KARAKTER PENDIDIK DI ERA SERTIFIKASI (SEBUAH UPAYA MENUJU PENDIDIK PROFESIONAl DAN BERKUALITAS)

ISSN 1829-765X

  

KARAKTER PENDIDIK DI ERA SERTIFIKASI (SEBUAH UPAYA MENUJU

PENDIDIK PROFESIONAl DAN BERKUALITAS)

Mukromin

Qur’an Jawa Tengah di

  Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Sains Al-

Wonosobo

  Abstrak Pendidik khususnya pada masa Rasulullah dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengharapkan keridhaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruan- Nya, dan menggantikan peranan Rasulullah SAW. dalam memperbaiki umat. Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mualim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al- Qur’an yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah. SWT. 1 Pendidik sebelum melaksanakan tugasnya dalam mendidik mestinya sudah memiliki persepsi dirinya akan melaksanakan tugas yang suci lagi mulia itu tidak bisa diantarkan oleh sesuatu yang kotor, karena yang kotor itu tembok raksasa bagi diterima hal-hal yang suci dan mulia. Oleh karena itu, mengantarkan amanat yang suci harus disucikan terlebih dahulu pengantarnya.

  Persepsi pendidik yang dipahamkan dalam Islam memiliki kepribadian yang baik, mulia dan lengkap, tidak bisa sepotong-sepotong karena kesadaran terhadap pengemban amanat mendidik adalah tugas yang luas dan berat, suci,dan mulia. Karakter yang seperti itu mestinya telah ada pada seorang pendidik, Oleh karena itu, tak ayal lagi sesuai dengan cita- cita akan mendapati hasil yang kurang lagi sesuai dengan cita-cita dan harapan yang dimimpikan oleh Islam, yakni menjadi manusia yang mampu mendayagunakan nilai-nilai multi potensi kepribadian terhadap tujuan Allah menciptakannya.

  Kata-kunci : Pendidik, Era Sertifikasi A.

   Pendahuluan

  Dengan penetapan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen maka secara formal resmi pulalah guru dan dosen menjadi sebuah profesi, pekerjaan yang berlandaskan pada derajat pengetahuan dan keahlian. Konsekuensinya, kualitas proses pembelajaran dikelas dan kinerja mereka harus selalu meningkat. Berkaitan dengaan hal itu pemerintah telah menyelenggarakan program sertifikasi guru.Kenyataan di lapangan banyak kita temukan kendala dan masalah terkait dengan kualitas dan kinerja guru. Padahal kualitas dan kinerja mereka akan bermuara pada perbaikan kualitas pendidikan secara nasional. Peraturan menteri pendidikan nasional (sekarang menteri pendidikan dan kebudayaan) Nomor 16 Tahun 2007 menyebutkan seorang guru profesional harus memiliki kompetensi pedagogig, kompetensi pribadi, kompetensi social, dan kompetensi professional sebagai syarat untuk dapat disebut guru berkualitas (professional).Kompetensi pedagogig berkaitan dengan kemampuan menguasai karakter peserta didik, dari aspek fisik, moral, social, kultural, emosional, hingga intelektual. Dalam kompetensi ini, guru disyaratkan menguasai teori 1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2008, hal., 59 Isu-Isu Kritis Pendidikan Kontemporer

  belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.Dia juga mampu menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik, serta memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi, dan media untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.

  Adapun kompetensi pribadi dapat dilihat dari kemampuan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional. Selain itu mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang matap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Dalam konteks ini ia dituntut bisa menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, bangga menjadi guru dan rasa percaya diri sekaligus menjunjung tinggi kode etik profesi. Sementara kompetensi professional berkaitan dengan kemampuannya menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampunya.Dia perlu menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampunya, serta mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif. Termasuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

