Pengaruh temperatur aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Cu - USD Repository

  PENGARUH TEMPERATUR AGING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Cu TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin

  Disusun oleh : Sukendro Eko Pranolo NIM : 005214042

  

THE EFFECT OF AGING TEMPERATURE ON THE

PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF

Al-Cu ALLOY

FINAL PROJECT

  Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

  In Mechanical Engineering

  

By :

Sukendro Eko Pranolo

Student Number : 005214042

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, 25 Juli 2007 Sukendro Eko Pranolo

  

Halaman Persembahan

  Kegagalan atau keberhasilan duniawi bukanlah tujuan yang penting. Kadang-kadang kegagalan adalah keberhasilan, sebaliknya keberhasilan adalah kegagalan. Kita harus menilainya dengan mata kebijaksanaan.

  

Semua Jerih Payah Kupersembahkan Untuk :

  Keluargaku Tercinta Teman - Teman

  Sahabat Orang yang Kukasihi

  Almamaterku Sanata Dharma

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur aging terhadap sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminium tembaga (Al-Cu). Bahan utama pada penelitian ini adalah paduan aluminium tembaga (Al-Cu) yang didapatkan dari pelek motor bekas. Bahan utama ini kemudian dicor ulang dan diberi tembaga (Cu) dengan kadar Cu diharapkan sekitar 4%. Bahan selanjutnya di aging pada waktu 36 jam, dengan variasi temperatur aging 150ºC, 175ºC, 200ºC, 220ºC.

  Pengujian yang dilakukan meliputi : pengujian kekerasan, pengujian tarik, pengamatan struktur mikro, dan bentuk patahan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa temperatur aging berpengaruh pada struktur mikro dari paduan aluminium tembaga (Al-Cu) yakni menjadi lebih rapat. Kekerasan meningkat sekitar 30% yaitu terjadi pada paduan aluminium tembaga (Al-4%Cu) yang diaging selama 36 jam pada temperatur 200ºC. Kekerasan mula mula : 71,12 BHN dan kekerasan setelah diaging dengan suhu 200ºC yaitu 92,99 BHN. Sedangkan kekuatan tarik turun sekitar 15,4% yaitu

  2

  dari kekuatan tarik mula-mula sebesar 15 kg/mm ke kekuatan tarik setelah di

  2 aging dengan suhu 200ºC sebesar 13 kg/mm .

KATA PENGANTAR

  Suatu perjalanan panjang dalam hidup akan segera kutempuh. Siap atau tidak harus segera dihadapi karena sang waktu tidak akan pernah mau menunggu sampai segala sesuatunya siap.

  Ditempat ini aku datang, di tempat ini pula aku harus beranjak dari segala bentuk ketergantungan yang selama ini sungguh merasuk di jiwaku. Aku mulai berjalan sesuai dengan jalan yang kumau, mewarnai dunia dengan warna yang kumau, dengan berbekal segala ilmu dari para Mahaguru.

  Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih Raja Segala Manusia atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga tugas akhir ini terselesaikan dengan baik, untuk mencapai derajat strata satu pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam kurun waktu perjalanan selama kurang lebih 7 tahun di kota yang sarat dengan segala nuansa romantisme dan kenangan, banyak pihak yang mewarnai persinggahan hidupku yang sementara ini. Untuk itu dalam kesempatan ini ijinkanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada :

  1. Allah SWT yang selalu menyertai, dan selalu memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu berubah menjadi lebih baik dan mempunyai arti dalam kehidupan ini.

  2. Keluarga tercinta di Lampung, Papa, Mama, adik-adikku, Andi, Merry yang selalu mendukung dan mengharapkan kelulusan ini.

  3. Bapak Ir. Greg. Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc. selaku Dekan

  7. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Kerja Praktek.

  8. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Rancang Bangun Mesin.

  9. Segenap karyawan dan laboran FT USD, Mas Martono, Mas Intan, Mas Ronny dan yang lainnya, terima kasih untuk kerjasamanya selama ini.

  10. I Gede Sinar Bawa teman seperjuangan dalam penggarapan Tugas Akhir.

  11. Sayangku Ratna Listy sang kekasih tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan dorongan serta perhatiannya yang tak akan pernah terlupa.

  12. Teman-temanku “Wawan, Topek, Rohmat, Ridwan, Ruben, Andri, Adhi.

  Ari” walaupun tidak membantu tapi mereka selalu ada disaat susah maupun senang.

