STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGINAN ADSORBSI AMONIA-CaCl2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA-CaCl2 0,4

  STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGINAN ADSORBSI AMONIA-CaCl

2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA-CaCl 0,4

  2 TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin

  Diajukan Oleh:

PUJI AGUNG SUDRAJAT NIM: 085214046 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

EXPERIMENTAL STUDY OF SOLAR ENERGY AMMONIA-

CaCl

2 ADSORBTION REFRIGERATION USING 0,4

  

AMMONIA-CaCl RATIO

  2 FINAL PROJECT

  Presented as a partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Bachelor of Engineering degree in Mechanical Engineering Study Program

  By:

  

PUJI AGUNG SUDRAJAT

Student Number: 085214046

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

  

ABSTRAK

  Kebutuhan akan sistem pendingin setiap hari makin meningkat, terutama untuk pengawetan makanan, hasil pertanian, sterilisasi obat-obatan, dsb. Sistem pendingin yang umum digunakan saat ini adalah sistem kompresi uap, yang membutuhkan energi listrik dan menggunakan refrijeran sintetik. Kebutuhan akan energy listrik ini belum tentu bisa dipenuhi di daerah terpencil, dan hal ini yang menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan pendinginan pada daerah terpencil. Maka system pendingin adsorbsi gas ammonia-CaCl tenaga surya merupakan

  2

  suatu gagasan yang dapat diterapkan pada daerah tersebut, sistem pendingin ini terdiri dari dua bagian yaitu desorbsi (menguapnya amonia murni saat proses pemanasan) dan adsorbsi (kembalinya amonia ke absorbernya yaitu CaCl 2 ). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model pendingin adsorbsi gas amonia- CaCl , serta meneliti koefisien prestasi dan temperature terendah yang dapat

  2 dicapai.

  Komponen pendingin ini terdiri dari generator (juga sebagai absorber), kondensor yang berbentuk spiral dan evaporator. Bahan yang digunakan adalah logam stainless steel dan untuk reflektor digunakan dari kayu triplek dengan lapiasan alumunium foil. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur pada generator (T

  1 ), temperatur pada kondensor (T 2 ), temperatur pada

  evaporator (T

  3 ), temperatur pada ruang pendinginan (T 4 ), tekanan pada evaporator

  (P

  2 ), tekanan pada generator (P 2 ) dan waktu (t). Untuk pengukuran temperature

  dan tekanan alat yang digunakan adalah Termokopel dan Manometer. Penelitian menggunakan perbandingan antara gas ammonia dengan CaCl sebesar 40%.

  2 Hasil dari penelitian ini adalah telah berhasilnya membuat sebuah sistem

  pendingin adsorbsi gas amonia-CaCl

  2 dan data Temperatur terendah yang dapat o

  dicapai adalah 20 C dan COP terbaik yang dihasilkan adalan 0,87. Kata kunci: pendingin adsorbsi, refrijeran amonia, kalsium klorida, reflector, adsorber.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur bagi-Mu Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkah dan rahmat, sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik untuk program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis merasakan bahwa penelitian tugas akhir ini merupakan penelitian yang tidak mudah, dituntut keterlibatan langsung dalam pengambilan data, pemahaman terhadap sistem alat dan persamaan yang digunakan, serta penanggulangan yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

  Penelitian Tugas Akhir dengan judul Studi eksperimental pendinginan adsorsi menggunakan perbandingan amonia-CaCl

  2

  0,4ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan kerjasama dari berbagai pihak. Menyadari hal itu, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Paulina Heruningsih Prima Rosa. S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin.

  3. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. Selaku Dosen Pembimbing Akademik

  4. Bapak Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

TITLE PAGE ........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................

  1

  1.l Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Batasan Masalah ........................................................................