  Permasalahan sekarang adalah setelah adanya sertifikasi guru di era sekarang muncul kesenjangan antara guru itu sendiri yakni antara guru tidak tetap (GTT) dengan guru yang ber sertifikasi. Dalam sebuah, realita praktis dilapangan banyak terjadi sebuah penyimpangan, baik dalam beban kerjanya, insentif, dan lainnya.Banyak yang mengartikan bahwa secara beban kerja, guru GTT sebagai sapi perah, maupun ujung tombok dan ujung tombak, dan juga ada yang memberikan gelar kepada guru GTT dengan predikat guru tingak tinguk dengan dalih mengabdi dan kata lain sabar untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.Dilain sisi, budaya maupun karakter guru yang bersertifikasi dimasyarakat pada era sekarang menjadi kecemburuan yang sangat menonjol. Biaya atau tunjangan sertifikasi sebenarnya untuk menunjang dan meningkatkan kualitas sebagai seorang guru bukan untuk memperkaya diri dan lebih ironis dilapangan terjadi untuk nikah lagi, maupun selingkuh.

B. Pendidik dalam Islam

  Term pendidik mengandung makna yang cukup luas.Pendidik secara bahasa adalah orang yang 2 mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan mendidik.Dalam bahasa inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengankata pendidik.Kata tersebut,yakni taecher yang artinya guru atau pengajar dan tutor 3 yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar dirumah. Sedangkan dalam bahasa arab adalah ustadz,mudarris,mu’allim,dan muaddib.Kata ustadz berarti guru,profesor gelar akademik,jenjang di bidang intelektual,pelatih,penulis,dan penyair.Kata al-Mudarris berarti teacher (guru),instructor(pelatih),dan lecture(dosen).Kemudian kata mu’allim juga berarti taecher(guru),instruktor(pelatih),trainer(pemandu).Terakhir kata mu’addib berarti educator pendidikan atau teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikian Al-Qur’an). murabbi, mu’allim, mu’addib,

  Dalam konteks pendidikan Islam ‘pendidik” sering disebut dengan mudarris, dan mursyid.Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dam mempunyai tugas masing-masing. Murabbi 2 3

) W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1991, Halaman, 250.

  ) Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris dan Indonesia, Jakarta : Gramedia, 1980, hal. 15

ISSN 1829-765X

  adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar ammpu berkreasi serta ammpu mengatur dan emmelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan a lam sekitar.Mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melaksanakan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi. ’addibadalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk

  Mu bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

  Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya serta berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohannya, serta melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat , dan kemampuannya.

  Mursyid, adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat panutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya. Semua kalimat di atas ini secara global mengilustrasikan bahwa kata itu bertujuan untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kepada anak didik,agar anak didik itu memiliki kecakapan, memiliki ilmu dalam berbagai bidang sesuai dengan bidangnya.Masing-masing term di atas seperti kata teacher (guru), tutor (guru pribadi) atau yang mengajar dirumah, instructor (pelatih), trainer (pemandu), dan educator (pendidikan atau teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-

  Qur’an) memiliki wadah transformasi yang berbeda.Guru misalnya berperan di persekolahan, dosen atau professor berperan di perguruan tinggi,tutor berperan sebagai guru privat, instruktur atau pemandu berperan di lembaga-lembaga khusus,yang tugasnya melatih dan membina.

  Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal. Pertama, karena kodrat, yaitu karena ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan orang tua,yaitu, orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya; sukses anaknya adalah sukses orang tua juga. Tanggung jawab pertama dan utama terletak pada orang

  “Peliharalah dirimu dan anggota tua tersebut berdasarkan firman Allah, SWT.,Artinya: keluargamu dari ancaman neraka”. (Q.S. At-Tahrim : 6) “Dirimu” yang disebut dalam ayat itu adalah diri orang tua anak tersebut, yaitu ayah dan ibu; “anggota keluarga” dalam ayat ini ialah terutama anak-anaknya. Sama dengan teori pendidikan barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat 4 tertinggi. Karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama, itulah tugas orang tua.

  Pendidik pertama dan utama adalah orang tua itu sendiri.Mereka berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses dan 4 Pendidikan Karakter Berbasis Al-

  ) Adang Hambali, Qur’an, Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2008, hal.,

  68

  Isu-Isu Kritis Pendidikan Kontemporer

  tidaknya anak sangat tergantung kepada penguasaan, perhatian, dan pendidikannya.Kesuksesan 5 anak kandung merupakan cermin atas kesuksesan orang tua juga.

