edisi3 Preview Rev4small1

MEI - JUNI 2011

tataruang
buletin

BKPRN | BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

Penerapan Low Carbon Economy
dalam Penataan Ruang

Kewajiban Kita

dibalik Keindahan Wilayah Pesisir Bali
Pentingnya Pemaduserasian

Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Penanganan DAS Bengawan Solo
Di Masa Datang


Perubahan Iklim Dapat Dikendalikan
Negosiasi Perubahan Iklim

Notes from Bangkok Climate Change Talks 2011

Ruang untuk Masyarakat Lokal

Tradisional (Masyarakat Adat)
yang Semakin Terpinggirkan

Perubahan Iklim:
Bencana Saat Ini

Green Buiding:

A Sustainable Concept for
Construction Development Indonesia

Agenda Kerja BKPRN


Atau Masa Datang?

P RO F I L

BARCODE

BKPRN

BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

P RO F I L

Ir. Rachmat
Witoelar

buletin tata ruang
PELINDUNG
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc.
Dr. Eko Luky Wuryanto
Dr. Ir. Max Pohan

Drs. Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA
Drs. Syamsul Arif Rivai, M.Si, MM.

PENANGGUNG JAWAB
Ir. Iman Soedradjat, MPM.
Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc.
Ir. Heru Waluyo, M.Com
Drs. Sojan Bakar, M.Sc.
DR. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM
Ir. Basuki Karyaatmadja

PENASEHAT REDAKSI
DR. Ir. Ruchyat Deni Dj. M.Eng
Ir. Iwan Taruna Isa
M. Eko Rudianto, M.Bus (IT)

PEMIMPIN REDAKSI
Aria Indra Purnama, ST, MUM.

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI


sekapur
sirih
‘Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarakatuh,
Selayaknya kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesempatan
yang selalu diberikan kepada kita untuk terus berkarya, dan Buletin Tata Ruang masih
diberi kesempatan untuk hadir kembali dalam edisi penerbitan ketiga di tahun 2011.
Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan
emisi gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida dan metana, mengakibatkan dua hal
utama yang terjadi yaitu luktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai
negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka laut. Telah dilakukan
proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun 2100, diperkirakan
adanya kenaikan muka laut yang berdampak pada hilangnya sebagian daerah pantai dan
pulau-pulau kecil.

Agus Sutanto, ST, M.Sc

REDAKTUR PELAKSANA
Ir. Melva Eryani Marpaung, MUM.


SEKRETARIS REDAKSI
Indira P. Warpani, ST., MT., MSc

STAf REDAKSI
Ir. Dwi Hariawan, MA
Ir. Gunawan, MA
Ir. Nana Apriyana, MT
Wahyu Suharto, SE, MPA
Ir. Dodi S Riyadi, MT
Ir. Indra Sukaryono
Endra Saleh ATM, ST, MSc
Hetty Debbie R, ST.
Tessie Krisnaningtyas, SP
Listra Pramadwita, ST, MT, M.Sc
Ayu A. Asih, S.Si
M. Refqi, ST
Marissa Putri Barrynanda, ST
Heri Khadarusno, ST

KOORDINASI PRODUKSI

Angger Hassanah, SH

STAf PRODUKSI
Alwirdan BE

KOORDINASI SIRKULASI

Melihat berbagai dampak akibat perubahan iklim di Indonesia dan kerugian ekonomi dan
lingkungan yang disebabkannya, maka perlu dilakukan upaya dan tindakan konkrit baik
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat lokal.
Penataan ruang memiliki peranan penting dalam antisipasi perubahan iklim. Hal ini dapat
dilakukan melalui upaya Mitigasi dan Adaptasi. Mitigasi adalah intervensi antropogenik
untuk mengurangi sumber gas rumah kaca sedangkan Adaptasi adalah penyesuaian
secara alamiah maupun oleh sistem manusia dalam upaya untuk merespon stimuli iklim
aktual atau yang diperkirakan dan dampaknya, menjadi ancaman yang moderat atau
memanfaatkan peluang yang menguntungkan.
Upaya Adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi prioritas utama oleh karena berbagai
dampak perubahan iklim sudah mulai dirasakan. Sebagai satu alat dalam pengendalian
pembangunan, penataan ruang dapat menekan produksi gas rumah kaca dengan
menerapkan skenario Low Carbon Economy (LCE) ke dalam penataan ruang. Pada dasarnya,

penataan ruang dapat dilihat sebagai upaya dalam pengoptimalisasi penggunaan ruang.
Optimalisasi dalam hal ini berarti memberikan sektor untuk berkembang secara maksimal
tanpa mengabaikan kualitas lingkungan hidup. Dengan ini, penataan ruang pada
dasarnya memiliki konsep yang sama dengan LCE; mendukung pembangunan namun
tetap menjaga kualitas lingkungan.
Pengarusutamaan Perubahan Iklim dalam Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah
strategi untuk memastikan penyelenggaraan penataan ruang telah mempertimbangkan
potensi risiko perubahan iklim dan untuk menghindari dampak dari terjadinya
perubahan iklim, dan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan penataan ruang tidak
mengakibatkan peningkatan kerentanan wilayah terhadap berbagai jenis bahaya akibat
dampak perubahan iklim di seluruh sektor.

Supriyono S.Sos

STAf SIRKULASI
Dhyan Purwaty, S.Kom

Penerbit: Sekretariat Tim Pelaksana BKPRN
Alamat Redaksi: Gedung Penataan Ruang dan SDA,
Jl. Patimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110

Telp. (021) 7226577, fax. (021) 7226577
Website BKPRN:http://www.bkprn.org
Email:timpelaksanabkprn@yahoo.com
dan redaksi _butaru@pu.go.id

Harapan kami, penyelenggaraan penataan ruang berkontribusi terhadap tujuan
pembangunan dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim di masa datang.
Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum
Selaku Sekretaris Tim Pelaksana BKPRN

Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc

2

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

dari
redaksi
Salam hangat bagi pembaca setia
Buletin Tata Ruang 2011 telah sampai pada edisi ke-tiga. Pada edisi kali ini Butaru

mengangkat kembali tema Perubahan Iklim, dimana tema ini akan menjadi isu hangat
saat ini dan masa yang akan datang. Bencana saat ini yang sering terjadi seperti banjir
akibat faktor cuaca yang tidak menentu dan sering juga berbarengan dengan bencana
longsor, badai tropis, dan badai siklon erat kaitannya dengan perubahan iklim. Selain
itu juga pemanasan global terjadi akibat dari kegiatan ekploitasi secara besar-besaran
terhadap sumberdaya alam yang menjadi bagian dari siklus keseimbangan alam.
Bencana yang selalu terjadi silih berganti tanpa mengenal waktu dan wilayah, kondisi
alam yang tidak seimbang dan perubahan siklus iklim yang tidak sesuai mengakibatkan
bencana tidak dapat diprediksi secara pasti, hilangnya keseimbangan lingkungan akibat
kerusakan alam yang tidak stabil menjadi sesuatu yang harus diatasi oleh semua pihak
yang ada. Bencana menjadi semakin meluas di mana-mana tersebut membutuhkan
tindakan yang dilakukan secara konprehensif untuk mengurangi risiko bencana dan
risiko perubahan iklim dengan melaksanakan manajemen bencana dan rencana aksi
pengurangan risiko bencana.
Dalam Topik Utama edisi kali ini, akan dibahas tentang Low Carbon Economy (LCE) dan
kaitannya dengan Penataan Ruang. LCE atau green growth dapat diartikan sebagai
pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth) yang dapat menekan polusi dan
produksi gas rumah kaca.
Dalam proil tokoh edisi kali ini, kami mengetengahkan Ir. Racmat Witoelar, yang saat ini
menjabat sebagai President’s Special Envoy for Climate Change dan juga sebagai Ketua

Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim. Dengan tugas yang sangat penting dan strategis
tersebut, beliau mengajak semua pihak untuk turut berkontribusi dalam menekan tingkat
laju dan kejadian perubahan iklim, dan pada saat yang bersamaan beradaptasi dengan
dampak dan perubahan iklim yang terjadi.
Pada proil wilayah, wilayah pesisir Pulau Bali, ditampilkan pada edisi kali ini. Pesona Bali
sebagai aset wisata nasional harus dijaga dan diwaspadai dari dampak perubahan iklim,
karena bencana akibat perubahan iklim dapat mengancam wilayah ini. Konsep Green
Building menjadi topik Wacana pada edisi ini.
Semoga dengan terbitnya Butaru edisi ke-tiga ini dapat memberikan manfaat yang dapat
membuka wawasan dan meningkatkan pemahaman para pembaca. Akhir kata, redaksi
mengucapkan selamat membaca.

daftar isi
PROFIL TOKOH
Ir. Rachmat Witoelar

04

Utusan Khusus Presiden
untuk Pengendalian

Perubahan Iklim

PROFIL WILAYAH
Kewajiban Kita

09

dibalik Keindahan Wilayah Pesisir Bali
Oleh: Redaksi Butaru

TOPIK UTAMA

14

Penerapan Low Carbon Economy
dalam penataan ruang
Oleh: Ir. Imam S Ernawi, MCM, MSc,

TOPIK UTAMA
Pentingnya Pemaduserasian

17

Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Oleh : Purba Robert Sianipar

TOPIK UTAMA
Penanganan DAS Bengawan Solo
Di Masa Datang

21

Oleh: Ir. Iman Sudradjat, MPM

TOPIK UTAMA
Perubahan Iklim dapat dikendalikan

28

Oleh: Redaksi Butaru

TOPIK UTAMA

30

Negosiasi Perubahan Iklim
Notes from Bangkok Climate Change Talks 2011
Oleh: Redaksi Butaru

TOPIK LAIN
Redaksi

Ruang untuk Masyarakat Lokal
Tradisional (Masyarakat Adat)
yang semakin Terpinggirkan

33

Oleh: H. Maman Djumantri

WACANA
Green Buiding:
A Sustainable Concept for Construction
Development Indonesia

40

Oleh: Redaksi Butaru

AGENDA

43

Agenda Kerja BKPRN
Mei - Juni 2011

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

3

proil tokoh

Ir. Rachmat
Witoelar

Perubahan Iklim:
Bencana Saat ini
atau Masa Datang?

(Utusan Khusus Presiden untuk
Pengendalian Perubahan Iklim)

Proil Tokoh pada edisi ini menampilkan Ir. Rachmat Witoelar. Beliau saat ini
menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden tentang Perubahan Iklim (President’s
Special Envoy for Climate Change) dan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) yaitu Dewan yang diketuai langsung oleh Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono dengan melibatkan 17 kementerian dan 1 Badan yaitu Badan
Meteorologi dan Geoisika (BMG). Dewan Nasional ini disahkan lewat Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2008 yang ditandatangani oleh Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Juli 2008.
Semangat dewan ini adalah mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional (RAN)
tentang perubahan iklim yang ditetapkan pada November tahun 2007. Lebih jauh,
DNPI bertugas merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan
pengendalian perubahan iklim, mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan
tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih
teknologi, dan pendanaan serta merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme
dan tata cara perdagangan karbon.
Ditemui di kantor DNPI, disela waktu beliau sebelum memimpin rapat koordinasi
persiapan tim negosiasi Indonesia ke pertemuan di Bonn-Jerman. Berikut petikan
wawancaranya.
Apa saja kegiatan Bapak selepas menjabat sebagai Menteri Negara
Lingkungan Hidup?
Selepas menjadi Menteri Lingkungan Hidup, saya masih diberi tugas oleh Presiden
(yang ditetapkan dengan dengan Perpres) menjadi Ketua Harian DNPI, dimana
Ketua DNPI adalah Presiden. Saya sudah menjabat sebagai Ketua Harian DNPI
dalam 2 tahun ini. Adapun fokus tugasnya terkait perubahan iklim. Itulah kegiatan
saya sehari-hari saat ini yang mengharuskan saya untuk bekerja fulltime.Terkait
tugas tersebut saya juga menjabat sebagai President’s Special Envoy yaitu utusan
khusus Presiden (mewakili Presiden) terkait urusan Perubahan Iklim. Beberapa
negara juga memiliki President’s Special Envoy terkait urusan tersebut.
Menjadi President’s Envoy urusan climate change itu adalah kapasitas saya sebagai
pribadi, sementara sebagai ketua Harian DNPI itu kapasitas organisasi yang
fasilitasnya sama dengan setingkat Menteri. Akan tetapi di luar negeri President’s
Envoy lebih di terima karena boleh bertemu dengan kepala negara. Tetapi kalau
menteri hanya diterima oleh menterinya saja.
Latar belakang Bapak terlibat dalam Dewan Nasional Perubahan Iklim? Serta
tupoksi Bapak sendiri menjabat sebagai Ketua Harian DNPI?
Saya terlibat di DNPI, awalnya karena saya menjadi Presiden COP (Conference of
Parties) -13 di Bali. Setelah selesai acara tersebut ada sesuatu yang sangat besar
yang harus ditindaklanjuti, karena COP-13 dianggap yang paling berhasil, karena

4

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

dapat mengangkat Indonesia ke
panggung dunia dan Bapak Presiden
menghargainya. Sehingga setelah
selesai COP Bali, beliau memutuskan
pembentukan
DNPI
dengan
mengeluarkan Peraturan Presiden No
46 tahun 2008, dan saya menjadi Ketua
Hariannya.
Adapun Tugas DNPI yang pertama
adalah
mengadakan koordinasi
diantara
kementerian-kementerian
dan Badan, dengan jumlah anggotanya
17 kementerian (PU, Kehutanan,
Lingkungan Hidup, dan lain-lain) serta
1 badan yaitu Badan Meteorologi dan
Geoisika. Yang paling utama adalah
mengadakan
policy
coordination
yaitu merumuskan kebijakan nasional
dengan mengambil bahan-bahan dari
kementerian-kementerian yang relevan
dan menyusun suatu kebijakan dan
nantinya menjadi kebijakan nasional
perubahan iklim. Kedua, mengadakan
koordinasi pelaksanaan tugas dan
ketiga adalah merumuskan kebijakankebijakan pengaturan dari sistemnya.
Lebih spesiiknya ?
Tugas yang lebih spesiik sebenarnya
adalah mewakili Indonesia di luar negeri
terkait negosiasi perubahan iklim, yang
tidak bisa dilakukan lembaga lain.
Internasional itu hanya mengenal satu
national vocal point. Jadi kalau ada
konferensi perubahan iklim di suatu
negara, Ketua Harian DNPI menjadi
ketua delegasi. Bukan berarti ini DNPI
menjadi suatu superbody karena semua
ilmu yang ada di dewan ini adalah
diambil dari kementerian-kementerian
yang menjadi anggotanya. Kelompokkelompok kerja yang dibentuk dalam
Dewan ini masing-masing ketuanya

adalah dari kementerian-kementerian
tersebut, misalnya Dirjen Penataan
Ruang Kementerian PU adalah Ketua
Kelompok Kerja Adaptasi, dan disini
saya mengkoordinasikannya.

