hubungan kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN
DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN
MENGHADAPI MASA PENSIUN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Hazmi Imama NIM. 107070002367
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh: HAZMI IMAMA NIM: 107070002367
Di bawah bimbingan: Pembimbing I
Dra. Netty Hartati, M.Si NIP : 19531002 198303 2001
Pembimbing II
Yufi Adriani, M.Psi
NIP: 19820918 200901 2006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN
DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 12 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001
Anggota:
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi Dra. Netty Hartati, M.Si NIP: 19730328 200003 2003 NIP: 19531002 198303 2001
(4)
NIP: 19820918 200901 2006
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hazmi Imama NIM : 107070002367
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN
KECERDASAN EMOSI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 9 Desember 2011
Hazmi Imama .
(5)
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
“ Jangan Mengharapkan Orang Lain Punya Andil Besar Untuk
Mampu Memotivasi Kita, Karena Kekuatan Terbesar Dalam Penanaman Motivasi Adalah Bagaimana Kita Mampu Untuk Mengelola Segala Sumber Daya Individu Yang Kita Miliki Dengan
Baik “
(Hazmi Imama)
“
Keberanian dan rasa takut adalah dua rahmat yang saling
melengkapi.Engkau tak akan tumbuh tanpa keberanian, dan engkau tak akan
selamat tanpa rasa takut. Maka, Beranikanlah dirimu, saat engkau merasa
takut. Tapi, belajarlah untuk merasa takut, saat engkau merasa berani”
“Mario Teguh”
(6)
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini ku persembahkan terutama kepada Kedua Orang Tuaku
tercinta, serta ketiga saudaraku
Kalian adalah orang-orang yang selalu memberikanku Keyakinan
dan Kepercayaan bahwa aku pasti mampu untuk bertindak dan bersikap
dengan bijaksana dalam menjalani kehidupan.
(7)
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) November 2011
(C) Hazmi Imama
(D) xix + 90 halaman + 11 lampiran
(E)
Hubungan Kecerdasan Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun.(F) Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa Kecemasan dalam menghadapi pensiun merupakan suatu pembahasan yang perlu mendapatkan perhatian, terutama bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementrian Agama RI yang akan menghadapinya. Menghadapi masa pensiun bukan merupakan hal yang mudah dan menimbulkan kecemasan bagi yang akan menjalaninya. Kecemasan itu muncul ketika individu merasa akan terjadi perubahan peran, nilai dan pola hidup individu secara menyeluruh. Bagi individu yang belum siap menghadapi pensiun dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan psikologis, finansial dan sosial yang mungkin terjadi akan menganggap bahwa pensiun merupakan suatu periode kepahitan, kegetiran dan sesuatu yang mengancam, karena terpaksa harus kehilangan hal-hal yang pernah menjadi miliknya. Pada saat inilah, kecerdasan emosi dan dukungan sosial memiliki peranan penting dalam kecemasan menghadapi pensiun. Bagaimana kecerdasan emosi dan dukungan sosial sebagai faktor yang berperan dalam diri individu dalam menghadapi kecemasannya tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecemasan yang dialami pada pegawai Kementrian Agama RI Pusat saat menghadapi masa pensiun, dan bagaimana hubungan kecemasan tersebut dengan kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang ada. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 8 variabel, yaitu 7 variabel sebagai independent variable (yakni, kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, jenis kelamin, dan penghasilan), dan 1 variabel sebagai dependent variable, yaitu kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Teknik pengambilan sampel yang terdapat dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini, yaitu 85 orang pegawai Kementerian Agama Pusat.
Uji validitas penelitian ini menggunakan SPSS 17.0 dan untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara dependent variable (DV) dan independent variable (IV), peneliti menggunakan uji analisis korelasi dengan Pearson Correlation dengan standar taraf signifikan 0,05 atau 5%, dan melanjutkan analisis data dengan melihat pengaruh IV terhadap DV dengan menggunakan uji analisis regresi berganda (Multiple Regression). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika membandingkan nilai p-value (0.000) dengan alpha (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
(8)
kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun. Sedangkan, untuk variabel jenis kelamin dan penghasilan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Untuk hasil analisis regresi, didapatkan hasil bahwa proporsi varians dari kecemasan yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 62.8%, sedangkan 37.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Dari ketujuh IV yang diujikan hanya terdapat dua variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kecemasan menghadapi pensiun, yaitu variabel kecerdasan emosi dan dukungan emosi, serta dalam pengujian proporsi varians, terdapat tiga variabel yang sumbangannya signifikan terhadap kecemasan menghadapi pensiun, yaitu variabel kecerdasan emosi, dukungan emosional, dan dukungan informasi.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk lebih tenang dalam menghadapi masa pensiun. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk menghindari kecemasan menghadapi pensiun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang tinggi, akan dapat mengurangi kecemasan yang dimilikinya, khususnya saat akan menghadapi masa pensiun.
(9)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosi Dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Netty Hartati, M.Si., Dosen Pembimbing I, yang telah peneliti anggap
sebagai orang tua yang memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran, serta sumbangan pikiran yang bermanfaat untuk kemajuan Peneliti.
3. Yufi Adriani M.Si., Dosen Pembimbing II, yang merangkap sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Seminar Proposal, terima kasih atas peran ganda yang diberikan semenjak awal semester sampai saat ini, yang memahami tentang keluh kesah Peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan arahan dalam segala hal.
4. “Special Gift Thanks”, S. Evangeline I Suaidy, terima kasih untuk perhatian besar yang diberikan, dan kesediaan ibu membantu mengatasi masalah Peneliti saat menghadapi “pengalaman-pengalaman berharga” di masa perkuliahan.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan berharga kepada Peneliti, baik dalam hal akademis maupun aplikasi dalam menjalani hidup sehari-hari.
6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam menjalani proses perkuliahan.
(10)
7. Seluruh Pihak Kementerian Agama Pusat, terutama untuk Bapak Kohar Tanjung dan Bapak Mahyudin.
8. Kedua orangtuaku tercinta, Drs.Zulasri.K dan Dra.Erna Rekan, tiada kata seindah doa yang Peneliti mohonkan pada Pencipta Segalanya, Allah SWT. Terima kasih untuk perhatian dan kasih sayang tiada tara yang tidak ada satu pun bisa gantikan, motivasi untuk selalu maju menggapai cita-cita, dan bantuan materi yang tidak terhingga. Terima kasih atas doa yang selalu dipanjatkan untuk buah hatimu. Love you so much “ PASANGAN TANGGUH ”.
9. Ketiga saudaraku terkasih dan tersayang, Nurza Auliya Rahmi, SE., Ahmad Luthfi Asri, SE., dan Zilla Zalila, beserta kakak iparku Ali Amin, MA. Aku merasa sempurna karena memiliki kalian semua. Terima kasih atas kehadiran kalian dalam menyemangati dan meyakini Peneliti bahwa tidak ada yang tidak dapat dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh. Untuk saudaraku terima kasih untuk canda tawa dan perselisihan kecil yang menyatukan kita.
10. Malaikat kecil Keluarga Besarku, Zayyan Prasasti Ramadhan, terima kasih telah hadir diantara kita, memberikan senyuman manis.
11. Keluarga Besar Mat Ali dan Umamah, terima kasih telah menganggapku sebagai anak, adik, saudara, dan teman.
12. Keluarga besar Cigadung, Bapak Muhammad Nu’man dan Ibu, terima kasih telah menjadi orang tua yang selalu mendoakan dan menyemangati Peneliti. 13. Untuk seseorang yang sudah kuanggap sebagaimana aku menyayangi saudara
kandungku sendiri
,
sahabatku Mutia Kusuma Dewi, yang selalu menemani saat susah dan senang. Terima kasih atas setiap bantuan berarti yang diberikan, perhatian dan kasih sayang, kesabaran menghadapi mood Peneliti yang sering tidak stabil.14. “Kembaranku”, Yusuf Hidayat, yang menjadi sosok berarti dalam keseharianku selama perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. Terima kasih untuk kesabaran, rasa sayang dan ketenangan menghadapi Peneliti selama 3,5 tahun ini. Terima kasih untuk “ragam cerita cinta” dan pengalaman yang mampu mendewasakan Peneliti sampai saat ini.