  Penulis menuangkan term dalam tulisan ini adalah term pendidik,karena kata pendidik itu dapat merangkum semua wadah tersebut. Meskipun kandungan makna pendidik itu berada pada tepatnya tertentu namunia juga memiliki tugas yang cukup luas,sebagaimana tujuan pendidikan itu sendiri,yaitu memberikan bantuan pembinaan kepada anak didik untuk mengembangkan multipotensinya yang masih menyatu dalam akliyat (akal), ruhiyat (keimanan), dan ajsamiyat (jasad atau keterampilan).

  Term pendidik ini tidak berubah baik di era klasik maupun modern bahkan pada era kontemporer sekarang ini atau yang ngetren dengan istilah pendidik bersertifikasi. kata ini mulai nabi Muhammad SAW., bahkan nabi sendiri disebut juga dengan pendidik yang agung, dan sampai di era sertifikasi pun kata pendidik itu tetep eksis kandungan maknanya diberbagai tempat seperti disekolah,madrasah masjid,diperguruan tinggi,dan lain sebagainya.

C. Pendidik Era Sebelum Sertifikasi

  Pendidik bisa di diskripsikan periode klasik pada abad ke-13 H/7-9 M,semasa rasul dan sesudahnya terutama pada masa Malik bin Anas (wafat th.179 H/795 M,) Abu Hanifah (Wafat 150/767) al-

  Asyafi’I (wafat 204/820), dan Ahmad ibn Hanbal (wafat th.241/855). Sejak abad ini secara intensif Islam diformulasikan, digeneralisasikan, dan dibuat hubungan antara satu sisi dengan satu sisi yang lainnya.Yang muncul kemudian adalah Islam yang abstrak dan transenden,Islam yang sudah ditarik dari dunia nyata.

  Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khususnya pada masa Rasulullah dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengharapkan keridhaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruan-Nya, dan menggantikan peranan Rasulullah SAW. dalam memperbaiki umat. Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mualim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al-

  Qur’an yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi sebagai pendidik ditunjuk 6 langsung oleh Allah. SWT. Pendidik sebelum melaksanakan tugasnya dalam mendidik mestinya sudah memiliki persepsi dirinya akan melaksanakan tugas yang suci lagi mulia itu tidak bisa diantarkan oleh sesuatu yang kotor, karena yang kotor itu tembok raksasa bagi diterima hal-hal yang suci dan mulia. Oleh karena itu, mengantarkan amanat yang suci harus disucikan terlebih dahulu pengantarnya.

5 Lihat Q.S t- Tahrim, ayat 6 “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Sebagtai orang tua kita

  

selalu terlibat dalam pengajaran kepada anak-anak kita, apakah kita menginginkannya atau tidak. Dengan

memukuli mereka, membelai mereka, tidak mengacuhkan mereka, menghawatirkan mereka, embenci mereka,

atau mencintai mereka, pada dasarnya anda mengajari mereka. Hubungan antara orang tua dan anak pada

pokoknya berlandaskan pengajaran. 6 ) Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2008, hal., 59

ISSN 1829-765X

  Pendidik dalam hal ini sebagai pengantar amanat melakukan tugas mendidik mestinya sudah menaruh persepsi dirinya yang baik itu, sehingga tujuan yang baik dan mulia itu mudah didapatkan. Seseorang pendidik mestinya menghiasi dirinya dengan akhlak mahmudah,seperti rendah hati, khusyu’ ,tawadu,zuhud, qonaah dan tidak sombong, tidak ria, tidak takabur dan hendaknya seorang pendidik itu memiliki pengetahuan kependidikannya yakni; penyempurnaan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Dalam kitab Adab al-Muallim wa al-

  Muta’allim disebutkan bahwa seorang pendidik harus memiliki dua belas sifat sebagai berikut:

  1. Tujuan mengajar adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah Ta’ala,bukan untuk tujuan duniawi ,harta,kepangkatan,ketenaran,kemewahan,status sosial,dan lain sebagainya;

