Pengaruh penambahan perak terhadap sifat fisis dan mekanis coran Al-Si - USD Repository

  

PENGARUH PENAMBAHAN PERAK TERHADAP

SIFAT FISIS DAN MEKANIS CORAN Al-Si

TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin

  

Disusun oleh :

Catur Budi Raharjo

NIM : 045214010

  

THE EFFECT OF SILVER ON THE PHYSICAL AND

MECHANICAL PROPERTIES OF Al-Si CASTING

FINAL PROJECT

  Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

  In Mechanical Engineering

  

By :

Catur Budi Raharjo

Student Number : 045214010

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

  Halaman Persembahan Tugas Akhir ini aku persembahkan untuk Tuhan

Yesus Kristus Raja Manusia atas talenta dan berkat yang

indah ini.

  Almarhum bapakku Tuhari Harso Martono dan

ibuku Sumarti atas cinta dan kasih sayang yang tidak akan

ada habisnya, untuk kakak-kakakku M’Chris, M’Tatik,

M’Dwi, M’Tri dan adekku D’Teguh atas dukungan,perhatian dan pengertiannya. D’Siska Indrasari.SE atas waktu, dukungan dan cinta yang sangat berarati

  Pdt. Agus Sugiarto.Ssi atas semua bantuan moril maupun materil yang sudah banyak sekali diberikan.

  .

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur perak (Ag) terhadap sifat fisis dan mekanis paduan aluminium-silikon. Bahan utama pada penelitian ini adalah paduan Al-Si yang didapatkan dari pelek mobil. Bahan utama ini kemudian dicor ulang dengan variasi penambahan perak sebesar 1%, 2%, dan 3%. Hasil pengecoran kemudian dilakukan pengujian yang meliputi uji kekerasan, uji impak, pengamatan struktur mikro, porositas dan komposisi kimia. Uji kekerasan menggunakan mesin uji Brinell, dan uji impak menggunakan mesin uji impak Charpy. Pengujian komposisi kimia dilakukan pada bahan mula- mula (pelek) dan pada benda uji penambahan perak 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuletan optimal terdapat pada paduan Al-Si dengan penambahan perak sebesar 3%, sedangkan kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si tanpa penambahan unsur perak.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul ” Pengaruh Penambahan Perak Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Coran Al-Si ”.

  Penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

  1. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama S.J. M.Sc. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Yosef Agung Cahyanta S.T.,M.T. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Budi Sugiharto S.T.,M.T. selaku ketua program studi Teknik Mesin dan dosen pembimbing kerja praktek.

  4. I Gusti Ketut Puja S.T.,M.T. selaku pembimbing Tugas akhir.

  5. Dosen – dosen Prodi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  6. Karyawan dan Laboran Ilmu Logam Fakultas Teknik Mesin Universitas Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir ini.

  Penulis menyadari akan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki serta menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka akan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan laporan ini lebih baik lagi.

  Pada akhirnya penulis berharap agar Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna untuk bahan kajian lebih lanjut.

  Yogyakarta, 10 Juni 2009 Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

  2.2.1 Perencanaan pengecoran ....................................................... 6

  2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium..................... 21

  2.3.2 Paduan Aluminium ............................................................... 17

  2.3.1 Produksi Aluminium ............................................................. 14

  2.3 Alumunium dan Paduannya ................................................................. 14

  2.2.3 Pembuatan cetakan ................................................................ 11

  2.2.2 Pencairan logam .................................................................... 10

  2.2 Proses pengecoran ................................................................................ 6

  

INTISARI ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

  2.1 Sejarah Pengecoran .............................................................................. 4

  

BAB II DASAR TEORI .............................................................................. 4

  1.4 Tujuan penelitian ................................................................................. 3

  1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 2

  1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

  1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

  

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 25

  3.5.1 Bahan coran ........................................................................... 27

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 46

  5.2 Saran ..................................................................................................... 58

  5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 57

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 57

  4.5 Pengamatan Komposisi Kimia ............................................................. 55

  4.4 Pengamatan Porositas .......................................................................... 52

  4.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................................. 50

