HUBUNGAN KECERDASAN EMOSINAL TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL UNIVERSITAS ANDALAS PADANG TAHUN 2012.

PENELITIAN

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSINAL TERHADAP KECEMASAN
MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG TAHUN 2012

Oleh
NICKE ASVIRANDA RISBI
0810322013

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

1

2

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sebab, dengan
bekerja manusia akan dapat memenuhi kebutuhannya, yaitu (1) kebutuhan
fisik dan rasa aman yang diartikan sebagai pemuasan terhadap rasa lapar,
haus, tempat tinggal, dan perasaan aman dalam menikmati semua hal
tersebut, (2) kebutuhan sosial, yang menunjukkan ketergantungan satu sama
lain sehingga beberapa kebutuhan dapat terpuaskan karena ditolong orang
lain, dan (3) kebutuhan ego yang berhubungan dengan keinginan untuk bebas
mengerjakan

sesuatu

sendiri

dan

merasa

puas


bila

berhasil

menyelesaikannya (Strauss dan Seyle, dalam Isnaini, 2009). Melepaskan
pekerjaan yang telah dilakukan sehari-hari akan menumbuhkan kecemasan,
terutama pada calon pensiun.
Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah (2008), batas usia
pensiun (BUP) bagi Pegawai Negeri Sipil adalah 56 tahun, BUP ini dapat
saja diperpanjang menjadi 58 tahun, 60 tahun, 63 tahun, 65 tahun, atupun 70
tahun. Perpanjangan usia pensiun dari normalnya 56 tahun dapat terjadi
karena berbagai alasan, seperti karena memangku suatu jabatan tertentu.
Berdasarkan undang-undang No. 11/1992, pensiun adalah hak seseorang

3

untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja sekian tahun dan sudah
memasuki usia pensiun atau sebab-sebab lain sesuai dengan perjanjian yang
telah ditetapkan. Beverly (dalam Hurlock, 1994) mengungkapkan bahwa

pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan
sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena
tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Oleh karena itu
sering terjadi orang yang pensiun bukannya dapat menikmati masa tua
dengan santai, tetapi sebaliknya, ada yang mengalami problem serius
(kejiwaan maupun fisik).
Solinge (2007) dalam penelitiannya menambahkan bahwa ketika
individu mengalami pensiun, kesehatan cenderung menurun akibat dari
pensiun. Tanpa adanya stimulus kondisi pensiun, kseseorang dalam
menghadapi

pensiun

telah

mengalami

kecemasan

akan


tugas

perkembangannya. Dalam menghadapi masa pensiun, individu umumnya
mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan dalam
menghadapinya. Secara garis besar ada tiga sikap ataupun reaksi yang
umumnya

dikeluarkan seseorang, yaitu (1) menerima, (2) terpaksa

menerima, dan (3) menolak.
Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi dikarenakan
yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus
pensiun (Isnaini,2009). Penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi
karena seseorang takut tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.
Saat memasuki masa pensiun,

seseorang

akan


kehilangan

peran

4

sosialnya di masyarakat, prestis, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga
diri juga akan berubah karena hilangnya peran (Eyde dalam Eliana, 2003).
Penolakan terhadap masa pensiun seringkali memicu masalah-masalah
tertentu. Hamidah (2004) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dari 30
pensiunan yang diteliti, terdapat 46,6% peserta yang mengalami cemas
dengan kategori tinggi. Kondisi seperti ini muncul ketika seseorang tidak
mampu menerima kondisi pensiun dengan baik, sehingga muncullah
gangguan psikologis dan ketidaksehatan mental seperti cemas, stres, dan
bahkan depresi.
Atkinson (1996) mengemukakan bahwa individu yang mengalami
kecemasan akan terus-menerus mengkhawatirkan segala macam masalah
yang mungkin terjadi dan sulit berkonsentrasi untuk mengambil keputusan.
Ditambahkan oleh Rumke (dalam Hurlock,1996) kecemasan sering muncul

pada saat individu akan menghadapi masa pensiun, hal ini disebabkan
dalam menghadapi pensiun, dalam diri individu terjadi goncangan perasaan
yang begitu hebat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya, temantemannya dan segala aktivitas lain yang mereka peroleh selama masih
bekerja. Berdasarkan Penelitian Gantina Komalasari, Kecemasan menghadapi
pensiun: studi mengenai hubungan antara makna hidup, dukungan sosial, dan
sikap dengan kecemasan menghadapi pensiun pada Pegawai Negeri Sipil di
DKI Jakarta (http://lontar.ui.ac.id). Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
menunjukkan PNS yang MPP pada umumnya memiliki Makna Hidup yang

