ANALISA ALIRAN UAP PANAS DARI SECONDARY SUPERHEATER KE HIGH PRESSURE TURBINE (STUDI KASUS: PLTU UNIT 1 PT PJB UP GRESIK) - ITS Repository

  78*$6 $.+,5 70 $1$/,6$ $/,5$1 8$3 3$1$6

'$5, 6(&21'$5< 683(5+($7(5 .( +,*+

35(6685( 785%,1( 678', .$686 3/78 81,7 37 3-% 83

  • 5(6,.

  '$1,(/ .5,67$172 6$60,75$ 153 'RVHQ 3HPELPELQJ

  3URI ,U 6XWDUGL 0 (QJ 3K '

  • 8586$1 7(.1,. 0(6,1 )DNXOWDV 7HNQRORJL ,QGXVWUL

  ),1$/ 352-(&7 70 683(5+($7(' 67($0 )/2: $1$/<6,6

)520 6(&21'$5< 683(5+($7(5 72 +,*+

35(6685( 785%,1( &$6( 678'< 3/78 81,7 37 3-% 83

  • 5(6,.

  '$1,(/ .5,67$172 6$60,75$ 153

  6XSHUYLVRU

  3URI ,U 6XWDUGL 0 (QJ 3K ' 0(&+$1,&$/ (1*,1((5,1* '(3$570(17 )DFXOW\ RI ,QGXVWULDO 7HFKQRORJ\

  

Analisa Aliran Uap Panas

dari Secondary Superheater ke High Pressure Turbine

(Studi Kasus: PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik)

Nama Mahasiswa : Daniel Kristanto Sasmitra

  NRP : 2112 100 009 Jurusan : Teknik Mesin Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Sutardi, M.Eng., Ph.D. Abstrak

  Tugas akhir ini dibuat untuk mendukung kebutuhan analisa sistem perpipaan uap yang semakin meningkat di Indonesia, terutama pada industri pembangkit listrik. Pada sistem perpipaan uap, daerah yang kritis berada di main steam line, sehingga diperlukan detail analisa terkait kehilangan energi di daerah tersebut. Tugas akhir ini dilakukan untuk menentukan kehilangan energi di main steam line PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik. Analisa dilakukan dari secondary superheater ke high pressure turbine.

  Main steam line memiliki masalah utama berupa penurunan tekanan, penurunan temperatur, dan aliran sekunder.

  Masalah tersebut menyebabkan penurunan kemampuan uap panas lanjut saat memasuki turbin. Main steam line yang dianalisa menggunakan material baja paduan chromium dan molybdenum sesuai standar STPA 24 pada JIS G3458. Fitting perpipaan yang o dianalisa terdiri dari 90 bend, y-junction, dan main stop valve. Dalam tugas akhir ini, terdapat analisa secara analitik dan simulasi numerik. Analisa secara analitik dilakukan dengan persamaan energi, dan simulasi numerik dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Fluent 6.3.26.

  Hasil analisa secara analitik menunjukkan penurunan tekanan keseluruhan sebesar 606,7 kPa, dan penurunan temperatur sebesar 0,166 K. Hasil penurunan tekanan tersebut berbeda dari data sensor sebesar 4,09 %, dan hasil penurunan Hasil simulasi numerik menunjukkan penurunan tekanan pada salah satu bend sebesar 31,7 kPa, penurunan temperatur sebesar 0,003 K, dan terbentuk aliran sekunder.

  

Kata kunci: high pressure turbine, penurunan tekanan,

penurunan temperatur, superheater, uap panas lanjut.

  

Superheated Steam Flow Analysis from Secondary

Superheater to High Pressure Turbine (Case Study: PLTU

Unit 1 PT PJB UP Gresik)

Student Name : Daniel Kristanto Sasmitra

  NRP : 2112 100 009 Major : Mechanical Engineering Supervisor : Prof. Ir. Sutardi, M.Eng., Ph.D. Abstract

  The increasing need for analysis on steam piping system in Indonesia especially in Power Plant Industries induces the making of this final project. The critical region of steam piping system lies on its main steam line. Therefore, detailed analysis on main steam line which includes energy losses inside the system is necessary. This final project was conducted to determine the losses on a main steam line of PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik. Analysis was done from secondary superheater to high pressure turbine.

  The main concerns of steam flow problems on the region are pressure drop, temperature drop, and secondary flow. They cause the superheated steam energy to decrease as it enters the turbine. Material of the steam pipe is chromium–molybdenum steel alloy following STPA 24 grade of JIS G3458 standard. The o fittings are 90 bends, y-junction, and a main stop valve. There are analytical and numerical studies on this final project. The analytical study was based on energy equation, while the numerical study was done using Fluent 6.3.26.

  The results from analytical study show pressure drop of 606.7 kPa, and temperature drop of 0.166 K. The result of pressure drop differs from the sensors by 4.09 %, and the temperature drop differs by 2.23 %. The results from numerical simulation on a particular bend show pressure drop of 31.7 kPa, temperature drop of 0.003 K, and an indication of secondary flow.