  4.2 Pengujian Kekerasan ............................................................................ 48

  4.1 Pengujian Impak ................................................................................. 46

  3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia ................................................. 44

  3.5.2 Alat-alat yang digunakan ...................................................... 28

  3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran ....................................... 42

  3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................. 40

  3.8.2 Pengujian Kekerasan ............................................................. 37

  3.8.1 Pengujian Impak .................................................................. 34

  3.8 Pengujian Hasil Coran ......................................................................... 34

  3.7 Peralatan Pengujian .............................................................................. 33

  3.6 Pembuatan Benda Uji ........................................................................... 30

  3.5.4 Pelepasan hasil coran ............................................................ 30

  3.5.3 Proses peleburan logam......................................................... 28

  

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59

LAMPIRAN .................................................................................................... 60

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Seiring dengan perkembangan peradaban manusia kebutuhan akan berbagai macam bahan terutama dalam dunia industri juga bertambah dan semakin komplek. Salah satu bidang yang mendukung industri adalah pengecoran logam. Bidang ini telah mengalami perkembangan dalam metode yang digunakan dalam proses pengecoran maupun dari bahan yang digunakan dalam pengecoran.

  Agar pemilihan suatu bahan dapat efisien, biasanya seorang perancang akan memperhatikan beberapa hal, diantaranya: sifat bahan yang diinginkan, proses pengerjaannya, dan biaya yang diperlukan. Pemilihan bahan yang tepat dapat memberikan beberapa keuntungan baik dilihat dari sisi mekanis maupun dari sisi ekonomis.

  Dalam bidang industri salah satu bahan yang sering digunakan adalah aluminium. Aluminium adalah salah satu logam non ferro yang memiliki banyak sifat yang menguntungkan, sifat-sifat itu antara lain : berat jenis yang rendah sehingga bahan relatif ringan, titik leburnya rendah sehingga proses pengerjaannya relatif cepat, daya hantar listrik tinggi, tahan terhadap korosi, dan kekuatan yang tinggi dalam bentuk paduan.

  2 aluminium sebagai objek penulisan tugas akhir. Dalam hal ini penulis memilih paduan Al-Si-Ag sebagai objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

  Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran paduan Al-Si dengan variasi kadar perak (Ag), yang mana Al-Si diperoleh dari pelek mobil. Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran, yaitu :

1. Paduan Coran Al-Si 2.

  Paduan Coran Al-Si dengan Ag (1 %) 3. Paduan Coran Al-Si dengan Ag (2 %) 4. Paduan Coran Al-Si dengan Ag (3 %)

  Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh unsur perak yang ditambahkan.

1.3 Batasan masalah

  Dalam penelitian pengecoran paduan Al-Si-Ag dengan menggunakan cetakan pasir, penulis memberikan batasan supaya penulisan tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang ingin dicapai. Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut:

  3

  3 Pengujian untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis logam paduan hasil coran.

  4 Analisa dari hasil pengujian yang dilakukan.

1.4 Tujuan penelitian 1.

  Mengetahui angka keuletan pada paduan Al-Si dengan penambahan perak terhadap beban kejut / dinamik.

  2. Mengetahui angka kekerasan pada paduan Al-Si dengan penambahan perak

3. Mengetahui perubahan struktur mikro paduan Al-Si dengan penambahan perak.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Sejarah Pengecoran

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Sejarah pengecoran dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 sebelum masehi, sedangkan tahun yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit, umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya lebih rendah dari tembaga.( Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 )

  Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira- itu teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500-1400 sebelum Masehi barang-barang sepeti mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

  Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700 sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara-negara di sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana pencairan dilakukan dengan jalan meletakan biji besi dan arang batu berselang- seling. Produk-produk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W. sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran

  Siemens

  baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.

  (Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 )

2.2 Proses Pengecoran

2.2.1 Perencanaan Pengecoran

  Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran, pembersihan, proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran. Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan menjadi :

  1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (sand ,mould).

