Respons Fungsional Burung Pentet (Lanius sp.) terhadap Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis) | Astuti | Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 11771 22841 2 PB

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No. 2, 2009: 96 – 100

RESPONS FUNGSIONAL BURUNG PENTET (Lanius sp.)
TERHADAP BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria manilensis)
FUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY BIRD (Lanius sp.)
AGAINST MIGRATORY LOCUST (Locusta migratoria manilensis)
Siti Astuti*
Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian, Yogyakarta

Kasumbogo Untung dan FX.Wagiman
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*Penulis untuk korespondensi. E-mail: stastuti@yahoo.com

ABSTRACT
The functional response of predatory bird, Lanius sp. (Passeriformes: Laniidae) on migratory locust [Locusta
migratoria manilensis (Orthoptera: Acrididae)] had been studied under restricted condition. The migratory locusts
were reared in the green house. Second and fourth nymph instars along with adult stages of the migratory locust were
used in this trial. Maximum feeding and functional response of the predatory bird against the migratory locust were
determined. Research protocol used follows Holling’s model. Results showed that the maximum feeding of the predatory
bird was very high i.e. against 2nd and 4th instars and adult of the locust were 2.75 preys/minute, 0.13 preys/minute,
and 0.09 preys/minute; respectively. The relationship between predatory bird and migratory locust fitted with the

Holling’ s type 2 functional response. The high feeding rate of the predatory bird revealed that the bird is a promising
candidate of biological control agent on migratory locust.
Key words: functional response, Lanius sp., Locusta migratoria manilensis

INTISARI
Penelitian respons fungsional burung predator jenis pentet, Lanius sp. (Passeriformes: Laniidae) terhadap belalang
kembara Locusta migratoria manilensis (Orthoptera: Acrididae) telah dilakukan secara terbatas di laboratorium. Belalang kembara dibiakkan secara massal di rumah kaca. Belalang kembara yang dipakai dalam penelitian adalah nimfa
instar 2, 4, dan imago umur 1 hari setelah ganti kulit. Penelitian antara lain menentukan kemampuan memangsa maksimum dan analisis respons fungsional. Prosedur kerja penelitian mengikuti prosedur model Holling. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kemampuan memangsa burung pentet terhadap belalang kembara sangat tinggi; terhadap instar
2, 4 dan imago masing-masing 2,75 ekor/menit, 0,13 ekor/menit, dan 0,09 ekor/menit. Respons fungsional burung
pentet terhadap belalang kembara mengikuti respons fungsional Holling tipe 2. Daya makan yang tinggi menunjukkan
bahwa burung pentet berpotensi sebagai agens pengendalian hayati belalang kembara.
Kata kunci: Lanius sp., Locusta migratoria manilensis, respons fungsional

PENGANTAR
Belalang Locusta migratoria manilensis
(Orthoptera: Acrididae) yang secara umum dikenal
dengan belalang kembara merupakan hama utama
tanaman rerumputan atau Gramineae di Indonesia.
Kerugian akibat letusan belalang kembara selama 5

tahun (1998–2002) mencapai Rp 12 milyar (Untung
et al., 2003). Berbagai teknik pengendalian telah dilakukan untuk menurunkan populasi belalang kembara, antara lain fisik, mekanis, hayati misalnya
dengan Metarhizium anisopliae, dan nabati dengan
ekstrak Azadirachta indica (Wilps et al., 1996).
Adapun pengendalian yang banyak dilakukan saat
terjadi eksplosi belalang kembara adalah pestisida
kimia (Untung et al., 2006).

Pemanfaatan dan pengembangan agensia
pengendalian hayati (APH) khususnya burung
predator masih terbatas. Beberapa burung predator
diduga mampu mengendalikan populasi serangga
hama (Anonim, 1996). Burung predator Lanius
sp. (Passeriformes: Laniidae) yang dikenal
dengan nama umum burung pentet berpotensi
mengendalikan hama belalang kembara karena
banyak ditemukan di Indonesia (Mackinon, 1988).
Sampai saat ini penelitian terhadap potensi burung
pentet sebagai pengendali belalang kembara belum
pernah dilakukan.