  

Keywords: high pressure turbine, pressure drop,

superheated steam, superheater, temperature drop.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan perkenanNya yang begitu besar sehingga saya dapat menyelesaikan tugas a khir dengan judul “Analisa Aliran Uap Panas dari Secondary Superheater ke High Pressure

  Turbine (Studi Kasus: PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik)”.

  Laporan tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tugas akhir di jurusan Teknik Mesin ITS. Selesainya laporan tugas akhir tersebut tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya berharap dapat menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.

  Prof. Ir. Sutardi, M.Eng, Ph.D., selaku dosen pembimbing tugas akhir yang selalu memberikan arahan, dukungan, dan bimbingan yang bermanfaat bagi saya.

  2. Ir. Bambang Pramujati, M.Sc.Eng., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin ITS yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan studi.

  3. Dr. Wawan Aries Widodo, S.T., M.T., Nur Ikhwan S.T., M.Eng.Sc., dan Dr. Ir. Heru Mirmanto, M.T., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk kelancaran proses dalam tugas akhir saya.

  4. Dr. Ir. Atok Setiyawan, M.Eng.Sc., selaku dosen wali saya yang telah memberikan semangat dan dukungan selama saya menempuh pendidikan di jurusan Teknik Mesin ITS.

  5. Seluruh kepala bagian dan tim kerja PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik dan civitas academica jurusan Teknik Mesin ITS yang telah membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir saya.

  Saya menyadari adanya kekurangan yang masih terdapat dalam laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, saran yang membangun dapat disampaikan melalui kontak penulis. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

  Surabaya, Januari 2016

  

(halaman ini sengaja dikosongkan)

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  2.5. Perpindahan Panas dan LMTD ……………………… 27

  

  2.3. Sistem Perpipaan Uap ………………………………. 14

  

   i

  

  

  

  

  

  

  

   iii

  

  3.2.1. Domain Numerik dan Meshing …………….. 40

  3.2.2. Geometri Pipa ……………………………… 43

  3.2.3. Model dan Material ………………………... 44

  3.2.4. Operating Condition dan Boundary Condition 45

  3.2.5. Solusi ………………………………………. 46

  

  4.1. Tinjauan Entrance Length ………………….... 49

  4.2. Hasil Perhitungan Pressure Drop …………… 50

  4.3. Hasil Perhitungan Heat Loss ……………….... 63

  4.4. Hasil Simulasi ………………………………... 75

  

  5.1. Kesimpulan ………………………………….... 83

  5.2. Saran ………………………………………….. 83

  

  

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Keseimbangan control volume untuk koordinat Cartesius (Fox,dkk., 2010)…………………….

  6 Gambar 2.2. Keseimbangan control volume untuk koordinat silinder (Currie, 2012)………………………....

  7 Gambar 2.3. Control volume untuk analisa persamaan energi (Fox, dkk., 2010)……………………………… 10

Gambar 2.4. Contoh legenda pada P&ID PLTU Unit 1 Gresik 15Gambar 2.5. Ilustrasi pipa (Woodruff, 2010) ………………. 16 o oGambar 2.6. Jenis fittings (a) 90 bend (b) 45 bend (c) Tee

  (Oberg, 2012)..………………………………... 19 Gambar 2.7. Globe valve (Fisher, 2005).…………...…....….

  20 Gambar 2.8. Infinitesimal control volume (Wierba, 1972)….

  25 Gambar 2.9. Contoh kurva metode Shapiro untuk gas ideal (Wierba, 1972)…………......………………..... 26

  Gambar 2.10.Representasi control volume untuk pipa terinsulasi (Verma, 2010)……………………………...…. 27

Gambar 3.1. Main steam line yang dianalisis: (a) rear view,

  (b) left side view, (c) front view….…………… 36

Gambar 3.2. Tampilan isometrik sistem perpipaan uap……. 37Gambar 3.3. Diagram alir tahapan analitis………................. 38Gambar 3.4. Domain numerik pada tampilan isometrik sistem perpipaan uap....………………………………. 40Gambar 3.5. Tampilan domain simulasi di lapangan….…….. 41Gambar 3.6. Meshing volume pada geometri simulasi.…….. 42Gambar 3.7. Penerapan boundary layer mesh pada geometri 42Gambar 3.8. Dimensi geometri simulasi……………………. 44Gambar 3.9. Diagram alir tahapan numerik………….……... 47Gambar 4.1. Ilustrasi entrance length pada segmen pipa untuk aliran turbulen………………………………... 49Gambar 4.2. Segmentasi analisis sistem perpipaan uap…… 51Gambar 4.4. Ilustrasi aliran melalui inlet………………….

  70 Gambar 4.14. Ilustrasi cross section dan properti pada pipa uap segmen D ….………......................................

  

= f(r-r

i /D) untuk garis tinjau θ..