  2. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan teerang-terangan dan senantiasa menjaga rasa takut dalam semua gerak dan diamnya,ucapan dan perbuatan ,karena dia adalah seorang yang diberi amanat dengan diberikan ilmu oleh Allah dan kejernihan panca indra dan penalarannya; 3. Menjaga kesucian ilmu yang dimiliki dari perbuatan yang tercela; 4. Berakhlak dengan sifat zuhud dan tidak berlebih-lebihan dalam urusan duniawi,kanaah,dah sederhana;

5. Menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela; 6.

  Melaksanakan syariat Islam dengan sebaik baiknya; 7. Melaksanakan amalan sunah yang disyari’atkan; 8. Bergaul dengan sesama manusia dengan menggunakan akhlak yang mulia dan terpuji; 9. Memelihara kesucian lahir dan batinnya dari akhlak yang tercela; 10.

  Senantiasa semangat dalam menambah ilmu dengansungguh sungguh dan karja keras; 11. Senantiaa memberikan manfaat kepada siapa pun,dan 7 12. Aktif dalam pengumpulan bahan bacaan,mengarang dan menulis buku.

  Persepsi pendidik yang dipahamkan dalam Islam memiliki kepribadian yang baik, mulia dan lengkap, tidak bisa sepotong-sepotong karena kesadaran terhadap pengemban amanat mendidik adalah tugas yang luas dan berat, suci,dan mulia. Karakter yang seperti itu mestinya telah ada pada seorang pendidik, Oleh karena itu, tak ayal lagi sesuai dengan cita - cita akan mendapati hasil yang kurang lagi sesuai dengan cita-cita dan harapan yang dimimpikan oleh Islam, yakni menjadi manusia yang mampu mendayagunakan nilai-nilai multi potensi kepribadian terhadap tujuan Allah menciptakannya, sebagaimana termaktub dalam sebuah ayat-Nya Surat al- Dzariat:56.

D. Pendidik di Era Sertifikasi

  Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatannya di habiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga ia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan gaji. Mengenai penerimaan gaji ini pada awalnya 7

  ) Maulana Alam al-Hajar, Adab al- Mu’allim wa al-Muta’allim, Bairut : Dar al-Manahil, 1406 H / 1985 M., hal. 21 – 34. Isu-Isu Kritis Pendidikan Kontemporer

  terdapat perselisihan pendapat. Ahli-ahli piker dan filosof-filosof berbeda pendapat dalam hal guru atau pendidik menerima gaji atau menolaknya. Yang paling terkenal menolak untuk 8 menerima gaji adalah Socrates . Kemudian diikuti oleh filosof muslim yaitu al-Ghazali, bahkan 9 beliau mengharamkan gaji . Sementara itu al-Qabasi mempunyai pendapat lain yang berbeda, ia 10 memandang gaji itu harus diadakan . Alasannya guru atau pendidik menerima gaji karena pendidik telah menjadikan jabatan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji ataupun honorarium. Seperti dinegara kita pendidik merupakan bagian aparat Negara yang mengabdi untuk kepentingan Negara melalui sektor pendidikan, diangkat menjadi pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan profesi lewat sertifikasi atau dengan kata lain tunjangan tenaga kependidikan.

  Meskipun kalau dibandingkan dengan Negara maju, penghasilannya belum memuaskan. Akan tetapi karena tugas itu mulia, tidak menjadi halangan bagi pendidik dalam mendidik peserta didiknya. Bagi pendidik yang statusnya non PNS maka mereka ada yang di gaji oleh yayasan bahkan tidak sedikit mereka tidak mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi dalam rangka mencari ridha Allah SWT. Meskipun pada era sertifikasi ini menjadi pendidik adalah harapan banyak orang terbukti pada perguruan tinggi yang membuka prodi kependidikan banyak minatnya dari pada yang lain dan juga faktor gaji pendidik itu sendiri, juga pekerjaan yang mulia bagi sebagian pendidik yang tidak berorentasi gaji semata.

