this file 6140 13010 1 PB
[79]
http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar DOI: 10.23819/mimbar-sd.v4i1.6140
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN
TWO STAY TWO STRAY
DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
KELAS V SD
M. Yusuf Setia Wardana
1& Nindi Arumatika
2Program Studi PGSD Universitas PGRI Semarang Jalan Sidodadi Timur 24 Dr. Cipto Semarang
1 Email: [email protected] 2 Email: [email protected]
ABSTRACT ABSTRAK
Benefits of mathematics are to equip students with the ability to think logically, analytical, systematically, critically, and creatively, as well as the ability to cooperate. Based on observations in elementary school, there are 40% of students have not reached KKM and students have lack of critical abilities to understand math problems, and they have low activity of the study. One of models that can be applied is Two Stay Two Stray. The study used True Experimental Design with Posttest-Only Control Design. The population in this study was all fifth grade students of SD Negeri Semarang Rejosari 03. Data of critical thinking skills of the students in average on test of critical thinking skills mastery was 3.31 ≥ 2.67, it can be said to have a complete description. The conclusion is a model of Two Stay Two Stray being effective for critical thinking skills and mathematics learning outcomes of fifth grade students in SD Negeri Rejosari 03 Semarang.
Keywords: two stay two stray model, critical thinking ability.
Manfaat matematika adalah membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Berdasarkan observasi di SD terdapat 40% peserta didik belum mencapai KKM dan kurangnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam memahami soal matematika, serta rendahnya aktivitas belajar yang ditunjukkan peserta didik. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model Two Stay Two Stray. Penelitian ini menggunakan desain True Experimental Design dengan jenis Posttest-Only Control Group Design. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang. Hasil uji rata-rata skor kemampuan berpikir kritis peserta didik pada uji ketuntasan kemampuan berpikir kritis adalah 3,31 2,67 sehingga dapat dikatakan tuntas secara meyakinkan. Simpulan yang diperoleh adalah model Two Stay Two Stray efektif terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar matematika peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang.
Kata Kunci: model two stay two stray, kemampuan berpikir kritis.
How to Cite: Wardana, M. Y. S., & Arumatika, N. (2017). IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS KELAS V SD. Mimbar Sekolah Dasar, 4(1), 79–91. http://doi.org/10.23819/mimbar-sd.v4i1.6140.
PENDAHULUAN ~ Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 berkaitan denga standar proses pendidikan, menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran di sekolah dasar (SD)
(2)
[80] hendaknya dimulai dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai konteks atau prior knowledge (Maulana, 2015), kemudian peserta didik secara bertahap dibimbing menanamkan konsep dengan kuat, lalu dibina untuk menguasai konsep pembelajaran dengan melibatkan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran.
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam proses pendidikan adalah matematika. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 standar isi pada jenjang SD/MI disebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Susanto (2013) menyatakan bahwa kompetensi matematis di SD yang harus dimiliki peserta didik setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan matematika, namun yang diperlukan adalah agar peserta didik dapat
memahami dunia sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 4 November 2016 dengan guru kelas VA dan VB SD Negeri Rejosari 03 Semarang, diketahui bahwa mata pelajaran yang menunjukkan prestasi belajar peserta didik rendah adalah matematika. Dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 60, sekitar 20% peserta didik kelas VA dan 40% peserta didik kelas VB masih mendapatkan nilai kurang dari KKM. Peserta didik mengalami kesulitan pada materi yang berhubungan dengan rumus-rumus matematika dan pengerjaan operasi hitung. Pada penyelesaian soal matematika berbentuk cerita atau pemecahan masalah, peserta didik masih kesulitan dalam memahaminya, apalagi apabila soal cerita berbentuk terbalik. Kurangnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam memahami soal matematika berbentuk cerita atau pemecahan masalah tersebut menjadikan pembelajaran kurang efektif dan berpengaruh pada hasil belajar peserta didik.
Upaya untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan guru. Dalam proses pembelajaran, guru harus dapat memberi dan membukakan jalan atau cara berpikir yang lebih kritis kepada peserta didiknya. John Dewey
(3)
[81] (Fisher, 2009, p. 2) memberikan pandangan bahwa berpikir kritis secara esensial adalah sebuah proses aktif di mana seseorang akan memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk dirinya, mengajukan berbagai pertanyaan untuk dirinya, menemukan informasi yang relevan untuk dirinya, daripada menerima berbagai hal dari orang lain sebagian besarnya secara pasif. Lebih lanjut, Glaser (Fisher, 2009, p. 3) mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu sikap mau berpikir lebih mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal mengenai pengalaman seseorang menggunakan metode pemeriksaan dan penalaran yang logis. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian dilakukan dengan menerapkan alternatif tindakan pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang melalui pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif. Huda (2011, p. 59) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana ruang kelas yang terbuka karena pembelajaran ini mampu membangun keberagaman dan mendorong koneksi antarpeserta didik. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dianggap
akan menciptakan suasana aktif dan kreatif adalah tipe Two Stay Two Stray.
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992 (Lie, 2007). Model pembelajaran ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, 2007, p. 61). Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antarkelompok untuk berbagi informasi. Lebih lanjut Suprijono (2009, pp. 93-94) menyatakan bahwa pembelajaran dengan model ini diawali dengan pembagian kelompok. Masing-masing kelompok beranggotakan empat orang. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lain. Sedangkan dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas menyajikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. Teknik Dua Tinggal Dua Bertamu sangat efektif digunakan dalam proses belajar karena interaksi belajar antarpeserta didik terus berlangsung selama tugas kelompok belum terselesaikan.
(4)
[82]
Kemampuan Berpikir Kritis
Selain yang telah dikemukakan pada latar belakang, yakni pandangan teoretis mengenai kemampuan berpikir kritis menurut John Dewey dan Glaser (Fisher, 2009), didefinisikan pula oleh Halpen (Susanto, 2013, p. 122) bahwa berpikir kritis sebagai bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan simpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan atau strategi kognitif secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Karena mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi terlebih dahulu sebelum menentukan apakah mereka akan menerima atau menolak informasi tersebut. Apabila belum memiliki pemahaman yang cukup, pengambilan keputusan tentang informasi tersebut akan ditangguhkan.
Beberapa keterampilan berpikir kritis diklasifikasikan oleh Edward Glaser (Fisher (2009, p. 7) sebagai berikut: (1) mengenal masalah; (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu; (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; (5) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat,
jelas, dan khas; (6) menganalisis data; (7) menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan; (8) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah; (9) menarik simpulan-simpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan; (10) menguji kesamaan-kesamaan yang diperlukan; (11) menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; serta (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator kemampuan berpikir kritis dirangkum dari pendapat Ennis (2000) terdiri atas:
1. Memberikan penjelasan mendasar 2. Membangun keterampilan dasar 3. Menyimpulkan
4. Memberikan penjelasan lanjut 5. Mengatur strategi dan taktik
Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Guru dalam proses pembelajaran menempati kunci dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka seorang guru perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat menarik perhatian peserta didik dan membuat peserta didik memahami materi, sehingga hasil belajar peserta didik dapat
(5)
[83] meningkat. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono, 2009, p. 46). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
ragam perangkat-perangkat
pembelajaran. Model pembelajaran dapat mengaktifkan proses pembelajaran di kelas dan dapat dijadikan pilihan para guru untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
Model Pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan dipandang bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, 2007, p. 61). Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antarkelompok untuk berbagi informasi.
Langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam Shoimin (2014, p. 223) adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa. 2. Setelah selesai, dua peserta didik dari
masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
3. Dua peserta didik yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dengan desain posttest-only control group design (Ruseffendi, 2010). Subjek penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas VA dengan jumlah peserta didik 20 peserta didik dan kelas VB dengan jumlah 24 peserta didik.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari teknik wawancara, metode dokumentasi, metode tes, dan observasi. Khusus untuk metode tes, metode ini digunakan untuk mengambil data nilai tes pada kelas yang dijadikan sampel. Tes berupa soal uraian diberikan kepada kedua kelas dengan alat tes yang sama. Soal uraian yang diberikan berjumlah 15 soal. Soal tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis
(6)
[84] peserta didik. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis statistik, yaitu kemampuan berpikir kritis peserta didik. Jika hipotesis statistik yang diuji menunjukkan penolakan, maka hipotesis penelitian dapat diterima.
Adapun pada penelitian ini, observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkah laku peserta didik pada saat belajar dan partisipasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
Analisis pendahuluan dilakukan untuk pengujian asumsi normalitas distribusi dan homogenitas varians (Maulana, 2015). Selanjutnya dilakukan uji kesamaan rata-rata dua pihak. Analisis data akhir menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji hipotesis menggunakan uji T dua pihak, uji pihak kanan, dan uji ketuntasan. Masing-masing uji tersebut digunakan untuk menguji kemampuan berpikir kritis matematis.