  80 Gambar 4.19. Grafik u/U max

  79 Gambar 4.18. Vektor kecepatan pada cross section (θ = 45 o )

  76 Gambar 4.17. Grafik Cp = f(r-r i /D) untuk garis tinjau θ pada midspan ……………………………………..

  73 Gambar 4.16. Grafik Cp = f(x/L) pada inner radius dan outer radius bend ……………................................

  72 Gambar 4.15. Hasil eksperimen terkait heat loss pada globe valve (Temir & Bilge, 2004)...........................

  69 Gambar 4.13. Ilustrasi cross section dan properti pada pipa uap segmen C.….………………………………..

  54 Gambar 4.5. Ilustrasi aliran melalui bend…………………

  64 Gambar 4.12. Ilustrasi cross section dan properti pada pipa uap segmen B….…………………………..…….

Gambar 4.11. Ilustrasi cross section dan properti pada pipa uap segmen A….………………………………...

  60 Gambar 4.10. Tinjauan segmen F pada analisis detail…….... 61

  59 Gambar 4.9. Tinjauan segmen E pada analisis detail..…….

  58 Gambar 4.8. Tinjauan segmen D pada analisis detail……...

  56 Gambar 4.7. Tinjauan segmen C pada analisis detail……...

  55 Gambar 4.6. Tinjauan segmen B pada analisis detail……...

  81

  DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komponen fungsi disipasi viskus untuk fluida n

  ewtonian (Winter, 1987)………………………… 13

Tabel 2.2. Error tekanan statis bend pada model-model turbulensi (Tricahyono, 2003) ……………………. 33Tabel 3.1. Analisis grid independensi Cp pada geometri di posisi

  =1 inner radius

  x/L ………………………………... 43

Tabel 3.2. Model numerik yang digunakan

  ………………….. 44

Tabel 3.3. Material superheated steam. ………………………. 45Tabel 4.1. Nilai variabel terkait segmen A

  …………………… 53

Tabel 4.2. Nilai variabel terkait segmen B …………………… 57Tabel 4.3. Nilai variabel terkait segmen C

  …………………… 58

Tabel 4.4. Nilai variabel terkait segmen D

  ………………….... 59

Tabel 4.5. Nilai variabel terkait segmen E …………………… 60Tabel 4.6. Nilai variabel terkait segmen F

  …………………... 61

Tabel 4.7. Hasil perhitungan heat loss dari titik 1 ke titik 2 …. 68Tabel 4.8. Hasil perhitungan heat loss dari titik 2 ke titik 3 …. 70Tabel 4.9. Hasil perhitungan heat loss dari titik 3 ke titik 4

  …. 71

Tabel 4.10. Hasil perhitungan heat loss dari titik 4 ke titik 5 …. 72Tabel 4.11. Hasil perhitungan heat loss dari titik 6 ke titik 7 …. 74

  

(halaman ini sengaja dikosongkan)

  DAFTAR SIMBOL Simbol

Cp : konstanta panas spesifik pada tekanan konstan,

  : energi dalam steam, (J)

  y +

  : kecepatan rata-rata, (m/s)

  : komponen kecepatan ke arah sumbu z, (m/s) ̅

  V z

  θ, (m/s)

  : komponen kecepatan ke arah sumbu

  V θ

  v : komponen kecepatan ke arah sumbu y, (m/s) w : komponen kecepatan ke arah sumbu z, (m/s) V r : komponen kecepatan ke arah sumbu r, (m/s)

  p : tekanan, (kPa) r : radius, (m) Re : bilangan Reynolds, tak berdimensi T : temperatur, (K) u : komponen kecepatan ke arah sumbu x, (m/s)

  (J/kgK) : koefisien tekanan, tak berdimensi

  ̇ : laju aliran massa fluida uap, (kg/s)

  K : konduktifitas termal, (W/m 2 K) Le : entrance length, (m) M : Mach number, tak berdimensi

  : head loss, (m)

  H L

  : control volume

  CV

  (J/kgK)

  

Cv : konstanta panas spesifik pada volume konstan,

  : non-dimensional wall distance, tak berdimensi

  Simbol yunani

  : fluks energi kinetik, tak berdimensi

  α o

  : sudut, ( )

  θ 2

  : viskositas dinamik, (Ns/m )

  μ 2

  : viskositas kinematik, (m /s)

  υ 3

  : volume spesifik, (m /kg) : konstanta pi = 3,1415926....