  3

  1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

  1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

  

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

  

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 27

3.1 Skema Alat .............................................................................

  27

  3.3 Variabel Yang Diukur ................................................................. 28

  3.4 Langkah Penelitian ...................................................................... 28

  3.5 Peralatan Pendukung ................................................................... 30 ……………………………….

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  31

  4.1 Data Hasil Penelitian …………………………………………... 31

  4.2 Perhitungan Data ………………………………………………. 35

  4.2 Grafik dan Pembahasan ............................................................... 36

  

BAB V. PENUTUP .................................................................................... 50

  5.1 Kesimpulan .................................................................................. 50

  5.2 Saran ............................................................................................ 50

  

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51

LAMPIRAN ............................................................................................... 54

  DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data pemanasan pertama, mulai pada jam 10.30 WIB .......... 31Tabel 4.2. Data pendinginan pertama, mulai pada jam 08.30 WIB ......... 32Tabel 4.3. Data pemanasan kedua, mulai pada jam 09.30 WIB .............. 32Tabel 4.4. Data pendinginan kedua, mulai pada jam 10.00 WIB ............. 33Tabel 4.5. Data pemanasan ketiga, mulai pada jam 10.50 WIB .............. 34Tabel 4.6. Data pendinginan ketiga, mulai pada jam 09.10 WIB ............ 34Tabel 4.7. Perbandingan koefisien prestasi setiap pendinginan................ 36

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus pendinginan absorsi ................................................... 10Gambar 2.2. Skema diagram carnot…………………………………… 12Gambar 2.3. Kolektor thermosyphon plat datar ………………………. 16Gambar 2.3. Evacuated Tube Collectors ( Kolektor tabung vakum )…

  16 Gambar 2.5.a Parabolic dish collectors .................................................

  17 Gambar 2.5.b Parabolic trough collectors .............................................

  17 Gambar 2.6. Gambar kalsium klorida ……………………………....

  19 Gambar 2.7. Gambar amonia …………………………….……. …... 23 Gambar 3.1 Skema alat ........................................................................

  27 Gambar 3.2 Varibel yang diukur ...........................................................

  28 Gambar 4.8.a Perbandingan Intensitas surya vs tekanan tiap waktu data 1 ………………………………………...

  37 Gambar 4.8.b Perbandingan Intensitas surya vs tekanan tiap waktu data 2 ……………………………..…...........

  37 Gambar 4.8.c Perbandingan Intensitas surya vs tekanan tiap waktu data 3 ……………………………..…………….

  38 Gambar 4.9.a Grafik perbandingan suhu evaporator terhadap waktu ….

  39 Gambar 4.9.b …………….….

  40 Grafik perbandingan suhu tiap percobaan Gambar 4.10.a Grafik perbandingan Tekanan terhadap waktu ……..…....

  41 Gambar 4.10.b Perbandingan tekanan maksimun tiap data …………..…..

  41 Gambar 4.11 Perbandingan tekanan dengan intensitas radiasi tiap waktu pada gas ammonia:CaCl 60% … ……………..

  43

  2 Gambar 4.12 Perbandingan tekanan dengan intensitas radiasi ……………..

  44 tiap waktu pada gas ammonia:CaCl

  2 20% …

  Gambar. 4.13 ..….....

  44 Grafik perbandingan tekanan maksimum tiap data Gambar 4.14 Grafik perbandingan suhu minimum tiap data ……..........

  45

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Kebutuhan akan sistem pendingin setiap hari makin meningkat, terutama untuk pengawetan makanan, hasil pertanian, sterilisasi obat- obatan, dsb. Namun sangat disayangkan kebutuhnan akan sistem pendingin yang banyak ini tidak diimbangi dengan pengembangan pemanfaatan sumber daya energi yang digunakan pada sistem pendingin tersebut, kebanyakan sistem pendinginan yang ada saat ini bekerja dengan sistem kompresi uap yang menggunakan energi listrik dan refrijeran sintetik (R-11, R-12, R-22, R-134a, dan R-502). Permasalahan yang ada di masyarakat, yaitu belum semua daerah terutama didaerah terpencil yang memiliki jaringan listrik sehingga sistem pendingin yang menggunakan energi surya diharapkan dapat menjadi pengganti dari sumber energi listrik. Sistem pendinginan dengan energi surya ini dapat bekerja tanpa adanya jaringan listrik, sehingga hal ini merupakan alternatif pemecahan permasalahan akan kebutuhan sistem pendingin di daerah yang masih belum terpenuhi kebutuhan jaringan listriknya.