  Namun persepsi pendidik di era ini rupanya sudah mulai goyang dan rapuh. Hal ini teridentifikasi dari beberapa persepsi dan fakta di lapangan. Pendidik di era ini tidak banyak lagi yang mempersepsikan dirinya sebagai pengemban amanat yang suci dan mulia, mengembangkan nilai-nilai multipotensi anak didik, tetapi mempersepsikan dirinya sebagai seorang petugas semata yang mendapatkan gaji baik dari negara,maupun organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus dilaksanakan. Bahkan kadang-kadang muncul sifat egoisme bahwa ketika seorang pendidik akan melakukan tugasnya termotivasi oleh sifat yang materialis dan pragmatis yang tidak lagi dimotivsi oleh rasa keikhlasan panggilan mengembangkan fitrah anak didiknya. Penulis bukan menafikan tidak perlunya kesejahteraan dan kemakmuran seorang pendidik,bahkan itu sesuatu yang sangat krusial bagi kelangsungan,keluarga dan menjalankan tugas mendidik.Akan tetapi,yang menulis maksudkan adalah ketika dia menjadi seorang pendidik hendaklah mengapresiasikan tugas yang mulia itu terlebih dahulu kemudian tentang kesejahteraan dan kemakmuran itu adalah biasa dari pekerjaan itu sendiri.Pendidikan kurang lagi memosisikan dirinya sebagai seorang figur teladan yang perlu ditiru .Ditiru atau tidak,yang jelas ia sudah melaksanakan tugas trasfer ilmu pengetahuan kepada anak didiknya.

  ) hal., 298 9 10 ) A. Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta : Andi Ofset, 1994, hal., 20 ) A. Bustami, A. Gani, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, hal 130-131 yang buku aslinya Attarbiyatul Islamiyah oleh Muhammad Athiyah al-Abrasy.

8 Musthafa Sa’I al-Khim, dkk., Mazhab al-Muttaqin Syarh Riadh al-Shalihin, Beirut: Muassah al-Risalah, 1972,

ISSN 1829-765X

  Menurut Prof.Dr. Suwito,MA.bahwa seorang figur atau tokoh pendidik itu perlu dilacak dan diketahui.Karena dengan jelas siapa tokoh atau pendidik itu,maka akan memberikan kontribusi terhadap anak didiknya.Kekhasan keilmuan banyak mengalir kepada anak didiknya. Pendidik di era sertifikasi sekarang ini dalam menjalankan tugasnya lebih banyak menyentuh aspek kecerdasan akliyat (aspek kognitif) dan kecerdasan ajasamiyat (aspek psikomotorik) dan kurang kurang memperhatikan kecerdasan ruhaniyat (afektif). Hal ini terbukti dari produktivitas pendidik yang banyak melahirkan siswa dan kesarjanaan cerdas dan terampil, tetapi masih banyak siswa yang tawuran, perkelahian, pemerkosaan dan lain sebagainya serta masih banyak sarjana yang masih korupsi, menindas, maling hak rakyat.Terjadi semua ini adalah salah satu indikator bahwa pendidikan yang didapatkan itu belum lengkap.Walaupun ada yang berhasil tapi jumlahnya tidak banyak. Padahal Islam menuntut secara keseluruhan yakni tercapainya manusia yang cerdas lahir dan batin.

E. Pendidik Ideal

  Menyimak deskripsi dua variabel di atas,jelaslah bagi penulis ada hikmah dan pelajaran yang perlu dipetik,yaitu bagaimana karakter pendidik yang ideal untuk masa era sertifikasi dan globalisasi sekarang? Pertanyaan seperti ini tidak gampang dijawab, karena jawabannya ditemukan apabila dapat menyatukan pola karakter yang berbeda dari dua variabel diatas dan mencari terobosan yang baru yang dapat menjunjung kualitas dan kuantitas kepribadian anak didik menjadi lebih lengkap, baik dari aspek akliyat, ruhiyat maupun ajsamiyat, sehingga melahirkan kepribadian yang baik dan utuh. Apa yang telah dipaparkan dalam variabel pertama pada era nabi Muhammad dan para sahabat di atas adalah karakter yang sangat penting yang tidak boleh diitnggalkan bagi setiap pendidik di masa globalisasi sekarang ini. Pendidik dalam masyarakat modern yang ideal seperti dalam masyarakat Islam lebih dari sekadar petugas yang mendapat gaji dari pemerintah atau organisasi swasta semata. Ia hendaknya memahami dirinya lebih dari itu. Ketahuilah bahwa ia adalah teladan yang akan ditiru anak didiknya, baik secra bersikap, berucap maupun berperilku. Ia diharapkan untuk memperlakukan murid-muridnya tidak seperti domba atau ternak yang perlu di gembala dan didisiplinkan, melainkan sebagai manusia yang mudah dipengaruhi, yakni sifat-sifatnya yang mesti harus dibentuk dan harus harus dididik olehnya untuk mengenal moral, etika, estetika dan spiritual yang dianut oleh masyarakat. Oleh karena itu, Islam mengisyaratkan bahwa seorang pendidik diwajibkan untuk memenuhi syarat, bukan hanya orang yang pandai tapi juga orang yang berbudi, orang yang beriman yang perbuatannya sendiri dapat memberikan pengaruh pada pikir,jiwa, dan akhlak muridnya. Pendidik dalam menunaikan tugasnya sebagai pendidik hendaknya pandai dan menguasai berbagai macam metode dan teknik pendidikan.