  2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat khusus.

  3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin (investmentmoulding).

  4. Pengecoran dengan cetakan logam (permanent moulding).

  5. Pengecoran dengan penuangan cetak (die casting).

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran. Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses pengecoran adalah sebagai berikut :

  1 Penentuan pola Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu : • Benda coran pasti menyusut.

  • Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses permesinan. Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan. Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

  2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah

  • Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih dangkal.
  • Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan dengan teliti.
  • Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimal.
  • Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses pembuatan cetakan.

  3. Penentuan penambahan penyusutan Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

  4. Penuangan logam cair.

  Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

  • Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar-benar kering, sebab jika tidak benar-benar kering bisa menurunkan temperatur logam cair sehingga dapat menimbulkan cacat pada coran.
  • Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan coran berkualitas tinggi.
  • Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan tenang, cepat dan cermat.

  5. Pembongkaran cetakan Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

  Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran lepas dari cetakan.

  6. Pemeriksaan hasil coran Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

  • Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut dapat dipelihara.
  • Memelihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada konsumen. Pemeriksaan yang kontinyu dimaksudkan untuk mengawasi coran yang mengalami kegagalan dalam pengecoran.

2.2.2 Pencairan logam Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.

  Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas hanya tanur krus saja.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

  (Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 ) Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut.

  Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus seperti alat untuk pemberi fosfor. Magnesium yang tenggelam kemudian mencair mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi.

2.2.3 Pembuatan cetakan

  Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok, kadang-kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan jumlah produk hasil coran.

  Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut kup dan bagian bawah disebut drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras.

  Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).

  Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :

  1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada benda tuang yang berukuran kecil.

  2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair.

  3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat penyusutan.

  4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam rongga cetakan.

  Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku.

  Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun

1. Cawan tuang

  Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel. Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.

  2. Saluran turun Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

  3. Pengalir Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun kebagian-bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah dibuat pada permukaan

4. Saluran masuk

  Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola yang membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

  (Sumber : Surdia T, 1986, hal : 65)

2.3 Aluminium Dan Paduannya

2.3.1 Produksi Aluminium

  Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

  Al O + 2NaOH + H O (160

  2 3 → 2NaAlO

  2

  2

  ˚ - 170˚ C) Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai temperature 25

  ˚- 35˚ C untuk mengendapkan aluminium hidroksida [Al(OH) ] menurut reaksi.

3 NaAlO + 2H O + NaOH

  2

  2

  3

  → Al(OH) Kemudian Al(OH) dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur

  3

  1100 O ) menurut reaksi

  2

  3

  ˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al berikut. 2Al(OH) O + 3H O

  3

  2

  

3

  2

  → Al Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Herlout karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000

  ˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000 ˚C).

  Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena memiliki sifat-sifat yang baik, yaitu :

1. Kerapatan (density).

  3 2.

  . Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/m

  3. Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro.

  Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

  4. Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja. Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

  5. Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari daya hantar tembaga.

  Dalam hal ini digunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Selain sifat-sifat di atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.

  6. Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia..

  7. Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat

  8. Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.

2.3.2 Paduan Aluminium

  Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur yang biasa dipakai dalam paduan aluminium adalah : tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

  Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini adalah beberapa contoh aluminium paduan:

  1. Paduan Al-Cu.

  Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu cornya. Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk elemen-elemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah karena butiran-butiran Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran tebal. Sifat-sifat mekanik paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg Si. Penambahan

  2

  unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston mesin motor bakar (internal combustion engine). Duralumin merupakan salah satu paduan popular dari Al dengan komposisi standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg –

3. Paduan Al-Mg.

  Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan perpanjangan di atas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al-Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

4. Paduan Al-Mn.

  Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan korosi 5. Paduan Al-Mg-Zn.

  Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam Mg-Zn dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat

6. Paduan Aluminium Tahan Panas.

  Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 300 ˚C sehimgga paduan ini banyak dipakai untuk piston atau tutup silinder.

  Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston.

2.2.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

  Dalam coran aluminium unsur-unsur paduan sangat mempengaruhi hasil dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsur-unsur pada paduan aluminium.