Salah satu tolok ukur untuk menilai potensi
pemangsa oleh predator adalah dengan menghitung
respons fungsional predator terhadap mangsanya,

Astuti et al.: Respons Fungsional Burung Pentet terhadap Belalang Kembara

misalnya yang dilakukan oleh Holling. Ada tiga tipe
respons fungsional Holling yakni respons tipe 1, 2,
dan 3 (Holling, 1959). Pada respons tipe 1 jumlah
mangsa yang dimakan pemangsa merupakan
proporsi langsung dari kelimpahan mangsa di
sekitarnya. Respons tipe 2 menggambarkan
peningkatan jumlah mangsa yang tersedia
mempengaruhi peningkatan jumlah mangsa yang
dimakan oleh pemangsa dalam kurun waktu tertentu
tetapi laju pemangsaannya semakin berkurang dan
tidak meningkat lagi setelah pemangsa kenyang.
Respons fungsional Holling tipe 2 biasanya
dijumpai pada interaksi antara herbivora dengan
tanaman, pemangsa dengan mangsa dan parasitoid

dengan inang (Begon et al., 2002). Respons
fungsional tipe 3 menggambarkan pemangsa
berusaha melakukan kontak berulang kali dengan
mangsa untuk belajar mendapatkan, mengenali dan
menangkap dengan cepat sehingga jumlah mangsa
yang dimakan masih jauh lebih sedikit daripada
yang tersedia (Speight et al., 1999).
Penelitian respons fungsional burung pentet
terhadap belalang kembara belum pernah dilakukan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dasar tentang potensi burung pentet
sebagai predator belalang kembara dalam rangka
pengendalian hama tersebut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
Pengendalian Hayati dan rumah kaca Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

pada bulan Desember 2007–Maret 2008. Belalang
kembara berasal dari Sampit, Kalimantan Tengah
dibiakkan di rumah kaca (33oC) dengan
menggunakan kandang berukuran 2×2×1 m dan
diberi pakan daun jagung sedangkan burung pentet
diperoleh dari pasar burung Ngasem. Belalang
kembara yang digunakan dalam pengujian adalah
instar 2, 4, dan imago, sedangkan burung pentet
yang digunakan memiliki umur yang seragam.
Pengujian Kemampuan Maksimum Makan
Burung Pentet
Arena pemangsaan untuk pengujian berupa
kandang uji berukuran 75×75×75 cm berkerangka
kayu dan ditutup dengan strimin. Belalang kembara
instar 2, 4, dan imago umur 1 hari setelah ganti kulit
dengan jumlah melebihi kapasitas makan burung
pentet dimasukkan ke dalam kandang uji. Satu
individu burung pentet yang telah dilaparkan 6 jam
sebelum pengujian dimasukkan ke kandang uji yang
telah terisi belalang kembara. Burung pentet

dikeluarkan dari kandang uji apabila sudah kenyang

97

yang ditandai dengan berhenti makan. Parameter
yang diamati adalah jumlah belalang kembara yang
dimakan oleh satu individu burung pentet dalam
waktu tertentu sampai burung pentet berhenti
makan (stop feeding) dinotasikan sebagai x. Pada
tiap instar belalang kembara digunakan lima
individu burung pentet yang sama umurnya.
Pengujian Respons Fungsional
Pengujian respons fungsional menggunakan
nimfa instar 2, 4, dan imago umur 1 hari setelah
ganti kulit. Mangsa dengan jumlah berbeda sesuai
hasil penentuan seri kepadatan mangsa (¼ X, ½ X,
¾ X, X, 1¼ X, 1½ X, 1¾ X) dimasukkan ke dalam
kandang uji diikuti oleh burung pentet. Pada tiap
instar belalang kembara digunakan tujuh individu
burung pentet yang sama umurnya. Pengamatan

dilakukan segera setelah burung pentet dimasukkan
ke dalam kandang uji dalam waktu tertentu sesuai
total waktu memangsa (Tt) dari data hasil pengujian
kemampuan makan maksimum. Parameter yang
diamati adalah jumlah belalang kembara yang
dimakan burung pentet pada seri kepadatan mangsa
yang berbeda-beda dalam total waktu yang sama.
Laju pemangsaan (a’) dan waktu pemangsaan
(Th) sebagai tolok ukur kekuatan respons
fungsional diestimasi dengan rumus Holling (1959):
a’NtTt
Ne = 1 + a’N
tTh
dimana Ne : estimasi jumlah mangsa yang dimakan,
Nt: kepadatan mangsa yang disediakan, Tt: Total
waktu yang diperlukan untuk pemangsaan,
Th: Waktu pemangsaan, a’: Laju pemangsaan.
Kemampuan makan maksimum diestimasi
dengan rumus Tt/Th dan regresi linear. Untuk
membandingkan jumlah mangsa yang riil dimakan