  Al-Kanani, sebagaimana pendapatnya bahwa ada beberapa persyaratan menjadi seorang pendidik, yakni (1) yang berkenaan dengan dirinya sendiri; (2) yang berkenaan dengan 11 pelajaran; dan (3) yang berkenaan dengan muridnya. Tiga persyaratan menjadi seorang pendidik seperi diatas ini dapat dilihat penjelasannya sebagai berikut ini: Pertama, syarat-syarat 11

  ) Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002, hal., 89 Isu-Isu Kritis Pendidikan Kontemporer

  guru (pendidik) berhubungan dengan dirinya, yaitu: 1) guru (pendidik) hendaknya senantiasa insaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya; 2) guru ( pendidik) hendaknya memelihara kemuliaan ilmu; 3) guru hendaknya bersifat zuhud; 4) guru (Pendidik) hendaknya tidak berorientasi duniawi yang mengutamakan kedudukan ,popularitas yang menyebabkan ia bangga diri; 5) guru (pendidik) hendaknya menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang mendatangkan fitnah; 6) guru (pendidik) hendaknya memelihara syari’at Islam; 7) guru (pendidik) hendaknya rajin melaksanakan hal-hal yang sunah dianjurkan oleh ajaran Islam; 8) guru ( pendidik) hendaknya memelihara ahlak yang mulia; 9) guru (pendidik) hendaknya pandai memanfaatkan waktu yang terluang; 10) guru (pendidik) hendaknya selalu belajar; 11) guru (pendidik) hendaknya rajin meneliti, menyusun dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.

  Kedua, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran, yaitu: 1) guru (pendidik) ketika hendak mengajar sebelum keluar dari rumah hendaknya bersuci dari hadas dan kotoran serta mengenakan pakaian yang baik dengan maksud menghargai ilmu syari’at; 2) guru ( pedidik) ketika keluar dari rumah hendaknya selalu berdoa agar tidak sesat dan menyesatkan, dan terus berzikir kepada Allah hingga sampai ke majelis pembelajaran; 3) guru (pendidik) hendaknya memposisikan dirinya pada tempat yang dapat dilihat oleh anak didik; 4) sebelum mengajar mestinya guru membaca basmalah, salam, serta do’a untuk mendapatkan keberkahan dari Allah; 5) guru (pendidik) hendaknya mengajarkan hirarki keilmuan dalam bidang keahlian;6)guru(pendidik)hendaknya dan mengatur suara dengan baik;7)guru(pendidik)hendaknya mengendalikan majelis dan mengontrol agar tidak menyimpng dari fokus;8)guru( pendidik ) hendaknya menegur anak- anak didiknya yang tidak menjaga kesopanan. Ketiga, karakter guru (pendidik) ditengah para anak didiknya: 1) guru (pendidik) mestinya mengajar dengan niat mengharapkan keridhaan Allah SWT; 2) tidak menolak mengajar anak didik yang tidak tulus dan ikhlas belajar; 3) mencintai anak didiknya; 4) memberikan motivasi anak didik untuk belajar; 5) berusaha menyampaikan materi pelajaran agar anak didiknya dapat memahaminya; 6) melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya; 7) bersikap adil terhadap semua anak didiknya, dan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan anak didik. Di samping itu hendaknya seorang pendidik memiliki kecakapan dalam bidang administrasi, dinamisasi, inovasi, motivasi, dan evaluasi yang akan dipakai ketika mendidik anak didiknya. Semua kalimat diatas ini meliputi karakter seorang pendidik dalam menjembatani anak didik menuju kesempurnaannya. Namun hal seperti itu tidak bisa cukup kalau tidak disertai dengan kesejahteraannya. Karena pendidik di era klasik dengan era sertifikasi sekarang ini berbeda zaman. Untuk menginternalisasikan dan mendapati tujuan yang mulia itu butuh biaya, Karena itu,rupanya untuk era ini semestinya ia hendak bekerja secara maksimal dan pula pemerintah atau organisasi swasta sudah memberikan apresiasi keilmuan dan finansial terhadap pendidik sehingga ia betul-betul berkosentrasi pada dirinya sebagai seorang pendidik. Dengan kata lain pendidik pada era sekarang ini harus mampu mendidik dan mengajar para anak didik agar ia mampu mandiri dan terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat.