HASIL
Sebagaimana diketahui sebelumnya, melalui kegiatan eksperimen, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Two Stay Two Stray efektif terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar matematika kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis
matematis dan hasil belajar matematika. Kelas VA sebagai kelas eksperimen dikenai perlakuan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray, sedangkan kelas VB sebagai kelas kontrol tidak dikenai perlakuan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray.
Model pembelajaran Two Stay Two Stray ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia peserta didik. Model pembelajaran ini efektif digunakan dalam proses belajar karena interaksi belajar antarpeserta didik terus berlangsung selama tugas kelompok belum terselesaikan. Kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik dan hasil belajar lebih meningkat dengan penggunaan model pembelajaran ini.
Kemampuan berpikir kritis matematis dan hasil belajar matematika meningkat setelah dikenai perlakuan berupa model pembelajaran Two Stay Two Stray. Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik pada kelas kontrol sebesar 67,36 dan pada kelas eksperimen sebesar 82,83. Rata-rata hasil belajar pada peserta didik kelas kontrol sebesar 71,16 dan pada kelas eksperimen sebesar 83,02. Dengan demikian, terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar matematika setelah mendapat perlakuan berupa model pembelajaran Two Stay Two Stray.
(7)
[85] Rata-rata kemampuan berpikir kritis dari kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada Gambar 1. Sedangkan rata-rata hasil belajar dari kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1. Diagram Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan Gambar 1, terlihat rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik pada kelas kontrol sebesar 67,36 dan pada kelas eksperimen sebesar 82,83. Kemampuan berpikir kritis matematis meningkat setelah dikenai perlakuan berupa model pembelajaran Two Stay Two Stray.
Gambar 2. Diagram Hasil Belajar Matematika
Berdasarkan Gambar 2, terlihat rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi
dari kelas kontrol. Rata-rata hasil belajar peserta didik pada kelas kontrol sebesar 71,16 dan pada kelas eksperimen sebesar 83,02. Hasil belajar matematika meningkat setelah dikenai perlakuan berupa model pembelajaran Two Stay Two Stray.
Analisis Pendahuluan
Analisis pendahuluan ini dilakukan dengan uji asumsi normalitas dan homogenitas varians (Maulana, 2015) yang dilanjutkan dengan uji kesamaan atau perbedaan rata-rata. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors, hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.
Ha : sampel berasal dari populasi
berdistribusi tidak normal. Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Berdasarkan perhitungan uji normalitas kelas eksperimen diperoleh Lhitung = 0,0764
dan Ltabel = 0,190 diperoleh dari daftar
tabel Lilliefors dengan n = 20 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung < Ltabel yaitu
0,0764 < 0,190 maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas eksperimen berdistribusi normal.
Uji Normalitas Kelas Kontrol
Berdasarkan perhitungan uji normalitas kelas kontrol diperoleh Lhitung = 0,1176 dan
Ltabel = 0181 diperoleh dari daftar tabel
Lilliefors dengan n = 24 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung < Ltabel yaitu 0,1176 <
(8)
[86] tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas kontrol berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 12 = 22, yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen homogen. Ha : 12 22 yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen tidak
homogen.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas dari data awal kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh varians kelas eksperimen = 164,011 dan varians kelas kontrol = 99,819 maka diperoleh Fhitung = 1,643.
Berdasarkan daftar tabel diperoleh nilai Ftabel = 2,061 dengan dk pembilang 19, dk
penyebut 23, dan taraf signifikan 5%. Dari perhitungan tersebut maka Fhitung < Ftabel
yaitu 1,643 < 2,061 sehingga H0 diterima.
Simpulan yang diperoleh dari uji homogenitas awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah bahwa kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang homogen.
Analisis Data Akhir
Sebagaimana pada analisis pendahuluan, uji normalitas dilakukan dengan uji Liliefors. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal
Ha : sampel berasal dari populasi
berdistribusi tidak normal. Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen, berdasarkan data kemampuan berpikir kritis matematis dan
hasil perhitungan uji normalitas, diperoleh Lhitung = 0,1371 dan Ltabel = 0,190 diperoleh
dari daftar tabel Lilliefors dengan n = 20 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung <
Ltabel yaitu 0,1371 < 0,190 maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas eksperimen berdistribusi normal.
