MEMANG BEDA TINGGAL DI PERUMAHAN

MEMANG BEDA TINGGAL DI PERUMAHAN
H. Ikhwan Tambunan
Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kelapa Gading, Jakarta Utara
Di Perumahan mewah ini, mayoritas dihuni warga negara keturunan Cina. Meski umat Islam
di Kelapa Gading Permai ini terbilang sedikit, tetapi semangat berislamnya tak perlu diragukan lagi.
Semangat berislamnya sangat tinggi. Bahkan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah H. Abdul Muis
Musa, SE tinggal di perumawan mewah ini bersama sejumlah pengurus lainnya.
Untuk menghidupkan dakwah di Perumahan Kelapa Gading Permai ini, semula para aktivis
dan simpatisan Muhammadiyah bergerak tanpa bendera Muhammadiyah. Sejumlah masjid berhasil
didirikan. Tetapi dalam perjalanannya ada masjid yang dicaplok oleh kaum Madiyin dalam
pengelolaannya. Peristiwa ini menggugah mereka untuk membentuk kepengurusan Muhammadiyah di
daerah ini. Tepatnya, tahun 1994, 45 orang simpatisan dan warga Muhammadiyah sepakat membentuk
tiga Pimpinan Ranting Muhammadiyah, masing-masing PRM PT Hotel Indonesia Internasional, PRM
Kelapa Gading Permai, dan PRM Pegangsaan II. Dari ketiga PRM ini kemudian terbentuklah Pimpinan
Cabang Muhammadiyah Kelapa Gading.
Mereka berusaha menjadi penggerak dakwah di sana. Termasuk di Perumahan Kelapa Gading
Permai. Pusat kegiatan mereka berada di Mushola At-Taqwa Muhammadiyah. Majelis Taklim yang
kami gerakkan selain dengan bendera Muhammadiyah juga tanpa bendera Muhammadiyah, termasuk
Majelis Taklim Al-Huda. Masjid dan Mushola di Perumahan Kelapa Gading Permai ada beberapa
buah, termasuk Masjid Al-Musyawarah yang berdiri di atas tanah 2 hektar. Masjid ini termasuk yang
terbesar di Kelapa Gading Permai. Setiap Jum’atnya tidak kurang 7 juta rupiah terkumpul dari infak

jamaah. Kemudian Masjid lainnya yang lebih kecil adalah Masjid Al-Istiqomah.
Karena kesibukan penghuninya yang mayoritas pengusaha, kegiatan keagamaan keseharian
tentu kurang. Namun sejumlah kegiatan rutin majelis Taklim tetap jalan. Penghuni ditempat ini lebih
senang menginfakkan dananya untuk kegiatan ketimbang mengikutinya.
Drs. H. Oemar Hamid
Penghuni Perumahan “Taman Jenggala” Sidoarjo, Surabaya
Saya tinggal di komplek perumahan ini sudah sembilan tahun. Jadi, saya sudah mengenal para
tetangga sesama penghuni komplek perumahan ini. Di komplek perumahan ini ada fasilitas tempat
ibadah, termasuk fasilitas pendidikan agama untuk anak-anak. Saya sendiri secara rutin, setiap hari
mempergunakan tempat ibadah yang ada di perumahan ini. Selain itu untuk kegiatan-kegiatan
keagamaan ada kelompok pengajian RW, Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sehingga dalam kegiatan
seperti bulan Ramadhan terasa guyub
Untuk melaksanakan pembayaran zakat, saya selalu memberikannya kepada janda-janda yang
ada dilingkungan perumahan, termasuk fakir miskin dan kaum dhu’afa. Selain itu saya sering
mengikuti kegiatan sosial keagamaan yang dilaksanakan oleh Aisyiyah maupun Muhammadiyah. Di
komplek perumahan “Taman Jenggala” ini kegiatan ibu-ibu Aisyiyah amat menonjol. Selain kegiatan
pengajian seminggu dua kali, bacaan dan tafsir juga Bulughul Mara’am. Dan kegiatan-kegiatan sosial
nasional, ibu-ibu Aisyiyah selalu pegang peranan.
Drs. Yana Karyana, M.Si
Direktur SSC Mantan Penghuni Perumahan Perwita Wisata, Yogyakarta

Tinggal di perumahan berbeda dengan tinggal di kampung. Waktu saya di Bandung, hubungan
dengan tetangga amat dekat. Bahkan tetangga yang tinggal dengan jarak 1 Km masih kita kenal. Dulu,
waktu tinggal di Bandung ada pengajian untuk anak-anak maupun untuk orang dewasa. Kultur yang
tercipta masih tradisional. Hubungan antar manusia diatur oleh nilai-nilai tradisi yang menguatkan
kekerabatan. Hal ini berbeda dengan tinggal di perumahan.
Perumahan memang merupakan suatu wilayah yang dikhususkan untuk pemukiman baru. Para
penghuninya, sebelumnya belum saling mengenal. Perumahan memang diperuntukkan untuk
komunitas baru. Hal ini saya alami di perumahan Perwita Wisata. Selama saya tinggal di sana beberapa
tahun, tidak banyak tetangga yang saya kenal. Hal ini karena saya berangkat kerja pada pagi hari,
pulangnya malam. Waktu untuk berinteraksi dengan penghuni lain amat terbatas. Sepertinya rumah
hanya untuk tempat menginap saja. Untunglah ibu-ibu bisa saling mengenal. Mereka bahkan

membentuk pengajian sendiri. Di perumahan kami ada masjid. Masjid ini berdiri karena partisipasi
warga perumahan.
Selain untuk Jum’atan, masjid juga digunakan untuk sholat lima waktu. Tetapi saya jarang
sholat lima waktu di masjid, karena jarang di rumah pada jam-jam tersebut. Saya ke masjid kalau ada
Jum’atan. Kegiatan keagamaan di perumahan kami cukup bagus. Ada pengajian, juga SDMnya bagus.
Banyak mahasiswa UII yang kost diperumahan kami. Mereka aktif di masjid dan membina masyarakat
di sana. Kami memanfaatkan warga sekitar perumahan untuk memakmurkan masjid. Kami juga
mengundang ustad-ustad yang biasa mengisi pengajian di sekitar masjid.

Saya tinggal di perumahan Perwita Wiasa mulai ahun 1996. Tapi kini saya tinggal di Pogung.
Di Pogung kehidupan beragama juga amat baik. Ada pengajian tiap dua minggu sekali. Selain itu
masjidnya ramai. Pada saat saya tinggal di Perwita Wisata pembayaran zakat fitrah maupun zakat mal
dilakukan di masjid. Begitu pula pada waktu ibadah Qurban. Kami menyembelih hewan kurban dalam
jumlah yang banyak. Dagingnya kami bagikan selain kepada penghuni perumahan, juga kepada
masyarakat di sekitarnya, warga kampung.
Di bulan Ramadhan kegiatan keagamaan lebih marak dibandingkan dengan bulan-bulan yang
lain. Oleh sebab itu siraman rohani bagi warga perumahan cukup banyak. Peringatan hari besar Islam
juga sering diselenggarakan. Kadang-kadang ada tabligh akbar. (im, nafi, luth, eff)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20-02