.
Kelemahan dalam Undang-Undang No.10/2016 tidak ada sanksi tegas bagi

pasangan calon yang melakukan money politics.
Penguatan lembaga pengawas pemilu secara infrastruktur maupun SDM.

Instrumen hukum harus tegas dan konsisten dari penegak hukum, tidak lagi
bermain dalam peraturan perundang-undangan yang tidak tegas.
Sanksi tegas untuk pemberi dan penerima politik uang.

Tanya Jawab
Rafli (Universitas Indonesia)
Politik uang berawal dari supply and demand. Politik uang dilakukan karena
terbiasa.
Politik uang terjadi karena ada uang, tetapi tidak ada kreativias. Politik uang
juga terjadi karena tekanan dari pemilih atau calon lainnya.
Pasal 73 ayat (1) konteks mempengaruhi  apakah tidak melanggar asas
pemilu rahasia. Bagaimana membuktikan keterpengaruhan seseorang untuk
memilih calon disebabkan uang yang diberikan oleh calon?
Dalam konteks tempus hanya pada saat kampanye, bagaimana jika laporan
itu baru ditindaklanjuti pada saat calon itu sudah terpilih?
Konsekuensi orang yang dibatalkan calonnya, apakah otomatis ada calon lain
yang menggantikan?

Sanksi administratif yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif
mustahil dilakukan oleh calon yang bersangkutan, tetapi dilakukan oleh
pihak ketiga.

Zainur
Undang-Undang terkait money politik dianalogikan dengan orang sakit yang
memiliki kompleksitas, mana yang harus didiagnosis dulu? Akhirnya salah
mendiagnosis akan fatal terhadap orang tersebut.
Undang-Undang No. 10/2016 ini batal demi hukum, ada larangan, tetapi ada
kebebasan. Perlu ada judicial review.
Dari Undang-Undang ini perlu dilihat apakah penguatan terhadap
kelembagaan, baik KPU maupun Bawaslu. Untuk memperkuat Bawaslu harus
ada Payung hukum bahwa Bawaslu dapat mengeksekusi tindak pidana politik
uang. KPU dan Bawaslu harus bersinergi.

Substansi norma apa, jika terkait money politik harus dipisahkan dengan
kewenangan kelembagaan KPU dan Bawaslu.
Sistem pelaksanaan dalam mengeksekusi politik uang dan masyarakat yang
terlibat dalam money politik harus diatur dalam Undang-Undang.
KPU harus mengubah pemilihan menjadi e-voting.

Betty (Pemerhati Pemilu)
KPU DKI Jakarta melakukan riset dengan isu politik uang, kesimpulannya
susah membuktikan money politics di lapangan. Money politic hanya terjadi
pada tahapan pemilu pencalonan, kampanye dan pemungutan dan
penghitungan suara.
Bagaimana Bawaslu menyikapi kewenangan memutuskan tidak hanya
pasangan calon, tetapi juga pihak lain?
Hadiah  batas 1 Juta rupiah itu untuk satu momentum kegiatan atau satu
hadiah?

Peserta Seminar
Proses pemilu yang berkualitas terus didorong baik oleh KPU, Bawaslu
dibantu Perludem dan ICW. Dalam rangka memperoleh pilkada berkualitas
maka sekarang ini tidak terlepas dari intervensi partai politik dan asing.
Sekarang ekonomi banyak dikuasai asing dan tidak mustahil akan memasuki
politik. Apakah pilkada bebas dari intervensi asing? Bagaimana mengatasi
pengaruh asing di aspek politik? bisa saja pihak asing ini membiayai calon
yang akan maju di pilkada. Apa langkah yang dilakukan untuk mengatasi
intervensi asing?

Jawaban Nelson Simanjuntak
Rafli  Memang ada dilemma pengaturan money politik antara partisipasi
dan mencegah money politics. Kita juga menghadapi masalah partisipasi
pemilih yang terus menurun. Undang-Undang adalah salah satu upaya