  13. Rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini : Ikana Ebda Kurniawan, Ramala, Bendot, Yuris, Rois, dll.

  14. Rekan-rekan Teknik Seluruhnya.

  15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata teriring dengan harapan dari penulis semoga tugas akhir ini dapat berguna sebagai masukan bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

  Yogyakarta, Agustus 2007

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

  

INTISARI ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR.................................................................................... viii

DAFTAR ISI................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

DAFTAR LAMBANG ................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

  1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

  1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

  1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2

  1.4. Batasan Masalah ............................................................................... 3

  

BAB II DASAR TEORI.............................................................................. 4

  2.1. Sejarah Pengecoran ............................................................................ 4

  2.2. Proses pengecoran.............................................................................. 6

  2.2.1. Perencanaan pengecoran ..................................................... 6

  2.2.2. Pencairan logam.................................................................. 10

  2.2.3. Pembuatan cetakan.............................................................. 11

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 30

  3.1. Diagram Alir ...................................................................................... 30

  3.2. Jenis Penelitian................................................................................... 31

  3.2. Metode Penelitian .............................................................................. 31

  3.4. Data yang Dikumpulkan .................................................................... 32

  3.5. Pelaksanaan Pengecoran .................................................................... 33

  3.5.1. Bahan coran ........................................................................ 33

  3.5.2. Alat-alat yang digunakan .................................................... 33

  3.5.3. Proses peleburan logam ...................................................... 34

  3.5.4. Pelepasan hasil coran .......................................................... 36

  3.6. Pembuatan Benda Uji ........................................................................ 37

  3.7. Peralatan Pengujian............................................................................ 40

  3.8. Proses Aging ...................................................................................... 41

  3.9. Pengujian Hasil Coran ....................................................................... 42

  3.9.1. Pengujian Tarik ................................................................... 42

  3.9.2. Pengujian Kekerasan........................................................... 45

  3.9.3. Pengamatan Struktur Mikro ............................................... 47

  3.9.4. Pengamatan Struktur Makro .............................................. 50

  3.9.5. Pengujian Komposisi Kimia ............................................... 50

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 52

  4.1. Persiapan Pengecoran ........................................................................ 52

  4.1.1. Perhitungan Bahan Coran ................................................... 52

  4.1.2. Perbandingan Komposisi Coran ......................................... 53

  4.2. Data Pengecoran ................................................................................ 54

  

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 70

LAMPIRAN.................................................................................................... 71

  DAFTAR GAMBAR

  2.1. Tanur Krus ............................................................................................. 10

  2.2. Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan...................................... 14

  2.3. Mikrostruktur pada Aging...................................................................... 29

  3.1. Burner dan Tangki Minyak Bertekanan serta Kompresor ..................... 34

  3.2. Kowi dan Tungku Tanah Liat ................................................................ 34

  3.3. Cetakan Logam dilengkapi Baut dan Tang Penjepit.............................. 35

  3.4. Mesin Milling......................................................................................... 37

  3.5. Mesin Sekrap ......................................................................................... 38

  3.6. Bentuk dan Geometri Spesimen Benda Uji Tarik.................................. 39

  3.7. Oven ....................................................................................................... 41

  3.8. Mesin Uji Tarik...................................................................................... 43

  3.9. Mesin uji kekerasan "Brinell Hardness Tester MOD 100 MR"............. 47

  3.10. Proses Pengamatan Struktur Mikro ....................................................... 48

  3.11. Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera ....................................... 49