1. Unsur silikon (Si)

  Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu : − Mempermudah proses pengecoran.

  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Memperbaiki sifat-sifat atau karakteritik coran.

  − Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu : Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut.

  − Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi. −

  − Memperbaiki kekuatan tarik.

  − Mempermudah proses pengerjaan mesin. Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu : − Menurunkan daya tahan terhadap korosi.

  − Mengurangi keuletan bahan. − Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

  3. Unsur mangan (Mn) Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu : Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Mengurangi pengaruh buruk unsur besi. − Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu : Menurunkan kemampuan penuangan. − Meningkatkan kekasaran butiran partikel. −

  4. Unsur magnesium (Mg) Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu : Mempermudah proses penuangan. − Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Meningkatkan kekuatan mekanis.

  Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil coran. −

  5. Unsur nikel (Ni) Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu : Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi. − Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. −

  6. Unsur besi (Fe) Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

  Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama − proses penuangan.

  Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu : Penurunan sifat mekenis. − Penurunan kekuatan tarik. − Timbulnya bintik keras pada hasil cor.

  − Peningkatan cacat porositas. −

  7 Unsur seng (Zn) Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu : Meningkatkan sifat mampu cor.. − Mempermudah dalam pembentukan. − Meningkatkan keuletan bahan. −

  Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe). − Menimbulkan cacat rongga udara.

  −

  8 Unsur titanium (Ti) Pengaruh positif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu : Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi. − Memperhalus butiran kristal dan permukaan. − Mempermudah proses penuangan. − Pengaruh negatif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

  Menaikan viskositan logan cair − Mengurangi fluiditas logam cair.

  −

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

  Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut : Pengadaan bahan coran

  Proses pengecoran Al-Si dengan variasi kadar Ag :

  • Al-Si
  • Al-Si dengan Ag 1 %
  • Al-Si dengan Ag 2 %
  • Al-Si dengan Ag 3 %
  • Uji kekerasan
  • Uji impak
  • Struktur mikro
  • Porositas Data hasil penelitian

  Pengujian benda uji Uji komposisi

  Pembuatan benda uji

  Analisa data penelitian Referensi

  Uji komposisi 3% Ag

  3.2 Jenis Penelitian

  Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif

  

kualitatif , yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang

  diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh penambahan perak (Ag) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 3% terhadap paduan aluminium silikon.

  3.3 Tahap Penelitian

  Tahap yang dilakukan untuk memperoleh data-data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :

  1. Tahap persiapan Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari topik rencana.

  2. Tahap penelitian Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian, dengan harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin, yaitu:

  • Penelitian pendahuluan
  • Pelaksanaan penelitian Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian pendahuluan selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan variasi Ag (1 – 3%) pada pengecoran Al-Si yang sesungguhnya.

  3. Penelitian Kepustakaan Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dasar-dasar teoritis diperoleh dari membaca literatur-literatur, jurnal dan sebagainya yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang diteliti.

  3.4 Data yang Dikumpulkan

  Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi : 1.

  Data dan grafik pengujian impak 2. Data dan grafik pengujian kekerasan Brinell 3. Data dan gambar pemotretan struktur mikro 4. Data pengujian komposisi kimia 5. Data perhitungan porositas benda hasil pengecoran

  3.5 Pelaksanaan Pengecoran

3.5.1 Bahan Coran

  Bahan yang digunakan dalam pengecoran ini adalah aluminium-silikon

  3.5.2 Alat-alat yang digunakan

  Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : 1.

  Tangki kompor minyak bertekanan + selang bahan bakar 2. Burner 3. Kompresor 4. Tang penjepit 5. Tungku dan kowi tanah liat 6. Thermokopel 7. Stopwatch 8. Cetakan pasir 9. Palu, gergaji tangan , dan kikir

  3.5.3 Proses peleburan logam

  Mula-mula pelek dipotong menjadi bagian kecil-kecil menggunakan gergaji agar dapat mempermudah dalam proses peleburan. Setelah dipotong- potong aluminium kemudian dimasukkan dalam kowi yang berada di dalam tungku yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan burner.