dengan estimasi Holling menggunakan uji t dengan
tingkat kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Makan Maksimum Burung Pentet
Kemampuan makan maksimum burung pentet
bervariasi antara nimfa instar 2, 4, dan imago (Tabel
1). Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya terutama
berkaitan dengan tingkat kekenyangan, burung
pentet memerlukan jumlah nimfa belalang kembara
instar 2 lebih banyak daripada nimfa instar 4 dan
imago. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa waktu
yang diperlukan oleh seekor burung pentet untuk
memakan belalang kembara bervariasi antar stadia
hidup. Waktu pemangsaan imago paling lama

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia

98

dibandingkan nimfa instar 2 dan 4. Semakin kecil

ukuran tubuh belalang kembara akan semakin
singkat waktu yang diperlukan burung pentet untuk
memakannya. Belalang kembara instar 2 memiliki
ukuran lebih kecil sehingga memudahkan burung
pentet dalam mengkonsumsi belalang kembara.
Variasi tersebut diduga berkaitan dengan bobot
belalang kembara (Tabel 2). Semakin berat bobot
belalang kembara, maka jumlah individu yang
dimakan oleh burung pentet juga semakin sedikit.
Selain itu diduga imago belalang kembara memiliki
kemampuan lebih dalam bertahan dan menghindari
pemangsa dibandingkan nimfa instar 4 dan 2.
Salah satu faktor penting yang menentukan
efisiensi pemangsaan adalah lamanya waktu yang
digunakan oleh predator untuk menangkap, membunuh, dan memakan satu mangsa (Tarumingkeng,
1994).
Respons Fungsional Burung Pentet terhadap
Belalang Kembara
Hubungan antara banyaknya mangsa yang
dimakan oleh burung pentet dengan belalang

kembara instar 2, 4 dan imago yang tersedia
membentuk respons fungsional tipe 2 (Gambar 1).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah
mangsa yang tersedia laju pemangsaan burung
pentet akan semakin menurun. Apabila dibandingkan antara jumlah mangsa yang riil dimakan dengan
estimasi Holling berdasarkan uji t tidak ada beda
nyata antara keduanya.
Tabel 3 menunjukkan estimasi pemangsaan
maksimum imago paling tinggi dibandingkan
belalang kembara instar 2 dan instar 4. Respons
fungsional burung pentet terhadap belalang

Vol. 15 No. 2

kembara instar 2 lebih kuat daripada terhadap imago
yang ditunjukkan oleh waktu memangsa lebih
singkat dan laju pemangsaan lebih tinggi, sedangkan respons fungsional burung pentet terhadap
imago belalang kembara lebih kuat daripada
terhadap belalang kembara instar 4. Secara umum
respon burung pentet terhadap belalang kembara

mengikuti pola Holling Tipe 2 (Tabel 3 dan Gambar
1).
Kemampuan makan maksimum riil burung
pentet terhadap belalang kembara instar 2 dengan
estimasi berdasarkan Holling tidak berbeda nyata
setelah dilakukan uji t. Namun daya makan
maksimum riil burung pentet terhadap belalang
kembara instar 4 dan imago berbeda nyata dengan
estimasi Holling. Hal ini membuktikan ada
kecenderungan perbedaan antara perkiraan model
matematika dengan perkiraan secara biologi di
lapangan. Dalam pemangsaan, burung pentet akan
lebih mudah mendapatkan mangsa instar 2
dibandingkan instar 4 dan imago. Burung pentet
lebih cepat menemukan instar 2 yang gerakannya
masih lamban dibandingkan instar 4 dan imago
sehingga jarak tempuh burung pentet untuk
menemukan belalang kembara lebih pendek. Hal
tersebut sesuai dengan asumsi Holling bahwa
pemangsa menemukan mangsa secara sistematis
sehingga tidak ada waktu yang terbuang (Holling,
1959). Instar 4 dan imago memiliki kemampuan
menghindar dari burung pentet lebih tinggi
dibandingkan instar 2. Selain itu ukuran belalang
kembara diduga mempengaruhi pemangsaan.
Dengan demikian kemungkinan mangsa terlepas
saat pemangsaan relatif tinggi. Faktor tersebut dapat