5

tinggi, Dukungan Sosial yang tinggi, Sikap yang positif terhadap pensiun dan
Kecemasan yang rendah dalam menghadapi pensiun.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Kuncoro (2009) yang
berjudul kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun Ditinjau dari
Dukungan Sosial pada PT Semen Gresik Tbk” dapat diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih (2008) yang berjudul “Hubungan antara dukungan social
dengan Tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai Negeri

Sipil di Pemerintahan Kabupaten Rembang” diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan social dengan tingkat kecemasan
menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipill di Pemerintahan
Kabupaten Rembang.
Memasuki masa transisi ini calon pensiunan sudah menyusun
rencana-rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun. Masa
persiapan pensiun yang ada di Indonesia tidak dilakukan dengan baik oleh
pegawai. Pandangan menarik dari pakar perencanaan keuangan (financial
planner) menyebutkan bahwa 9 dari 10 karyawan di Indonesia ternyata tidak
siap secara finansial untuk menghadapi masa pensiun (Kompas, 2011). Hal
terpenting yang perlu dilakukan oleh pegawai yang memasuki masa transisi
adalah melakukan persiapan-persiapan memasuki masa tersebut misalnya,
persiapan psikologis, mental-spiritual, kesehatan dan tentu saja finansial.

6

Salah satunya Persiapan psikologis (kesiapan kecerdasan emosional)
karena kondisi emosional tersebut dapat membuat pegawai yang akan
menghadapi masa pensiun melalukan masa transisi dari sebuah kehidupan
kerja menjadi kehidupan tanpa bekerja menjadi tidak terlalu terbebani dengan

keadaan pensiun tersebut ( Mulyono dalam Pensiun Dini 2011). Kecerdasan
emosi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola
emosi

baik

pada

diri

sendiri

maupun

terhadap

orang

lain,


dan

menggunakannya secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan terhadap
frustrasi, tekanan, stres kerja.
Menurut Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence,
emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu
keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Sedangkan Anthony Robbins (penulis Awaken the Giant Within)
menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan. Banyak
bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosi dapat mengetahui dan
menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca
dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan
dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan
persahabatan,hubungan kerja, ataupun ketika akan memasuki masa berhenti
dari bekerja (Goleman, 2000). Emosi mewarnai cara berfikir manusia dalam
menghadapi konflik, tetapi bila emosi sudah mencapai intensitas yang begitu
tinggi manusia menjadi sulit berfikir secara efisien.

7


Menurut Ohman & Soares (1998) sistem emosi mempercepat system
kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli
yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan
terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi
datangnya hal yang tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara
otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin
terjadi bila muncul rasa takut.Seseorang yang ingin memasuki masa pensiun
sering kali merasa malu karena menganggap dirinya sebagai “pengangguran”
sehingga menimbulkan perasaan-perasaan minder, rasa tidak berguna, tidak
dikehendaki, dilupakan, tersisihkan, tanpa tempat berpijak dan seperti “tanpa
rumah”. Untuk itu kecerdasan emosi sangat penting perananannya agar dapat
berfikir secara matang baik dan objektif. Begitu pula dalam persiapan
menghadai masa pensiun kecerdasan emosi berperan penting penurunan
kecemasan.
Hasil wawancara dengan beberapa Pegawai Negeri Sipil yang akan
menghadapi masa pensiun di Universitas Andalas, 5 dari 6 pegawai
mengungkapkan kecemasan yang terjadi muncul karena berbagai hal yaitu,
(1)

adanya


ketakutan

akan

ketidaktercukupi

kebutuhan-kebutuhan

keluarganya baik untuk kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak
atau tidak terduga seperti salah satu anggota keluarga sakit ataupun ketika
akan menyelenggarakan resepsi pernikahan putra-putrinya, (2) kehilangan
jabatan dan fasilitas bagi mereka yang sudah memegang jabatan, cemas akan
kehilangan sumber pencarian setelah memasuki pensiun dan memiliki

8

bayangan tidak akan dihargai setelah memasuki masa pensiun (3) kehilangan
pekerjaan padahal anak-anaknya masih bersekolah. Ia bingung bagaimana
akan melanjutkan kehidupannya dengan uang pensiun yang dianggap tidak
cukup ( hasil wawancara 30 - 31 januari 2012 ). Hal ini berbeda dengan SA,
dapat dikatakan tidak cemas karena berfikir masa pensiun bukan masa
kehilangan sumber pencarian melainkan masa yang harus dinikmati dimasa
tua nantinya sehingga ia telah siap dalam psikologis, finansial, dan mental
pada saat pensiun tiba . Uraian di atas dapat diinterpretasi bahwa bagi
seseorang yang memasuki masa pensiun akan membutuhkan waktu untuk
merubah orientasi kehidupannya dari suasana bekerja ke suasana waktu luang
yang panjang, Martens dan Walton (Gunarsa dkk, 1996) menyatakan
bahwa untuk mengatasi kecemasan, maka individu harus menyadari
kemampuan dirinya, dapat berpikir positif, mempunyai tujuan atau citacita yang jelas, mengerti makna dan usahanya dan dapat menerima
keadaan.
Penelitian