  Aluminium mempunyai titik lebur sekitar 660° C. Setelah aluminium mencair/ melebur potongan perak (Ag) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian diaduk hingga seluruh bahan mencair dan menjadi satu, cetakan pasir disiapkan untuk melakukan proses penuangan (dicatat lama waktu penuangannya) kemudian

  Prosedur Pengecoran secara lebih jelas adalah sebagai berikut : 1.

  Aluminium-silikon (Al-Si) dipotong-potong dan ditimbang menurut komposisinya

  2. Perak (Ag) ditimbang masing-masing komposisinya 3.

  Bahan bakar disiapkan bersama corong pengisian 4. Mula-mula tangki kompor minyak + burner di isi bahan bakar secukupnya lalu diberi tekanan angin dengan memakai kompresor

  5. Cetakan disiapkan 6.

  Kowi diletakan sedemikian rupa pada tungku yang sudah dipasangi burner 7. Api dihidupkan dan dicari yang paling baik nyalanya (dilakukan penyetelan nyala api burner)

  8. Pada saat kowi mulai memanas bahan cor dimasukkan kurang lebih 5 menit dari pengapian sempurna

  9. Setelah aluminium mencair perak dapat dimasukan.

  10. Sekitar 3 menit semua bahan sudah melebur menjadi satu 11.

  Saat inilah kowi dapat diambil dari tungku dengan menggunakan tang penjepit untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan pasir yang tadi sudah dipersiapkan 12. Dalam penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 8 detik 13.

3.5.4 Pelepasan hasil coran

  Karena cetakan menggunakan cetakan pasir, maka proses pelepasannya dilakukan dengan cara merusak cetakan sehingga coran terlepas dari cetakan.

  Setelah lepas dilakukan pembersihan dan pembuangan bekas lubang saluran turun dan keluar menggunakan gergaji tangan dan kikir, setelah itu baru dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu proses pembentukan benda uji.

3.6 Pembuatan Benda Uji

  Hasil coran yang berupa balok dengan ukuran 20 mm × 20 mm × 200 mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan Mesin Milling hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan yaitu 10 mm.

Gambar 3.1 Mesin Milling

  Selanjutnya hasil coran dipotong menjadi tiga bagian dengan menggunakan mesingergaji, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk pengujian Impact, pembuatan takikan dilakukan dengan Mesin Sekrap dengan kedalaman takikan 2 mm .

Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji impakGambar 3.3 Mesin Sekrap

  Langkah-langkah Pembuatan Benda Uji dapat dijelaskan sebagai berikut :

  2. Membuat batang-batang benda uji, dengan panjang batang benda uji 55 mm dengan menggunakan mesin gergaji, kemudian dibuat takikan dengan menggunakan Mesin Sekrap. Sisa dari potongan balok akan dipakai untuk melakukan pengujian kekerasan brinnel, foto mikro, porositas, dan uji komposisi.

3.7 Peralatan Pengujian

  Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain : 1. Mesin Uji Impact Charpy milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik

  Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2. Mesin uji kekerasan "Brinell hardness tester MOD 100 MR" milik

  Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 3. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan Brinell) 4. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui porositas dan struktur mikro bahan

  5. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk pemotretan struktur mikro

6. Jangka sorong 7.

  Amplas tahan air ukuran kehalusan 200, 400, 800, 1000

3.8 Pengujian Hasil Coran

3.8.1 Pengujian Impak

  Energi kejut yang dikenakan pada suatu bahan dapat dianalogikan dengan keuletan ( toughnees ) dari bahan tersebut. Pengujian impak yang dilakukan di laboratorium biasanya menggunakan mesin uji impak charpy. Prinsip dasar pengujian ini adalah ayunan beban yang dikenakan pada benda uji ( specimen ).

  Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji dihitung langsung dari perbedaan energi potensial pendulum pada awal ( dijatuhkan ) dan akhir setelah menabrak benda uji. Untuk memastikan bagian benda uji yang patah, perlu dibuat takikan pada benda uji tersebut.