  π 3

  : densitas, (kg/m )

  ρ 2 2

  : laju disipasi dari energi kinetik turbulen, (m /s )

  ε

  : laju disipasi spesifik dari energi kinetik turbulen,

  ω 2 3

  (m /s )

  Singkatan

  BTB : Boiler to Turbine Board CFD : Computational Fluid Dynamics DNS : Direct Numerical Simulation LES : Large Eddy Simulation RANS : Reynolds Averaged Navier-Stokes STD : Standard RNG : Renormalization-group

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mendukung proyek pembangkitan listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh pemerintah di tahun 2015,

  diperlukan dukungan yang cukup besar terutama dalam hal analisis pada rancangan sistem pembangkit listrik. Salah satu jenis pembangkit tenaga listrik yang banyak digunakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pada PLTU, terdapat komponen utama yang saling terhubung di dalam sistem agar pembangkit tersebut dapat beroperasi. Komponen utama pada sistem pembangkit yang meliputi boiler, steam turbine,

  

generator , kondensor, dan pompa dihubungkan oleh sistem

  perpipaan. Saat beroperasi, sistem perpipaan berfungsi sebagai media transmisi fluida, sehingga ada bagian kritis pada sistem perpipaan tersebut yang dialiri oleh fluida uap pada tekanan dan temperatur tinggi secara terus-menerus (Elliott, dkk., 1997). Oleh karena itu, pengetahuan mengenai aliran uap panas pada sistem perpipaan uap merupakan hal yang vital sebagai dasar optimasi yang digunakan dalam proses pembangkitan listrik (Ruiz dkk, 2010).

  Secara sederhana, aliran fluida uap dalam sistem perpipaan dapat dianalisis dengan dua persamaan umum, yaitu persamaaan kontinuitas dan persamaan Navier-Stokes. Dalam situasi tersebut, fluida uap diasumsikan sebagai fluida inkompresibel dan perbedaan temperatur yang terjadi sangat kecil (Majumdar, 2009). Dalam kondisi aliran yang kompresibel (densitas tidak konstan) atau ditemukan adanya heat flux (temperatur tidak konstan), maka diperlukan sebuah persamaan lagi yaitu persamaan energi (Smith & Van Ness, 1975). Baik aliran tersebut kompresibel maupun kerugian tekanan. Beberapa penyebab kerugian tekanan tersebut yaitu gesekan fluida dengan dinding pipa, dan adanya variasi bentuk pada sistem perpipaan tersebut.

  Untuk mengetahui adanya penuruan tekanan dan distribusi laju aliran massa pipa bercabang pada pembangkit listrik, Opris, dkk (2010) melakukan studi dengan metode kesetimbangan termal secara numerik untuk memperoleh pressure distribution dan steam specific flow rate. Dari studi tersebut, diperoleh bahwa kedua metode yang digunakan memberikan hasil yang identik, dengan error numerik jika dibandingkan dengan metode analitis bervariasi antara 2 hingga 5%.

  Ruiz, dkk (2010) melakukan studi numerik untuk memperoleh steam flow balance dan pressure drop pada sistem geotermal di Los Azufres. Studi numerik dilakukan pada plant U- 15 dan U-16 untuk memperoleh laju aliran uap panas, kemudian hasil studi numerik tersebut dibandingkan dengan data yang diperoleh dari lapangan. Dari hasil studi tersebut, diperoleh nilai yang identik antara hasil studi numerik dengan data lapangan, dengan error sebesar 4% pada U-15 dan error sebesar 2% pada U-16.

  Untuk mengetahui karakteristik aliran pada rancangan sistem perpipaan uap, Verma & Arellano (2010) melakukan studi numerik dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) untuk mengetahui bagaimana variasi temperatur, tekanan, dan kehilangan energi aliran uap di sepanjang instalasi perpipaan geotermal. Dari simulasi tersebut, diperoleh bahwa pada kasus perpipaan geothermal yang tidak memiliki insulasi, terdapat kehilangan energi akibat perpindahan panas sebesar 3%, dan ditemukan adanya penurunan temperatur dan tekanan di sepanjang instalasi perpipaan walaupun tidak ada kehilangan panas.

  Beberapa usaha lain juga telah dilakukan untuk melakukan evaluasi lebih detail terkait kehilangan tekanan pada sistem perpipaan. Danbon & Solliec (2006) melakukan penelitian melalui butterfly valve, dan profil kecepatan pada daerah o

  downstream circular elbow

  90 tersebut. Dari penelitian tersebut, diperoleh bahwa ada perbedaan distribusi tekanan pada daerah dan daerah outer wall serta ditemukan profil kecepatan

  inner wall

  yang tidak uniform. Song & Park (2007) juga melakukan penelitian lebih lanjut terkait aliran melalui safety butterfly valve. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh nilai pressure drop setelah aliran melewati valve, juga diperoleh profil kecepatan aliran pada pipa mulai aliran belum melewati safety butterfly hingga aliran melewati panjang tertentu dari safety butterfly

  valve valve .

1.2. Perumusan Masalah

  Pada studi aliran superheated steam dalam sistem perpipaan uap, terdapat masalah-masalah yang dapat diajukan untuk kasus tersebut. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Berapakah tekanan superheated steam yang diperlukan high

  

pressure turbine agar turbin tersebut dapat beroperasi sesuai

  dengan spesifikasi teknis?

  2. Berapakah tekanan superheated steam pada inlet sistem perpipaan main steam agar pressure loss yang terjadi di sepanjang main steam pipe tersebut tidak mengganggu kinerja turbin?

  3. Bagaimana metode penentuan pressure drop yang sesuai untuk sistem perpipaan main steam?

  4. Berapakah pressure drop yang terjadi pada sistem perpipaan

  main steam tersebut?