  Pendingin yang tidak memerlukan energi listrik adalah sistem pendingin adsorbsi, sistem pendingin adsorbsi hanya memerlukan energi pembakaraan kayu, arang, bahan bakar minyak dan gas bumi. Energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau dari energi alam seperti panas bumi dan energi surya.

  Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk meneliti kemungkinan penerapan sistem pendingin adsorbsi energi panas menggunakan refrijeran gas amonia untuk memenuhi kebutuhan sistem pendingin di masyarakat terutama di daerah yang belum terdapat jaringan listrik. Dapat tidaknya suatu sistem pendingin diterapkan pada masyarakat ditentukan oleh beberapa hal. Hal pertama adalah bagaimana unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin tersebut. Unjuk kerja suatu sistem pendingin dapat dilihat dari temperatur terendah yang dapat dicapai dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dihasilkan. Temperatur terendah dan COP yang dihasilkan harus dapat memenuhi kapasitas pendinginan (laju pendinginan) yang diperlukan masyarakat. Hal kedua yang juga penting adalah desain alat pendingin tersebut harus dapat dioperasikan dan dirawat sendiri oleh masyarakat pengguna serta dapat dibuat dengan teknologi dan bahan yang ada di daerah.

1.2. Batasan Masalah

  Sumber energi panas yang biasa digunakan pada daerah terpencil atau desa pada umumnya berasal dari kayu bakar, biomassa, biogas dan arang. Penggunaan energi surya belum banyak digunakan, energi surya dipengaruhi juga oleh lokasi suatu wilayah, sehingga antara satu daerah dengan daerah yang lain memiliki intensitas radiasi surya yang berbeda. Penggunaan sistem pendingin adsorbsi ini juga dipengaruhi oleh cuaca. Cuaca di Indonesia hanya memiliki dua musim sehingga bila saat musim hujan, maka penggunaan pendingin adsorbsi energi surya ini akan menjadi sulit dan akan tidak bisa berkerja dalam jangka waktu yang lama. Jadi musim yang tepat dalam pengaplikasian sistem adsorbsi tenaga surya ini adalah musim panas agar didapatkan intensitas radasi matahari yang maksimal. Namun perlu disadari bahwa walaupun berkendala terhadap cuaca dan lokasi yang menyebabkan intensitas radiasi tidak besar, energi surya merupakan energi yang ramah lingkungan dan tersedia di alam dengan jumlah yang tidak terbatas sehingga pemilihan energi surya sebagai pengganti energi listrik merupakan pemilihan yang tepat.

  Penggunaan kalsium klorida ( CaCl

  2 ) sebagai adsorber dan amonia

  sebagai refigerannya dalam penelitian ini, memiliki kadar perbandingan antara amonia dengan CaCl sebesar 0,4 atau 0,4. Hal ini dikarenakan

  2

  amonia cair yang digunakan sebesar 7,8 liter, dan kadar kelarutan amonia amonia air, kadar uap amonia murni yang dihasilkan dan terpakai dalam sistem sebesar 2,34 kg. Perbandingan antara gas amonia murni dengan kadar 6kg CaCl

  

2 adalah sebesar 0,4. Perbandingan gas amonia-CaCl

2 0,4 ini yang

  menjadi acuan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan alat pengukur panas yang disebut dengan termokopel dan alat pencatat panas dari termokopel disebut logger. Namun dalam penelitian yang dilakukan tidak dapat dilakukan pencatatan data otomatis, yaitu saat adanya perubahan intensitas radiasi surya dikarekan keterbatasan alat pengukur yang digunakan sehingga pancatatan waktu penelitian diambil setiap 15 menit.

  Keterbatasan lain yang ada saat pengambilan data penelitian adalah kurang mampuannya logger untuk mencatat perubahan suhu yang terjadi dan suhu

  

o

  terendah yang bisa tercatat hanya -5

  C. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 juli sampai dengan tanggal 16 juli 2012 di kampus III Sanata Dharma, Sleman, Yogyakata.

1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :

  1. Membuat model pendingin adsorbsi gas amonia CaCl

  2 dengan energi surya.

  2. Meneliti koefisien prestasi dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan.

1.4. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini : 1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin dengan sistem adsorbsi.

