Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksperimentasi Terapi Musik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Verbal dan Non Verbal pada Anak Autistik di SLBN Semarang T1 852005002 BAB IV

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggunaan terapi musik bagi perkembangan anak autistik memberi
pengaruh yang cukup positif. Hal ini terlihat di beberapa hal seperti
berkurangnya/menghilangnya echolalia, rentang perhatian yang berlangsung
lebih lama, kontak mata yang terjadi lebih sering, dan penggunaan bahasa
tubuh yang digunakan saat berkomunikasi (kemampuan non-verbal).
Gerakan-gerakan khas anak autistik juga dapat berkurang. Berdasarkan dari
observasi, bila tahap intervention dilakukan lebih lama maka pengaruh positif
tersebut di atas dapat bertahan lebih lama. Penyesuaian kemampuan masingmasing anak dengan lamanya masa intervention juga dirasa akan berpengaruh
positif, mengingat kemampuan awal anak berbeda-beda.
Penelitian ini memang memiliki beberapa keterbatasan. Pertama adalah
kehadiran partisipan yang tidak tentu. Misalnya saja sakit sehingga tidak
masuk sekolah, dan juga tempat tinggal yang berada di luar kota. Bila
partisipan tidak datang, maka pengamatan dilanjutkan ketika partisipan
kembali masuk sekolah. Partisipan pun masih tergantung dengan orang tua
yang mengantar, jadi terkadang keterlambatan pun terjadi. Sementara yang
kedua adalah mood partisipan saat mengikuti sesi. Terkadang untuk sesi
pukul 07.30 WIB partisipan masih mengantuk dan susah untuk diarahkan.

Saat mengantuk kesulitan yang dihadapi adalah mengarahkan konsentrasi di
awal sesi. Ketika sudah dapat berkonsentrasi dan partisipan sudah nyaman
dengan situasi sekeliling, waktu sudah akan berakhir. Mood yang tidak bagus
122

pun dapat mengakibatkan partisipan mengamuk/marah-marah, bersifat
menyakiti

diri

sendiri

pasti/berpindah-pindah

ataupun
juga

orang

lain.


mempengaruhi

Ruangan
kenyamanan

yang

tidak

partisipan.

Keterbatasan lainnya adalah jumlah partisipan yang sedikit, sehingga hasil
dari penelitian ini tidak dapat di generalisasikan bagi seluruh anak autistik.
Dapat terjadi bila terapi musik yang sama diberlakukan kepada anak autistik
lainnya, hasilnya pun akan berbeda.

B. Saran
Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada penelitian ini, musik dapat
dijadikan sebagai salah satu media untuk pembelajaran anak-anak autistik.

Hal ini dapat dilakukan baik oleh pengajar, terapis maupun orang tua anak
dengan autisme. Orang tua dapat menggunakan lagu anak-anak yang sudah
ada baik untuk menjalin komunikasi dengan anak, mengajarkan beberapa
konsep (seperti warna, alfabet) ataupun hanya sekedar hiburan. Pengajar
dapat menggunakan musik dalam metode pengajarannya untuk mendukung
perkembangan kemampuan komunikasi anak dalam spektrum autisme dan
juga menyokong pembelajaran yang berlangsung.
Sedangkan untuk penelitian selanjutnya, mungkin dapat mencoba
menerapkan menggunakan lagu yang bukan hanya untuk vokal namun juga
instrumental. Hal ini mengingat juga bahwa anak autistik memiliki
ketertarikan yang cukup kuat pada alat musik, terutama perkusi. Seperti
misalnya saja bermain drum, mungkin saja dapat melatih fungsi motorik anak
dengan autisme. Dapat pula menggali pengaruh terapi musik terhadap
kemampuan-kemampuan

lain,

misalnya

interaksi


sosial,

kemampuan

akademik seperti membaca, menulis, ataupun berhitung. Selain itu penelitian
123

pada cakupan usia lain juga diperlukan untuk melihat bagaimana terapi
musik berpengaruh terhadap penyandang autisme dengan usia lebih tua.
Penelitian selanjutnya pun diharapkan juga dapat melihat perkembangan
anak dalam waktu yang lebih lama dan penerapannya di luar sesi terapi
musik, misalnya ketika anak masuk dalam ruang kelas ataupun saat bermain
dengan teman sebaya. Penyandang autisme dalam tingkat yang lebih parah
pun dapat menjadi pilihan penelitian.
Melihat kenyataan dimana jumlah anak-anak berkebutuhan khusus
semakin hari kian banyak, maka ada baiknya berbagai kalangan terutama
yang berkecimpung dalam bidang pendidikan, dapat melihat potensi yang
dimiliki musik dalam mempengaruhi kemampuan seorang anak baik yang
berkebutuhan khusus maupun yang tidak. Ada baiknya bila pengajar

ataupun terapis dapat mengikuti pelatihan terapi musik untuk mengetahui
pemanfaatan musik dalam pembelajaran/terapi. Tenaga profesional terapis
musik dan fasilitas-fasilitas pun belum banyak sementara peserta didik yang
membutuhkan terapi musik semakin bertambah jumlahnya. Orang tua pun
diharapkan kooperatif dengan menindak lanjuti terapi yang sudah
berlangsung bersama terapis. Sebab, proses perkembangan anak dalam
spektrum autisme ini perlu dukungan dari lingkungan sekelilingnya. Bila
mendapatkan terapi dan pendidikan sekolah yang baik namun tidak ada
tindak lanjut di lingkungan tempat tinggal, perkembangannya pun tidak akan
optimal.

124