  5. Berapakah temperature drop pada sistem perpipaan main

  steam tersebut?

  6. Bagaimana pola distribusi tekanan dan kecepatan untuk salah satu bend pada sistem perpipaan tersebut berdasarkan hasil numerik?

1.3. Tujuan Penelitian

  Dengan perumusan masalah tersebut, diambil tujuan-tujuan utama pada studi ini. Tujuan dari studi sistem perpipaan uap ini adalah untuk mengetahui pressure drop di sepanjang sistem perpipaan yang dianalisis dan mengetahui karakteristik aliran uap pada sistem perpipaan yang ditinjau dengan simulasi. Secara spesifik, tujuan dari studi ini adalah:

  1. Mengetahui detail pressure drop pada sistem perpipaan yang ditinjau secara analitik.

  2. Mengetahui detail temperature drop pada sistem perpipaan yang ditinjau secara analitik.

  3. Mengetahui pola distribusi tekanan dan kecepatan untuk salah satu bend pada sistem perpipaan yang ditinjau.

1.4. Batasan Masalah

  Agar permasalahan yang dibahas dalam analisis ini lebih spesifik, maka permasalahan dalam studi ini dibatasi oleh kondisi sebagai berikut: 1.

  Aliran uap panas berada dalam kondisi steady, sehingga properti dari fluida yang dianalisis tidak berubah terhadap waktu.

2. Tidak terjadi kebocoran pada sistem perpipaan uap main steam di PLTU Unit 1 PT PJB UP Gresik.

  3. Analisis dilakukan untuk superheated steam dengan data acuan sesuai dengan data BTB (Boiler To Turbine

  

Board ). Detail data terdapat pada lampiran A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Momentum

  Dalam sistem perpipaan, persamaan kontinuitas dapat diterapkan dengan tetap berpegang pada prinsip konservasi massa, yaitu massa tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan. Secara sederhana, analisis fluida dapat lebih mudah dipahami jika berada pada koordinat Cartesius, sehingga dasar analisis pada koordinat Cartesius diberikan. Namun, agar analisis dapat dilakukan dengan lebih spesifik, persamaan yang akan digunakan mengacu pada koordinat silinder. Oleh karena itu, kedua koordinat tersebut akan ditinjau pada persamaan yang digunakan.

  Tinjauan differential control volume pada sistem perpipaan dapat dilakukan untuk koordinat Cartesius dengan gambaran seperti pada gambar 2.1. Untuk melakukan evaluasi properti pada keenam sisi control surfaces, digunakan persamaan Taylor pada

  

control volume tersebut. Jika ditinjau sisi EFGH dari gambar 2.1,

  diperoleh persamaan Taylor: 2.1a)

  

( ) ( ) …………………… (

  (2.1b)

( ) ( ) ...…………....….....

dimana:

  = densitas fluida (

  3 = komponen kecepatan ke arah sumbu x (

Gambar 2.1. Keseimbangan control volume untuk koordinat (Fox, dkk., 2010).

  Cartesius

  Dengan mengabaikan orde yang lebih tinggi dari dua pada persamaan (2.1), persamaan yang serupa dapat ditulis untuk

  control volume tersebut sebagai:

  ∫ ∫ ⃗ …………………………………… (2.2) CV CS Suku pertama pada persamaan (2.2) merupakan laju perubahan massa di dalam control volume, dan suku kedua merupakan fluks massa yang keluar dari control volume. Bentuk differensial untuk persamaan (2.2) tersebut dapat ditulis sebagai:

  ……….……………………….… (2.3) (Fox, dkk., 2010) dimana:

  = densitas fluida (

  3

  = komponen kecepatan ke arah sumbu x ( = komponen kecepatan ke arah sumbu y ( = komponen kecepatan ke arah sumbu z (

  Persamaan (2.3) merupakan bentuk umum dari persamaan kontinuitas yang diterapkan pada sistem perpipaan untuk koordinat Cartesius. Untuk persamaan serupa pada koordinat silinder, gambar 2.2 dapat digunakan sebagai gambaran control

  

volume yang digunakan. Dengan transformasi koordinat yang

  sesuai, persamaan (2.3) tersebut dapat ditulis dalam koordinat silinder sebagai: ……………………….(2.4)

  (Currie, 2010) dimana: = densitas fluida (

  3

  = komponen kecepatan ke arah sumbu r ( = komponen kecepatan ke arah sumbu θ (

  = komponen kecepatan ke arah sumbu z (

Gambar 2.2. Keseimbangan control volume untuk koordinat silinder (Currie, 2010).