  Persamaan yang digunakan adalah :

  180° h a ß

  1 h R 0° h = R+R cos(180-

  1

  β) = R – R cos

  β = R (1 – cos

  β) Energi patah = m.g. h – m.g. h

  

1

  = m.g (h - h )

  1

  = m.g [R (1 – cos α) - R (1 – cos β)]

  = m.g.R [(1 – cos α) - (1 – cos β)]

  = G . R (cos β – cos α)

  Tenaga patah = ( cos β – cos α ) joule

  

Tenaga patah

  Harga keuletan =

  

Luas penampang patahan

  dengan : G = Berat Pendulum/massa dikalikan percepatan grfitasi ( N ) R = Radius Pendulum ( m )

  Menggunakan R = 39,48 cm α = Sudut ayun awal ( sudut yang dibentuk Pendulum benda uji ) β = Sudut ayun akhir ( sudut yang dibentuk Pendulum setelah mematahkan benda uji

  2. Posisi jarum penunjuk sudut didepan dial lengan ayun.

  3. Pengunci pendulum dilepas sehingga beban berayun tanpa ditahan benda uji.

4. Amati dan catat jarum yang terdorong oleh ayunan pemberat( sudut α ).

  5. Benda uji dipasang pada anvil.

  6. Pendulum dinaikan sesuai dengan sudut yang ditentukan, seperti pada langkah 2.

  7. Pengunci dilepas, pendulum akan berayun mematahkan benda uji.

  8. Gerakan ayunan pendulum dihentikan, mengamati dan mencatat sudut pada dial yang ditunjukan oleh jarum penunjuk.

Gambar 3.5 Skema Alat uji impak

3.8.2 Pengujian Kekerasan

  Pengujian kekerasan yaitu untuk mengetahui kekerasan bahan yang merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi plastis. Pengujian dilakukan dengan pengujian Brinell. Cara pengukuran kekerasannya adalah bola baja berdimeter 5 mm, ditekankan ke permukaan bagian dari benda uji dengan beban tertentu. Kemudian diameter bekas injakan penetrator diukur dengan menggunakan alat ukur optik. Cara Brinell ini dilakukan dengan penekanan sebuah bola (penetrator) yang terbuat dari baja krom ke permukaan benda uji Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan pada benda uji akan terdapat bekas injakan penetrator, kemudian diameter bekas injakan tadi diukur secara teliti Besarnya harga kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

  2 P kg HB = 2 2 2

  

mm

D ( D D d )

  π − − dengan : P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg) D = diameter penetrator (mm) d = diameter bekas injakan (mm)

Dokumen yang terkait

TUGAS AKHIR analisis sifat fisis dan mekanis produk metal duduk (main bearing) mobil suzuki carry dan coran metal duduk variasi penambahan cu 1%, pb 1% dan cu 2 %, pb 2%.

0 1 13

PENDAHULUAN analisis sifat fisis dan mekanis produk metal duduk (main bearing) mobil suzuki carry dan coran metal duduk variasi penambahan cu 1%, pb 1% dan cu 2 %, pb 2%.

0 1 6

sifat fisis dan mekanis komposit sabut kelapa bermatriks polyester dengan proses resin transfer molding (RTM).

0 0 5

Pengaruh normalisasi dan quenching terhadap sifat fisis dan mekanis baja karbon rendah - USD Repository

0 0 85

PENGARUH KADAR TEMBAGA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al - Si TUGAS AKHIR - Pengaruh kadar tembaga terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al - Si - USD Repository

0 0 76

Sifat fisis dan mekanis paduan Al-Si-Za - USD Repository

0 1 92

Pengaruh temperatur aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Cu - USD Repository

0 0 115

PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan alumunium - USD Repository

0 0 102

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA BAJA KARBON RENDAH TUGAS AKHIR - Pengaruh perlakuan panas terhadap sifat fisis dan mekanis baja karbon rendah - USD Repository

0 1 90

PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan aluminium - USD Repository

0 0 102