Tabel 1. Rerata jumlah belalang kembara dimangsa burung pentet
Stadia

Σ burung pentet
uji
(ekor)

Σ belalang kembara
tersedia
(ekor)

Rerata
Σ belalang kembara
dimangsa (ekor)

N2
N4
Imago

5
5
8

150
35
50

123,80 + 13,1
28,60 + 4,5
12,25 + 5,5

Rerata total
Rerata
waktu memangsa waktu memangsa
(menit)
(ekor/menit)
45,20 + 4,1
214,80 + 31,4
136,90 + 9,7

2,75
0,13
0,09

Tabel 2. Rerata berat tubuh belalang kembara pada berbagai stadia
No.

Stadia

Rerata panjang tubuh (cm)

Berat tubuh (gram)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

N1
N2
N3
N4
N5
Imago

0,7
1,2
1,6
2,0
3,0
3,5 – 4,0

0,02
0,03
0,16
0,29
♂ 0,62
♂ 0,72

♀ 1,02
♀ 1,06

99

Astuti et al.: Respons Fungsional Burung Pentet terhadap Belalang Kembara

Ne =

1,169Nt
1 + 0,0055Nt

Ne =

A

1,186Nt
1 + 0,04Nt

B

Ne =

1,127Nt
1 + 0,024Nt

C
Gambar 1. Respons fungsional burung pentet terhadap belalang kembara: (A) instar 2, (B) instar 4,
(C) imago; garis Ne menggambarkan estimasi jumlah mangsa yang dimakan burung pentet
berdasarkan persamaan Holling; Na menggambarkan jumlah mangsa yang riil dimakan
Tabel 3. Parameter respons fungsional menurut Holling dan estimasi pemangsaan maksimum burung pentet
terhadap belalang kembara
No

Tipe
mangsa

Tt
(menit)

a’
(ekor/menit)

Th
(menit/ekor)

Ne max
(ekor/Tt)

1.

N2

10

0,0169

0,3264

30,64

2.

N4

150

0,0079

5,0590

30,00

3.

Imago

120

0,0094

2,5550

47,00

Model Holling
0,169 Nt
(1 + 0,0055 Nt)
1,186 Nt
Ne =
(1 + 0,04 Nt)
1,127 Nt
Ne = (1 + 0,024 Nt)
Ne =

Tipe
Holling
2
2
2

Keterangan: Tt: Total time
Th
: Handling time
a’: Laju pemangsaan Ne max : Estimasi belalang kembara yang dimakan

terbukti dengan kemampuan makan maksimum riil
dengan estimasi Holling berbeda nyata.
Sebagai agensia pengendalian hayati, predator
diharapkan memiliki kemampuan makan maksimum yang relatif tinggi untuk menurunkan populasi
mangsa di lapangan. Semakin tinggi daya bunuh
dan daya makan predator berarti semakin tinggi ke-

mampuan predator untuk menurunkan populasi
mangsa. Relatif tingginya daya makan maksimum
yang ditunjukkan oleh burung pentet juga menjadi
faktor penentu potensi burung pentet dalam
menekan populasi belalang kembara di alam.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa burung
pentet mengikuti respons fungsional Holling tipe 2

100

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia

terhadap nimfa instar 2, 4, dan imago belalang
kembara. Hasil ini mirip dengan penelitian respons
fungsional burung hitam Turdus menula yang telah
diteliti oleh Poole et al. (2007). Respons fungsional
Holling tipe 2 membuktikan bahwa predator dapat
berperan sebagai faktor mortalitas tergantung
kepadatan terhadap mangsa (Varley & Gradwell,
1974). Lamanya waktu memakan (Th) burung
pentet terhadap imago belalang kembara membatasi
pemangsaan maksimum dalam waktu yang
disediakan meskipun jumlah mangsa yang tersedia
bertambah. Sebagai calon agensia pengendalian
hayati, predator harus memiliki respons fungsional
yang kuat (Luff, 1983). Semakin kuat respons
fungsional predator terhadap mangsa berarti
semakin potensial predator tersebut untuk berperan
sebagai agensia pengendalian hayati. Respons fungsional yang kuat telah ditunjukkan burung pentet
terhadap belalang kembara, dengan demikian
burung pentet merupakan calon agensia pengendalian hayati yang baik untuk mengendalikan
belalang kembara.
KESIMPULAN
1. Hasil penelitian membuktikan kinerja burung
pentet sebagai predator mengikuti respons
fungsional Holling tipe 2 sehingga burung pentet
diduga berpotensi sebagai calon agensia
pengendalian hayati untuk mengendalikan
belalang kembara.
2. Kemampuan makan maksimum burung pentet
terhadap belalang kembara instar 2, 4, dan imago
masing-masing 2,75 ekor/menit, 0,13 ekor/
menit, dan 0,09 ekor/menit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Padi Huma Diserang Belalang
kembara. http://www.kompas.com, modified
2/12/01.