  2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk membuat prototipe dan produk teknologi pendingin adsorbsi yang dapat diterima masyarakat dan industri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketergantungan penggunaan energi listrik dengan menggunakan energi surya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang pernah dilakukan

  Penelitian sistem pendingin adsorbsi dengan menggunakan refrijeran amoniak-air dengan penggerak energi panas bumi yang

  O O

  menghasilkan temperatur pemanasan 90 C-145 C di Meksiko untuk pendingin hasil pertanian menghasilkan kapasitas pendinginan sebesar 10,5 kW (Ayala,1994). Modifikasi sistem ini dengan menggunakan refrijeran amoniak-litium nitrat (NH3/LiNO3) menghasilkan temperatur

  O O

  pendinginan 0 C-10

  C. Penelitian dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja pendingin adsorbsi kecil dengan pasangan refrijeran (i) air-litium chlorida dan (ii) air-litium chlorida/litium bromida (dengan perbandingan berat 1:1). Hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk temperatur evaporator yang sama refrijeran air-Libr/LiCl memerlukan temperatur pemanasan yang lebih kecil (Grover,1998). Penelitian pendingin adsorbsi menggunakan refrijeran litium bromida-air menunjukan jika campuran refrijeran yang digunakan semakin jenuh maka temperatur sumber panas yang digunakan dapat semakin tinggi tanpa resiko terjadinya kristalisasi. Dengan semakin tingginya temperatur sumber panas yang digunakan maka temperatur pendinginan yang dihasilkan dapat semakin rendah litium bromida dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan kondisi kerja pada unjuk kerja yang dihasilkan. Hasil yang didapat menunjukan parameter yang penting adalah temperatur pemanasan dan perbandingan laju aliran. Semakin tinggi temperatur pemanasan semakin tinggi unjuk kerja yang dihasilkan. Laju aliran yang lebih besar memerlukan temperatur generator yang lebih tinggi (Eisa, 2007).

  Penggunaan refrijeran baru untuk sistem pendingin adsorbsi yakni 2,2,2-trifluoroethanol (TFE)-N-methylpyrolidone (NMP). Refrijeran baru ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan refrijeran klasik seperti

  2 O–LiBr and HNO

  3 H

  • – H

  2 O. Keunggulan refrijeran baru tersebut adalah

  dapat menghasilkan temperatur yang lebih rendah dengan menggunakan energi pemanas yang lebih sedikit. Keunggulan ini disebabkan terutama karena sifat refrijeran TFE–NMP tidak mengalami kristalisasi, tekanan kerja yang rendah, temperatur pembekuan yang rendah dan kestabilan termal yang baik pada temperatur tinggi. Kelemahan refrijeran baru ini adalah temperatur penguapan antara TFE dan NMP yang hampir sama (Shiming, 2001). Studi untuk mengetahui karakteristik alat pendingin energi surya pada sebuah prototipe menghasilkan COP sebesar 19%.

  Pengujian dilakukan dengan menghitung energi yang diberikan dan dihasilkan tiap komponen alat pada beberapa variasi kondisi kerja (Ali, 2002). Beberapa penelitian pendingin adsorpsi menggunakan zeolit-air menggunakan zeolit-air akan medekati konstan pada temperatur

  O pemanasan 160 C atau lebih oleh Hinotani (1983).

  Eksperimen yang dilakukan dengan sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan zeolit-air dan mendapatkan harga COP sebesar 0,12 (Grenier,1983). Penelitian pendingin adsorpsi zeolit-air tetapi COP nya hanya 0,1 (Pons, 1986). Pengetesan pada sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan zeolit-air dengan kolektor plat datar dan kondensor berpendingin udara mendapatkan COP yang rendah sebesar 0,054 modifikasi yang dilakukan dengan memvakumkan sistem dan penggunaan kolektor datar tidak banyak menaikkan harga COP (Zhu Zepei, 1987).

  O

  Sedangkan penelitian yang dengan pemanasan 150 C didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ per kilogram zeolit ( Kreussler, 1999). Sebuah penyimpan dengan volume 125 L dapat didinginkan menggunakan

  2

  kolektor seluas 3 m . Dengan menggunakan kolektor parabola secara terpisah dari sistem pendingin sehingga setiap kali diperlukan proses pemvakuman berhasil mendapatkan COP sebesar 0,25 (Ramos, 2003). Sistem yang dipakai Ramos tidak menggunakan kondensor, Ramos juga mendapatkan kapasitas adsorpsi zeolit mencapai optimal dengan

  O

  pemanasan tabung zeolit sebesar 250

  C. Penelitian-penelitian tersebut menggunakkan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan Perancis.

2.2 Dasar Teori

  Alat pendingin adsorbsi umumnya terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu: (1) generator, (2) kondensor dan (3) evaporator. Siklus pendinginan adsorbsi terdiri dari proses adsorbsi atau penyerapan refrijeran ke dalam adsorber dan proses pelepasan refrijeran dari adsorber (proses desorbsi) proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Proses adsorbsi dan desorbsi terjadi pada generator. Pada proses desorbsi di generator memerlukan energi panas dalam penelitian ini sebagai sumber energi panas digunakan energi surya. Refrijeran yang digunakan pada penelitian ini adalah uap amonia. Pada sistim pendingin adsorbsi dengan refrijeran uap amonia diperlukan bahan lain sebagai adsorber yakni CaCl . Adsorber

  2

  berfungsi untuk menyerap uap amonia pada sistem pendingin agar proses pendinginan bahan (makanan dan obat) dapat berlangsung.

Gambar 2.1. Siklus pendinginan adsorbsi

  Energi surya digunakan untuk menaikan temperatur campuran uap amoniak – CaCl2 yang ada di dalam generator. Uap amoniak ini akan mengalir dari generator menuju evaporator melalui kondenser. Di dalam kondenser uap amoniak mengalami pendinginan dan mengembun. Cairan amoniak di dalam tabung kondensor mengalami ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amoniak di dalam evaporator turun maka temperaturnya pun turun sampai 0oC. Evaporator umumnya diletakkan di dalam kotak pendingin. Di dalam kotak pendingin tersebut diletakkan bahan-bahan yang akan didinginkan. Karena mendinginkan bahan maka cairan amoniak dalam evaporator akan menguap dan mengalir kembali ke dalam generator. Di dalam generator uap amoniak tersebut berlangsung terus selama ada sumber panas. Selama proses desorbsi pendinginan di dalam evaporator tidak dapat terjadi karena seluruh amoniak berada di dalam generator, oleh karena proses pendinginan tidak berlangsung secara kontinyu maka pendinginannya dikatakan berlangsung secara intermitten. Agar proses pendinginan bahan dapat berlangsung secara kontinyu maka harus terdapat dua alat pendingin, jika satu alat digunakan untuk mendinginkan bahan makanan atau obat (proses adsorbsi) maka pada alat yang lain dilakukan pemanasan (proses desorbsi).

  Unjuk kerja pendingin adsorbsi umumnya dinyatakan dengan koefisien prestasi adsorbsi (COP Adsorbsi ) dan dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

  COP =

  Adsorbsi

  Kerja pendinginan pada evaporator dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995)

  Kerja pendinginan = ∆(m.h fg ) amonia Kerja pemanasan pada generator dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

  ( )

  • Kerja pemanasan = . ∆(m.h fg ) amonia
Pada penelitian ini, analisa digunakan pendekatan siklus pendingin carnot, ini dikarenakan untuk perhitungan kerja pemanasan pada temperatur refrijeran dan adsorber pada generator tidak bisa dilakukan, karena tidak mungkinnya peletakkan termokopel di dalam generator untuk mengukur temperatur pada amonia dan CaCl

  2 , berikut penjelasan siklus

  pendingin carnot: Karena proses melingkar carnot adalah proses reversible, maka proses dapat dibalik. Proses yang dibalik ini disebut refrigerator carnot.

  Jadi refrigerator carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin carnot.