  Dengan meninjau aliran fluida pada kondisi steady ( ) dan definisi operator vektor nabla (

  ) sebagai: ̂

  ̂ ̂

  Persamaan (2.4) dapat diubah menjadi: ⃗ …………………………………………….(2.5)

  (Patankar, 1980) Pada kasus sistem perpipaan ini, fluida yang digunakan adalah uap yang merupakan fluida Newtonian, sehingga viscous

  

stress pada fluida besarnya proporsional dengan laju deformasi

  angular. Dengan menerapkan ekspresi viscous stress fluida Newtonian pada persamaan momentum untuk sistem perpipaan, persamaan momentum Navier-Stokes pada masing-masing sumbu pada koordinat Cartesius dapat dituliskan sebagai:

  Persamaan momentum ke arah sumbu x:

  • ( ⃗ )+ * ( )+ * ( )+
  • ( )+ * ( ⃗ )+ * ( )+
  • ( )+ * ( )+ * ( ⃗ )+
Untuk koordinat silinder, dengan transformasi koordinat yang sesuai persamaan (2.6) tersebut dapat dituliskan sebagai: Persamaan momentum ke arah sumbu r:

  ………………………………………………………………(2.6a) Persamaan momentum ke arah sumbu y:

  ……..……………………………………………………… (2.6b) Persamaan momentum ke arah sumbu z:

  ……..……………………………………………………… (2.6c) (Fox, dkk., 2010) dimana:

  = densitas fluida (

  3

  ) = konstanta percepatan gravitasi ke arah sumbu i ( )

  = viskositas dinamik ( = komponen kecepatan ke arah sumbu x ( = komponen kecepatan ke arah sumbu y (

  • ( ⃗ )+ (
  • )+ ( )+ ………………...... (2.7a)

  Persamaan momentum ke arah sumbu

  θ:

  • ( )+ * (

  …………….….(2.7b)

  ⃗ )+ * ( )+

  Persamaan momentum ke arah sumbu z:

  • ( )+ * ( )+
  • ( ⃗ )+ …………..…………..…..…..(2.7c)

  (Batchelor, 1967) dimana: = komponen kecepatan ke arah sumbu r (

  = komponen kecepatan ke arah sumbu θ ( = komponen kecepatan ke arah sumbu z (

  ⃗⃗

  Dengan meninjau aliran fluida dalam kondisi steady ( = 0) dan definisi operator vektor nabla (

  ), persamaan (2.7a) hingga persamaan (2.7c) dapat disederhanakan menjadi: ̿ ( ⃗ ⃗ )………………………(2.8)

  (Batchelor, 1967) dimana: p = tekanan fluida )

  ) = gaya eksternal tiap satuan volume (

  3

  ) ̿ = stress tensor (

  =

2.2. Persamaan Energi

  Pengaruh aliran viskus terhadap persamaan energi perlu dipertimbangkan pada aliran di dalam sistem perpipaan. Sebab, untuk aliran viskus nilai energi yang ada pada fluida akan menurun secara terus-menerus searah aliran fluida. Penurunan tersebut terjadi akibat energi mekanik yang berkurang karena gesekan yang terjadi di sepanjang aliran fluida dalam pipa.

  Untuk mempermudah gambaran analisis, gambar 2.3 digunakan sebagai representasi analisis control volume pada elbow di sistem perpipaan untuk incompressible flow. Persamaan energi untuk control volume sesuai gambar 2.3 dapat dituliskan sebagai:

  ̇ ̇ ̇ ̇ CV CS ∫ ∫ ⃗ …. ……………………………………………………………… (2.9)

  (Fox, dkk., 2010)

Gambar 2.3. Control volume untuk analisa persamaan energi (Fox, dkk., 2010).

  Pada persamaan (2.9), digunakan batasan dan aturan untuk menyederhanakan persamaan energi tersebut, yaitu:

  1.

  ̇ , sebab tidak ada kerja poros pada analisis control volume tersebut.

  2.

  ̇ , sebab walaupun ada tegangan geser pada dinding pipa di control volume, namun kecepatan fluida pada dinding pipa tersebut adalah nol, sehingga tidak mungkin ada kerja.

  3.

  ̇ , sebab diasumsikan tidak ada kerja lain pada pipa control volume tersebut.

  4.

  , yaitu energi per satuan massa.

  5. Aliran steady.

  6. Incompressible flow sebagai batasan awal.

  7. Keseragaman terjadi untuk energi dalam dan tekanan melalui titik 1 dan titik 2.

  Dengan batasan tersebut persamaan (2.9) dapat disederhanakan menjadi:

  ̅̅̅ ̅̅̅

̇ ̇ ) ̇ )

̇ ( ̇ (

  ……………………………….……………………………. (2.10) (Fox, dkk., 2010) dimana:

  ) = densitas fluida (

  3

  ̇ = laju aliran panas (W) )

  ) = konstanta gravitasi (

  ̇ = laju aliran massa ( = ketinggian pipa (m)

  = energi dalam ( ) = fluks energi kinetik pada titik i

  = tekanan fluida ( = kecepatan rata-rata pada titik i (

  Jika persamaan (2.10) ditinjau lebih lanjut, persamaan tersebut berlaku untuk aliran inkompresibel, yaitu aliran dengan nilai bilangan Mach yang lebih kecil dari 0,3. Persamaan untuk bilangan Mach (M) dapat dituliskan sesuai persamaan (2.11) berikut:

  ...................................................................................(2.11) (Fox, dkk., 2010) dimana:

  

V = Kecepatan fluida pada tekanan dan temperatur tertentu

  ( = Kecepatan suara pada tekanan dan temperatur yang sama (

  Pada kasus uap yang akan memasuki turbin, uap yang digunakan diatur agar tidak merusak sudu turbin. Sehingga, seringkali dijumpai aliran dengan bilangan Mach > 0,3. Tinjauan persamaan energi juga perlu dilakukan untuk aliran kompresibel pada bilangan Mach > 0,3. Untuk fluida uap kompresibel pada bilangan Mach > 0,3, persamaan (2.9) menjadi:

  ................................................. (2.12) (Yuan & Brogren, 1960) dimana:

  ) p = tekanan fluida ( entalpi fluida uap ( = fungsi disipasi viskus

  ) = konduktifitas termal fluida (

  ( )

  T = temperatur fluida (K)

  Komponen fungsi disipasi viskus ( ) pada persamaan

  (2.12) untuk tinjauan koordinat Cartesius dan koordinat silindris dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komponen fungsi disipasi viskus untuk fluida newtonian (Winter, 1987)

  Fungsi Disipasi Viskus Koordinat

  Cartesian

  Silinder Untuk fluida kompresibel, nilai densitas fluida memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan kondisi tekanan dan temperatur fluida yang ditinjau. Untuk memperoleh nilai densitas fluida, dapat digunakan equation of state jika tekanan dan temperatur fluida telah diketahui. Hubungan antara tekanan, temperatur, dan densitas fluida untuk fluida kompresibel pada

  equation of state ditunjukkan pada persamaan (2.13), yaitu:

  .............................................................................(2.13) (Moran & Shapiro, 2006) dimana:

  p = tekanan (

  3

  = volume spesifik ( =

  Z = faktor kompresibilitas R = konstanta gas ( ) T = temperatur (K) Untuk gas ideal, variabel Z pada persamaan (2.13) bernilai 1. Setelah nilai densitas fluida tinjauan diperoleh, nilai kecepatan fluida tinjauan juga dapat diperoleh melalui persamaan kontinuitas. Selanjutnya, nilai-nilai variabel tersebut digunakan pada persamaan energi untuk menentukan kehilangan energi yang terjadi. Sebagai tambahan, nilai gaya yang timbul akibat kecepatan fluida tersebut juga dapat diperoleh melalui persamaan momentum. Akan tetapi, nilai densitas yang berbeda-beda akan menyebabkan perhitungan menjadi lebih kompleks. Sehingga, rekomendasi untuk penyelesaian kehilangan energi dengan metode kompresibel dilakukan hanya jika rasio pressure drop terhadap tekanan awal bernilai di atas 40% (Crane, 1982).

2.3. Sistem Perpipaan Uap

  Secara sederhana, sistem perpipaan uap merupakan kesatuan fungsional komponen-komponen pada saluran transmisi fluida uap yang terhubung, baik secara berurutan maupun secara acak. Komponen tersebut beragam jenisnya, dan untuk mengetahui komponen maupun instrumen yang terlibat di dalam sistem perpipaan, digunakan P&ID (Piping and Instrumentation

  

Diagram ). Untuk sistem perpipaan uap, pembacaan legenda

  komponen pada P&ID disesuaikan dengan standar pada KKS

  

Handbook . Gambaran untuk legenda komponen P&ID pada

PLTU Unit 1 PT PJB Gresik dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Contoh legenda pada P&ID PLTU Unit 1 Gresik.

  Sebagai pengetahuan awal, sistem perpipaan uap secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem perpipaan uap tunggal dan sistem perpipaan uap majemuk. Sistem perpipaan uap tunggal merupakan sistem perpipaan dengan komponen- komponen pipa yang terhubung secara seri tanpa adanya cabang. Sedangkan sistem perpipaan uap majemuk merupakan sistem perpipaan uap dengan komponen-komponen pada pipa tersebut terhubung secara seri dan paralel.

  Baik pada sistem perpipaan uap tunggal maupun sistem perpipaan uap majemuk, ditemukan adanya penurunan tekanan (pressure drop) sehingga uap mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Pada aplikasinya, penurunan tekanan tersebut merupakan kontribusi dari perbedaan ketinggian fluida pada pipa (perbedaan tekanan hidrostatis), perbedaan kecepatan fluida pada pipa (perbedaan tekanan dinamis),

  

pressure loss akibat adanya elbow). Perbedaan tekanan akibat

pressure loss tersebut akan dijelaskan lebih lanjut, namun hal

  penting yang perlu ditekankan adalah pressure loss tersebut terjadi akibat adanya komponen-komponen pada sistem perpipaan uap. Komponen-komponen tersebut meliputi: a.

  Pipa Pipa merupakan komponen utama dalam sistem perpipaan uap yang berfungsi sebagai media penyalur uap.

Gambar 2.5 menunjukkan gambaran pipa secara nyata.

  Umumnya, pipa merupakan bagian dari sistem perpipaan yang paling dominan.

Gambar 2.5. Ilustrasi pipa (Woodruff, dkk., 2011)

  Sebagai aturan perancangan pipa uap, digunakan beberapa standar yang telah diakui secara internasional. Standar tersebut digunakan sesuai dengan fungsi dari pipa tersebut. Contoh dari standar pipa yaitu ASME B31.1: Power

  Piping . ASME B31 berisi kumpulan standar untuk pipa

  bertekanan, dan ASME B31.1 berisi standar untuk pipa pada pembangkit. Jika analisis yang dilakukan sesuai standar tersebut, akan diperoleh hasil akhir berupa grade material pipa, diameter dan schedule pipa yang sesuai, dan class pipa.

  Untuk mendapatkan ketebalan nominal (t ) sesuai nom standar ASME B31.1, digunakan persamaan (2.14) sebagai

  ( ) ……………………………… (2.14a) ………………………………………….. (2.14b)

  (ASME B31.1, 2001) dimana:

  E = Efisiensi sambungan

  = tekanan (psig) = diameter luar (inch) y = faktor derating suhu

  Alw = faktor toleransi untuk

  = Nilai tekanan material (psi) ulir dan korosi Nilai dari ketebalan pipa nominal (t nom ) tersebut telah memperhatikan faktor toleransi manufaktur (mill tolerance) sebesar 12,5%. Nilai diameter dalam (d ) pipa dapat diperoleh i sesuai dengan persamaan berikut:

  ……………………………………(2.15) (ASME B31.1, 2001) dimana:

  d o = diameter luar pipa (inch) t = ketebalan nominal (inch) nom

  Contoh lain dari standar pipa adalah JIS G3458. JIS G3458 berisi standar untuk pipa baja alloy. Umumnya standar pipa yang digunakan dicantumkan di dalam P&ID. Pada JIS G3458, nilai ketebalan nominal (t nom ) pipa telah dicantumkan sesuai dengan grade pipa yang ditetapkan (misalnya grade STPA 24). Oleh karena itu, perhitungan terkait diameter dalam pipa dapat dilakukan dengan melakukan input variabel terkait pada persamaan (2.15). Dengan melihat standar- standar tersebut, ada aspek-aspek yang menjadi perhatian dalam pemilihan pipa, meliputi kecepatan aliran, tekanan fluida, dan temperatur fluida, dan kehilangan energi pada pipa. Sehingga jika pipa telah dipilih, aspek-aspek tersebut dapat dihitung kembali (Crane, 1982).

  b.

  Flanges Secara sederhana, flanges merupakan penyambung yang disambung kuat pada kedua sisinya dengan baut dan mur. Sambungan dapat dilakukan antara pipa dengan pipa lain maupun antara pipa dengan komponen lain, misalnya pada kasus pipa yang disambung dengan valve. Umumnya di sela- sela flanges diberi gasket untuk mencegah kebocoran.

  Pemasangan flanges seringkali dilakukan untuk kemudahan perawatan maupun penggantian komponen sistem perpipaan, namun flanges tersebut berpotensi menimbulkan kerugian energi. Secara umum, flanges dapat digolongkan ke dalam empat jenis utama, yaitu:

  1. Weld-Neck Flanges (WN) WN Flanges merupakan jenis flanges yang dipasang pada pipa secara butt-welding (di las pada bagian bawahnya).

  2. Socket-Weld Flanges (SW) SW Flanges merupakan jenis flanges yang dipasang pada pipa dengan pengelasan hanya pada salah satu sisinya.

  Jenis ini tidak cocok digunakan untuk operasi terus- menerus pada kondisi operasi berbahaya, dan hanya cocok untuk diameter yang kecil.

  3. Slip-On Flanges (SO) SO Flanges merupakan jenis flanges yang dipasang pada pipa dengan cara dilekatkan pada permukaan pipa kemudian dilas pada bagian dalam dan bagian luar sesuai dengan daerah yang melekat pada pipa. SO Flanges Memiliki permukaan gasket yang datar.

  4. Lap-Joint Flanges (LJ) LJ Flanges merupakan jenis flanges yang dipasang pada pipa dengan penambahan sebuah komponen stub ends untuk mengunci LJ Flanges. Umumnya LJ Flanges digunakan jika pipa terbuat dari bahan yang mahal. LJ

  Flanges memiliki permukaan gasket yang datar. c.

  Fitting & Joint Fitting & joint merupakan variasi dari bentuk pipa standar. Beberapa contoh fitting & joint adalah bend, tee, y-

  , reducer, dan lainnya. Gambar 2.6. menunjukkan

  junction

  beberapa jenis fittings. Fitting dirancang dengan standar tertentu, salah satunya ASTM. Spesifikasi dan standar perancangan fitting dan joint secara detail dapat mengikuti standar ASTM A 234 untuk Carbon Steel pada temperatur menengah dan tinggi, ASTM A 403 untuk Austenitic

  , dan ASTM A 420 untuk Carbon Steel pada

  Stainless Steel