(11)
15. Sahabat “satu rasa-satu hati”, Ratna Purijayanti. Terima kasih atas pengertian dan perhatian yang diberikan pada Peneliti selama ini, untuk canda tawa dan kasih sayang yang ada.
16. Bapak Ahmad Baydhowi, Ka Sarah, Ka Dwi Atmoko terima kasih untuk bantuan yang diberikan dalam kelancaran skripsi Peneliti, yang mau meluangkan waktu, menyemangati dan membantu Peneliti saat-saat sulit. 17.“GH Community”, Indah teman satu kamarku, terima kasih untuk kehadiran
selama ini dalam setiap pagi-malam, berbagi cerita, jalan-jalan dan saling membantu dalam segala hal. Nuran dan Ex GH, Nita kucingku, terima kasih untuk keceriaan, rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan.
18. Reza Farhan Muliawan (RFM). Terima kasih untuk perhatian, motivasi saat Penelitidown, dan semangat yang diberikan untuk menghibur Peneliti.
19.“The Gossipers” sejati, Afifah, Imel, Vya, Reny, dan Mami. Terima kasih untuk cerita dan kebersamaan selama perkuliahan, UINSert Investigasi dan gossip terheboh.
20. Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk cerita kelas kita dari yang biasa sampai yang terheboh. Terima kasih untuk kebersamaan, rasa sedih, suka, tegang, dan haru, selama 4 tahun ini.
21. Teman sesama bimbingan skripsi, Naya dan Ka’ Lukem. Terima kasih sudah menemani hari-hari Peneliti, menunggu bersama, serta berbagi informasi tentang skripsi kita. Terima kasih juga untuk Rifky, Gilang, Ipul, dan Eka. 22. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT dan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, 1 Desember 2011
(12)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing ... i
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... ii
Lembar Orisinalitas ... iii
Motto dan Persembahan ... iv
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi... xi
Daftra Tabel ...xv
Daftar Gambar ... xvi
Daftar Lampiran ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah...11
1.2.1 Pembatasan Masalah...11
1.2.2 Perumusan Masalah ...12
1.3 Tujuan Penelitian ...13
1.4 Manfaat Penelitian ...13
1.5 Sistematika Penulisan ...14
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ...15
2.1.1 Pengertian Kecemasan...15
2.1.2 Komponen-Komponen Kecemasan ...17
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ...19
(13)
2.1.5 Pengertian Masa Pensiun ...23
2.1.6 Masalah Psikologis Dalam Menghadapi Masa Pensiun ...24
2.1.7 Jenis-Jenis Pensiun ...26
2.2 Kecerdasan Emosi ...27
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ...27
2.2.2 Komponen-Komponen Kecerdasan Emosi ...29
2.3 Dukungan Sosial ...31
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial ...31
2.3.1 Komponen-Komponen Dukungan Sosial ...33
2.4 Kerangka Berpikir...36
2.5 Hipotesis Penelitian...41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ...44
3.2 Definisi Variabel, Definisi Konseptual, dan Operasional Variabel ...44
3.2.1 Definisi Variabel ...44
3.2.2 Definisi Konseptual ...45
3.2.3 Definisi Operasional ...47
3.3 Pengambilan Sampel ...49
3.3.1 Populasi ...49
3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...50
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...50
3.5 Instrumen Penelitian ...52
3.5.1 Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun ...52
3.5.2 Skala Kecerdasan Emosi ...53
3.5.3 Skala Dukungan Sosial ...54
(14)
3.7 Uji Validitas ...55
3.8 Uji Reliabilitas ...56
3.9 Metode Analisis Data...57
3.10 Prosedur Penelitian...58
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif ...60
4.1.1 Deskripsi Statistik Masing-Masing Variabel Penelitian...60
4.1.2 Deskripsi Demografi Responden Penelitian...62
4.2 Kategorisasi Variabel Penelitian ...64
4.2.1 Kategorisasi Skor Kecemasan ...65
4.3. Uji Hipotesis Penelitian ...67
4.3.1 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Independen Variabel...78
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...81
5.2 Diskusi ...82
5.3 Saran ...86
5.3.1 Saran Metodologis ...88
5.3.2 Saran Praktis ...87
DAFTAR PUSTAKA ...88
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penempatan Pegawai Kementerian Agama Pusat ...41
Tabel 3.2 Tabel Skor SkalaLikert...43
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun...44
Tabel 3.4 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ...45
Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial ...46
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ...53
Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...54
Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan...55
Tabel 4.4 Kategorisasi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun...57
Tabel 4.5 Kategorisasi Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosi, dan Dukungan Penghargaan ...57
Tabel 4.6 Kategorisasi Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial dan Kecemasan ...58
Tabel 4.7 Uji Korelasi Kecemasan Menghadapi Pensiun...59
Tabel 4.8 Tabel R-Square Kecemasan Menghadapi Pensiun ...64
Tabel 4.9 Tabel Anova Kecemasan Menghadapi Pensiun...65
Tabel 4.10 Tabel Koefisien Regresi Masing-Masing Independent Variabel ...66
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ...34 Gambar 4.1 Bar Chart Tingkat Penghasilan ...56
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Surat Keterangan Penelitian Lampiran B : Angket Kuesioner Penelitian
Output Uji Korelasi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Outpur Perhitungan Regresi dengan Menggunakan SPSS 17.0
(18)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam rentang kehidupan, manusia akan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan perkembangan yang dijalankan oleh manusia, yaitu periode prenatal, bayi, masa bayi, awal masa kanak-kanak, akhir masa kanak-kanak, masa puber atau pra-masa remaja, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa tua atau usia lanjut. Masing-masing tahapan tersebut mempunyai tugas perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda. Melalui tahap-tahap perkembangan tersebut, Hurlock (1980) ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari.
Dalam setiap periode yang dijalankan oleh manusia, terdapat peristiwa-peristiwa yang mencerminkan adanya proses transisi. Tidak jauh berbeda dengan masa pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, usia dewasa tengah juga merupakan suatu masa transisi. Bagi orang yang berada dalam usia
(19)
setengah baya atau yang disebut juga dewasa madya, transisi dapat diartikan sebagai penyesuaian diri terhadap suatu perubahan, diantaranya: perubahan fisik, perubahan mental, perubahan minat, dan perubahan sosial (Hurlock, 1980).
Pada umumnya usia setengah baya atau usia dewasa madya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa ini ditandai oleh adanya perubahan- perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, yang sering diikuti oleh penurunan daya ingat. Pada usia inilah, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, salah satunya penyesuaian dalam bidang pekerjaan.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan usaha untuk mempertahankan hidup. Usaha untuk mempertahankan hidup bagi semua makhluk dimulai dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu makan dan minum. Dalam teori Maslow (Atkinson, 1983) memenuhi kebutuhan fisiologis adalah pemenuhan kebutuhan paling dasar yang dilakukan oleh seorang individu. Setiap individu harus melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan fisiologis ini. Jika suatu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan lain akan meningkat pada hierarki yang lebih tinggi (Atkinson, 1983).
Salah satu usaha untuk mendapatkan makan dan minum adalah dengan bekerja. Dengan bekerja, seseorang mendapatkan imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Selain
(20)
itu, bekerja juga berguna untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri. Ada dua macam kebutuhan akan harga diri, yang pertama, yaitu kebutuhan akan kekuatan, penguasaan,kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua, yaitu kebutuhan- kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan diapresiasi orang lain (Sarwono, 2002).