  3.12. Mesin uji komposisi (Spektrometer)...................................................... 51

  4.1. Hasil waktu pembekuan Al-Si-Cu ......................................................... 55

  4.2. Hasil pengujian kekuatan tarik............................................................... 56

  4.3. Hasil pengujian regangan....................................................................... 57

  4.4. Hasil pengujian kekerasan ..................................................................... 58

  4.5. Struktur Mikro Al-Si cor ulang.............................................................. 60

  4.6. Struktur Mikro Al-Si-4% Cu cor ulang ................................................. 60

  4.14. Struktur Mikro Al-Si-4%Cu aging T=175ºC setelah dietsa.................. 63

  4.15. Struktur Mikro Al-Si-4%Cu aging T=200ºC setelah dietsa.................. 63

  4.16. Struktur Mikro Al-Si-4%Cu aging T=220ºC setelah dietsa.................. 63

  4.17. Struktur Makro Al-Si cor ulang (benda uji ke 3) .................................. 64

  4.18. Struktur Makro Al-Si-4%Cu, Aging T=150ºC (benda uji ke 2) ........... 65

  4.19. Struktur Makro Al-Si-4%Cu, Aging T=175ºC (benda uji ke 3) ........... 65

  4.20. Struktur Makro Al-Si-4%Cu, Aging T=200ºC (benda uji ke 4) ........... 65

  4.21. Struktur Makro Al-Si-4%Cu, Aging T=220ºC (benda uji ke 1) ........... 66

  DAFTAR TABEL

  2.1. Sifat-sifat fisik Aluminium ..................................................................... 18

  2.2. Sifat-sifat mekanik Aluminium............................................................... 19

  3.1. Dimensi Benda Uji Tarik yang Digunakan............................................. 39

  3.2. Pemilihan Diameter Penetrator Uji Kekerasan Brinell ........................... 46

  4.1. Komposisi Bahan Coran Paduan Al-Cu ................................................. 54

  4.2. Data yang diperoleh pada Pengecoran Paduan Al-Cu ............................ 54

  4.3. Data Pengujian Tarik .............................................................................. 57

  4.4. Data Pengujian Regangan ....................................................................... 58

  4.5. Data Pengujian kekerasan ....................................................................... 59

  

DAFTAR NOTASI LAMBANG

  2 A = Luas penampang ................................................................................ mm

  t = Tebal .................................................................................................. mm l = Lebar .................................................................................................. mm

  2

  σ = Kekuatan tarik..................................................................................... kg/mm

  2 P = Beban .................................................................................................. kg/mm

  Lo = Panjang ukur mula-mula .................................................................... mm L = Panjang ukur akhir ............................................................................. mm

  3 ρ = Massa jenis ...................................................................................... kg/mm

  ΔL = Pertambahan panjang......................................................................... mm ε = Regangan............................................................................................ %

  3

  v = Volume .............................................................................................. mm m = Massa ................................................................................................. kg

  2 BHN

  = Angka kekerasan binell...................................................................... kg/mm D = Diameter bola penetrator ................................................................... mm d = Diameter bekas injakan...................................................................... mm

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pada zaman sekarang ini pemanfaatan barang-barang usang atau barang rongsokan sangat maju pesat, terlebih pada barang yang mempunyai kemampuan untuk dibentuk kembali. Aluminium merupakan salah satu bahan yang paling diminati, selain sifatnya yang tahan terhadap korosi, kekuatan aluminium juga baik. Sifat aluminium tersebut juga dapat diperbaiki dengan memadukan unsur lain dengan cara pengecoran. Pemanfaatan aluminium sudah banyak hasilnya, salah satunya adalah pelek untuk kendaraan bermotor, tetapi untuk mendapatkan komposisi yang baik harus dilakukan penelitian.

  Pada penelitian kali ini akan dibahas mengenai pemanfaatan aluminium bekas yang mungkin hasil dari penelitian ini dapat digunakan. Aluminium yang digunakan didapat dari pelek motor yang akan ditambahkan dengan unsur tembaga (Cu). Unsur tembaga (Cu) yang akan ditambahkan adalah 2%, dimana setelah dipadukan akan dilakukan perlakuan ”aging” dengan variasi suhu 150°C.

  2

  1.2. Rumusan Masalah

  Penelitian ini meneliti pengaruh temperatur Aging terhadap sifat fisis dan mekanis hasil coran paduan Al-Si dengan tembaga (Cu), yang mana Al-Si diperoleh dari peleg motor, dengan komposisi kadar Al sebanyak 91,35% dan Si sebanyak 1,9%. Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari dua jenis coran, yaitu : 1.

  Coran Aluminium paduan

  2. Paduan coran Al dengan Tembaga (4%) Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh temperatur aging yang dilakukan terhadap hasil coran, diperkirakan akan membuat paduan Al-4%Cu akan menjadi lebih kuat, kekerasan bahannya akan meningkat dan mempermudah proses pengerjaan mesin .

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh dari temperatur aging pada paduan Al-Cu terhadap sifat fisis dan mekanis, yaitu:

  3

1.4. Batasan Masalah

  Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan tetap berada dalam jangkauan penulis, maka perlu adanya batasan masalah. Dalam penelitian tentang “ pengaruh waktu aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Cu”, penulis memberikan batasan-batasan supaya penulisan ini tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang dituju. Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut :

  1. Bahan yang akan diteliti adalah Al-Cu maka bahan-bahan lainnya hanya akan dibahas sekilas saja.

  2. Pengecoran aluminium menggunakan cetakan yang terbuat dari logam (permanent moulding), maka bentuk cetakan yang lainya tidak akan dibahas di sini

  3. Tidak adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kecacatan yang terjadi pada penelitian karena penulis lebih menitik beratkan pada aspek pengaruh waktu aging terhadap hasil coran

  4. Pengujian hasil coran dilakukan sesuai standar yang ada dan umum dipakai

5. Pengujian porositas dan berat jenis tidak dibahas dalam

BAB II DASAR TEORI

2.1. Sejarah Pengecoran

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit, umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya

  5 masa itu tangki-tangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor.Sementara itu teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500- 1400 sebelum Masehi barang-barang sepeti mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

  Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700 sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara-negara di sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan

  6 cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W.

  Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran

  baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.

2.2. Proses Pengecoran

2.2.1. Perencanaan Pengecoran

  Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran, pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran. Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan menjadi :

1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mold).

  7 5.

  Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting). Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran. Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses pengecoran adalah sebagai berikut :

  1. Penentuan pola Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu : • Benda coran pasti menyusut.

  • Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses permesinan.
  • Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

  Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

  8

  • Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih dangkal.
  • Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan dengan teliti.
  • Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimal.
  • Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses pembuatan cetakan.

3. Penentuan penambahan penyusutan

  Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

  4. Penuangan logam cair.

  Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus

  9

  • Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang. Supaya pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.
  • Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan coran berkualitas tinggi.
  • Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan tenang, capat dan cermat.

  5. Pembongkaran cetakan Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

  Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran lepas dari cetakan.

6. Pemeriksaan hasil coran

  Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

  • Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut dapat dipelihara.

  10

2.2.2. Pencairan logam Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.

  Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas hanya tanur krus saja. Berikut gambar penampang tanur krus.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

  11 Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi.

2.2.3. Pembuatan cetakan

  Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok, kadang-kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan jumlah produk hasil coran.

  Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut Kup

  12 sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).

  Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :

  1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada benda tuang yang berukuran kecil 2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair

  3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat penyusutan

  4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam

  13 Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun urutan-urutan dari sistem saluran adalah :

  1. Cawan tuang Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel.

  Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.

  2. Saluran turun Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

  14 dibuat pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar mungkin, karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.

  4. Saluran masuk Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola yang membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

2.3. Aluminium Dan Paduannya

  15 aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

  Al

  2 O 3 + 2NaOH 2 + H

  2 O (160

  → 2NaAlO ˚ - 170˚ C)

  Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai temperature 25 ˚- 35˚ C untuk mengendapkan aluminium hidroksida [Al(OH)

  3 ] menurut reaksi.

  NaAlO + 2H O + NaOH

  2

  2

  3

  → Al(OH) Kemudian Al(OH)

  3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur

  1100 O ) menurut reaksi

  2

  3

  ˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al berikut. 2Al(OH)

  3

  2 O 3 + 3H

  2 O

  → Al Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Herlout karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000

  ˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000 ˚C).

  Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena

  16 Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro. Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

  3. Sifat mekanis (mechanical properties).

  Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja.

  Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

  4. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical conductivity).

  Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari

  17

  5. Tidak beracun (nontoxicity).

  Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia.

  6. Sifat mampu bentuk (formability).

  Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini disebut juga mampu tempa (malleability).

  7. Titik lebur rendah.

  Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.

2.3.2. Aluminium Murni

  Alumnium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, pada umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali

  18 Berikut ini merupakan tabel dari beberapa sifat fisik dari Allumunium:

Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik aluminium

  Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0

  Massa jenis (20ºC) 2,6989 2,71 Titik cair 660,2 653-657 Panas jenis (cal/gr ºC) (100ºC) 0,2226 0,2297 Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115

  − 6 − 6 Koefisien pemuaian (20-100ºC)

  23 ,

  86

  10 23 ,

  5

  10 × ×

  Jenis kristal, konstanta kisi Fcc, Fcc, α=4,013 α=4,04 kX kX

  Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

  19 Berikut ini daftar sifak-sifat mekanik Allumunium :

Tabel 2.2 Sifat-sifat mekanik aluminium

  Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0

  Dianil 75% dirol dingin Dianil H18 Kekuatan tarik (kg/mm²) 4,9 11,6 9,3 16,9 Kekuatan mulur (0,2%) 1,3 11,0 3,5 14,8 (kg/mm²) Perpanjangan (%) 48,8 5,5

  35

  5 Kekerasan Brinell

  17

  27

  23

  44 Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

  Sumber : Surdi T, Saito S : Pengetahuan Bahan Teknik, hal : 134

2.3.3. Paduan Aluminium

  Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan

  20 (Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys) dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat

  treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

  Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini adalah beberapa contoh aluminium paduan:

  21 besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu cornya.

  Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

2. Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, dan Al-Si-Cu.

  Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %.

  Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk elemen- elemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah

  22 selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg

  2 Si.

  Penambahan unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston mesin motor bakar (internal combustion engine). Duralumin merupakan salah satu paduan popular dari Al dengan komposisi standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila kandungan unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi standarnya berubah menjadi Al – 4,5 % Cu – 1,5 % Mg – o,5 % Mn dinamakan paduan duralumin super.

  3. Paduan Al-Mg.

  Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 %

  23 membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

  4. Paduan Al-Mn.

  Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan korosi.

  5. Paduan Al-Mg-Zn.

  Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam Mg-Zn dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Paduan bersifat keras dan getas oleh korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD (duralumin super

  24 koefisien muai rendah dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston.

2.3.4. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

  Dalam coran aluminium unsur-unsur paduan sangat mempengaruhi hasil dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsur-unsur pada paduan aluminium.

  1 Unsur silikon (Si)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu : − Mempermudah proses pengecoran. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Memperbaiki sifat-sifat atau karakteritik coran.
  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu : − Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut. − Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.

  2. Unsur tembaga (Cu)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu),

  25

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu : − Menurunkan daya tahan terhadap korosi. − Mengurangi keuletan bahan. − Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

  3. Unsur mangan (Mn)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

  − Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi.

  − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu : − Menurunkan kemampuan penuangan. − Meningkatkan kekasaran butiran partikel.

4. Unsur magnesium (Mg)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),

  26 − Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

  − Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu :

  − Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil coran.

5. Unsur nikel (Ni)

  • Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :

  − Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi.

  − Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

  6. Unsur besi (Fe)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

  − Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu : − Penurunan sifat mekanis.

  27

  7 Unsur seng (Zn)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu : − Meningkatkan sifat mampu cor.. − Mempermudah dalam pembentukan. − Meningkatkan keuletan bahan. − Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.
  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu : − Menurunkan ketahanan korosi. − Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe). − Menimbulkan cacat rongga udara.

  8 Unsur titanium (Ti)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

  − Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi.

  − Memperhalus butiran kristal dan permukaan. − Mempermudah proses penuangan.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

  28

2.4. Aging

  Aging yaitu proses pemanasan kembali logam menurut waktu pada suhu yang tidak terlalu tinggi untuk menghilangkan dislokasi akibat presipitasi partikel dengan deformasi partikel sehingga paduan mengalami penguatan.

  Proses aging bertujuan untuk mengeraskan dan membentuk keseragaman struktur bahan. Bahan dipanaskan sampai pada temperatur hampir menyentuh titik ubah, kemudian dibiarkan dengan waktu tertentu. Kekerasan dan keseragaman struktur dapat diperoleh tergantung pada lamanya proses pemanasan. Pendinginan dilakukan perlahan-lahan pada suhu kamar.

  Ada 2 macam aging, yaitu :

  a). Natural Aging, yaitu aging pada temperatur kamar ( Room Treatment)

  b). Artificial Aging, yaitu aging pada temperatur antara 15% s/d 25% dari perbedaan temperatur kamar dan temperatur solution heat treatment.

  Ada 2 metode utama untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan pada paduan, yaitu : pengerjaan dingin dan perlakuan panas. Proses perlakuan panas yang terpenting untuk paduan non logam adalah pengerasan penuaan atau pengerasan presipitasi. Dalam menerapkan perlakuan panas ini, diagram

  29

Gambar 2.3. mikrostruktur pada aging (

  a) Setelah pendinginan perlahan-lahan. (b) Setelah pemanasan dan pendinginan cepat. (c) Setelah Aging .

2.5. Tinjauan Pustaka

  Menurut penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Gerardus, 2002) Pengaruh penambahan unsur paduan pada aluminium menghasilkan : 1. Paduan Al-Ag-Mg.

  Beberapa pengaruh yang ditimbulkan akibat penambahan unsur Mg yaitu : dapat meningkatkan kekuatan tarik, menambah nilai kekerasan menjadi tinggi, butiran kristal mrnjadi lebih rapat hal ini berpengaruh terhadap sifat mekanis bahan. Sedangkan penambahan unsur Ag akan memperlambat waktu pembekuan.

2. Paduan Al-Cu-Ag.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

  Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut : Pengadaan bahan coran

  • Proses pengecoran ulang

  Aluminium paduan

  • Proses pengecoran Al+2%Cu

  Pengujian benda uji Uji komposisi

  Pembuatan benda uji 1. Benda uji tarik

  2. Benda uji kekerasan Aging dengan waktu 36 jam dengan variasi suhu 150°C,

  175°C, 200°C, 220°C Uji komposisi

  31

  3.2 Jenis Penelitian

  Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif

  kualitatif, yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang