Kajian Penataan Skylight dan Lampu Matahari pada Atap Bangunan dapat Meningkatkan Kinerja Sistem Pencahayaan Alami Ruang Dalam.

$
,

(

)

!
!
!

*
!

"# $ % "&'%$ %%
"&$%+ "$%%& $ %%$
"-, $, "&#%$ %%+

! "#" $ # %&%' # &' $"($%&

)


*

!%#

)

.
0 1
2 3
*

/

4
"#

!% % #
0


$
,
+

*
$
,
,

5
3

#+ % # %'$ (
$
6
7
$$
8
7
$, 9 *:

8
7
.
$+
*
.
1
$- 0
:
;;;;;;;;;;;

+
+
'
&

"$, " "#" $ #
,
0:*
,$

8
,,
/

,
,
,
+

*

'
+
+$

# #
.
1

''


*-

"'
-$

.% #

#

*
#
#$

:
1

#
'
&

& #

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
#
7
/ <

/

"0 $ # ;;;;

$
$
$
$$
$$
$$
$,

1$ & %'$ (

.& #
/
$

2

3*

7
1

$$$#

:1
15 *

*
1

1


*
*

1

5

1

8

4

3 :

8
*

1


2 <
1 *

1
*
1

*
*

*

1
8
1
*

5


5
* ::
*
*
*

1

*

*
1
8

*
=

*

*

:

* 4
3 :

:4
*

**
1

8

*

5
* 5
3

*:

:
* *
3*

*
8

:
1
1

*
*

?
1 *

8
*

5

>
8

1
* *
* 8

*

* *

8
*

*:

:1 *

1

*
* 5 *

*

3 :
1

*

5

8

:
3

1

8

8

1

*

5

*
*
*

*
3

*

8
8

<

1
8 *

.
1

*

8
8

4

Energi merupakan elemen terpenting bagi pemenuhan hidup manusia. Berbagat
sumber energi yang tersedia di alam memberikan manfaat besar untuk kehidupan manusia.
Ada yang terjadi melalui mekanisme alam tanpa campur tangan manusia, ada pula yang
pemanfaatannya diperoleh melalui proses inovasi dan rekayasa manusia (Jhamtani;
Wardana.; Lisa (2009). Departemen PU (1993), pada bukunya berjudul Tata Cara
Perencanaan teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung, menebutkan krisis energi
dan pemanasan global dewasa ini menyadarkan pada kita, agar lebih bijak dalam menata
lingkungan binaan dan untuk lebih memanfaatkan semua potensi energi terbarukan yang
tersedia melimpah di alam.
Zaman dahulu, sebelum lampu ditemukan, manusia sudah memanfaatkan
pencahayaaan alami sebagai satu1satunya sumber pencahayaan pada bangunan di siang
hari. Namun pencahayaan alami konvensional melalui bukaan jendela memiliki
keterbatasan seperti keterbatasan daya jangkau, potensi menimbulkan silau, keterbatasan
dalam distribusi keseragaman cahaya dalam ruang. Lebih1lebih saat sekarang cukup sulit
dilaksanakan karean faktor keterbatasan bidang samping untuk mengadakan bukaan berupa
jendela. Dalam dunia arsitektur, pemanfaatan cahaya alami menjadi bagian penting dalam
perancangan pencayaan alami untuk menciptakan ruang secara visual maupun nyata.
(Sujadnja, 2001). Karena fenomena obyek dan ruang merupakan fenomena dari cahaya.
Dewasa ini perkembangan penduduk dan kepadatan lingkungan semakin
meningkat. Lahan hunian semakin sempit membuat banyak bangunan memiliki ruang
tanpa bukaan jendela sama sekali. Beberapa ruang yang tidak berbatasan langsung dengan
jendela harus mengandalkan pencahayaan buatan melalui energi listrik di sepanjang hari.
Hal ini menimbulkan pemborosan, namun kebutuhan cahaya untuk penerangan ruangan
mutlak dibutuhkan. Fenomena yang antagonis. Penggunaan pencahayaan alami sebagai
sumber utama atau sekunder untuk penerangan memilikikeuntungan dalam hal
penghematan energi, meningkatkan produktivitas kerja, kesehatan sekaligus dapat menjaga
kelestarian alam (Manuaba, A. 1992).

1

Untuk menaggulangi hal ini dapat di aplikasikan teknologi inovasi seperti penataan
skylight, light pipe system, dan lampu matahari pada bangunan. Wiliam M.0 Lam (1986)
menyebutkan Skylight (cahaya langit), light pipe system (sistem pipa cahaya), dan lampu
matahari (lampu pemendar cahaya mata hari) adalah upaya memasukkan cahaya matahari
atau terang langit ke dalam lubang cahaya dari atas ke dalam ruangan. Sesungguhnya,
Skylight, light pipe system, dan lampu matahari merupakan suatu terobosan sederhana
dalam dunia arsitektur. Utamanya lampu matahari, desebutkan demikian karena
merupakan suatu teknologi tepat guna sangat inovatif, dengan materail botol plastik, bahan
pemutih, dan air di letakkan pada atap menembus ruangan, dapat memendarkan cahaya
sedemikian rupa ibarat lampu listrik.
Berdasarkan hal tersebut maka dirasakan perlu adanya suatu penelitian yang dapat
mengkaji secara lebih mendalam mengenai peranan Skylight, light pipe system, dan lampu
matahari pada bangunan yang benar1benar dapat bermanfaat secara maksimal dalam
menghemat penggunaan energi. Sekaligus mewujudkan kenyamanan visual dalam
bangunan dan tetap hemat energi. Namun pada kesempatan penelitian ini yang akan diuji
dan di bahas adalah teknologi Skylight, lampu matahari. Mengingat ketersediaan waktu,
dan lainnya.

Penelitian ini menekankan pada upaya pemanfataan cahaya matahari langsung
sebagai sumber pencahayaan alami siang hari dengan teknik Skylight, lampu matahari
pada ruangan dalam rumah tinggal. Masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah dengan penataan Skylight pada atap bangunan dapat memperbaiki
kinerja sistem pencahayaan alamiah pada suatu ruangan?

2. Apakah dengan penataan lampu matahari pada atap bangunan dapat
memperbaiki kinerja sistem pencahayaan alamiah pada suatu ruangan?

3. Model yang mana lebih baik kinerja sistem tersebut tentang penyebaran dan
penetrasi cahaya alamiah didalam upaya meningkatkan pencahayaan alami
pada ruangan dalam.

Mengacu pada rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian adalah:
1.

Menguji rancangan dan penerapan Skylight, dan lampu matahari sebagai
bukaan pencahayaan dalam ruang dan melihat kinerja tingkat pencahayaan dan
kedalaman penetrasinya.
2

2.

Menghasilkan suatu strategi penerapan rancangan Skylight, dan lampu
matahari yang memanfaatkan cahaya matahari langsung untuk menerangi
ruang dalam suatu bangunan.

!

"
Adapun manfaat dari diadakannya penelitian ini, dibedakan menjadi dua, yaitu

manfaat teoritis dan praktis:

1. Manfaat Teoritis
Temuan dalam penelitian ini merupakan sumbangan untuk memperluas
wawasan kajian ilmu arsitektur, khususnya dalam bidang Sain dan Teknologi
dalam hal penentuan acuan penerapan Skylight, atau lampu matahari yang
efektif sebagai solusi desain hemat energi.

2. Manfaat Praktis
Sebagai tolak ukur dan referensi untuk masyarakat umum serta para arsitek
dalam mendesain penggunaan Skylight, atau lampu matahari pada bangunan
sebagai langkah nyata penghematan penggunaan energi.

3

#

$

%

Bangunan merupakan salah satu pengkonsumsi energi besar. World Green Building
Council menyebutkan sektor konstruksi menyerap 30140% total energy dunia (Kerr,2008).
Salah satu upaya penghematan energi pada bangunan adalah dengan mengoptimalisasikan
potensi alam, termasuk di dalamnya pencahaya alamiah. Studi di Hawaii menyebutkan
bahwa 27% dari total konsumsi energi bangunan tergunakan untuk pencahayaan buatan,
dengan pengoptimalisasian penggunaan pencahayaan alami maka persentase tersebut dapat
ditekan. Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana strategi rekayasa untuk
menciptakan suatu rancang banguna yanmg dapat mengoptimalisasikan potensi alam yaitu
sinar matahari menjadi modal untuk menciptakan kenyamanan visual dalam ruang. Sebuah
review pada reaksi pengguna terhadap lingkungan dalam bangunan menyatakan bahwa
tersedianya pencahayaan alami secara optimal sangat diinginkan karena memenuhi dua
kebutuhan dasar manusia: kebutuhan visual untuk melihat baik bidang kerja maupun
ruangan dan dapat mengurangi biaya hidup sehari1hari dari beban pencahayaan yang harus
dibayar kepada listrik pintar.

&

' (

Cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga
(Szokolay et al, 2001), yaitu:
1. Cahaya matahari langsung.
2. Cahaya difus dari terang langit.
3. Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lainnya.
Pada kondisi iklim tropis, cahaya matahari langsung harus selalu dihindari karena
membawa panas masuk ke dalam bangunan, caranya dapat melalui desain bentuk
bangunan dan elemen pembayangan (shading devices) baik yang bergerak maupun yang
tetap. Komponen pencahayaan yang dapat digunakan yaitu komponen 2 dan 3. Intensitas
cahaya difus dari terang langit bervariasi bergantung pada kondisi terang langit (cerah atau
berawan). Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lain dapat menyebabkan
masalah kesilauan karena sudut datangnya yang rendah, tetapi merupakan solusi paling
baik untuk kawasan iklim tropis dan sub1tropis.

4

$

)

'

Bangunan secara umum, cahaya alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui
bukaan di saping (side lighting), bukaan di atas (top lighting), atau kombinasi keduanya.
Tipe bangunan, ketinggian, rasio bangunan dan tata massa, serta keberadaan bangunan lain
di sekitar merupakan pertimbangan1pertimbangan pemilihan strategi pencahayaan
(Kroelinger, 2005). Sistem pencahayaan samping yang paling banyak digunakan pada
bangunan. Selain memasukkan cahaya, juga memberikan keleluasaan view, orientasi,
konektivitas luar & dalam, dan ventilasi udara. Posisi jendela pada dinding dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu: tinggi, sedang, rendah, yang penerapannya beda kebutuhan
distribusi cahaya dan sistem dinding. Strategi desain pencahayaan samping yang umum
digunakan antara lain:
1. Single side lighting, bukaan di satu sisi dengan intensitas cahaya yang kuat,
semakin jauh jarak dari jendela intensitasnya semakin melemah.
2. Bilateral lighting, bukaan dari dua sisi bangunan sehingga meningkatkan
pemerataan distribusi cahaya, bergantung pada lebar dan tinggi ruang, serta letak
bukaan pencahayaan.
3. Multilateral lighting, bukaan dari beberapa sisi bangunan (lebih dari dua sisi),
dapat mengurangi silau dan kontras, meningkatkan pemerataan distribusi cahaya
pada permukaan horizontal dan vertikal, dan memberikan lebih dari satu zona
utama pencahayaan alami.
4. Clerestories, jendela atas dengan ketinggian 210 cm di atas lantai, merupa
strategi yang baik untuk pencahayaan setempat pada permukaan horizontal atau
vertikal. Perletakan bukaan cahaya tinggi di dinding dapat memberikan penetrasi
cahaya yang lebih dalam ke dalam bangunan.
5. Light shelves, memberikan pembayangan untuk posos jendela memisahkan kaca
untuk pandangan dan kaca untuk pencahayaan. Bisa berupa elemen eksternal,
internal atau dikombinasikan.
6. Borrowed light, konsep pencahayaan bersama atau antar dua ruangan yang
bersebelahan, misalnya pencahayaan koridor yang didapatkan dari partisi transparan
ruang disebelahnya.

*

+

)

'

$

Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan
pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat
5

pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang
cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari tiga 'komponen
meliputi:
1. Sky component (SC), yaitu komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit.

2. Externally reflected component (ERC) yaitu komponen pencahayaan yang
berasal dari refleksi benda1benda yang berada di sekitar bangunan yang
bersangkutan.

3. Internally reflected component (IRC), yaitu komponen pencahayaan yang
berasal dari refleksi permukaan1permukaan dalam ruangan.

Kim, G. & Kim, J.T., (2009) menambahkan bahwa sistem pencahayaan alamiah
juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan sinar matahari langsung melalui cerobong

6

pipa. Pipa cahaya atau light pipe dikenal juga dengan sebutan tubular skylight, sunscoop,
atau tubular daylighting device. Dibandingkan dengan jendela dan skylight konvensional,
light pipe memiliki alat insulasi panas yang lebih baik dan penerapan di dalam 'bangunan
Iebih fleksibel. Namun 'kelemahannya adalah tidak ada 'kontak visual dengan lingkungan
luar. Light tubes atau light pipes digunakan untuk mendistribusikan sinar cahaya alami
maupun cahaya buatan. Di dalam penerapan ·pencahayaan alami, 1sering 1disebut sun
pipes, solar pipe%s, solar light pipes, .atau daylight pipes.

Gambar 1. Light Pipe System

!

$ ,

'

Berawal dari upaya penelusuran pustaka, diperoleh hasil beberapa penelitian
terdahulu yang diacu dalam penelitian ini, seperti .Jusuf Thojib.dan Muhammad Satya
Adhitama (2013) dalam judul makalahnya Kenyamanan Visual Melalui Pencahayaan
Alami Pada Kantor. (Studi Kasus Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Malang). Memberikan kesimpulan bahwa hasil pengukuran dan pengamatan lapangan
menunjukkan kondisi terang alami beragam antara kurang hingga cukup, disebabkan
standar iluminasi yang tidak sesuai dengan standar iluminasi yang dipersyaratkan SNI 031
2000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung. Respon
pengguna terhadap kualitas kenyamanan visual ruang beragam dari positif1negatif dengan
mayoritas pengguna memberikan respon sedang (cukup sesuai dengan kenyamanan
pengguna).
Rekomendasi untuk mendukung kenyamanan visual dapat dicapai dengan
modifikasi pada ruang, dapat berupa modifikasi interior maupun eksterior. Modifikasi
interior dapat berupa penataan kembali layout ruang dan pola tata perabot, penambahan
reflektor cahaya dalam ruang, atau dengan menggunakan bantuan pencahayaan buatan.
7

Modifikasi eksterior dapat dengan menambahkan shading device (elemen pembayangan),
memperbesar luasan jendela, atau menambahkan skylight. Hasil penelitian Ferry Anderson
Sihombing (2008), dalam karya thesisnya berjudul Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami
pada beberapa Ruang Kelas Perguruan Tinggi di Medan, menyebutkan masih banyak
ruang kelas belum memenuhi standar SNI sebagai ruang kuliah. Untuk itu disarankan
untuk membuat lubang bukaan yang lebih luas. Jika memungkinkan dirancang pada posisi
berdiri (ukuran tinggi lebih besar dari lebamya). Hal ini dimaksudkan agar penetrasi sinar
masuk ruangan dapat jauh ke dalam ruangan. Bagaimana 'halnya dengan rumah tinggal
pada 'hunian yang padat. Sebelah menyebelah berimpit. Upaya mengadakan bukaan dari
samping dan belakang tidak memungkinkan. Sehingga perlu kiat lebih detail untuk
mengupayakan pencahayaan secara alamiah. Sejalan hal ini Ryani Gunawan, ST., MT.
Melalui karya thesisnya Studi Rancangan Bukaan Pencahayaan pada Pipa Cahaya
Horizontal, menyebutkan rancangan model bukaan pencahayaan pada sistem penyalur
cahaya (light pipe system) dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pencahayaan pada
ruangan yang tidak memiliki jendela sama sekali. Dengan demikian kiat untuk
menggunakan cahaya matahari sebagai sarana pencahayaan alamiah tetap bisa
dilaksanakan, sejauh ada kemauan.

Foto 1. Cahaya alami melalui tubular skylight dan Light tubes system dapat memberikan
peneran,gan ruang dalam yang baik, sehingga dapat mengefisienkan biaya penerangan dan juga
ramah .lingkungan.

-

(

+

Prinsip Perjalanan Cahaya oleh Departemen PU (1989) pada bukunya Tata Cara
Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah dan Gedung, memaparkan bila
cahaya melalui batas dua media maka terdapat tiga peristiwa yang dapat terjadi yaitu:
1. Refleksi
8

Refleksi adalah peristiwa terpantulnya cahaya bila mengenai suatu permukaan.
Jumlah cahaya yang direfleksikan permukaan ditunjukkan dengan besaran faktor
refleksi (p) yaitu perbandingan fluks cahaya yang dipantulkan dibandingkan
dengan fluks cahaya yang diterima permukaan.Terdapat berbagai macam
refleksi yang tergantung pada sifat permukaan yaitu:
a. Refleksi spekular
Refleksi spekular merupakan .peristiwa khusus refleksi. Refleksi ini
mengikuti hukum Snellius yaitu sudut datang cahaya Ɵi sarna dengan sudut
pantul Ɵm. Peristiwa ini terjadi pada permukaan rata dan datar misalnya pada
pennukaan cermin. Peristiwa refleksi spekular dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Refleksi spekular

b. Refleksi menyebar
Refleksi menyebar merupakan peristiwa refleksi yang biasa terjadi, Cahaya
yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan secara menyebar tetapi
masih di sekitar sudut pantul bila terpantul secara spekular. Peristiwa refleksi
menyebar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Refleksi menyebar

c. Refleksi difus
Peristiwa refleksi ini terjadi pada permukaan yang kasar atau acak dan dapat
dilihat pada Gambar 4. Distribusi intensitas tidak harus sarna ke segala arah.
Intensitas ·yang .sama 1ke segala arah dapat 1erjadi 'bila perrrnrkaarr pada
cahaya datang sangat acak.

9

Gambar 4. Refleksi difus

d. Absorbsi
Peristiwa absorbsi merupakan peristiwa terserapnya cahaya oleh suatu bahan.
Harga absortansi tergantung karakteristik bahan. Penyerapan cahaya oleh
bahan dapat lihat .pada faktor absorbsi (α) bahan yaitu perbandingan fluks
cahaya yang diserap dengan fluks cahaya yang datang.

e. Transmisi
Transmisi adalah peristiwa penjalaran cahaya melewati suatu medium ke
medium yang lain. Cahaya akan mengalami pembiasan bila melewati medium
yang mempunyai indeks bias yang berbeda. Cahaya akan dibiaskan
mendekati garis normal bila memasuki medium dengan indeks bias lebih
tinggi dan akan menjauhi garis normal bila memasuki medium dengan indeks
bias lebih rendah. Pada peristiwa transmisi diperoleh faktor transmisi (τ)
yaitu fluks cahaya yang ditransmisikan dibanding dengan fluks cahaya yang
datang pada bahan tersebut.

Gambar 5. Cahaya Transmisi Spekular

Berdasarkan teori dasar cahaya diatas selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk
skylight (cahaya langit), light pipe system (pipa penyalur cahaya), dan lampu
matahari (bola lampu pemendar cahaya matahari).
1. Skylight jika diterjemahkan memiliki arti cahaya langit, sehingga pada intinya
adalah bagaimana membuat bukaan atau jendela pada atap rumah sehingga
cahaya dari atas bisa masuk ke dalam rumah. Ini merupakan satu solusi yang

10

tepat jika rumah kita memiliki keterbatasan lahan, samping kiri dan kanan serta
belakang "mepet" dengan tetangga, sehingga ada bagian1hagian rumah kita
yang tidak memiliki bukaan keluar yang berakibat cahaya dan udara tidak dapat
masuk ke dalam rumah. Skylight berarti kaca atap atau jendela loteng untuk
menyalurkan cahaya matahari sebagai sinar penerangan yang disusun dari atas
atap.