ISSN 1829-765X

  Dengan demikian melalui pendidikan mereka dapat membentuk jiwa-jiwa yang merdeka, kreatif, yang mampu membangun tatanan baru dalam masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang meraka miliki. Pendidik di era sekarang (sertifikasi) diharapkan mampu menjadi dan pelaku perubahan, karena baik pendidik maupun anak didik sama-sama ingin menghayati kebebasan dirinya sebagai manusia yang mampu memahami dan melaksanakan serta bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan dalam membentuk tatanan baru dalam masyarakat menjadi lebih baik.

F. Kesimpulan

  Guru (pendidik ) sebenarnya adalah tugas mulia hanya saja ada pergeseran orentasi, seorang guru pada era klasik yakni pada masa nabi Muhammad saw., dan para sahabat serta ulama- ulama salaf seperti al-Ghazali bahkan ia mengharamkan pendidik menerima gaji hal ini beda pada era setifikasi sekarang ini. Seorang guru ( pendidik ) pada era klasik mendidik, mengajar semata-mata berorentasi pada pengabdian dan mencari keridhaan Allah SWT., sedangkan pada era sertifikasi sekarang seseorang yang ingin menjadi guru ( pendidik ), tujuan yang dominan adalah agar ia mendapatkan financial yang memadahi agar bisa merubah kehidupan duniawi lebih-lebih setelah pemerintah mengadakan tunjangan profesi guruatau tunjangan tenaga kependidikan melalui sertifikasi. Mari kita buka lembaran baru tahun 2012 ini dengan komitmen meningkatkan profesionalisme, kualitas, pribadi dengan totalitas dedikasi sebagai guru, dan loyal dalam pengabdian.Artinya, memiliki rasa tanggung jawab tinggi dalam menjalankan amanah dan profesi, patuh pada kebijakan yang berlaku, serta tulus dalam menjalankan tugas dan peran sebagai pendidik.

  Isu-Isu Kritis Pendidikan Kontemporer Daftar Pustaka

  Abdul Munir Mulkhan, dkk., Antologi Kependidikan Islam, Yogyakarta : jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.

  Bustami, A. Gani, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1996

  Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalm Prespektif Islam, bandung : Remaja Rosdakarya, 1992. Ahmad Ar- Rifa’I, Takhyirah Mukhtashor, tanpa tahun Piet Sahertian,

  Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta : Andi Ofset; 1994 Jalaludin dkk.,

  Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994. Muhammad Sirozi, Agenda Strategis Pendidikan Islam, Yogyakarta : AK Grup, 2004. Musthafa Sa’I al-Khin,dkk., Mazhab al-Muttaqin Syarh Riadh al-Shalihin, Beirut: Muassah al-Risalah, 1972 M. Athiyah al-Abrasyi,

  Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj … Bustami A. Ghani, Jakarta : Bulan Bintang, 1987

  Muhammad Abdul Qodir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 2008. Made Pidarta,

  Landasan Pendidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2007. Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Media Grup, 2008