yang dilakukan

mengungkapkan bahwa pensiun

oleh

Holmes

dan Rahe bahkan,

menempati rangking 10

besar untuk

posisi stres (dalam Eliana, 2003). Kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan
yang berkelanjutan akan berdampak pada keseimbangan emosional individu
dan akhirnya akan termanifestasi dalam berbagai keluhan fisik, keadaan
seperti itu dikenal dengan sebutan post power syndrome (Hawari, 2005).
Oleh karena itu kesiapan individu baik mental maupun spiritual sangatlah
penting dalam menghadapi masa pensiun (Kartono, 2000).

9

Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan Menghadapi
Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil di Universitas Andalas Padang.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah : “Apakah Terdapat Hubungan Kecerdasan Emosional
Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil
Universitas Andalas Padang”

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
meliputi :
1. Tujuan Umum
Menjelaskan

Hubungan

Kecerdasan

Emosional

Terhadap

Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil
Universitas Andalas Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distibusi frekuensi Kecerdasan Emosional Pegawai Negeri
Sipil Universitas Andalas Menghadapi Masa Pensiun.
b. Mengetahui distibusi frekuensi Kecemasan Pegawai Negeri Sipil
Universitas Andalas Menghadapi Masa Pensiun.

10

c. Menganalisa peran Kecerdasan Emosional Terhadap Kecemasan
Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil Universitas
Andalas Menghadapi Masa Pensiun

D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Bagi Pegawai Negeri Sipil
Dapat membantu memberikan informasi atau gambaran mengenai
dampak kecerdasan emosi terhadap kecemasan pada Pegawai Negeri
Sipil yang memasuki masa pensiun, bermanfaat juga bagi subjek untuk
lebih dapat mempersiapkan kondisi mental atau emosinya dalam
menghadapi masa pensiun, sehingga para pegawai tersebut dapat
menghadapi masa pensiun dengan kondisi yang lebih baik dan stabil.
2. Bagi Institusi
Mendapatkan sumber informasi dan referensi pada umumnya bahwa
kecerdasan emosi dapat mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi
masa pensiun.
3. Bagi penelitian
Sebagai bahan penyusunan penelitian juga bermanfaat langsung dalam
memperluas

pandangan

serta

pengetahuan

tentang

Hubungan

Kecerdasan Emosi Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Pada Pegawai Negeri Sipil Universitas Andalas.

11

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara kecerdasan
emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada Pegawai Negeri
Sipil Universitas Andalas Padang tahun 2012, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Lebih dari separuh responden memiliki kecerdasan emosional yang
sedang.
2. Sebagian besar responden memiliki kecemasan rendah dan sedang
menghadapi pensiun.
3. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan
menghadapi pensiun Pada Pegawai Negeri Sipil Universitas Andalas
Padang Tahun 2012. Yang mana didapatkan hasil semakin tinggi
kecerdasan emosional Pegawai Negeri Sipil maka akan semakin rendah
kecemasan menghadapi pensiun pada Pegawai Negeri Sipil Universitas
Andalas.

B. Saran
1. Institusi
Diharapkan pada pihak institusi untuk merealisasikan rencana pelatihan
kecerdasan emosional kepada calon pegawai yang akan menghadapi masa

12

pensiun agar pegawai mampu mengendalikan dorongan hati atau amarah
yang ada pada dirinya, terutama bagi pegawai yang sedang masa peralihan
dalam menentukan kehidupan yang akan dijalani setalah masa pensiun itu
tiba. Dan menjelang masa pensiun tiba hendaknya instansi terkait
memberikan pelatihan lain seperti pelatihan kewirausahaan yang dapat
dimanfaatkan setelah pensiun pada pegawai yang hendak pensiun.
2. Tenaga Kesehatan
Diharapkan pada tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat
bekerjasama

dengan

pihak

intitusi

khususnya

membantu

dalam

memberikan pendidikan kesehatan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar
manusia dari segi psikologis, yang didalamnya adalah pentingnya
kecerdasan emosional bagi pegawai untuk meminimalkan kecemasan
menghadapi masa pensiun yang akan terjadi.
3. Penelitian.
Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor
lain yang berkontribusi terhadap kecemasan menghadapi pensiun pada
pegawai dan pengaruh pelatihan pelatihan kecerdasan emosional pada
pegawai yang akan pensiun.