Foto 2. Skylight untuk Sebuah Ruang Dalam

2. Pipa cahaya atau light pipe dikenal juga dengan sebutan tubular skylight,
sunscoop, atau tubular daylighting device. Dibandingkan dengan jendela dan
skylight konvensional, light pipe memiliki alat insulasi panas yang lebih baik
dan penerapan di dalam bangunan lebih fleksibel. Namun kelemahannya adalah
tidak ada kontak visual dengan lingkungan luar. Light tubes atau light pipes
digunakan untuk mendistribusikan sinar cahaya alami maupun cahaya buatan. Di
dalam penerapan pencahayaan alami, sering disebut sun pipes, solar pipes, solar
light pipes, atau daylight pipes.

Gambar 6. Light Pipe

3. Lampu matahari, adalah lampu yang menyala terang di tempat gelap dengan
sumber cahaya matahari (siang hari). Lampu ini juga disebut Lampu Botol
11

Tenaga Surya. Lampu ini bukanlah lampu dengan teknologi mutakhir yang
melibatkan panel surya (solar ceit) atau 'benda1benda 'listrik canggih Iainnya,
Lampu tersebut temyata berbahan dasar yang murah. Misalnya botol air mineral
bekas, larutan pemutih dan air. Ditaruh pada atap menembus ruang dalam.
Ruangan menjadi terang selama ada cahaya matahari. Pertama kali "teknologi"
ini ditemukan di Brazil oleh Alfredo Mozer beberapa tahun lalu. (Filipina) dan
kini Filipina sedang mengembangkan konsep ini dibawah sebuah organisasi
yang bemama I sang Litrong Linawag. Di wilayah yang sudah sangat padat,
dimana tidak ada 'lagi kesempatan atau jarak antar rumah, untuk memasukkan
cahaya / sinar matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela. Juga bagus
untuk bangunan yang lebar seperi gudang, hang gar, dan lainnya. Terang
ruangan oleh cahaya matahari secaragratis dan menyehatkan. Dengan
memanfaatkan konsep ini, kita melakukan sesuatu yang baik untuk Bumi yang
dipinjam. Menghemat energi dan melestarikannya.

Foto 3. Lampu Matahari

12

.

+

(

+(

Lokasi penelitian ini adalah di satu ruangan pada rumah tinggal. Metode penelitian yang di
gunakan ini adalah penerapan suatu model skylight (cahaya 'langit), dan lampu matahari (bola
lampu pemendar cahaya matahari) sedangakan keaslian ruangan tersebut digunakan sebagai
kontrol. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan memonitor dan mencatat seluruh hasil setiap
model perlakuan.

)
Rancangan penelitian ini merupakan sistematisasi dari rumusan masalah dan tahapan
pelaksanaan pene1itian ini (Bakta, 1997; Nasir, Moh. 1999). Berdasarkan uraian tersebut, maka
rancangan penelitian ini dapat ditunjukkan ke dalam bentuk gambar, sebagaimana nampak pada
diagram berikut ini.

13

Berdasarkan diagram rancangan penelitian ini dapat dilihat tahap1tahap proses
pelaksanaan penelitian, dimana dalam menentukan latar belakang terdapat fakta menunjukkan
ruangan yang sulit memperoleh sinar matahari secara langsung. Selanjutnya melalui upaya
penelusuran kajian teori diperoleh model skylight dan lampu matahari yang diduga dapat
memecahkan masalah tersebut. Dengan melakukan percobaan dan merekam semua 'hasilnya
dilanjutkan ditabulasi dan di1coding. Tahap ini juga tidak terlepas dari peran serta
pengguna/pemakai, ruang percobaan serta mikro iklim yang terjadi pada saat percobaan
tersebut. Kemudian seluruh data dianalisis serta dibahas untuk mendapat hasil.
Berdasarkan pembahasan dan analisis,maka diperoleh pemecahan masalah sebagai
dasar dalam merumuskan suatu kesimpulan yang nantinya akan dijadikan dasar dalam
memberikan rekomendasi untuk dapat mewujudkan model sistem penerangan yang paling
memungkinkan.
#

(

$

,

1. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif:
a. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka1angka atau yang dapat diangkakan,
dalam hal ini adalah data mengenai kuat cahaya dan penyebarannya dalam ruang
percobaan dan mikro iklim saat itu.
b. Data kualitatif adalah data yang berupa uraian1uraian seperti persepsi pengguna
terhadap perubahan suasana ruang.
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data primer yaitu data berupa nilai dari hasil percobaan.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari luar kegiatan percobaan, seperti
literatur, jurnal, internet dan beberapa informasi yang relevan terhadap penelitian
ini.
3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini, cara, dan prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut.
a. Wawancara

14

Prosedur pengumpulan data dengan mengadakan wawancara dan tanya jawab
dengan pengguna ruangan tersebut.
b.

Studi dokumentasi
Prosedur pengumpulan data dengan dengan mentabulasi dan memberi kode serta
mempelajari dokumen yang berkaitan dengan substansi penelitian.

c.

Observasi
Prosedur pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan pada ruang
percobaan

4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif
a. Analisis kuantitatif
Analisis data 'kuantitatif adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hasil
penilaian kuat cahaya dan penyebarannya, serta dapat menyimpulkan yang mana
lebih memungkinkan untuk direkomendasikan.
b. Analisis kualitatif
Analisis data kualitatif adalah untuk memberi gambaran dan menerangkan
keadaan kemungkinan yang paling dapat diterima oleh pengguna.

15

/
$

$$

Dengan memperhatikan sifat cahaya yitu refleksi, absorpsi, transmisi, radiasi di atas
yang di aplikasikan dalam bentuk skylight {cahaya langit), dan /arnpu matahari {bola
Iampu pemendar cahaya matahari) dilanjutkan dengan 'kegiatan pengukuran. Cara
pengukuran memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
Istilah atau Pengertian dalam Perencanaan Penerangan Alami Siang Hari (PASH)
antara lain:
1. Terang Langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk
penentuan syarat1syarat penerangan alami siang hari.
2. Langit Perencanaan adalah langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan
dasar untuk perhitungan (standar 10.000 lux).
3. Faktor Langit adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran
keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu ruangan.
(%).
4. Faktor PASH (FP) adalah merupakan perbandingan tingkat penerangan pada
suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat
penerangan bidang datar di lapangan terbuka
Prosedur Pengukuran:
1. Terang Langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk
penentuan syarat1syarat penerangan alami siang hari.
2. Langit Perencanaan adalah Iangit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan
dasar untuk perhitungan (standar 10.000 lux).
3. Faktor Langit adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran
keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu ruangan
(%). Faktor PASH (FP).
4. Merupakan perbandingan tingkat penerangan pada suatu titik dari suatu bidang
tertentu didalam suatu ruangan terhadap tingkat penerangan bidang datar di
lapangan terbuka.
5. Titik Ukur adalah titik di dalam ruangan yang keadaan penerangannya dipilih
sebagai indikator untuk keadaan penerangan seluruh ruangan.
6. Bidang Lubang Cahaya Efektif adalah bidang vertical sebelah dalam dari lubang
16

cahaya.
7. Lubang Cahaya Efektif Untuk Suatu Titik Ukur: bagian dari bidang lubang
cahaya efektif' lewat mana titik ukur itu melihat langit.
Alat percobaan yaitu:
1.

Genteng kaca sebagai media skylight.

2.

Lampu matahari dibuat dari botol air mineral bekas yang menembus genteng.
Di dalam botol tersebut di isi air yang dicampur pemutih pakaian (tepung kaporit).

Media 1.

Media 2.

Genteng kaca sebagai media
skylight

Lampu matahari dari botol air
mineral bekas yang menembus
genteng, diisi air dan dicampur
pemutih pakaian (tepung kaporit)

Foto 4. Alat Percobaan

!

(

(

Proses pendataan dan pengamatan ini dilakukan sesuai hasil yang dijabarkan
sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan dan Pendataan

+

%

3
0

, 4*+ +

12

Kegiatan pengukuran di halaman
terbuka dengan penerangan sinar
matahari langsung

10.481110.712

Kegiatan pengukuran di halaman
terbuka dibawah atap bangunan
dengan penerangan sinar matahari
tidak langsung langsung

336 1 421

17

+

%

3
0

, 4*+ +

12

Kegiatan pengukuran di halaman
tertutup 50% dibawah atap bangunan
dengan penerangan sinar matahari
tidak langsung

12 1 63

!

Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% dibawah atap
bangunan

01 4

-

Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan
lampu hemat energi (SL 18 watt)

20138

5

Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan
sebuah lampu mata hari

14 1 28

Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan satu
36 1 45
6
lembar genteng kaca sebagai media
skylight
Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan dua
98 1 150
7
lembar genteng kaca sebagai media
skylight
Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 1000/0 di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan tiga
154 1 179
8
lembar genteng kaca sebagai media
skylight
Kegiatan pengukuran di ruang kerja
tertutup 100% di bawah atap
bangunan, dengan menggunakan
198 1 227
9
empat lembar genteng kaca sebagai
media skylight
Catatan: Dimensi ruang kerja yang digunakan tempat pengukuran ini adalah lebar (400) x
panjang (450) x tinggi 350 em.

!

,
Dari data yang diperoleh di atas dapat dimaknai sebagai berikut:
1. Kegiatan pengukuran di halaman terbuka dengan penerangan sinar matahari

18

langsung sekitar 10.481 1 10.712 lux. lni berarti langit dalam keadaan cerah
(standar terang langit sebesar 10.000 lux).
2. Kegiatan pengukuran di halaman terbuka di bawah atap bangunan dengan
penerangan sinar matahari tidak langsung langsung 336 1 421 lux. Ini berarti jika
bekerja di bawah atap tanpa dinding telah memenuhi standar penerangan, yaitu
sebesar 350 lux. (Sumber: SNI 03%2000, Konservasi Energi Sistem Pencahayaan
pada Bangunan Gedung).
3. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan
sekitar 0 1 4 lux. Ini berarti jika ruangan tersebut ditutup sangat kecil sekali
terjadi keboeoran sinar dari luar.
4. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan,
dengan menggunakan lampu hemat energi (SL 18 watt) sekitar 10 1 38 lux.
Berarti jika untuk memenuhi standar penerangan sebesar 250 lux akan
membutuhkan minimal 8 buah lampu SL 18 watt.
5. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan,
dengan menggunakan sebuah lampu mata hari 20 1 38 Lux. Berarti jika untuk
memenuhi standar penerangan sebesar 250 lux akan membutuhkan minimal 7

buah Iampu SL 18 watt. Namun dari pemantauan kuat cahaya yang dipancarkan
agak lemah dan tidak merata.
6. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan,
dengan menggunakan 4 (empat) lembar genteng kaca sebagai media skylight
memancarkan cahaya penerangan sekitar 198 1 227 lux. Penerangan ruangan ini
telah mendekati standar penerangan yaitu 250 lux.
Dapat disimpulkan sementara bahwa dengan mengadakan bukaan pada atap berupa
skylight sebesar 23 cm x 45 cm x 2 bidang atau seluas 0,20 m2 pada ruangan dengan
dimensi 4 m x 4,5 m x 3,5 m akan memberikan eahaya untuk penerangan alamiah
sebesar 227 lux. (telah mendekati standar penerangan yaitu 250 lux untuk ruang kerja
di kantor).
Perhitungan kebutuhan biaya listrik yang disebabkan oleh penggunaan 7 unit lampu SL
18 watt untuk meneapai standar penerangan (250 lux) setiap hari adalah:

7 x 18 x 24 = 3.024 watt/hari atau 90.720 KWH/bulan untuk setiap ruangan. Jika
membeli pulsa listrik pintar Rp 100.000,00 akan memperoleh 70,45 KWH (sesuai

19

harga listrik PLN di Denpasar bulan September 2015). Ini berarti kebutuhan biaya
listrik sebesar 90,72/70,45 x Rp 100.000,00 = Rp 128.772,20/bulan, setiap ruangan.
Lebih lanjut dapat dihitung biayanya jika menggunakan ruang kerja lebih dari satu.

20

/
% $

-

%

$

:

Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dikaji pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rancangan model bukaan pencahayaan pada plafond dengan material genteng
kaca sebagai media skylight pada sistem penyalur cahaya dapat menghasilkan
tingkat pencahayaan yang lebih besar dari model bukaan pencahayaan dengan
menggunakan bola lampu matahari.
2. Rancangan model bukaan pencahayaan pada sistem ini (skylight) dapat
digunakan untuk meningkatkan kinerja sistem pencayaan alamiah pada ruang
dalam, pada bangunan gedung.

3. Peningkatan kinerja pencahayaan ini jika diasumsikan dengan nilai uang maka
dapat menghemat biaya listrik sebesar Rp 128.772,20 setiap bulan, setiap

ruangan.
-

$
Kondisi Indonesia yang kaya akan sinar matahari sepanjang tahun selayaknya

menempatkan pencahayaan alami sebagai prioritas dalam rancangan. Selain sebagai upaya
tanggap lingkungan, pemanfaatannya juga dapat menghemat konsumsi energi bangunan.
Sejalan pemikiran ini maka sudah se1ayaknya penggunaan genteng kaca sebagai media
skylight dapat di terapkan untuk mengentaskan problema pencahayaan 'buatan, Murah
'harganya, mudah mengaplikasikan dan besar manfaatnya.

21

/
;
5

#

<

% 3

'
Kegiatan penelitian ini didanai dari DIPA

Arsitektur Tahun Anggaran 2015.

Total anggaran yang diajukan adalah Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Ringkasan dari
anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1. Justifikasi dan rincian dari anggaran yang
diajukan dapat dilihat pada Lampiran 1 proposal ini.
Tabel 2. Rencana Anggaran Biaya

!

5

' '

#

+

0 :2

Gaji dan upah (20%)
Bahan habis pakai dan peralatan (53%)
Perjalanan (12%)
Lain1lain (penggandaan laporan) (15%)
#
.

# (@

=

2.000.000,1
5.300.000,1
1.200.000,1
1.500.000,1
9 999 999>?

%

Jadwal pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Mei, hingga Oktober tahun 2015
dengan membuat rancangan penelitian sebagai berikut.
Tabel 3. Jadwal Kegiatan