Sementara itu, berdasarkan perhitungan uji normalitas kelas kontrol diperoleh Lhitung
= 0,1249 dan Ltabel = 0181 diperoleh dari
daftar tabel Lilliefors dengan n = 24 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung < Ltabel
yaitu 0,1249 < 0181 maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas kontrol berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 12=22, yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen homogen. Ha : 1222 yaitu kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen tidak
homogen.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas dari data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh varians kelas eksperimen = 97,41 dan varians kelas kontrol = 122,45 maka diperoleh Fhitung = 1,257. Berdasarkan
daftar tabel diperoleh nilai Ftabel = 2,213
dengan dk pembilang 23, dk penyebut 19 dan taraf signifikan 5%. Dari perhitungan tersebut maka Fhitung < Ftabel yaitu 1,257 <
2,213 sehingga H0 diterima. Kesimpulan
(9)
[87] pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah bahwa kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang homogen.
Uji Hipotesis
Uji-t Dua Pihak (Two Tail Test)
Uji-t dua pihak digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray dan metode ceramah. Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus t-test. Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut:
H0 : μ1 = μ2 (tidak terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah).
Ha : μ1 μ2 (terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Berdasarkan perhitungan uji T dua pihak dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus t-test, diperoleh = 4,8477 dan diperoleh = 2,018 dengan taraf signifikan 5% (untuk uji dua pihak) dan derajat kebebasan 20 + 24 – 2 = 42. Dari
perhitungan tersebut maka
yaitu 4,8477 2,018 sehingga H0 ditolak.
Kesimpulan yang diperoleh dari uji T dua pihak dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray dan pembelajaran
yang menggunakan metode
konvensional.
Simpulan yang diperoleh dari uji-t dua pihak kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar berdasarkan data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional.
Uji Pihak Kanan (Two Tailed)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji pihak kanan berlaku ketentuan bila harga thitunglebih kecil atau sama dengan (≤) dari
ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus t-test.
Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut: H0 : μ1 μ2 (kemampuan berpikir kritis
pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model
(10)
[88] pembelajaran Two Stay
Two Stray lebih rendah
atau sama dengan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Ha : μ1 > μ2 (kemampuan berpikir kritis
pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi dari pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Berdasarkan perhitungan uji pihak kanan dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus t-test, diperoleh = 4,8477 dan diperoleh = 1,682 dengan taraf signifikan 5% (untuk uji satu pihak) dan derajat kebebasan 20 + 24 – 2 = 42. Dari perhitungan tersebut maka yaitu 4,8477 1,682 sehingga H0 ditolak. Kesimpulan yang diperoleh dari
uji pihak kanan data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran Two
Stay Two Stray lebih tinggi dari
pembelajaran yang menggunakan metode konvensional.
Simpulan yang diperoleh dari uji pihak kanan kemampuan berpikir kritis berdasarkan data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD
Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran Two
Stay Two Stray lebih tinggi dari
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah.
Uji Ketuntasan
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis rata-rata peserta didik adalah 3,31. Sehingga rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam kategori (B+), maka dengan kriteria tuntas 2,67 yaitu 3,31 2,67. Dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik memiliki keterangan tuntas.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa nilai sikap rata-rata peserta didik adalah 3,58. Sehingga rata-rata nilai sikap peserta didik dalam kategori A, maka dengan kriteria tuntas 2,67 yaitu 3,58 2,67. Dapat dikatakan bahwa rata-rata nilai sikap peserta didik memiliki keterangan tuntas.
PEMBAHASAN
Berdasarkan kajian teori, pada hakikatnya pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi peserta didik agar dalam proses belajarnya peserta didik dapat lebih meningkatkan pemahaman dan motivasi terhadap materi yang diberikan oleh guru serta mampu mencapai hasil yang maksimal. Dalam hal ini guru harus dapat berperan secara aktif kepada peserta didik serta tahu
(11)
[89] bagaimana cara membelajarkan peserta didik dengan berbagai variasi sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray bertujuan dapat membantu peserta didik untuk dapat lebih berani berpendapat sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif, saling menilai fakta dan mengevaluasi hasil diskusi dengan pemikiran yang mendalam sehingga meningkatkan hasil belajar.
Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dan affirmasi dari penelitian terdahulu. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2016) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas iv sd di kecamatan ungaran timur. Ketuntasan secara klasikal kelompok eksperimen menunjukkan sebesar 90%, lebih besar daripada kelompok kontrol sebesar 16,66%. Kelompok eksperimen lebih efektif daripada kelompok kontrol yang ditunjukkan dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai t-test sebesar 2,564.
Perbedaan posttest dengan pretest ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 80,67 lebih besar daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol sebesar 75,47 dengan selisih sebesar 5,20 sehingga termasuk kriteria baik.
Sintaks pembelajaran model Two Stay Two
Stray menguraikan bahwa peserta didik
diberi kesempatan untuk
mengembangkan informasi dengan kelompok lainnya, melatih peserta didik
memecahkan masalah, dan
mengembangkan potensi diri sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa peserta didik sendiri yang mengonstruksi pengetahuan ketika berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Peserta didik menemukan sendiri dan menstransformasi informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan mengubahnya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Maulana (2015) dan temuan Fitriani & Maulana (2016), bahwa pembelajaran yang kaya (rich) dengan konteks, tetapi memberikan tantangan yang tidak familiar inilah yang kemudian dapat disinyalir sebagai bagian dari proses yang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti halnya kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematis peserta didik.
(12)
[90] Piaget (Matlin, 2005) dalam teori perkembangan kognitifnya menjelaskan bahwa perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan
materi pelajaran dan
mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu dengan cara berinteraksi sosial dengan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran Two Stay Two Stray dimana peserta didik belajar di dalam suatu kelompok yang memungkinkan peserta didik dapat beragumentasi dan berdiskusi untuk membantu memperjelas pemikiran menjadi lebih logis. Pengelompokan peserta didik yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan. Selain itu, Brunner melalui teorinya menyarankan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berpartisipasi aktif dengan peserta didik lain dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Hal ini sesuai dengan model Two Stay Two Stray yang mendorong peserta didik berpatisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi informasi, berinteraksi dan belajar bersama-sama peserta didik sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan.
SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Two Stay Two Stray efektif terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang.
REFERENSI
Ennis, R.H. (2000). A super-streamlined
conception of critical thinking. [online].
Tersedia:
http://www.criticalthinking.net/SSConc CTApr3/html.
Fisher, A. (2009). Berpikir kritis: Sebuah pengantar. Jakarta: Erlangga.
Fitriani, K., & Maulana, M. (2016).
MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD KELAS V MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 40-52.
doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i1.2355.
Huda, M. (2011). Cooperative learning metode, teknik, struktur dan model
penerapan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lie, A. (2007). Cooperative learning mempraktikkan cooperative learning di
ruang-ruang kelas. Jakarta: PT
Grasindo.
Matlin, M.W. (2005). Cognition (6th edition).
Pennsylvania: John Wiley & Sons, Inc. Maulana, M. (2015). INTERAKSI
PBL-MURDER, MINAT PENJURUSAN, DAN KEMAMPUAN DASAR MATEMATIS TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN DISPOSISI KRITIS. Mimbar
Sekolah Dasar, 2(1), 1-20.
doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v2i1.1318.
Nugraheni, N. (2016). Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas IV SD di Kecamatan Ungaran Timur. (Skripsi). Semarang: Universitas PGRI Semarang.
(13)
[91] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar penelitian dan bidang non eksakta lainnya. Semarang: Unnes Press.
Shoimin, A. (2014). 68 model pembelajaran inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suprijono, A. (2009). Cooperative learning teori & aplikasi paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, A. (2013). Teori belajar &
pembelajaran di sekolah dasar.
(1)
[86] tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas kontrol berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 12 = 22, yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen homogen. Ha : 12 22 yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen tidak
homogen.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas dari data awal kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh varians kelas eksperimen = 164,011 dan varians kelas kontrol = 99,819 maka diperoleh Fhitung = 1,643.
Berdasarkan daftar tabel diperoleh nilai Ftabel = 2,061 dengan dk pembilang 19, dk
penyebut 23, dan taraf signifikan 5%. Dari perhitungan tersebut maka Fhitung < Ftabel
yaitu 1,643 < 2,061 sehingga H0 diterima.
Simpulan yang diperoleh dari uji homogenitas awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah bahwa kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang homogen.