Vol. 15 No. 2

Begon, M., M. Mortimer., & D.J. Thompson. 2002.
Population Ecology. Blackwell Science, London.
256 p.
Holling, C. S.1959. Some Characteristics of Simple
Types of Predation and Parasitism. Canadian
Entomologist 91: 385–398.
Krebs. C.J.1985. Ecology. Harper and Row
Publisher, New York. 800 p.
Luff, M.L.1983. The Potential of Predators for Pest
Control. Agriculture, Ecosystem and Environment
10: 159–181
MacKinnon, J. 1988. Field Guide to the Birds of
Java and Bali. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 390 p.
Poole, A.E., R.A.Stillman, H.K.Watson, & K.J.
Norris. 2007. Searching Efficiency and The
Functional Responsse of a Pause-Travel Forager.
Journal of Functional Ecology: 21: 784–792
Speight, M.R., M.D. Hunter., & A.D. Watt. 1999.
Ecology of Insect, Concepts and Application.
Blackwell Science. 350 p.
Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi
Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta. 284 p.
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama
Terpadu (edisi kedua). Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta. 348 p.
Untung, K., FX .Wagiman, & S. Hardjastuti. 2003.
Kajian Pengendalian Hama Belalang Kembara dan
Pemanfaatan Limbahnya di Kabupaten Sumba
Timur. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian
UGM, Yogyakarta.
Varley, G.C. & G.R.Gradwell. 1974. The Use of
Models and Life Tables in Assesing the Role of
Natural Enemies, p. 93–112. In C.B. Huffaker (ed.),
Biological Control. Plenum Press, New York.
Wilps, H., R. Peveling & B. Diob. 1996. Integrated
Biological Control of Grasshoppers and Locusts.
Summary Report on The Field Research in
Mauritania 1992–1995, Mauritania. 42 p.

Dokumen yang terkait

Biologi Dan Transformasi Belalang Kembara Locusta Migratoria Manilensis Meyen (Orthoptera: Acrididae) Pada Beberapa Tingkat Kepadatan populasi di laboratorium

0 4 9

Pengaruh biopestisida campuran daun mengkudu (Morinda citrifolia) dan daun tembakau (Nicotiana tabacum L.) pada konsentrasi berbeda terhadap mortalitas belalang kembara (Locusta Migratoria).

0 5 105

Pengaruh biopestisida campuran daun mengkudu (Morinda citrifolia) dan daun tembakau (Nicotiana tabacum L.) pada konsentrasi berbeda terhadap mortalitas belalang kembara (Locusta Migratoria)

0 1 103

Pengelolaan Lingkungan dalam Rangka Mengantisipasi Perkembangan Hama Belalang Nomadacris succincta Linnaeus (Orthoptera: Acrididae) | Siwi | Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 12102 23763 2 PB

0 0 10

Ketahanan Jamur terhadap Fungisida di Indonesia | Sumardiyono | Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 11869 23096 2 PB

0 1 5

Identifikasi dan Virulensi Fusarium oxysporum f.sp. cubense RAS 4 | Kiswanti | Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 11748 22779 2 PB

0 0 5

Aktivitas Harian dan Preferensi Burung Predator Lanius sp. terhadap Hama Sexava spp. | Lala | Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 11740 22769 2 PB

0 0 6

Burung Cendet atau Burung Pentet

0 0 2

PENGARUH INSEKTISIDA NABATI FILTRAT UMBI GADUNG (Discorea hispida Dennst) TERHADAP RESPON BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria) DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR MATA KULIAH BIOTERAPAN SKRIPSI

0 0 15

EFEKTIVITAS EKSTRAK UMBI GADUNG (Dioscorea hispida dennst) UNTUK MENGURANGI INTENSITAS SERANGAN BELALANG (Locusta Migratoria) PADA DUA VARIETAS KEDELAI UMUR GENJAH - repository perpustakaan

0 0 15