Bekerja dalam suatu kantor atau instansi memiliki periode dan waktu tertentu. Masa pekerjaan formal akan berakhir ketika seseorang memasuki usia tertentu, hal ini disebabkan oleh keadaan fisik atau kondisi fisik seseorang. Kondisi fisik manusia untuk bekerja memiliki batasan, semakin tua seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, makan beriringan dengan hal itu produktivitas kerja yang dimiliki pun akan semakin menurun. Pada saat itulah seseorang akan diminta berhenti dari pekerjaannya, atau pensiun dan beristirahat untuk menikmati hasil yang diperolehnya selama bekerja.
Sehubungan dengan masa pemberhentian pada pegawai negeri sipil, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1979 pasal 28 disebutkan bahwa:
“Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
(21)
Berdasarkan ketetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ini, seseorang yang akan menghadapi masa pensiun berarti mengalami perubahan dalam pola hidup mereka, yaitu dari bekerja menjadi tidak bekerja.
Manusia tidak selamanya dapat melakukan aktivitas secara formal, terutama bagi yang bekerja di kantor atau instansi tertentu. Pensiun merupakan akhir dari seseorang melakukan pekerjaannya. Pensiun seharusnya membuat orang senang karena bisa menikmati hari tuanya. Tetapi sebaliknya, Beverly (Hurlock, 1980) berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena mereka tidak tahu kehidupan seperti apa yang akan mereka hadapi kelak.
Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang memiliki ciri-ciri seperti ketegangan motorik (gelisah, tidak relaks), hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrock, 2002). Lebih lanjut, David Sue (2010) mendefinisikan
“anxiety a fundamental human emotion that produce bodiliy reactions that prepare us for “fight or flight” ; anxiety is anticipatory; the dreaded event or situation has not yet occurred”.
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa kecemasan adalah emosi dasar manusia yang menghasilkan reaksi tubuh untuk mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”. Kecemasan juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi.
(22)
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang cenderung merasa cemas ketika akan memasuki masa pensiun. Hal ini terjadi karena adanya sudut pandang yang negatif mengenai pensiun. Sebagai contoh ZA, merupakan salah pegawai fungsional dari Kementrian Agama Kota Padang. Ketika akan memasuki masa pensiunnya dalam jangka waktu yang tidak lama lagi, yaitu pada Juli 2011 mengaku merasakan cemas semenjak dua tahun yang lalu dan membuatnya merasa terganggu. ZA mengaku bahwa ia merasa takut kehilangan fasilitas yang telah dimiliki selama ini. Menurut keluarganya, terkadang subjek juga suka melamun sendiri, mengeluh, merasa sering cepat lelah, dan terkadang sering marah-marah tanpa alasan yang jelas. Padahal, biasanya subjek jarang marah-marah dan mengeluh (berdasarkan hasil wawancara via telepon dengan keluarga ZA, pada 11 Mei 2011). Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa masa pensiun adalah masa yang sangat tidak menyenangkan, suram, tidak dihormati lagi, dan kehilangan semua fasilitas jabatan yang selama ini dinikmati.
Berdasarkan contoh kasus ini, menunjukkan bahwa adanya kecemasan ketika akan menghadapi pensiun pada salah satu pegawai Kementerian Agama di atas. Orang pada usia madya ini memiliki tingkat kecemasan yang lebih besar. Hal ini dapat dijelaskan melalui fakta bahwa terjadi perubahan dalam pola hidup, perubahan peran dan perubahan konsep diri yang disertai dengan adanya ketegangan yang mengganggu dan merangsang emosi (Hurlock, 1980).
(23)
Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai perbedaan tingkat kecemasan menghadapi pensiun pegawai negeri sipil oleh Ratnasari (2009), mengungkapkan bahwa seseorang yang akan menghadapi masa pensiun mengalami perubahan dari kesibukan yang teratur, penghasilan yang mencukupi menjadi keadaan menganggur, penghasilan berkurang sedikit banyak akan menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup yang semakin berat.
Kenyataan yang dihadapi oleh semua pensiunan pada dasarnya sama, pertama akan menghadapi masalah berkurangnya penghasilan dan ketidakstabilan kerja. Seorang yang memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dapat mengadakan penyesuaian yang lebih baik terhadap pensiun. Banyaknya waktu luang setelah pensiun pada pegawai yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan sering membuat bingung karena merasa tidak ada hal lain yang dapat dilakukannya untuk mengganti aktivitas kerja.
Ratnasari (2009), menambahkan bahwa seorang pegawai negeri yang mempunyai pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dapat mengadakan penyesuaian yang lebih baik terhadap pensiun. Perasaan kehilangan yang dirasakan ketika tiba waktu pensiun dapat tergantikan oleh pekerjaan sampingan tersebut.
Idealnya masa pensiun tidak perlu ditanggapi dengan kecemasan, artinya seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa diambil
(24)
ketika masa pensiun tiba. Menurut Back (Santrock, 2002) hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosional para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Jika ia mampu mengendalikan dorongan hati atau emosi dengan baik, maka ia akan menemukan banyak sisi positif yang bisa diambil. Disinilah dibutuhkan adanya kecerdasan secara emosional pada diri inidividu.
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mampu untuk mengendalikan dorongan hati atau emosi, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan mampu menjalin hubungan sosial dengan baik, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin (Goleman, 2000).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana dan Kumolohadi (2008) mengenai kecerdasan emosi, menggambarkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang,maka kecemasan yang dihadapi semakin menurun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik,akan mampu mengolah emosi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang lebih positif. Keterampilan dalam mengatur emosi akan membuat seseorang menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif yang ada, sehingga kecemasan yang muncul pada saat akan menghadapi pensiun dapat diminimalkan. Sehingga kecerdasan emosi yang dimiliki akan membantu seseorang keluar dari tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan.
(25)
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang cakap secara emosi, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan (Goleman, 2000).
Salovey (dalam Goleman, 2000) menambahkan bahwa kecerdasan emosi merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang. Orang-orang yang mendapat skor tinggi dalam kecerdasan emosional akan lebih mampu untuk mengerti dan mengelola reaksi emosional mereka dan dapat membantu mereka untuk beradaptasi dengan tuntutan hidup yang ada.
Selain memiliki kecerdasan emosi seperti yang telah dipaparkan pada paragraf di atas, dalam hubungan atau interaksi dengan orang lain, individu yang akan memasuki masa pensiun juga membutuhkan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Dukungan sosial dapat berasal dari teman kerja, keluarga, pasangan hidup dan teman di lingkungan sekitarnya.
Sarafino (1998) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain. Dukungan sosial ini terbagi ke dalam beberapa komponen diantaranya, dukungan emosional, dukungan penghargaan,
(26)
dukungan informasi, dukungan material, dan dukungan jaringan sosial. Komponen-komponen yang ada dalam dukungan sosial ini dapat menimbulkan pengaruh positif seperti dapat mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada dalam tekanan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Kuncoro (2006) mengenai dukungan sosial, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki oleh seseorang, makan semakin rendah kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Hal ini senada dengan pendapat Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam menghadapi kecemasan juga dapat mencegah berkemangnya masalah yang timbul.
Selain beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas, terdapat faktor demografis yang ikut diteliti dalam penelitian ini, yaitu jenis kelamin dan penghasilan.
Jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dari jurnal Suksesiati (2011) terlihat bahwa jenis kelamin memiliki kontribusi yang cukup besar dalam melihat kecemasan orangtua saat mendampingi anak di Ruang High Care Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
Dalam jurnal Trismiati (2004), tentang Perbedaan tingkat kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, terlihat bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kecemasan yang berbeda.
(27)
Sedangkan penghasilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan atau income yang dilihat dari hasil herih payah bekerja baik sebagai pegawai atau karyawan atau bantuan dari pihak lain.
Dari fenomena dan penelitian-penelitian yang telah di paparkan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kecemasan yang dialami pada usia dewasa madya saat menghadapi masa pensiun, dan bagaimana hubungan kecemasan tersebut dengan kecerdasan emosi yang dimiliki, dukungan sosial, jenis kelamin dan penghasilan yang ada. Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul: “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalahan persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:
a. Kecemasan menghadapi masa pensiun yang dimaksud adalah
manifestasi dari berbagai proses emosi yang terjadi saat individu mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin. Kecemasan yang diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun.