22

*

$

%

Bakta, I Made. (1997). Metodologi Penelitian. Program Pasca sarjana. Program Studi
Ergonomi & Faal Olah Raga Universitas Udayana. Denpasar. (Tidak
Dipublikasikan).
Departemen PU (1993), Tata Cara Perencanaan teknis Konservasi Energi pada Bangunan
Gedung, Yayasan LPMB, Bandung
Departemen PU (1989), Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk
Rumah dan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung
Jhamtani,H.; Wardana, A.; Lisa, K. (2009). Berubah atau Diubah. Lembar Fakta &
Panduan Tentang Pemanasan Global & Perubahan Iklim.INSISTPress.
Yogyakarta.
Nasir. Moh. (1999). Metode Penelitian. Ghalia. Indonesia.
Mansur, A. Dan Istianto, P. 2000. Perbandingan kecepatan reaksi dan tingkat kesalahan
yang terjadi pada tiga model display berbasis warna pada berbagai kondisi
penerangan ruaagaa kerja. Dalam Sritomo W. (ed.), Proceedings Seminar Nasional
Ergonomi 2000, 224 1 228. Surabaya: Guna Jaya.
Manuaba, A. 1992. 'Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja dan Perusahaan'.
Dalam Hermansyah (ed), Proceedengs Simposium dan Pameran Ergonomi
indonesia 2{)OO. Bandung.
Setyo Soetiadji Soepadi, Ir ( 1997), Anatomi Utilitas, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Wiliam M.C Lam (1986), Sun lighting as Formgiver for Architecture, Van Nostrand
Reinhold Company, New York

Referensi berupa tesis dan internet:
Ferry Anderson Sihombing.(2008). Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pada Beberapa
Rancangan Ruang Kelas Perguruan Tinggi di Medan. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara Medan.

Jusuf Thojib1, Muhammad Satya Adhitama" (2013). Kenyamanan Visual Melalui
Pencahayaan Alami Pada Kantor (Studi Kasus Gedung Dekanat Fakultas Teknrk
'Universitas Brawijaya Malang) Jurnal itUAS, Volume 11' No '2, Desember 2013,
ISSN 169313702.

23

Ryani Gunawan, (2014). Studi Pengembangan Rancangan Bukaan Pencahayaan Pada Pipa
Cahaya Horisontal. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Universitas Katolik Parahyangan
Sujadnja, IGM. Oka. 2001. Kenyamanan Bale Meten Serta Faktor yang Mempengaruhinya
di Desa Gianyar. Tesis Program Studi Ergonomi 1 Fisiologi Kerja. Program Pasca
Sarjana (82), Universitas ·Udayana. Denpasar.

24

:

Justifikasi Anggaran Penelitian

25

:

Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c.NIP
d. Disiplin Ilmu
e. PangkatiGolongan
Jabatan fungsional/struktural
g. Fakultas/Jurusan

Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, M.Erg.
L
19611210 198702 1 001
Arsitektur
Penata /IIIc
Lektor
Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur

h. Waktu penelitian

16jam/minggu

2.

Anggota Peneliti

2.1.

Anggota Peneliti I
.a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Disiplin Ilmu
e. Pangkat/Golongan
f. Jabatan fungsional/struktural
g. Fakultas/Jurusan

I Wayan Yuda Manik, ST., MT
L
198204192008121002
Arsitektur
Penata /11Th
Asisten Ahli
FakultasTeknik lJurusan Arsitektur

h. Waktu penelitian

16jam/minggu

2.2.

Anggota Peneliti II
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Disiplin Ilmu
e. Pangkat/Golongan
f. Jabatan fungsional/struktural
g. Fakultas/Jurusan
'h. Waktu penelitian

Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT.
L
195312311986021004
Arsitektur
Penata /IIIc
Lektor
Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur
16 jam/minggu

26

Dokumen yang terkait

MODIFIKASI ELEMEN ATAP SEBAGAI SKYLIGHTPADA DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI MODIFIKASI ELEMEN ATAP SEBAGAI SKYLIGHT PADA DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI RUANG MULTIFUNGSI STUDI KASUS: DESAIN BANGUNAN STUDENT CENTER UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA.

0 2 15

PENDAHULUAN MODIFIKASI ELEMEN ATAP SEBAGAI SKYLIGHT PADA DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI RUANG MULTIFUNGSI STUDI KASUS: DESAIN BANGUNAN STUDENT CENTER UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA.

0 5 12

LANDASAN TEORI MODIFIKASI ELEMEN ATAP SEBAGAI SKYLIGHT PADA DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI RUANG MULTIFUNGSI STUDI KASUS: DESAIN BANGUNAN STUDENT CENTER UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA.

7 90 26

KESIMPULAN DAN SARAN MODIFIKASI ELEMEN ATAP SEBAGAI SKYLIGHT PADA DESAIN PENCAHAYAAN ALAMI RUANG MULTIFUNGSI STUDI KASUS: DESAIN BANGUNAN STUDENT CENTER UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA.

0 2 4

KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI RUANG KELAS BANGUNAN KOLONIAL HOOGERE BURGER SCHOOL (HBS) PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA BANDUNG.

0 2 144

kajian Sistem Bukaan Kamar Tidur Asrama Beiyuan Gxnu terhadap Kenyamanan Termal dan Pencahayaan Alami Ruang.

1 1 14

Kajian Penataan Skylight dan Lampu Matahari pada Atap Bangunan dapat Meningkatkan Kinerja Sistem Pencahayaan Alami Ruang Dalam.

0 0 4

KAJIAN PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI RUANG KULIAH SEBAGAI CONTOH KASUS MATERI AJAR MATA KULIAH APLIKASI PERENCANAAN & PERANCANGAN (APP) DAN FISIKA BANGUNAN.

0 2 17

EVALUASI SISTEM PENCAHAYAAN LAMPU JALAN

0 0 9

Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung

0 0 36