Analisis Data Akhir
Sebagaimana pada analisis pendahuluan, uji normalitas dilakukan dengan uji Liliefors. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal
Ha : sampel berasal dari populasi
berdistribusi tidak normal. Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen, berdasarkan data kemampuan berpikir kritis matematis dan
hasil perhitungan uji normalitas, diperoleh Lhitung = 0,1371 dan Ltabel = 0,190 diperoleh
dari daftar tabel Lilliefors dengan n = 20 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung <
Ltabel yaitu 0,1371 < 0,190 maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas eksperimen berdistribusi normal.
Sementara itu, berdasarkan perhitungan uji normalitas kelas kontrol diperoleh Lhitung
= 0,1249 dan Ltabel = 0181 diperoleh dari
daftar tabel Lilliefors dengan n = 24 dan taraf signifikan 5%, sehingga Lhitung < Ltabel
yaitu 0,1249 < 0181 maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut dapat dikatakan bahwa sampel dari kelas kontrol berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 12=22, yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen homogen. Ha : 1222 yaitu kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen tidak
homogen.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas dari data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh varians kelas eksperimen = 97,41 dan varians kelas kontrol = 122,45 maka diperoleh Fhitung = 1,257. Berdasarkan
daftar tabel diperoleh nilai Ftabel = 2,213
dengan dk pembilang 23, dk penyebut 19 dan taraf signifikan 5%. Dari perhitungan tersebut maka Fhitung < Ftabel yaitu 1,257 <
2,213 sehingga H0 diterima. Kesimpulan
(2)
[87] pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah bahwa kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang homogen.
Uji Hipotesis
Uji-t Dua Pihak (Two Tail Test)
Uji-t dua pihak digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara pembelajaran dengan model Two
Stay Two Stray dan metode ceramah.
Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus t-test. Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut:
H0 : μ1 = μ2 (tidak terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03
Semarang antara
pembelajaran yang menggunakan model
Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah).
Ha : μ1 μ2 (terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03
Semarang antara
pembelajaran yang menggunakan model
Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Berdasarkan perhitungan uji T dua pihak dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus t-test, diperoleh = 4,8477 dan diperoleh = 2,018 dengan taraf signifikan 5% (untuk uji dua pihak) dan derajat kebebasan 20 + 24 – 2 = 42. Dari
perhitungan tersebut maka
yaitu 4,8477 2,018 sehingga H0 ditolak.
Kesimpulan yang diperoleh dari uji T dua pihak dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model
Two Stay Two Stray dan pembelajaran
yang menggunakan metode
konvensional.
Simpulan yang diperoleh dari uji-t dua pihak kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar berdasarkan data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang antara pembelajaran yang menggunakan model Two Stay Two Stray dan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional.
Uji Pihak Kanan (Two Tailed)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji pihak kanan berlaku ketentuan bila harga thitung lebih kecil atau sama dengan (≤) dari
ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus t-test.
Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut: H0 : μ1 μ2 (kemampuan berpikir kritis
pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03
Semarang dengan
(3)
[88] pembelajaran Two Stay
Two Stray lebih rendah
atau sama dengan pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Ha : μ1 > μ2 (kemampuan berpikir kritis
pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03
Semarang dengan
menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi dari pembelajaran yang menggunakan metode konvensional).
Berdasarkan perhitungan uji pihak kanan dari data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus t-test, diperoleh = 4,8477 dan diperoleh = 1,682 dengan taraf signifikan 5% (untuk uji satu pihak) dan derajat kebebasan 20 + 24 – 2 = 42. Dari
perhitungan tersebut maka
yaitu 4,8477 1,682 sehingga H0 ditolak. Kesimpulan yang diperoleh dari
uji pihak kanan data akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran Two
Stay Two Stray lebih tinggi dari
pembelajaran yang menggunakan metode konvensional.
Simpulan yang diperoleh dari uji pihak kanan kemampuan berpikir kritis berdasarkan data akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD
Negeri Rejosari 03 Semarang dengan menggunakan model pembelajaran Two
Stay Two Stray lebih tinggi dari
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah.
Uji Ketuntasan
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis rata-rata peserta didik adalah 3,31. Sehingga rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam kategori (B+), maka dengan kriteria tuntas 2,67 yaitu 3,31 2,67. Dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik memiliki keterangan tuntas.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa nilai sikap rata-rata peserta didik adalah 3,58. Sehingga rata-rata nilai sikap peserta didik dalam kategori A, maka dengan kriteria tuntas 2,67 yaitu 3,58 2,67. Dapat dikatakan bahwa rata-rata nilai sikap peserta didik memiliki keterangan tuntas.
PEMBAHASAN
Berdasarkan kajian teori, pada hakikatnya pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi peserta didik agar dalam proses belajarnya peserta didik dapat lebih meningkatkan pemahaman dan motivasi terhadap materi yang diberikan oleh guru serta mampu mencapai hasil yang maksimal. Dalam hal ini guru harus dapat berperan secara aktif kepada peserta didik serta tahu
(4)
[89] bagaimana cara membelajarkan peserta didik dengan berbagai variasi sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta
suasana pembelajaran yang
menyenangkan.
Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
bertujuan dapat membantu peserta didik untuk dapat lebih berani berpendapat sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif, saling menilai fakta dan mengevaluasi hasil diskusi dengan pemikiran yang mendalam sehingga meningkatkan hasil belajar.
Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dan affirmasi dari penelitian terdahulu. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2016) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas iv sd di kecamatan ungaran timur. Ketuntasan secara klasikal kelompok eksperimen menunjukkan sebesar 90%, lebih besar daripada kelompok kontrol sebesar 16,66%. Kelompok eksperimen lebih efektif daripada kelompok kontrol yang ditunjukkan dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai t-test sebesar 2,564.
Perbedaan posttest dengan pretest
ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 80,67 lebih besar daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol sebesar 75,47 dengan selisih sebesar 5,20 sehingga termasuk kriteria baik.
Sintaks pembelajaran model Two Stay Two
Stray menguraikan bahwa peserta didik
diberi kesempatan untuk
mengembangkan informasi dengan kelompok lainnya, melatih peserta didik
memecahkan masalah, dan
mengembangkan potensi diri sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa peserta didik sendiri yang mengonstruksi pengetahuan ketika berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Peserta didik menemukan sendiri dan menstransformasi informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan mengubahnya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Maulana (2015) dan temuan Fitriani & Maulana (2016), bahwa pembelajaran yang kaya (rich) dengan konteks, tetapi memberikan tantangan yang tidak familiar inilah yang kemudian dapat disinyalir sebagai bagian dari proses yang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti halnya kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematis peserta didik.
(5)
[90] Piaget (Matlin, 2005) dalam teori perkembangan kognitifnya menjelaskan bahwa perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan
materi pelajaran dan
mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu dengan cara berinteraksi sosial dengan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran Two Stay Two Stray dimana peserta didik belajar di dalam suatu kelompok yang memungkinkan peserta didik dapat beragumentasi dan berdiskusi untuk membantu memperjelas pemikiran menjadi lebih logis. Pengelompokan peserta didik yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan. Selain itu, Brunner melalui teorinya menyarankan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berpartisipasi aktif dengan peserta didik lain dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Hal ini sesuai dengan model Two Stay Two Stray yang mendorong peserta didik berpatisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi informasi, berinteraksi dan belajar bersama-sama peserta didik sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan.
SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Two Stay Two Stray efektif terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik kelas V SD Negeri Rejosari 03 Semarang.
REFERENSI
Ennis, R.H. (2000). A super-streamlined conception of critical thinking. [online]. Tersedia:
http://www.criticalthinking.net/SSConc CTApr3/html.
Fisher, A. (2009). Berpikir kritis: Sebuah
pengantar. Jakarta: Erlangga.
Fitriani, K., & Maulana, M. (2016).
MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA SD KELAS V MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 40-52.
doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i1.2355.
Huda, M. (2011). Cooperative learning metode, teknik, struktur dan model
penerapan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lie, A. (2007). Cooperative learning mempraktikkan cooperative learning di
ruang-ruang kelas. Jakarta: PT
Grasindo.
Matlin, M.W. (2005). Cognition (6th edition).
Pennsylvania: John Wiley & Sons, Inc. Maulana, M. (2015). INTERAKSI
PBL-MURDER, MINAT PENJURUSAN, DAN
KEMAMPUAN DASAR MATEMATIS
TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN DISPOSISI KRITIS. Mimbar
Sekolah Dasar, 2(1), 1-20.
doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v2i1.1318.
Nugraheni, N. (2016). Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas IV SD di
Kecamatan Ungaran Timur. (Skripsi).
(6)
[91] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar penelitian dan bidang non eksakta
lainnya. Semarang: Unnes Press.
Shoimin, A. (2014). 68 model pembelajaran inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suprijono, A. (2009). Cooperative learning teori & aplikasi paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, A. (2013). Teori belajar &
pembelajaran di sekolah dasar.