sebagai alat rekayasa sosial, tetapi untuk menegakkannya perlu partisipasi
semua pihak.
Pelanggaran administrasi terbukti setelah calon terpilih  setelah
pemungutan suara ada waktu 1 bulan sebelum pelantikan. Pelantikan bisa
ditunda jika ada persoalan hukum terkait dengan calon yang bersangkutan.
Kalau calon terpilih dibatalkan mengacu pada Putusan MK tentang Kota
Waringin Barat, maka dilantik sebagai pengganti pasangan calon yang
memiliki suara terbanyak berikutnya.
Bawaslu dan KPU tidak mungkin menambah sanksi baru.
Zainur  dalam persoalan yang rumit dalam pilkada, CSO lebih banyak
melakukan penelitian dibanding kampus. Tidak banyak kampus melakukan
diskusi terkait dengan pemilu.
Undang-Undang No.10/2016 adalah Undang-Undang perubahan terhadap
Undang-Undang No.1/2015 yang sudah pernah diubah dengan UndangUndang No.8/2015.
Undang-Undang kelembagaan penyelenggara pemilu sudah diatur dalam
Undang-Undang No.15/2011. Tetapi kewenangan lembaga penyelenggara
pemilu ada yang ditambahkan pada Undang-Undang Pemilu.
e-voting adalah cara memberikan suara, tidak ada kaitannya dengan money
politics.
Bawaslu sedang menyusun peraturan Bawaslu sebagai pelaksanaan UndangUndang No.10/2016. Ketika ada informasi pelanggaran pidana money politic
harus diselesaikan secara pidana. Kalau terbukti politik uang yang
sistematis, terstruktur dan masif dapat dijatuhkan sanksi administratif.
Intervensi asing  Undang-Undang melarang pasangan asing menerima
sumbangan dari pihak asing. Jika menerima sumbangan dari pihak asing
harus diserahkan ke kas negara, kalau tidak diserahkan, akan mendapat
sanksi pidana. Tidak mungkin menghambat pengaruh asing masuk ke
Indonesia.

Jawaban Titi Anggraini

Mendorong Bawaslu untuk dapat melakukan proses partisipatif dalam
menyusun bersama peraturan Bawaslu tentang politik uang dan
penyelesaian sengketa.

Jawaban Ida Budhiati, SH, MH
KPU akan melihat kembali rancangan rumusan norma dalam peraturan KPU
terkait nilai biaya makan, transport dan hadiah seharusnya sama dengan
pengadaan bahan kampanye. Batas hadiah Rp 1.000.000.000,- akan
didiskusikan kembali dalam pleno KPU.
KPU dapat mengusulkan penundaan pelantikan jika ada putusan inkracht
terhadap calon terpilih yang melakukan politik uang.
e-voting  menindaklanjuti Putusan MK terkait penggunaan teknologi dalam
pemungutan suara. Dalam Undang-Undang Pilkada sudah diatur selain
mencoblos, bisa dilakukan dengan teknologi. Penggunaan e-voting harus
memperhatikan kesiapan masyarakat, sarana dan prasarana. KPU sedang
melakukan kajian apakah kebutuhannya adalah e-voting atau erecapitulation. Indonesia masih menghadapi masalah akurasi data pemilih
yang bersumber dari DP4. KPU ingin memperkuat mengawal kemurnian
suara pemilih melalui e-recapitulation.

Jawaban Titi Anggraini
Di dalam Peraturan Gubernur DKI 2016 standar biaya daerah uang transport
Rp 150.000 adalah angka yang sangat besar. Sebaiknya tidak diatur dalam
Peraturan KPU terkait dengan penyebutan angka. Angka bisa diatur dalam
keputusan KPU. Sebaiknya dibandingkan standar biaya daerah seluruh
daerah di Indonesia dengan melibatkan teman-teman daerah untuk
menghitung bersama. Esensinya kampanye harus alamiah, tidak didorong
karena ada biaya makan, transport. Hal ini sebenarnya tidak perlu diatur
oleh Undang-Undang.

Jawaban Donal Fariz
Sebenarnya KPU dulu pernah menyelenggarakan evaluasi Pilkada, tetapi
perangai politisi menganggap apa yang ideal, tidak ideal bagi mereka. Di

Australia yang mengusulkan perubahan Undang-Undang adalah user
Undang-Undang itu sendiri. Misalnya yang mengusulkan perubahan UndangUndang Pemilu adalah KPU-nya. Sementara yang berlaku di Indonesia,
perubahan Undang-Undang adalah selera politik dari pembentuk UndangUndang itu sendiri.

Jawaban Radian Syam
Sepakat ada penguatan atau payung hukum yang menguatkan Bawaslu
untuk membangun infrastruktur dan mengembangkan sumber daya
manusia. Di dalam peraturan memang tidak boleh ada sumbangan dari
pihak asing, tetapi hal ini bisa disiasati melalui peraturan-peraturan yang
tidak begitu kuat.

Andrian Habibi
Produk hukum berawal dari partai politik, presiden dari partai, DPR dari
partai, DPD juga sebagian dari partai, tidak banyak calon independen
menjadi kepala daerah. Yang mengajar politik uang adalah partai politik.
Polisi seharusnya menyiapkan unit untuk menyelesaikan kasus-kasus politik
uang. polisi harus mengambil alih dalam menangani tindakan politik uang.

Moderator Ninuk Wijiningsih
Catatan seminar:
1. Revisi kedua adalah reaksi kemarahan mendalam terhadap praktik
politik uang, tetapi marahnya tanggung.
2. Ada standar ganda penegakan hukum, jangan sampai pelapor tidak
terlindungi.
3. Usulan ICW agar LADK, LPSDK, LPPDK sebagai laporan terbuka dan ada
kewajiban tim relawan untuk melaporkan dana kampanye.
4. Perlunya meningkatkan peran Setragakkumdu dalam penegakan
hukum penanganan politik uang.
-o0o-