Misi DNPI adalah
semua kementerian/
lembaga turut melawan
perubahan iklim (climate
change), sehingga
akan memperkuat
posisi Indonesia
memperjuangkan
perubahan iklim.
Adapun kelompok-kelompok kerja
(Pokja) mengadakan rapat koordinasi
minimal setiap bulan di dalam kelompok
itu sendiri dan antar kelompok, dimana
nantinya mengkerucut kepada suatu
kesimpulan yang akan
menjadi
kebijakan nasional. Selain itu sebagai
Ketua harian, saya juga bertugas untuk
membuat keputusan dan saya validasi.
Kalau menyangkut skala nasional, baru
saya tanyakan kepada Presiden, karena
tentunya Beliau tidak bisa mengatasi
hal ini secara detail.
Apa yang menjadi visi dan misi
Dewan Nasional Perubahan Iklim
(DNPI)?
Visi DNPI adalah memperjuangkan
agar supaya keputusan-keputusan
yang ditetapkan di Bali pada COP-13
diterima secara utuh dan dilaksanakan
dalam forum internasional. Sedangkan
misinya adalah semua kementerian/
lembaga turut melawan perubahan
iklim (climate change), sehingga

akan memperkuat posisi Indonesia
memperjuangkan perubahan iklim.
Kegiatan apa saja yang telah
dilakukan oleh DNPI dalam rangka
mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim di Indonesia?
Sebenarnya hal ini merupakan
salah satu perjuangan kita untuk
mengadakan penugasan khusus antar
negara. Seharusnya negara maju
yang utama bertanggungjawab yaitu
dengan mengeluarkan biaya dan
menyediakan tenaga, dengan 2 (dua)
alasan yaitu pertama negara maju
itu penyebab utama dan yang kedua
negara maju mempunyai kapasitas
lebih. Sementara negara berkembang
bisa juga melakukan tetapi tidak yang
utama,.
Sebagai contoh adalah Amerika selaku
negara maju , dimana negara tersebut
mempunyai anggaran 15 kali lebih besar
daripada negara berkembang sehingga
negara tersebut memiliki kapasitas
dan tanggung jawab lebih untuk
berbuat banyak hal. Amerika mesti
mengeluarkan dana untuk menjaga
atau melestarikan sarana-sarana yang
akan terkena dampak perubahan iklim.
Jadi ini yang diperjuangkan oleh DNPI
di dalam forum-forum, sSebenarnya
itu perjuangan bersama dengan
negara-negara berkembang dan itu
juga kaitannya dengan Bali Road Map
yaitu bahwa negara-negara maju itu
berkewajiban melakukan usaha-usaha
yang utama dan memberikan fasilitasi
kepada negara-negara berkembang.
Cuma di sini ada perkembangan,
hukumnya memang seperti itu tapi kita
lihat, andaikata negara berkembang

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

5

proil tokoh

Kita mengupayakan apa
yang bisa dilakukan, karena
itu Indonesia berkomitmen
untuk menurunkan emisi
sendiri secara sukarela
hingga 26 %.
itu tidak melakukan dengan cukup,
sementara negara maju melakukan
semaksimal mungkin atau istilahnya
tancap gasnya sekencang-kencang,
perubahan iklim tetap saja mengancam.
Jadi negara maju tidak bisa sendiri.
Ini adalah sesuatu pemikiran nasional
Indonesia yang sedikit kontroversial.
Kenapa negara berkembang harus
ikut terlibat untuk untuk mengatasi?.
Karena begini, negara maju ada 47
negara, sisanya adalah 180 negara
berkembang. Jadi kita sebagai salah
satu negara berkembang harus ikut
memikirkan kalau ingin selamat.
Kita mengupayakan apa yang bisa
kita lakukan, karena itu Indonesia
menjanjikan/berkomitmen
untuk
menurunkan emisi karbon secara
sukarela hingga 26 %.
Terkait dengan komitmen Presiden
bahwa Indonesia akan menurunkan
emisi karbon sebanyak 26%
sampai tahun 2020, bagaimana
upaya DNPI untuk membantu
mengimplementasikan hal tersebut?
Menurut Presiden Obama, menurunkan
emisi karbon sebanyak 26 % adalah
suatu inisiatif yang “heroic”. Hal

6

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

ini dikarenakan kita selaku negara
berkembang, punya hak untuk tidak
melakukan apa-apa, karena masih
banyak penduduk miskin. Akan tetapi
kita tetap ingin berkomitmen untuk
menurunkan emisi karbonnya. Kalau
orang yang tidak mengerti melihat
ini pasti mengatakan ‘kebangetan’,
karena di negara kita masih banyak
orang miskin. Memang iya, tetapi orang
miskin dan orang kaya juga akan mati
juga kalau kita tidak melakukan apaapa terhadap perubahan iklim, jadi mari
kita lakukan bersama-sama.
Apa yang bisa kita lakukan? Banyak
yang bisa kita lakukan, pertama, di
lingkungan sekitar kita, di kantor DNPI
misalnya telah dilakukan penghematan
listrik yaitu lampu hanya dinyalakan bila
diperlukan. Jadi kantor-kantor itu harus
ramah lingkungan. Kedua, mengurangi
emisi-emisi dari kendaraan dan rumah
tangga.
Bagaimana
mengurangi
emisi dari kendaraan? Idealnya adalah
menggunakan kendaraan yang rendah
emisi. Akan tetapi yang gampang
kita lakukan adalah bersama-sama
tetangga menggunakan mobil secara
bergantian disaat pergi kekantor atau
menggunakan transportasi umum
Kereta Api atau Bus.
Terkait
penurunan
emisi
26%,
kementerian/lembaga
banyak
yang
tidak
keberatan,
dimana
pelaksanaannya disinkronkan
oleh
Bappenas, dan tentunya kementerian
lainnya ikut dalam semangat itu.