(28)
b. Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain. (Goleman, 2000). Komponen-komponen kecerdasan emosi adalah kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
c. Dukungan Sosial adalah adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong (Sarafino,1998). Bentuk-bentuk dukungan sosial berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial atau dukungan persahabatan (Sarafino, 1998).
d. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai Kementerian Agama Pusat yang memiliki kriteria umur dalam rentang 50 - 55 tahun. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1979 pasal 28, batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil adalah pada usia 56 tahun).
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1) Apakah ada hubungan yang signifikan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun?
(29)
2) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun?
3) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan penghargaan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun?
4) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan informasi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun?
5) Apakah ada hubungan yang signifikan dukungan jaringan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun?
6) Apakah ada hubungan yang signifikan jenis kelamin dengan kecemasan menghadapi pensiun?
7) Apakah ada hubungan yang signifikan penghasilan dengan kecemasan menghadapi pensiun?
8) Dari beberapa variabel penelitian yang dianalisis manakah yang memiliki sumbangan paling besar dan signifikan dengan kecemasan menghadapi pensiun?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi, dukungan sosial, jenis kelamin, dan penghasilan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada pegawai Kementerian Agama Pusat.
(30)
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis: untuk memperkaya khazanah kajian psikologi, terutama yang berkaitan dengan psikologi perkembangan dan psikologi klinis. 2) Manfaat praktis: diharapkan dapat menyumbangkan hasil pemikiran bagi
individu dalam mengelola kecemasan yang dihadapinya, dan melihat bagaimana gambaran kecerdasan emosi dan dukungan sosial yang berhubungan dengan kecemasan mereka saat menghadapi masa pensiun.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1. Pendahuluan, mengemukakan latar belakang permasalahan-permasalahan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaatnya, dan sistematika penulisan.
BAB 2. Kajian Teori, berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kecemasan, teori kecerdasan emosi, teori dukungan sosial, kerangka berpikir, dan hipotesa penelitian.
BAB 3. Metode Penelitian, memaparkan pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisis data.
BAB 4. Analisis Hasil Penelitian, yaitu mengemukakan tentang gambaran umum subjek, analisis deskriptif, dan hasil uji hipotesis.
(31)
BAB 5. Penutup, yaitu menyajikan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran teoritis dan praktis.
(32)
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun 2.1.1 Pengertian Kecemasan
Salah satu fenomena psikologis yang sering dijumpai dalam kehidupan manusia adalah kecemasan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak mengalami peristiwa yang mungkin menimbulkan kecemasan tersebut. Chaplin (1999) dalam kamusnya menjelaskan, bahwa anxiety atau kecemasan adalah perasaan campuran yang berisi ketakutan, kegelisahan, dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut, atau rasa takut serta kekhawatiran kronis pada tingkat ringan, ataupun kekhwatiran serta ketakutan yang kuat dan meluap-luap.
Ada beberapa ahli yang berupaya untuk menjelaskan kecemasan. Menurut Atkinson (1983), kecemasan diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dengan tingkat yang berbeda. David Sue (2010) mendefinisikan:
“anxiety is a fundamental human emotion that produce bodiliy reactions that prepare us for “fight or flight”; anxiety is anticipatory; the dreaded event or situation has not yet occurred”
(33)
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa kecemasan adalah emosi dasar manusia yang menghasilkan reaksi tubuh untuk mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”. Kecemasan juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi (Sue, 2010).
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (dalam Fausiah, 2008) kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Lebih lanjut lagi, dalam Santrock (2002) dijelaskan bahwa kecemasan merupakan gangguan psikologis yang memiliki ciri-ciri seperti ketegangan motorik (gelisah, tidak relaks), hiperaktivitas (pusing, jantung berdebar-debar), dan pikiran serta harapan yang mencemaskan.
Davison & Neale (dalam Fausiah, 2008) menambahkan, kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.
Selanjutnya American Psychiatric Association (dalam Barlow, 2005) menambahkan bahwa:
“anxiety is a negative mood state characterized by bodily symptoms of physical tension, and apprehension about the future”.
(34)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan suasana hati yang negatif yang ditandai dengan adanya gejala ketegangan fisik dan ketakutan akan masa depan.
Kecemasan yang dirasakan timbul dari konflik yang ada di dalam diri seseorang terhadap sesuatu yang penyebabnya bisa disadari ataupun tidak. Dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun adalah suatu emosi dasar yang dimiliki oleh manusia yang menghasilkan reaksi tubuh dalam mempersiapkan seseorang untuk “bertahan atau lari”, yang juga diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun.
2.1.2 Komponen- Komponen Kecemasan
Kecemasan menurut Sue (1986) dapat dimanifestasikan ke dalam empat komponen, yaitu:
a. Secara kognitif ( pikiran)
Komponen ini dapat bervariasi, dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Individu terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut, dan ia juga akan mengalami kesulitan tidur.
(35)
Hal ini terjadi ketika seseorang menunjukkan gerakan yang tidak beraturan, seperti gemetaran sampai dengan goncangan tubuh yang berat. Perilaku yang ditampilkan seperti gelisah, menggigit bibir, menggigit kuku atau jari. Individu sering kali gugup dan mengalami kesulitan dalam berbicara.
c. Secara somatik ( dalam reaksi fisik atau biologis)
Ini dapat berupa gangguan pada anggota tubuh, seperti : sesak nafas, mulut kering, tangan dan kaki terasa dingin, diare, sering buang air kecil, jantung berdebar, berkeringat, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, dan kelelahan badan seperti pingsan.
d. Secara afektif ( perasaan)
Individu memiliki ketegangan dan cemas kronis. Dalam keadaan ini individu terus menerus dalam keadaan gelisah dan khawatir tentang suatu bahaya, tidak peduli seberapa baik hal yang akan terjadi.
Komponen-komponen yang dikemukakan oleh David Sue (1986), adalah komponen yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam komponen ini, kecemasan dapat dimanifestasikan secara kognitif (pikiran), afektif (perasaan), motorik (gerak tubuh), dan somatik (berhubungan dalam reaksi fisik atau biologis.
(36)
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Menurut Brill dan Hayes dalam Ratnasari (2009) disebutkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun adalah :
1. Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk di dalamnya adalah gaji, tunjangan fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri yang membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga.
2. Hilangnya status, baik status jabatan seperti pangkat dan golongan maupun status sosialnya, termasuk di dalamnya adalah hilangnya wewenang penghormatan orang lain atas kemampuannya pandangan masyarakat atas kesuksesannya. 3. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerjaa. Kerja memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan persahabatan, namun dengan tibanya masa pensiun hal ini kurang bisa dilakukan karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan sehingga tidak berhubungan seperti dulu.
4. Datangnya masa tua, yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik yaitu suatu perubahan pada sel-sel tubuh karena proses menua yang mempengaruhi turunnya kekuatan dan tenaga.
(37)
Dalam penelitian yang dilakukan Suksesiati (2011), dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kecemasan pada seseorang, yaitu :
1. Jenis Kelamin
Menurut Utama (2003), jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan.
2. Usia
Fitrianingsih (1997), usia adalah masa hidup yang dinyatakan dalam satuan tahun dan sesuai dengan pernyataan responden. Usia dalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga bisa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau makhluk.
3. Tingkat Pendidikan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti, didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan, peneliti menggunakan faktor jenis kelamin dan faktor penghasilan sebagai variabel demografis yang akan diteliti dalam penelitian ini.
(38)
2.1.4. Sumber-Sumber Kecemasan
Spielberger (1966) menyebutkan bahwa lima komponen terjadinya kecemasan yaitu:
1. Evaluated Situation:Adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan. Seperti adanya isu-isu atau gossip yang berkaitan dengan masa pensiun, pemberitaan negatif yang berhubungan dengan perkembangan karir seseorang yang akan menghadapi masa pensiun.
2. Perception of Situation : munculnya berbagai persepsi akan situasi tersebut, situasi mengancam diberi penilaian oleh individu, biasanya penilaian ini mempengaruhi sikap dan pengalaman individu, yang disertai dengan adanya kecurigaan akan kemungkinan terjadi hal-hal yang buruk, dan kewaspadaan terhadap situasi tertentu. Seperti, penilaian individu bahwa saat mereka menghadapi masa pensiun, merupakan pertanda bahwa dia sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan tempat mereka bekerja.
3. Anxiety State of Reaction :individu mengganggap bahwa ada situasi berbahaya maka kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis pada seseorang yang akan
(39)
memasuki usia pensiun, seperti denyut jntung bertambah cepat, dan naiknya tekanan darah.
4. Cognitive Reaprasial Follows : individu kemudian menilai kembali persepsi mengenai masa pensiun tersebut, hal ini dilakukan dengan pemilihan bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang sesuai dengan meningkatnya aktivitas kognisi seperti mencari cara mengatasi rasa khawatir, panik, mencoba untuk tenang atau mencari cara untuk mengatasi meningkatnya aktivitas motorik seperti gemetar, gugup, mondar-mandir tidak tenang.
5. Coping : individu mencari jalan keluar dengan menerapkan salah satu bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang sesuai seperti menggunakan represi, proyeksi, atau dapat juga dengan cara rasionalisasi.
2.1.5 Pengertian Masa Pensiun
Manusia bekerja tidak hanya untuk mendapatkan gaji ataupun upah, tetapi juga untuk mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-orang dalam lingkungannya. Akan tetapi kesenangan ini menjadi berkurang ketika orang tersebut memasuki masa pensiun.
Masa pensiun merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui oleh manusia yang terjadi pada masa dewasa madya. Schwartz (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa pensiun
(40)
merupakan akhir pola atau masa transisi ke pola hidup baru, selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pensiun diartikan tidak bekerja lagi karena masa tugasnya telah selesai. Selain itu, terdapat beberapa ahli yang menjelaskan beberapa pengertian pensiun. Menurut Kail & Cavanaugh (2000) :
“Retirement is a complex process by which people withdraw from full-time participation in an occupation”. Turner & Helms (1987) mengatakan bahwa:
“ retirement means the end of formal work and beginning of a new role in life, one that has its own behavioral expectations and requires a redefinition of the self“.
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa pensiun adalah akhir dari pekerjaan formal dan permulaan suatu peran baru dalam kehidupan, yang meliputi pandangan mengenai dirinya dan menentukan tingkah laku yang diharapkan setelah memasuki masa pensiun.
Selain itu, Parnes dan Nessel (dalam Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan.
(41)
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah akhir dari suatu pekerjaan formal dan permulaan suatu peran baru dalam kehidupan seseorang.
2.1.6 Masalah Psikologis Dalam Menghadapi Masa Pensiun
Masalah-masalah yang muncul akibat pensiun umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi masa pensiun. Ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang ditimbulkan akibat pensiun, seperti biaya pendidikan anak, kebutuhan untuk tempat tinggal yang layak, dan pemenuhan kebutuhan sehari- hari.
Papalia (2008) menyebutkan bahwa pensiun merupakan salah satu diantara persoalan hidup yang paling krusial yang harus dipecahkan seseorang yang akan menghadapi masa pensiun. Keputusan pensiun akan mempengaruhi situasi keuangan, kondisi emosional, cara menghabiskan waktu, dan cara mereka berhubungan dengan teman dan keluarga. Kondisi-kondisi seperti itulah yang menyebabkan timbulnya kecemasan dalam diri individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Atkinson (1983) mengemukakan bahwa ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ditambahkan oleh Rumke (dalam Hurlock, 1980)
(42)
kecemasan sering muncul pada saat individu akan menghadapi masa pensiun, hal ini disebabkan dalam menghadapi masa pensiun, dalam diri individu terjadi goncangan perasaan yang begitu hebat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya, teman-temannya, dan segala aktivitas lain yang mereka peroleh selama masih bekerja.
Disamping adanya kecemasan, individu yang akan menghadapi masa pensiun juga memiliki perasaan khawatir, merasa tidak berguna, putus asa dan rendah diri. Perasaan-perasaan inilah yang dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis mereka.
2.1.7 Jenis-Jenis Pensiun
Menurut Hurlock (1980), ada dua jenis pensiun yang umumnya dapat terjadi, yaitu:
1) Voluntary Retirement( pensiun secara sukarela)
Pada pensiun jenis ini, individu memutuskan untuk mengakhiri aktivitas bekerjanya secara formal dengan sukarela. Hal ini dilakukan bisa dengan alasan kesehatan atau keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan sesuatu yang lebih berarti dalam kehidupannya dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya.
2) Mandatory Retirement (pensiun berdasarkan peraturan atau kewajiban)
(43)
Pada pensiun jenis ini, pensiun dilakukan berdasarkan peraturan yang mengikat karyawan dimana terdapat batasan usia tertentu yang menandakan berakhirnya masa kerja individu secara formal. Pensiun yang dijalani berdasarkan aturan dari perusahaan adalah pensiun yang sering kali dilakukan oleh satu perusahaan berdasarkan aturan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dalam hal ini kehendak individu diabaikan, apakah dia masih sanggup atau masih ingin bekerja kembali.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Emosi dijelaskan sebagai motus animayang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakkan kita” (Goleman, 2000).Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergulakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. (Goleman, 2000).
Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan pertama kali oleh Mayor dan Salovey pada tahun 1990. Dari tahun 1990 hingga saat ini, teori ini masih terus menerus berkembang. Selain mereka banyak ahli-ahli lain, seperti Goleman, Bar-On yang juga melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional.
Salovey (dalam Goleman, 2000) memberikan definisi kecerdasan emosional sebagai berikut :
(44)
“Emotional intelligence refers to a set or skills hypothesize to contribute, to accurate appraisal of emotion in self and others and the use of feelings to motivate, plan, and achieve in one’s life”.
Dari definisi diatas, Salovey mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang.
Bar-On (dalam Schulze & Roberts, 2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai suatu interrelasi dari kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengenal, menggunakan dan mengatur emosi dengan tepat dan produktif sehingga sesuai dengan tuntutan dan tekanan lingkungan.
Sedangkan kecerdasan emosi atau yang lebih dikenal dengan istilah emotional intelligence menurut Goleman (2000) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta
kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan,
mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan, dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungan dengan pihak lain.
(45)
Menurut Goleman (2000), Kecerdasan emosional terbentuk karena adanya kerja sama yang selaras antara kortek dan amigdala, antara pikiran dan perasaaan. Apabila rangsangan ini berinteraksi dengan baik, kecerdasan emosi akan meningkat.
Dari beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang dalam mengenali, mengelola, dan
mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki, termasuk juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain.
2.2.2 Komponen- Komponen Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2000) terdapat lima ciri kecerdasan emosi, yaitu:
1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Kemampuan mengenali emosi diri (self-awareness) adalah mengetahui keadaan dalm diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompetensi dalam ciri pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Seseorang yang mampu dalam mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap.
(46)
2. Pengelolaan Emosi (Self-regulation)
Mengelola emosi (Self-regulation) adalah mengelola keadaan dalam diri sendiri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi ciri kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negative, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan. Hal ini termasuk juga pada kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah termasuk juga kemampuan dalam mengatasi ketegangan. 3. Motivasi diri (Motivation oneself)
Memotivasi diri adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan, inisitif dan optimism yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, percaya diri, serta mempunyai dorongan untuk berprestasi.
4. Empati
Empati yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang lain. Ciri yang keempat ini terdiri dari kompetensi kemampuan untuk mengenali emosi orang lain (understanding other), yaitu kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan
(47)
merasa senang dan dimengerti perasaannya, menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dalam berbagai macam orang. Mempunyai kesadaran akan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Membina hubungan (Interpersonal relationship).
5. Hubungan Interpersonal (Interpersonal relationship)
Membina hubungan (Interpersonal relationship) adalah kemampuan memahami orang lain, dan memelihara hubungan kita dengan orang lain. Kita bisa mengerti apa yang bisa memotivasi orang lain, bagaimana mereka bekerja, bagaimana kita bisa bekerjasama dengan orang lain.
Komponen-komponen yang dikemukakan oleh Goleman (2000) ini, adalah komponen kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial
Dalam menghadapi situasi yang penuh dengan konflik dan tekanan, seseorang membutuhkan adanya dukungan sosial. Dukungan atau yang juga dikenal dengan istilah social support
dalam Chaplin (1999), dijelaskan bahwa sosial adalah menyinggung relasi diantara dua orang atau lebih individu, sedangkan dukungan diartikan sebagai: 1. Mengadakan atau
(48)
menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. 2. Memberikan dorongan atau pengorbanan semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuatan-keputusan.
Ada beberapa tokoh yang memberikan pengertian tentang dukungan sosial. Menurut Sarafino (1998) dukungan sosial dapat diartikan sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain.
Sedangkan menurut Gottlieb (dalam Smet,1994), dukungan sosial terdiri terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
Selain itu, Ritter (dalam Smet, 1994) secara umum mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari jaringan sosial seseorang.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringan sosialnya.
(49)
2.3.2 Komponen-Komponen Dukungan Sosial
Sarafino (1998) membagi dukungan sosial menjadi lima bentuk antara lain :
1) Dukungan Emosional(Emotional Support)
Dukungan emosi mengacu pada bantuan yang berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu yang akan menghadapi masa pensiun. Selain itu, dukungan emosional juga melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu tersebut, sehingga individu akan merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti adanya perhatian dari anggota keluarga dan teman terdekat yang bersedia mendengarkan keluh kesah.
2) Dukungan Penghargaan(Esteem Support)
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif, serta dorongan untuk maju dan semangat bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun. Dukungan ini berupa adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu, bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu, dan berarti. 3) Dukungan instrumental/material (instrumental/material
support)
Dukungan ini mengacu pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara
(50)
praktis. Contohnya : pinjaman atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.
4) Dukungan Informasi(Information Support)
Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan nasihat, saran atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
5) Dukungan jaringan sosial atau dukungan persahabatan
Bentuk dukungan ini akan membuat individu yang akan menghadapi masa pensiun merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib. Dukungan sosial ketika seseorang akan menghadapi masa pensiun adalah dimana ia memerlukan seseorang atau support group yang dapat meringankan beban hidupnya mulai dari butuhnya seseorang yang menemaninya, dan adanya tempat untuk berbagi.
Komponen-komponen dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1998), adalah komponen yang digunakan dalam penelitian ini. Komponen tersebut meliputi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial.
(51)
Selain itu, Sarafino (1998) menguraikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perolehan dukungan sosial dari orang lain, yaitu:
a) Penerima Dukungan (Recipients)
Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Ada orang yang kurang asertif untuk meminta bantuan, atau mereka berfikir bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan membebani orang lain, merasa tidak enak mempercayakan sesuatu pada orang lain atau tidak tahu siapa yang dapat dimintai bantuannya.
b) Penyedia Dukungan (Provider)
Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia dukungan sedang berada dalam keadaan stres dan sedang membutuhkan bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
c) Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial (Hubungan individu dengan keluarga dan masyarakat)
Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah orang yang biasa dihubungi; frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering individu bertemu dengan orang tersebut;
(52)
komposisi, yaitu apakah orang tersebut adalah keluarga, teman, rekan kerja, atau lainnya; dan keintiman, yaitu kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan untuk saling mempercayai.
2.4 Kerangka Berpikir
Menurut Fletcher dan Hansson (dalam Madarina, 2011) kecemasan menghadapi pensiun merupakan:
“ … is general feeling that happens when someone go through the retirement phase that unpredictable and do not know beyond that”
Kecemasan menghadapi pensiun merupakan perasaan umum dari ketakutan atau kecemasan yang berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi pensiun di masa depan yang tidak pasti, tidak terprediksi, dan berpotensi mengganggu. Hal ini senada dengan konsep kecemasan yang dikemukakan oleh David Sue (2010) yang dimaknai sebagai ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum tentu akan terjadi.
Bagi individu tertentu menghadapi masa pensiun merupakan hal yang tidak mudah dan sering menimbulkan masalah psikologis, karena pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang menakutkan atau tidak menyenangkan sehingga sebagian orang sudah merasakan kecemasan ketika akan menghadapinya karena mereka tidak tahu kehidupan seperti apa yang akan mereka hadapi kelak (Turner & Helms, 1987). Kecemasan itu bisa ditimbulkan karena kehilangan status,
(53)
kehilangan fasilitas, menurunnya penghasilan, merasa tidak dihargai lagi dan banyaknya waktu senggang yang akan dihadapi oleh pegawai tersebut pada saat ia pensiun. Adapun faktor-faktor kecemasan menghadapi masa pensiun di antaranya, yaitu kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan jumlah penghasilan.
Bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun, kecerdasan emosi memiliki peranan penting dalam mengatasinya, yakni dengan menekankan pada kematangan jiwa yang dapat dibentuk dengan latihan untuk mendapatkan sikap-sikap yang diinginkan, seperti kesadaran diri, pengaturan dan pengelolaan emosi, memotivasi diri untuk bangkit, dan membina hubungan sosial yang baik, dalam mengatasi kecemasan yang dihadapinya. Dampak positif bagi individu tersebut, yakni kecemasan yang dialami individu akan terasa lebih ringan atau berkurang.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Paramasari (2007) menyatakan bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai. Jadi, dapat dikatakan individu yang memiliki kecerdasan emosi yang buruk atau rendah akan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat mengenai kecerdasan emosi menurut Salovey (dalam Goleman, 2000) yang menerangkan bahwa kecerdasan emosi merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain serta memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang. Sebagai contoh, bagi Pegawai, khususnya Pegawai Negeri
(54)
Sipil (PNS) yang akan menghadapi masa pensiun, jika mereka memiliki kecerdasan emosi yang baik, maka dapat dikatakan mereka akan mampu mengatasi kecemasan yang berkembang dalam diri mereka.
Selain kecerdasan emosi, ada faktor lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun yaitu dengan adanya dukungan sosial. Dalam penelitian sebuah penelitian yang dilakukan oleh Komalasari (1995), mengenai kecemasan menghadapi pensiun dan dukungan sosial, menyatakan bahwa hasil korelasi antara dukuangan sosial dan kecemasan menghadapi pensiun memiliki hubungan negatif yang signifikan. Dengan perkataan lain semakin tinggi dukungan sosial individu , maka semakin rendah kecemasan individu dalam menghadapi pensiun.
Hal ini tersebut sejalan dengan salah satu manfaat dari dukungan sosial menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) yaitu bermanfaat dalam hal emosi atau memberikan efek perilaku yang positif bagi pihak penerima. Dukungan sosial dapat menimbulkan pengaruh positif dalam mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada dalam tekanan. Individu yang akan memasuki masa pensiun memerlukan dukungan sosial.
Dukungan sosial yang diperoleh, bisa berasal dari teman kerja, keluarga, pasangan hidup dan teman di lingkungan sekitarnya. Adanya dukungan sosial bagi individu yang akan memasuki masa pensiun merupakan hal yang penting, karena individu tersebut merasa dicintai,
(55)
diperhatikan dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi masa pensiun. Dalam Sarafino (1998), dukungan ini dapat diberikan berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial.
Selain beberapa variabel yang telah dibahas, ada variabel lain yaitu variabel jenis kelamin dan penghasilan yang akan ikut diteliti dalam penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suksesiati (2011), jenis kelamin memiliki peranan dalam faktor yang mempengaruhi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Trismiati (2004) bahwa antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan, terdapat perbedaan dalam mengatasi kecemasan yang dimiliki. Myers (1983), mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki.
Sedangkan untuk penghasilan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2009), mengungkapkan bahwa seseorang yang akan menghadapi masa pensiun mengalami perubahan dari kesibukan yang teratur, penghasilan yang mencukupi menjadi keadaan menganggur, penghasilan berkurang sedikit banyak akan menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup yang semakin berat.
(56)
Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan, Peneliti ingin meneliti apakah dalam populasi normal yaitu pada pegawai Kementerian Agama Pusat, kecerdasan emosi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial serta adanya faktor demografis seperti jenis kelamin dan penghasilan, memiliki hubungan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Jika digambarkan maka akan terbentuk skema kerangka berpikir seperti ini:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Penghasilan
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
Ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu akan menghadapi masa pensiun Kecerdasan Emosi
DUKUNGAN SOSIAL
Jenis Kelamin Dukungan Emosional
Dukungan Penghargaan
Dukungan Informasi
Dukungan Jaringan Sosial
(57)
2.5 Hipotesis Penelitian
Bunyi hipotesis mayornya yaitu :
“Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun”.
Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :
Ha1: Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha2: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho2: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha3: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan penghargaan
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho3: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan
penghargaan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Ha4: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho4: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha5: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan sosial
(58)
Ho5: Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan
sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha6: Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho6: Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ha7 : Ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun.
Ho7: Tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan
(59)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan PenelitianPendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Creswell, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. Dengan pendekatan ini peneliti mengharapkan akan mendapatkan data yang lebih spesifik dan lebih akurat karena pendekatan kuantitatif menggunakan perhitungan statistik dan berwujud nilai atau skor.
3.2 Definisi Variabel, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Definisi variabel
Menurut Arikunto (2010) variabel adalah suatu objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel juga merupakan suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih dari nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Gulo, 2005) menyebut variabel sebagai suatu konstruk (properties) atau sifat yang diteliti.
(60)
Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi masa pensiun, kecerdasan emosi, dukungan sosial (yang terdiri dari 4 aspek), faktor demografis (jumlah tanggungan dan penghasilan). Kecemasan menghadapi pensiun dijadikan sebagaiDependet Variable
(DV), yaitu variabel yang akan diteliti. Sedangkan kecerdasan emosi, dukungan sosial, faktor demografis (jenis kelamin dan penghasilan) dijadikan sebagai Independent Variable (IV), yang merupakan sehimpunan variabel yang digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan mengapa ada fenomena kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
3.2.2 Definisi konseptual variabel
Dependen Variabel (DV): Kecemasan menghadapi masa pensiun
Kecemasan adalah ketakutan atau rasa takut yang timbul pada situasi yang belum terjadi, yaitu saat individu tersebut akan menghadapi masa pensiun, (Sue, 2010).
Independen Variabel I (IV1): Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki, termasuk juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, serta membina hubungan dengan orang lain, (Goleman, 2000).
(61)
Independen Variabel II (IV2): Dukungan emosional
Dukungan emosi adalah bentuk dukungan yang mengacu pada bantuan yang berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Independen Variabel III (IV3): Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif, serta dorongan untuk maju dan semangat bagi individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Independen Variabel IV (IV4): Dukungan informasi
Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Independen Variabel V (IV5): Dukungan jaringan sosial
Dukungan jaringan sosial adalah bentuk dukungan yang membuat individu yang akan menghadapi masa pensiun merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya.
Independen Variabel VI (IV6): Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan laki-laki atau perempuan. (Utama, dalam Suksesiati, 2011).
(62)
Independen Variabel VII (IV7): Penghasilan
Penghasilan adalah pendapatan atau income dari hasil jerih payah bekerja baik sebagai wirausaha maupun sebagai karyawan atau pegawai ataupun bantuan dari pihak lain, (Suksesiati,2011).
3.2.3 Definisi operasional variabel
Adapun beberapa hal yang perlu didefinisikan secara operasional, yaitu:
Dependen Variabel (DV): Kecemasan menghadapi pensiun
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala kecemasan yang digunakan dalam pengukuran yang meliputi empat komponen (indikator), yaitu secara kognitif, afektif, motorik, dan somatik.
Independen Variabel I (IV1): Kecerdasan emosi
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala kecerdasan emosi.Dalam skala ini terdapat empat subskala yang masing-masing mengukur kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
Independen Variabel II (IV2): Dukungan emosional
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan emosional. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti rasa empati, kepedulian dan perhatian yang diberikan pada peegawai yang akan menghadapi masa pensiun.
(63)
Independen Variabel III (IV3): Dukungan penghargaan
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan penghargaan. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti ungkapan penilaian positif yang diberikan kepada individu yang akan menghadapi masa pensiun, dorongan untuk maju dan semangat.
Independen Variabel IV (IV4): Dukungan informasi
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan informasi. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti memberikan informasi baik berupa nasihat, saran, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ada.
Independen Variabel V (IV5): Dukungan jaringan sosial
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap skala dukungan jaringan sosial. Dalam skala ini terdapat beberapa indikator yang digunakan seperti dukungan dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Independen Variabel VI (IV6): Jenis Kelamin
Skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap jenis kelamin yang terdiri dari dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan.
(64)
Independen Variabel VII (IV7): Penghasilan
Skor yang diperoleh dari jumlah penghasilan yang diterima oleh pegawai negeri kementerian agama, setelah dikurangi dengan jumlah tanggungan dari masing-masing pegawai tersebut.
3.3 Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi
Arikunto (1997) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Dalam penelitian ini yang merupakan populasi adalah pegawai yang akan menghadapi masa pensiun (Usia yang ditetapkan pada masa ini yaitu yang memiliki kriteria umur 50-55 tahun) di Kementerian Agama Pusat yang berjumlah 164 orang, yang terklasifikasikan atas beberapa biro, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1
Penempatan Pegawai Kementrian Agama Pusat
No. Penempatan Pegawai Jumlah Pegawai (Orang)
1. Biro Perencanaan 15
2. Biro Kepegawaian 28
3. Biro Keuangan dan BMN 21
4. Biro Organisasi dan Tatalaksana 3
5. Biro Hukum dan Kerjasama Luar
Negeri (KLN) 5
6. Biro Umum 81
7. Pusat Kerukunan Umat Beragama
(PKUB) 4
8. Pusat Informasi dan Hubungan
Masyarakat 7
(65)
3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1997). Dalam penelitian ini, sampel yang akan
digunakan sebanyak 85 orang pegawai Kementerian Agama Pusat.
Sampel diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu pengambilan sampel dimana setiap objek penelitian yang diambil tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Sampel yang diambil adalah sampel yang telah memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode skala sebagai alat pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini memakai skala model Likert. Skala model Likert adalah suatu himpunan butir pernyataan sikap yang kesemuanya dipandang kira-kira sama dengan ’nilai sikap’, subjek menanggapi setiap butir dengan menggunakan taraf setuju (favorable) atau tidak setuju (unfavorable). Skor untuk butir-butir yang terdapat dalam skala dijumlahkan atau dijumlah rata-rata untuk mendapatkan skor setiap individu (Kerlinger, 2000). Pernyataan (item) dalam skala modelLikertini terdiri dari pernyataan positif dan negatif.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan alat ukur model Likert antara lain adalah empat alternatif jawaban yang disediakan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat
(66)
tidak setuju (STS). Untuk mengukur variabel-variabel penelitian ini peneliti menggunakan skala model Likert yang telah dimodifikasi yaitu dengan menghilangkan jawaban netral, agar mendorong reponden untuk memilih dan memutuskan respon negatif ataupun positif, sehingga terlihat “kecenderungan sentral” dari jawaban responden.
Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable
diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Setiap katagori memiliki nilai sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tabel Skor SkalaLikert
Item Favorable Skor Item Unfavorable Skor
SS (Sangat Setuju) 4 STS (Sangat Tidak Setuju) 4
S (Setuju) 3 TS (Tidak Setuju) 3
TS (Tidak Setuju) 2 S (Setuju) 2
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 SS (Sangat Setuju) 1
Dalam penelitian ini, subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasian jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti.
b. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek seperi usia, dan jenis kelamin dan jumlah penghasilan.
(67)
c. Bagian inti, berisi tiga alat ukur penelitian yaitu alat ukur kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, alat ukur kecerdasan emosi, dan alat ukur dukungan sosial.
3.5 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam peneiltian ini, peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa skala sikap, dimana sampel diminta menanggapi pernyataan dengan memilih pilihan tertentu dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban. Dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala yang terdiri dari: skala kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, skala kecerdasan emosi, dan skala dukungan sosial.
3.5.1 Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Skala kecemasan disusun dalam 20 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen kecemasan. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala kecemasan untuk uji coba adalah sebagai berikut
Tabel 3.3
Blueprint Skala kecemasan
No Aspek Butir Soal Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Kognitif 1*,9,17* 5*,13* 4
2 Afektif 2*,10*,18* 6*,14* 5
3 Motorik 3,11*,19* 7,15* 3
4 Somatik 4*,12*,20* 8*,16* 5
(68)
*) Item yang valid
3.5.2 Skala Kecerdasan Emosi
Skala kecerdasan emosi disusun dalam 24 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen kecerdasan emosi. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala kecerdasan emosi untuk uji coba adalah sebagai berikut
Tabel 3.4
Blueprint Skala kecerdasan emosi
No Aspek Butir Soal Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Kesadaran diri 1*,2*,3 4,5,6 2
2 Pengelolaan emosi 7,8*,9* 10*,11,12 3
3 Motivasi diri 13*,14*,15* 16,17*,18* 5
4 Hubungan
interpersonal 19,20*,21 22,23*,24 2
Jumlah 8 5 12
*) Item yang valid
3.5.3 Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial disusun dalam 20 item yang terbagi atas 4 komponen dari komponen-komponen dukungan sosial. Dalam penelitian ini digunakan skala model Likert. Adapun skala dukungan sosial untuk uji coba adalah sebagai berikut:
(1)
16.
positif atas hasil kerja saya.
SS
S
TS
STS
17.
Pasangan saya tidak memberikan motivasi untuk bisa bekerja lebih
baik.
SS
S
TS
STS
18.
Terkadang nasehat yang diberikan teman kantor membuat saya
merasa tersinggung.
SS
S
TS
STS
19.
Dalam mengatasi kecemasan yang dialami, saya tidak menghiraukan
saran yang diberikan oleh pasangan saya.
SS
S
TS
STS
20.
Saya tidak mendapatkan dukungan dari teman kantor saat mengalami
(2)
LAMPIRAN 1
OUTPUT UJI KORELASI KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
DENGAN SPSS 17.0
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .792(a) .628 .594 6.37128
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
Anova(b)
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 5274.327 7 753.475 18.562 .000
Residual 3125.673 77 40.593 Total 8400.000 84
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
(3)
Kecemasan Kecerdasan Emosi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Jaringan Sosial Jenis Kelamin Penghasilan Keuangan Pearson Correlation Kecemasan
1.000 -.746 -.386 -.336 -.200 -.209 -.001 -.104 Kecerdasan
Emosi -.746 1.000 .259 .510 .475 .452 -.029 .132
Dukungan
Emosional -.386 .259 1.000 -.006 -.099 .074 -.030 -.021 Dukungan
Penghargaan -.336 .510 -.006 1.000 .664 .414 .062 .139 Dukungan
Informasi -.200 .475 -.099 .664 1.000 .540 .020 .271
Dukungan Jaringan Sosial
-.209 .452 .074 .414 .540 1.000 -.121 .268
Jenis Kelamin -.001 -.029 -.030 .062 .020 -.121 1.000 -.008 Penghasilan
Keuangan -.104 .132 -.021 .139 .271 .268 -.008 1.000
Sig. (1-tailed)
Kecemasan . .000 .000 .001 .033 .027 .496 .171
Kecerdasan
Emosi .000 . .008 .000 .000 .000 .397 .115
Dukungan
Emosional .000 .008 . .480 .185 .250 .393 .425
Dukungan
Penghargaan .001 .000 .480 . .000 .000 .288 .103
Dukungan
Informasi .033 .000 .185 .000 . .000 .429 .006
Dukungan Jaringan Sosial
.027 .000 .250 .000 .000 . .135 .007
Jenis Kelamin .496 .397 .393 .288 .429 .135 . .472
Penghasilan
Keuangan .171 .115 .425 .103 .006 .007 .472 .
N Kecemasan 85 85 85 85 85 85 85 85
Kecerdasan
Emosi 85 85 85 85 85 85 85 85
Dukungan
Emosional 85 85 85 85 85 85 85 85
Dukungan
Penghargaan 85 85 85 85 85 85 85 85
Dukungan
Informasi 85 85 85 85 85 85 85 85
Dukungan Jaringan Sosial
85 85 85 85 85 85 85 85
Jenis Kelamin 85 85 85 85 85 85 85 85
Penghasilan
(4)
LAMPIRAN 2
OUTPUT PERHITUNGAN REGRESI DENGAN SPSS 17.0
1. Regresi Mayor
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .792(a) .628 .594 6.37128
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan
Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
Anova(b)
Model Sum ofSquares df Mean Square F Sig. 1 Regressio
n 5274.327 7 753.475 18.562 .000(a)
Residual 3125.673 77 40.593 Total 8400.000 84
a Predictors: (Constant), Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin, Dukungan
Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Jaringan Sosial, Kecerdasan Emosi, Dukungan Informasi
(5)
Coefficients(a)
b. Dependent Variable: Kecemasan
2. Regresi Minor
Model Summary
Model R
Square Change Statistics R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .556 .556 103.844 1 83 .000
2 .596 .040 8.094 1 82 .006
3 .596 .000 .068 1 81 .795
4 .615 .019 4.020 1 80 .048
5 .623 .008 1.657 1 79 .202
6 .628 .004 .939 1 78 .335
7 .628 .000 .032 1 77 .859
a Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi
b Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional
c Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan
d Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi
e Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial
Model
Coefficients Coefficients T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 88.882 5.961 14.912 .000
Kecerdasan
Emosi -.777 .090 -.777 -8.618 .000 Dukungan
Emosional -.180 .075 -.180 -2.405 .019 Dukungan
Penghargaan -.089 .098 -.089 -.912 .364 Dukungan
Informasi .165 .105 .165 1.560 .123 Dukungan
Jaringan Sosial
.120 .088 .120 1.369 .175 Jenis Kelamin -.259 1.450 -.013 -.179 .859 Penghasilan
(6)
f Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan
g Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin
ANOVA(h)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4668.549 1 4668.549 103.844 .000(a)
Residual 3731.451 83 44.957 Total 8400.000 84
2 Regression 5003.765 2 2501.883 60.406 .000(b) Residual 3396.235 82 41.417
Total 8400.000 84
3 Regression 5006.620 3 1668.873 39.836 .000(c) Residual 3393.380 81 41.894
Total 8400.000 84
4 Regression 5168.984 4 1292.246 31.996 .000(d) Residual 3231.016 80 40.388
Total 8400.000 84
5 Regression 5235.368 5 1047.074 26.139 .000(e) Residual 3164.632 79 40.059
Total 8400.000 84
6 Regression 5273.031 6 878.838 21.922 .000(f) Residual 3126.969 78 40.089
Total 8400.000 84
7 Regression 5274.327 7 753.475 18.562 .000(g) Residual 3125.673 77 40.593
Total 8400.000 84 a Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi
b Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional
c Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan
d Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi
e Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial
f Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan
g Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosi, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Informasi, Dukungan Jaringan Sosial, Penghasilan Keuangan, Jenis Kelamin