  Refrigerator carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q

  1

  dari reservoir dingin (heat sink) temperatur T serta memberikan panas Q

  1

  2

  ke reservoir panas temperatur T

  2 . Skema diagram alir refrigerator carnot,

  pada gambar :

Gambar 2.2 Skema diagram carnot

  Jadi dapat dibuat hubungan : koefisien performance, COP =

  (2) =

  (3) =

  (4) Dari persamaan (1) dan (2) didapat hubungan :

  =

  (5) Sehingga penyederhanaan untuk mendapatkan COP adalah: COP Adsorbsi =

  (6)

  Energi surya yang digunakan untuk menaikan temperatur sejumlah massa pada generator adalah besarnya intensitas energi surya yang diterima oleh kolektor sebanding dengan luasan permukaan kolektornya:

  Energi surya = G . A Sehingga untuk mengetahui efisiensi kolektor ( Kolektor ) dapat diketahui dengan membandingkan kerja pemanasan untuk menaikkan

  η = kolektor

  Keterangan: m : massa (tabung, amonia dan CaCl

  2 ) yang dipanasi (kg)

  C P : panas jenis (tabung, amonia dan CaCl

  2 ) (J/(kg.K) o

  T

  1 : temperatur awal (

  C)

  o

  T

  2 : temperatur akhir (

  C) ∆t : lama waktu pemanasan (detik)

  2 G : Intensitas radiasi surya ( W/m )

  2 A : Luas permukaan kolektor ( m )

  h fg : Entalpi penguapan amonia ( J/kg ) m : Massa amonia ( kg ) Dalam proses desorbsi atau pemanasan pada tabung generator dibutuhkan kolektor yang befungsi untuk memantulkan radiasi surya ke generator. Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi surya sebagai sumber energi utama, ketika radiasi surya menimpa allumunium foil pada kolektor, maka akan di fokuskan ke sebuah titik, dalam hal ini adalah tabung generator.

  Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam

  Solar Thermal Collector Sistem (sistem kolektor energi surya) dan juga

  memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver (penerima) yang dimilikinya:

  1. Flat-Plate Collectors ( kolektor plat datar)

  2. Parabolik Collectors ( kolektor parabola )

  3. Evacuated Tube Collectors (Kolektor plat datar tabung vakum)

  Kolektor surya plat datar bisa memanfaatkan paparan radiasi surya melalui sorotan langsung dan juga sebaran, tidak memerlukan tracking surya atau perubahan posisi mengikuti surya dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang tidak susah. Kolektor pelat datar (gambar 2.3) dapat

  o

  menghasilkan suhu antara 70-80 C.

Gambar 2.3 Kolektor thermosyphon plat datar

  Evacuated tube collectors ( gambar 2.4 ) menghasilkan energi

  panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya yang lainnya. Evacuated Tube Collectors memiliki efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan meminimalisa isasi kehilangan panas yang terjadi secara ra konveksi dari permukaan lua n luar absorber menuju lingkungan

Gambar 2.4 Evacuated Tube Collectors ors

  Berdasa asarkan bentuk komponen absorber-nya, j , jenis Parabolik collectors dike dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Pa Parabolik trough collectors (kol (kolektor silinder parabolik) dan Parabolik ik dish collectors (kolektor para parabola piringan). Parabolik dish collectors s (gambar 2.5.a) berguna untuk untuk memfokuskan pantulan radiasi sinar sury surya ke satu titik receiver, Seda dangkan Parabolik trough collectors (gambar bar 2.5.b), berguna untuk mamfokuska fokuskan pantulan radiasi surya ke suatu titik m k memanjang yang berbentuk gari garis. Agar pemanasan dapat berjalan maksima mal kolektor harus di ubah posisi posisinya tiap beberapa waktu mengikuti papara paran surya, hal ini terfokus pada alat yang ingin dipanaskan, dalam penelitian ini yaitu generator.

  Gambar 2.5.a gambar 2.5.b Kolektor yang dipilih untuk penelitian ini adalah kolektor

  Parabolik trough collectors, walaupun panas yang dihasilkan dari kolektor

  ini tidak sebesar kolektor parabola piringan dan kolektor tabung vakum, namun kolektor surya jenis parabolik silinder ini merupakan kolektor yang paling cocok dan mudah bila diaplikasikan pada generator yang berbentuk horizontal dan kolektor ini juga mampu memfokuskan energi

  o o

  radiasi cahaya surya yang cukup besar pada generator antara 100 C-400

  C, Sehingga diharapkan bisa menghasilkan temperatur yang cukup tinggi.