Posisi Indonesia sebagai penengah
dari kepentingan-kepentingan dan
kemampuan-kemampuan yang ekstrim.
Kepentingan-kepentingan yang paling
keras itu datang dari negara-negara
yang sangat miskin (misal : Tuvalu,
Maladewa, fiji, dll), mereka adalah
wakil dari negara yang kecil dan tidak
mampu. Sementara yang ekstrim disisi
lainnya adalah Amerika, Eropa, Jepang,
Korea itu mampu, jadi kita berada kan
ditengah-tengahnya dan harus bisa
bertindak selaku penyeimbang.
Menurut Bapak, apakah perlu
penyesuaian sistem penataan ruang
dalam bidang perubahan iklim?
contohnya seperti apa?
Perlu dicatat bahwa kita itu menjadi
anggota dan pendukung Cartagena
Dialogue (kelompok Negara-negara
menengah). Dari segi kebijakan, di
lingkungan kita sendiri yang dapat
dilakukan adalah berhemat didalam
penggunaan kendaraan pribadi dan
dilakukan mulai dari lingkungan rumah
tangga. Dari segi kenegaraan/daerah
adalah membereskan tata ruang kita.
Tata ruangnya itu kalau tidak disiplin
dan tidak benar pengaturannya akan
menyebabkan polusi. Sebagai contoh
di Kota Bandung dimana daerah
Punclut Dago yang seharusnya menjadi
daerah resapan air malah dijadikan
daerah pemukiman, yang ditandai
dengan maraknya
pembangunan
Villa didaerah tersebut. Demikian juga
soal pengelolaan TPA yang tidak benar

Dari seminar yang sering saya hadiri,
dapat disimpulkan bahwa kota di
negara kita itu polutif baik dari segi
lahannya, sistem transportasinya dan
kegiatan
pemerintahannya,
misal
dalam masalah pengelolaan sampah.
Kita jangan main-main dengan
masalah sampah (dua tahun lalu saya
kan menjadi Menteri yang mengurus
masalah ‘sampah’). Sampah itu apabila
tidak diurus dengan baik akan dapat
menjadi
musibah
(tertimbunnya
pemukiman penduduk oleh longsoran
sampah) akan tetapi bila dikelola
dengan baik malah akan memberi
berkah, yaitu dari sampah kita bisa
menjual methan.
Idealnya, tata ruang itu adalah tool
untuk menertibkan ‘living space’
supaya tidak polusi. Jadi kalau
mengembangkan daerah tidak dengan
tertib dan lalulintasnya kacau, maka
akan terjadi polusi
seperti yang
terjadi sekarang di kota-kota besar di
Indonesia .

Adapun yang menghitung emisi adalah lembaga
internasional yang telah diakui, dan dilakukan secara
intensif. Hal itu bisa di detailkan misalnya dengan
menggunakan satelit, dan lain-lain.
dan sebagainya. Tata ruang ini sangat
penting untuk menentukan fungsifungsi kota. Masalah tata ruang yang
agak krusial saat ini adalah alih fungsi
lahan dan ini harus dimonitor dan
diminimalkan oleh instansi-instansi
yang berwenang.
Tetapi yang perlu diperhatikan dan
sangat saya harapkan, Ketua Kelompok
Kerja Adaptasi untuk mengembangkan
suatu konsep perkotaan yang baik.
Walaupun kita tahu banyak yang
sudah terlanjur sulit tertata tetapi
masih banyak kota atau kota baru
yang dapat ditata dengan baik. Lebih
jauh, tata ruang untuk kota-kota satelit
maupun pengembangan infrastruktur
mesti disesuaikan dengan kebutuhan
perubahan iklim.

Keterlibatan DNPI sendiri dalam
mewujudkan komitmen tersebut
seperti apa?
Tadinya DNPI bukan terlibat di kegiatan
operasional tetapi lebih ke kebijakan,
tetapi kita membuat identiikasi, dan
menyusun matriks bersama-sama
dengan Bappenas yang operasional dan
memberdayakannya ke kementeriankementerian, terutama Kementerian
Kehutanan, Pertanian dan Dalam
Negeri. Jadi kan kita sudah tahu bahwa
polusi yang terbesar yang diekspor
Indonesia itu adalah karena kehutanan
dan tanah. Jadi kita memfasilitasi risetriset mengenai itu, memfasilitasi danadana dari luar negeri untuk masuk
ke sana, memberikan pemberdayaan
kepada bupati dan meminta KLH untuk

mengawasi yang ‘nakal-nakal’. Sampaisampai didalam UU no.32/2009, kalau
ada pelanggaran dan terbukti salah
berarti dipenjara.
DNPI mengadakan kegiatan
perdagangan karbon, bagaimana
mekanismenya?
Ini sebenarnya mengenai pengurangan
emisi, dimana ada kewajiban negaranegara tertentu untuk menurunkan
emisinya. Ada argumentasi yang
menyatakan
menurunkan
emisi
berarti akan memperoleh kerugian
besar. Amerika contohnya, bila negara
tersebut menurunkan emisinya akan
menderita kerugian banyak. Amerika
harus menurunkan emisinya maka dia
harus menutup banyak pabrik, dan
tentunya hal ini akan mendatangkan
kerugian. Jadi ada fasilitasi karena
dunia ini satu, penurunan emisi
hitungannya satu dunia bukan satu
negara. Karena kalau hanya satu negara
yang menurunkan emisi maka sama
saja dampaknya untuk dunia. Kalau
Amerika tidak mau menutup pabrik
untuk menurunkan emisinya, maka
ada fasilitasi atau kompensasi atau
insentif kepada negara berkembang
untuk
penghijauan/menanam
pohon. Sehingga ada trade-nya, jadi
kewajiban untuk menurunkan emisi
diganti dengan menurunkan emisi di
tempat lain tetapi ada kompensasi.
Jadi kompensasi itu kalau ada nilai
ekonominya dinamakan trade. Yang
diambil itu emisi yaitu karbon maka
disebut dengan istilah carbon trade.
Yang dilakukan DNPI ....?
DNPI
mendaftarkan
perusahaanperusahaan
dari
negara
yang
menurunkan emisi itu untuk diberikan
pengetahuan dan cara menghitung.
Jadi di salah satu deputi DNPI, tugasnya
adalah mengatur dan memfasilitasi
agar semua industri di Indonesia
bisa menurunkan emisinya. Bila ada
kelebihan emisi dan itu mempunyai
nilai, maka nilai itu akan dibayar oleh
pihak-pihak yang kelebihan emisi
tersebut. Adapun yang menghitung

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

7

proil tokoh

emisi adalah lembaga internasional
yang telah diakui, dan
dilakukan
secara intensif. Hal itu bisa di detailkan
misalnya dengan menggunakan satelit,
dan lain-lain.
Sekarang ini carbon trade tersebut
belum begitu sahih/formal, karena
belum diikat oleh suatu kesepakatan
(COP decision) baik kualitatif maupun
kuantitatif. Hingga saat ini secara
kuantitatif belum
bisa ditetapkan,
selalu mengalami kegagalan termasuk
juga di pertemuan frankfurt. Hal ini
disebabkan karena begitu ditetapkan
maka negara maju akan ‘kena’. Jadi
ekstrimnya, negara Amerika akan terus
menunda penerapannya.
Tetapi menyadari hal tersebut maka
perlu ada volunteering market. Carbon
trade ini dalam dimensi kecil dapat
dilakukan, yaitu bila orang dapat
mengurangi polusi maka harus diberi
kompensasi. Harus ada pengurangan
emisi di suatu daerah, hal ini dikaitkan
dengan hutan, di PU ada sampah. Kalau
suatu daerah sampahnya menggunung
dengan emisi sekian, sampah itu ditutup
dengan plastik kemudian dikumpulkan,
diukur methan yang keluar dan
dibakar, dihitung berapa, maka akan
ada nilai ekonominya, contohnya di
Bantar Gebang. Demikian juga ada
literatur yang telah menghitung nilai
methan dari peternakan sapi. Jadi yang
mikro-mikro seperti ini ada banyak di
Indonesia.
Contohnya dalam membangun
jalan yang akan membangkitkan
jumlah lalu lintas, menurut Bapak
keterkaitannya dengan emisi karbon?
Jalan raya yang disini adalah jalan tol,
akan
menghasilkan banyak sekali
emisi. Menurut saya tarif tolnya harus
disisihkan untuk biaya penghijauan,
jadi akan lebih mahal tapi apa boleh
buat. Misalkan tarif yang tadinya Rp
6.500 dinaikkan menjadi Rp 7.000,
jadi yang Rp 500 akan disumbangkan
untuk penghijauan. Jalan-jalan raya
yang menghasilkan banyak polusi itu di
ofset dengan kegiatan yang lain. Ya ini

8

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

The idea behind carbon trading is quite similar to the
trading of securities or commodities in a marketplace.
Carbon would be given an economic value, allowing
people, companies or nations to trade it. The value
of the carbon would be beased on the ability of the
country owning the carbon to store it or to prevent it
from being released into the atmosphere.
contoh trade volunteer, dan ini sangat
konkrit.
Isu lain terkait abrasi pantai yang
merupakan dampak dari perubahan
iklim, menurut pendapat Bapak apa
upaya yang harus dilakukan?
Secara
kebijakan
negara
kita
memang
masih
memperhatikan
dan memperjuangkan perubahan
iklim supaya dikontrol. Yang menjadi
menjadi korban adalah pantaipantai, sementara beberapa masih
bisa dipagari oleh tanggul tapi itu
sementara sekali. Yang strategis itu kita
perlu serius berjuang untuk climate
change dunia. Kenaikan air muka laut
(sea level rise) itu dampak dari semua
negara yang mengeluarkan emisi
(tidak hanya negara yang terkena
dampak saja). Jadi penangannya
secara strategis tidak bisa oleh hanya

satu negara saja. Jadi yag dilakukan
adalah meminimalkan dampak dalam
dalam hal ini adalah adaptasi, yaitu
orang yang tinggal di pesisir dihimbau
untuk pindah ke tempat yang aman
dan diajarkan sesuatu yang baru.
Seperti kita ketahui, terdapat 2 strategi
dalam melawan Perubahan Iklim yaitu
mitigasi dan adaptasi. Mitigasi yaitu halhal yang harus kita perjuangkan untuk
dikurangi, dan kalau tidak bisa ya kita
harus sesuaikan yaitu dengan Adaptasi.
Jadi, perubahan iklim tidak dapat
dipungkiri dan pasti akan terjadi.
Semua pihak harus berkontribusi untuk
menekan tingkat dan laju kejadiannya
dan pada saat yang bersamaan
beradaptasi dengan perubahan dan
dampak yang terjadi. Akan tetapi yang
harus diingat adalah upaya ini tidak
boleh menghambat pembangunan.

proil wilayah

Berbagai tempat wisata
di wilayah pesisir Bali
memberikan pengaruh
yang sangat positif
terhadap PDRB
provinsi Bali

KEWAJIBAN dibalik Keindahan
KITA Wilayah Pesisir Bali
Oleh: Redaksi Butaru

Seluruh dunia mengenal Bali, dan bahkan banyak yang mengatakan jangan
mengaku ke Indonesia jika tidak menginjakan kaki ke Bali. Panorama keindahan
pantai di Bali menjadikan “surga” para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata
ini. Seluruh wilayah pesisir di Pulau Bali ini memiliki daya tarik masing- masing bagi
wisatawan, keindahan alam ini ditambah dengan keunikan budaya lokal yang tidak
dapat lepas di setiap tempat di Bali.
Banyak tempat yang dijadikan sebagai tempat-tempat yang sakral bagi penduduk
asli Bali untuk melakukan ibadah. Misalnya Tanah Lot, sebuah objek wisata di Bali
yang terletak di Desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Di Tanah Lot
ini terdapat dua pura, pura pertama terletak di atas batu besar yang terletak di
sebuah batu karang besar yang berada di tengah pantai dan pura ke dua di atas
tebing yang menjorok ke laut ini dikenal sebagai pura laut, di mana ke dua pura
tersebut diyakini sebagai tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Setiap 210
hari sekali para umat Hindu di Bali memperingati hari raya Pura Di Tanah Lot ini atau
biasanya dikenal dengan sebutan Odalan. Pada peringatan Odalan ini para umat
Hindu di Bali mengunjungi pura ini untuk melakukan ibadah bersembahyang, oleh
karena itu tidak seluruh lokasi wisata di Tanah Lot ini dapat dikunjungi wisatawan
karena dianggap sebagai tempat yang sakral atau suci.

Sektor Pariwisata
Bali ini sudah terbukti
menciptakan iklim positif
pada pertumbuhan
ekonomi Provinsi Bali.

Dengan berbagai macam tempat wisata di Pulau Bali ini memberikan pengaruh
yang sangat positif terhadap PDRB Provinsi Bali, hal ini dibuktikan dengan
pemasukan terbesar PDRB Provinsi Bali terletak pada Sektor Pariwisata.
Perkembangan PDRB pada Triwulan I 2011 menunjukan peningkatan dari tahun
sebelumnya, yaitu mencapai 17,47 Triliyun, dimana sektor perdagangan, hotel,
dan restoran mendominasi PDRB Bali dengan nilai tambah sebesar 5.32 Triliyun
dan diikuti dengan peningkatan pada sektor lainnya. Sektor Pariwisata Bali ini
sudah sangat terbukti menciptakan iklim positif pada pertumbuhan ekonomi
Provinsi Bali. Akan tetapi, tantangan yang dihadapi khususnya bagi penduduk Bali
adalah tetap menjaga dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi
calon wisatawan untuk meninkmati keindahan Bali dan tentunya menciptakan
pariwisata yang berkelanjutan.

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

9

proil wilayah
Akankah Bali Bertahan?
Mempertahan Bali untuk tetap menjadi tujuan utama wisata di Indonesia itu
tidak semudah yang dikira, Mengapa Demikian?.. Banyak faktor yang mengancam
Bali. Isu Perubahan iklim/ Climate Change merupakan isu dunia yang harus
diwaspadai yang tidak menutup kemungkinan mengancam Bali. Secara singkat,
Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan
dampak terhadap berbagai segi kehidupan. Dampak ekstrim dari perubahan iklim
terutama adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim, kenaikan
temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair.
Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan
permukaan air laut di seluruh dunia yang meningkat antara 10-25 cm selama abad
ke-20. Dengan meningkatnya permukaan air laut, peluang terjadinya erosi tebing,
pantai, dan bukit pasir juga akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara
sungai, maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Bahkan dengan
sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah cukup mempengaruhi ekosistem
pantai, dan menenggelamkan sebagian dari rawa-rawa pantai.
Kondisi ini tentunya sangat mengancam berbagai wilayah di Indonesia, karena
Indonesia terkenal dengan negara kepulauan termasuk Bali di dalamnya. Naiknya
permukaan air laut ini telah terjadi dibeberapa bagian di Indonesia, dan pada tahun
2008 Bali mengalami naiknya permukaan air laut. Kenaikan air laut tertinggi pada
tahun 2008 ditemukan di Pulau Ceningan yang terletak di sisi selatan Bali, kenaikan
muka air laut mencapai 50 cm dan bahkan menggenangi beberapa daratan. Akan
tetapi perlu untuk dicermati bahwa, tidak semata-mata naiknya permukaan air laut
ini hanya disebabkan oleh Perubahan Iklim, akan tetapi juga merupakan gabungan
dari berbagai macam penyebab, baik bersifat alami maupun yang disebabkan oleh
manusia. Apapun itu bentuk ancaman alam, sudah sewajarnya kita mengambil
langkah yang cepat dan tepat untuk dapat menyelamatkan bumi, sebagaimana
yang telah dilakukan oleh PEMDA Bali lewat Balai Sungai Penida Bali. Berbagai daya
upaya telah dan akan dilakukan baik dalam bentuk teknis dan non teknis yang
bersifat keberlanjutan telah dilakukan dalam rangka mengamankan pesisir Bali
dari ancaman perubahan iklim dan siklus reguler alam.

Bagaimana Kondisi Pantai
Bali Saat Ini?
Melihat dari pengertiannya, pantai
adalah sebuah bentuk geograis yang
terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah
pesisir laut, sedangkan garis pantai
adalah batas pertemuan antara bagian
laut dan daratan pada saat terjadi air
laut pasang tertinggi. Garis pantai
bersifat dinamis dan dapat berubah
sewaktu-waktu, banyak faktor yang
dapat merubah garis pantai ini. Salah
satunya adalah abrasi atau erosi pantai,
yaitu pengikisan pantai oleh hantaman
gelombang laut yang menyebabkan
berkurangnya areal daratan. Bagaimana
dengan kondisi pantai di Bali? masih
amankah sebagai daerah wisata?

10

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

Isu Perubahan iklim/
Climate Change merupakan
isu dunia yang harus
diwaspadai yang tidak
menutup kemungkinan
mengancam Bali

Perubahan garis pantai
di Bali merupakan
akumulasi dari berbagai
faktor penyebab seperti
perubahan iklim,siklus
reguler dan masyarakat
sekitar yang kurang peduli.

Panjang
No. Kabupaten/Kota Pantai (M)

Hampir seluruh garis pantai di Bali mengalami perubahan. Perubahan garis pantai
tersebut merupakan akumulasi dari berbagai faktor penyebab, selain Perubahan
Iklim, siklus reguler berupa abrasi/ erosi pantai yang tidak bisa dihindari, dan
kurangnya kepeduliaan penduduk sekitar pantai dalam menjaga wilayah pesisir
merupakan faktor penyebab yang tidak bisa dipungkiri di dalam perubahan garis
pantai ini.
Bali memiliki panjang pantai +437.700 Km dengan pemanfaatan daerah pantai
sebagai pelestarian biota laut, pariwisata, water sport, dan prasaran dan sarana
keagamaan. Kenyamanan pemanfaatan daerah pantai yang sangat besar ini
terganggu akibat abrasi/erosi pantai yang dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Pada tahun 1987 panjang pantai yang tererosi 49.950M, meningkat
menjadi 93.070M pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan
kembali menjadi 181.700M. Tentunya PEMDA yang dibantu oleh Pemerintah Pusat
dan JICA dalam hal ini, cepat mengambil tindakan dalam rangka pengamanan
pesisir pantai. Pada tahun 2009, panjang pantai yang telah ditangani secara
konstruksi 81.500M, kegiatan tersebut kembali dilanjutkan dilanjutkan pada tahun
2010 dengan total penangana garis pantai sepanjang 81.853M, dan tentunya
akan berlanjut pada tahun 2011 yang akan mencapai garis penanganan pantai
sepanjang 83.729M. Dari total penangana garis pantai tersebut, masih terdapat
97.974M garis pantai lagi yang perlu untuk ditangani secara konstruksi dalam
rangka penanganan garis pantai di Bali. Berikut adalah tabel rinci panjang pantai
yang mengalami erosi pada setiap kabupaten/kota beserta penanganannya:

Pantai Tererosi (M)

Panjang Pengaman (M)

s/d 1987

2008

2009

2009

2010

2011

Sudah Ditangani dengan
Konstruksi (M)
s/d
s/d 2009 s/d 2010 2011*

Yang Belum
Ditangani (M)

1

Buleleng

121.180

9.500

129.060

54.830

1.211

137

310

22.265

22.402

22.712

32.118

2

Jembrana

67.350

4.450

7.510

19.700

-

-

-

6.050

6.050

6.050

13.650

3

Tabanan

28.660

5.500

7.500

12.760

-

216

432

4.300

4.516

4.948

7.812

4

Badung

80.050

11.500

14.100

27.160

1.517

-

-

25.468

25.468

25.468

1.692

5

Denpasar

16.000

7.000

10.000

10.000

-

-

126

8.532

8.532

8.658

1.342

6

Gianyar

12.560

3.000

3.300

3.650

-

-

1.005

500

500

1.505

2.145

7

Klungkung

40.200

3.000

12.600

18.800

-

-

-

5600

5.600

5.600

13.200

8

Karangasem

71.700

6.000

9.000

34.800

-

-

-

8.785

8.785

8.785

26.015

TOTAL

437.700

49.950

93.950

181.700

2.728

353

1.873

81.500

81.853

83.726

97.974

Panjang Pantai Bali Yang Tererosi Beserta Penangannya

Tidak hanya Pemerintah Indonesia dan
pemerintah lokal saja yang konsern
terhadap perubahan garis pantai di
Bali ini, akan tetapi pihak luar pun ikut
konsern untuk tetap menjaga keutuhan
pantai di Bali. Dalam proses penanganan
teknis
ini,
Pemerintah
Jepang
melalui Japan Bank Of International
Cooperation (JBIC) juga ikut berperan
serta aktif melalui memberikan dana
bantuan untuk pelaksanaan pekerjaan.
Sering kita jumpai di Indonesia,
terdapat beberapa pekerjaan di dalam
penanganan bencana tidak sesuai
dengan akar permasalahan yang
ditanggulangi dan mengakibatkan
terjadinya kerugian dan bencana baru.
Oleh karena itu diperlukan pengenalan

lebih dalam dan lanjut dan mengenali
karakteristik daerah atau wilayah yang
akan ditangani. Seperti halnya yang
telah dilakukan di dalam penanganan
pantai di Bali seperti Pantai Kuta, Pantai
Sanur, Pantai Nusa Dua, dan Tanah Lot.
Penanganan yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, PEMDA, pinjaman luar
negeri, dan dibantu oleh Jepang melalui
Japan Bank of International Cooperation
(JBIC) mengalami proses yang panjang,
diawali dengan pengenalan akar
permasalahan melalui penelitian yang
panjang, sehingga memperoleh langkah
penanganan yang tepat dan tentunya
disesuaikan
dengan
karakteristik
masing-masing wilayah. Pada tahap
pertama pengenalan permasalahan
adalah, dilakukannya identiikasi di

Proses Beachill dan Tertapod

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

11

proil wilayah

beberapa titik pantai yang telah
mengalami abrasi dan erosi akibat
gelombang pasang yang sangat ganas
(tsunami/ badai besar) dan melakukan
beberapa penelitian di lokasi bencana.
Dari hasil identiikasi dan beberapa
penelitiaan keluarlah prioritas dan
teknisk- teknis penanganan sesuai
dengan yang permasalahan dan
karakteristik wilayah penangan.
Space Walkway

Secara umum penanganan pantai di
Bali menggunakan beberapa desain
teknis dalam rangka mengembalikan
proil pantai. Desain yang digunakan,
antara lain adalah membangun dinding
pantai (Revetment) yang dibangun
pada garis pantai atau di daratan yang
digunakan untuk melindungi pantai
dari serangan langsung gelombang,

Beberapa pemukiman
penduduk hancur akibat
abrasi dan harus berpindah
jauh dari garis pantai.

Penahan Ombak

Pelaksanaan konstruksi kegiatan pengamanan garis pantai
ini telah dilakukan dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2008, dimulai dengan dengan pengerjaan di Pantai Kuta
yang menghabiskan waktu panjang, yaitu 2,6 tahun dimulai
dari Juni 1996 sampai dengan Desember 2008. Pengamanan
Pantai Kuta di awali dengan pembongkaran bangunan lama,
pengisian pasir, revetment, ofshore breakwater, submarged
breakwater, pembangunan drainase, jalan setapak
(walkway), pembangunan fasilitas umum, landscaping, dan
pembangunan tempat parkir. Pada tahun 2000 dilanjutkan
dengan pelaksanaan konstruksi di Tanah Lot berupa
pembangunan submarged breakwater, perlindungan
kekuatan tebing atau batuan Pura dengan menggunakan
metode penahan dinding atau batu karang, penempatan
tentrapod, penyimpanan pasir, dan landscaping. Dan pada

pengisian pasir. Dilanjutkan dengan
pengisian pasir (Beach fill) yang dapat
mengembalikan garis pantai seperti
semula, Breakwater dan Submarged
Breakwater yang berfungsi sebagai
pemecah gelombang, pembuatan
tetrapod yang berfungsi untuk
mengusir kekuatan dari ombak yang
datang dengan membiarkan air
mengalir ke sekitarnya, dengan kata
lain tetrapod ini juga berfungsi sebagai
pemecah ombak akan tetapi yang
membedakannya dengan breakwater
adalah bentuk dan penempatannya.
Tetrapod berupa blok beton yang
berkaki tiga dan ditempatkan di dasar
laut. Konstruksi selanjutnya adalah
walkway ini biasanya juga disebut
‘ruang bebas’ bagi publik yang dapat
dimanfaatkan sebagai jogging track
dan bisa juga gunakan sebagai jalur
sepeda. Selain itu bagi PEMDA, daerah
ini berfungsi sebagai tempat untuk
melakukan inspeksi, pemeliharaan,
pengawasan dan monitoring daerah
sekitar pantai.

tahun 2001 pengerjaan konstruksi dilanjutkan di Pantai
Sanur dan Nusa Dua, dimana pengerjaan konstruksi ke dua
pantai ini tidak jauh berbeda dengan pengerjaan konstruksi
di Pantai Kuta.
Sebagaimana yang telah dikatakan di atas, bahwa hampir
seluruh wilayah pesisir di Bali perlu penanganan segera,
masih banyak titik rawan lainnya yang dirasakan perlu
penangan khusus. Misalnya Pantai Lebeh yang berlokasi di
Kabupaten Gianyar yang kondisinya sangat memprihatinkan,
tercatat sejak tahun 2004-2010 garis Pantai Lebeh telah
mengalami pergesar sebesar menuju ke darat 24M. Beberapa
pemukiman penduduk hancur akibat abrasi dan harus
berpindah jauh dari garis pantai. Sebagai mana terlihat pada
gambar berikut ini.

Bangunan yang rentan terhadap abrasi di tepi pantai Lebeh

12

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

Setelah
berakhirnya
kegiatan
konstruksi, bukan berarti penanganan
pengaman pantai berhenti sampai
di sini saja, akan tetapi ada tahap
perawatan dan pemantauan yang
berkelanjutan
sangat
diperlukan
untuk mewujudkan kelestarian dan
keindahan Pantai Bali agar tetap selalu
terjaga dengan melibatkan aktif serta
masyarakat dan stakeholder.
Pada awalnya sebelum melakukan
kegiatan konstruksi dan setelah pekerjaan

selesai, PEMDA Bali telah melakukan
pendekatan kepada masyarakat bali
melalui kegiatan sosialisasi, berbagai
respon dan tanggapan yang diterima
PEMDA pada saat sosialisasi tersebut.
Ada beberapa masyarakat Bali yang
bermukim dan beraktiitas di sekitar
pesisir bali dengan sukarela membantu
PEMDA
melakukan
penanganan
pengamanan garis pantai dengan
merelakan sebagian tanah mereka yang
berlokasi persis di garis pantai untuk
dapat digunakan sebagai walkway.

Walkway di Panti Padang Galak

Diperlukan kesadaran yang tinggi
bagi masyarakat sekitar pantai
untuk melakukan pemindahan
pasir ke tempat yang mengalami
pengikisan pasir.

Pantai Nusa Dua sebelum Konstruksi

Pantai Nusa Dua sesudah Konstruksi

Akan tetapi ada pula beberapa masyarakat yang sulit untuk
mengerti dan masih ingin mempertahankan keinginannya
untuk dapat bermukim dan melakukan aktivitas disekitar
pantai karena merasa memiliki yang besar, misalnya pada
sebelum proses pengerjaan breakwater, beberapa masyarakat
menilai bahwa peletakan breakwater dapat mengganggu
aktivitas wisatawan yang akan melakukan suring dan olah
raga lainnya. Selain itu pada proses pengerjaan beach ill,
dimana pasir yang berada di pesisir pantai ini bersifat dinamis.
Sering terjadi proses penumpukan pasir di suatu bagaian
pantai dan terdapat pula penipisan pasir dibeberapa pantai
akibat dari deburan ombak. Untuk menghindari penumpukan
pasir pada suatu bagian garis pantai, maka diperlukan
kesadaran yang tinggi bagi masyarakat disekitar pantai untuk
melakukan pemindahan pasir ke tempat yang mengalami
pengikisan pasir. Pengerjaan ini awalnya dilakukan oleh
PEMDA, akan tetapi tidak secara terus menerus PEMDA
dapat melakukannya, oleh karena itu diperlukan kesadaran
yang tinggi oleh para masyarakat sekitar dengan sukarela
melakukannya. (mpb)

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

13

topik utama

Penerapan

Low Carbon dalam
Economy Penataan
Ruang
Oleh: Ir. Imam S Ernawi, MCM, MSc,
Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian PU
(Ketua Tim Pokja Adaptasi, DNPI)

Spatial planning can be seen as an efort to optimize space utilization.
To optimize mean allowing sectoral developments grow optimally in one hand
and protecting environmental sustainability in the other hand. In this light,
spatial planning spirit is very similar to that of low carbon economy,
fostering growth while maintaining environmental sustainability.

Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi
“Gas Rumah Kaca” di atmosfer adalah penjelasan singkat dari apa yang selama
ini kita sebut dengan “Pemanasan Global”. Pemanasan ini akan diikuti dengan
Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia
yang menyebabkan menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di belahan bumi
lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan akibat kenaikan suhu.
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama
yangberhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan
batu bara) sertakegiatan lain yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan
peternakan. Aktivitas manusia di kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung
maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu
peningkatan kuantitas Gas Rumah Kaca secara global.

Pemanasan Global
akan diikuti dengan
perubahan iklim, seperti
meningkatnya curah
hujan di beberapa
belahan dunia sehingga
menyebabkan banjir
dan erosi.

Indonesia merupakan negara yang RENTAN terhadap
dampak perubahan iklim

Pemanasan Global

ADAPTASI

Dampak
Vulnerable Assesment

fENOMENA
PERUBAHAN IKLIM
- Kenaikan Temperatur
- Peningkatan Muka Air Laut

Sumber

- Kejadian Iklim Ekstrim
- Perubahan Jumlah dan Pola
Presipitasi

KONTRIBUTOR

MITIGASI

Indonesia merupakan penyumbang emisi GRK terbesak di dunia (WB, 2007)

14

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penataan Ruang
- Temperatur
- Peningkatan Muka
Laut
- Perubahan Pola Hujan

Berdampak pada..

Kesehatan

Pertanian

Kehutanan

Sumber Daya Air

Kawasan Pesisir

Habitat Alami

Peningkatan
Penyebaran
Penyakit Menular

Penurunan
luas lahan dan
Produktivitas

Alih Fungsi Lahan

Penurunan Kualitas
dan Kuantitas Air
Baku

Tenggelamnya
kawasan pesisir

Punahnya Spesies
Langka

Ancaman terhadap
pulau- pulau
kecil terluar

Ancaman terhadap
keberlangsungan
kawasan konservasi

Dampak terhadap Penataan Ruang
Ancaman terhadap
sanitasi di kawasan
perkotaan

Ancaman terhadap
ketahanan pangan

Alih Fungsi lahan
kawasan lindung
akibat deforestasi

Kerusakan
kawasan di sekitar
DAS/WS kritis

Penerapan Low Carbon Economy
Pembangunan yang berdasar pada keuntungan ekonomi, tanpa menghiraukan
dampak ekologis terbukti menyebabkan emisi gas rumah kaca yang tinggi.
fenomena ini menjadi salah satu penyebab deviasi iklim. Maka dari itu, konsep LowCarbon Economy (LCE) menjadi fokus penting dalam kerangka kerja pengendalian
deviasi iklim. Menurut Youngshung Cho (Korean University) LCE atau green growth
dapat diartikan sebagai pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth)
yang dapat menekan polusi dan produksi gas rumah kaca.
Sebagai salah satu alat untuk pengendalian pembangunan, penataan ruang dapat
menekan produksi gas rumah kaca dengan menerapkan skenario LCE ke dalam
proses penataan ruang. Pada dasarnya, penataan ruang dapat dilihat sepagai upaya
dalam pengoptimalisasi penggunaan ruang. Optimalisasi dalam hal ini berarti
memberikan kesempatan pada sektor untuk berkembang secara maksimal tanpa
mengabaikan kualitas lingkungan hidup. Maka penataan ruang pada dasarnya
memiliki konsep yang sama dengan LCE yaitu mendukung pembangunan dengan
tetap menjaga kualitas lingkungan.

Green Growth dapat
diartikan sebagai
pertumbuhan yang
berkelanjutan yang dapat
menekan polusi dan
produksi gas rumah kaca.

Sejak ditetapkan pada tahun 2007 Undang-Undang No. 26 tentang Penataan
Ruang konsep LCE sudah menjadi pertimbangan. Tertulis di dalamnya, bahwa
penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam undang-undang ini, dijelaskan bahwa
perencanaan penataan ruang dapat dilakukan berdasarkan sistem, fungsi utama,
wilayah administratif, kegiatan utama pada wilayah tersebut, dan nilai strategis
wilayah. Kriteria ini selebihnya diatur dalam peraturan dan kebijakan pendamping.
Konsep LCE dapat digunakan sebagai salah satu skenario alternatif dalam

Mei - Juni 2011 | buletin tata ruang

15

topik utama

mewujudkan tujuan penataan ruang.
Namun konsep ini harus dapat
diadaptasi dalam strategi penataan
ruang, termasuk struktur dan pola
penataan ruang. Untuk rencana yang
lebih detail, penerapan konsep LCE
harus diatur dalam kebijakan yang
lebih detail dan lebih mendalam
untuk penggunaan ruang dan pola
pemanfaatan ruang.
Penerapan konsep LCE dalam penataan
ruang merupakan suatu investasi yang
sangat menguntungkan, salah satunya
adalah perwujudan target nasional
dalam pengurangan emisi gas buang
sebanyak 26%. Konsep ini juga dapat
mendatangkan investor, terutama
investor yang bergerak dalam bidang
yang berbasis lingkungan hidup. Jika
konsep ini diterapkan secara tepat,

Indonesia akan mendapat pengakuan
internasional dalam penerapan konsep
LCE.
Lebih lanjut, upaya pengarusutamakan
konsep LCE ke dalam penataan ruang
dilakukan dengan mengintroduksi
konsep tersebut ke proses penataan
ruang secara keseluruhan. Sebagai
contoh, dalam perumusan tujuan,
kebijakan, dan strategi hendaknya
telah memasukan aspek keberlanjutan,
kebijakan green economy, dan
kebijakan
pengurangan
emisi
karbon. Rencana struktur tata ruang
hendaknya sudah mengakomodasi
konsep sustainability urban living dan
low-carbon mobility. Konsep smart
growth, compact cities, dan green cities
hendaknya dapat diaplikasikan dalam
rencana pola ruang.

Kerangka Pemikiran
Skenario Pengarusutamaan Low Carbon Economy dalam Penataan Ruang:
Peluang dan Kendala

Low-carbon Economy
(LCE)

Penataan Ruang

Berkelanjutan

Penghapusan Kemiskinan
Mitigasi dan Adaptasi
Deviasi Iklim

- UUPR
- RTRWN, RPR, Provinsi,
Kota, dan Kabupaten

Peluang dan Kendala

Rekomendasi

buletin tata ruang | Mei - Juni 2011

1. Pengertian tentang konsep LCE
harus diperhatikan, dan harus
dipahami oleh seluruh lapisan
pemerintahan;
2. Harus adanya deinisi standar,
parameter, variabel dan indikator
yang jelas dan terukur berhubungan
dengan konsep LCE, agar setiap
perencanaan yang dibuat dapat
teranalisis;
3. Tersedianya pedoman dan sumber
daya manusia yang berkompeten
dalam penerapan LCE. Pedoman
penerapannya sudah dalam tahap
penyusunan, dan termasuk dalam
Rencana Tata Ruang. Namun setiap
institusi memiliki pedoman masing
-masing, pedoman tersebut harus
diharmonisasikan untuk
menghindari tumpang-tindih
kebijakan. Sumber daya manusia
harus difokuskan dalam pemerintah
daerah di mana tingkat kompetensi
SDM masih lemah.
4. Sampai saat ini, baru 20 provinsi
(61%), 42 kabupaten (11%) dan 16
kota (17%) yang telah mendapatkan
persetujuan substansi. Kendala
yang terdapat dalam persetujuan
substansi adalah proses persetujuan
yang panjang, mulai dari
persetujuan substansi dalam
tingkat lokal, nasional (BKPRN) dan
persetujuan pelepasan kawasan hutan.
5. Pelaksanaan dari implementasi
yang masih ambigu, dan perlu
diingat tidak semua langkah dapat
diterapkan dalam Rencana Tata Ruang.

Ketahanan Pangan

16

Namun terdapat beberapa kendala
dalam penerapan konsep LCE ini, yaitu:

Walaupun masih banyak kendala
dalam penerapan ini, n