  Salah satu keuntungan penggunaan kolektor jenis ini adalah penggunaannya relatif lebih mudah, dimana untuk mendapatkan titik focus radiasi surya pada generator, kolektor yang dipakai tidak harus selalu setiap beberapa saat. Berbeda dengan jenis kolektor parabola piringan yang harus selalu mengikuti pergerakan surya tiap menitnya.

  Dengan menggunakan sistem pemanasan yang terfokus maka akan dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber.

  Berikut ini merupakan keterangan lebih lanjut tentang sifat-sifat adsorber dan amonia yang digunakan.

  2.2.1 Kalsium Klorida (CaCl

  2 )

  Cairan kalsium klorida (CaCl

  2 ) adalah senyawa ionik yang terdiri

  dari unsur kalsium (logam alkali tanah) dan klorin, Kemampuan klorida kalsium untuk menyerap banyak cairan termasuk gas amonia dan juga kemampuan mencegah korosi pada logam merupakan salah satu kualitas yang membuatnya menjadi pilihan tepat sebagai absorber penelitian ini.

  Pada gambar 2.6 merupakan gambar kalsium klorida yang digunakan dalam penelitian. Kemampuan klorida kalsium untuk menyerap banyak cairan disebut higroskopi.

Gambar 2.6 Bentuk kalsium klorida

  Higroskopi adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui Adsorbsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Contoh zat-zat higroskopis adalah madu, gliserin, etanol, metanol, asam sulfat pekat, dan natrium hidrokida (soda kaustik) pekat. Kalsium klorida merupakan zat yang sangat higroskopis, sehingga kalsium klorida akan larut dalam molekul-molekul air yang diserapnya. Karena bahan-bahan higroskopis memiliki afinitas (daya serap) yang kuat terhadap kelembapan udara, biasanya disimpan di wadah tertutup.

  Kalsium klorida (CaCl2) dapat diproduksi dengan berbagai proses, antara lain :

  1. Proses pemurnian dari air garam alami Proses pemurnian ini merupakan proses yang paling sederhana dalam pembuatan kalsium klorida, tetapi kemurnian kalsium klorida dari proses ini sangatlah rendah, yaitu di bawah 10% (Tetra, 2010).

  2. Proses Solvay Metode yang paling umum dan sering digunakan untuk menghasilkan kalsium klorida "sintetik" adalah dengan proses Solvay.

  Solvay juga dikenal sebagai proses amonia-soda. Ini adalah proses industri utama yang digunakan dalam memproduksi kalsium karbonat dimana kalsium karbonat direaksikan dengan asam klorida, sehingga menghasilkan kalsium klorida.Bahan baku dasar yang digunakan adalah batu kapur dan larutan garam (natrium klorida) dengan katalis amoniak. Kalsium klorida dibuat dari campuran antara Larutan asam klorida dengan kalsium hidroksida dengan reaksi sebagai berikut:

  CaCO

  3 + HCl 2 + H

  2 CO

  3

   CaCl

  3. Proses pembuatan dari batu kapur dan asam klorida (HCl) Proses ini merupakan proses pembuatan kalsium klorida yang paling umum digunakan di seluruh dunia, disebabkan karena bahan baku dengan larutan asam klorida menghasilkan kalsium klorida, magnesium klorida, karbon dioksida dan air, berikut adalah reaksi yang terjadi : CaCO

  3 + 2 HCl → CaCl 2 + CO 2 +H

  2 O

  Refrijeran diklasifikasi kedalam beberapa kelas berdasarkan jenis fluida yang digunakan, yaitu :

  1. CFC ( Chlorofluorocarbon )

  CFC adalah senyawa yang hanya mengandung klorin, fluor, dan karbon dan tidak mengandung hidrogen. CFC memiliki efek ODP (Ozon Depletion) dan GWP (Global Warning Potensial) yang sangat tinggi. Contoh CFC antara lain R11, R12, R13, R113, R500, dll.

  2. HCFC (Hydrochlorofluorocarbon)

  HCFC adalah senyawa haloalkana dimana tidak semua hidrogen digantikan dengan klorin atau fluor. HCFC biasa digunakan sebagai pengganti CFC dengan nilai ODP yang lebih rendah. Contoh HCFC adalah R22, R123, R401A, R403A, R408A, dll.

  3. HFC (Hydrofluorocarbon)

  HFC tidak mengandung klorin yang merupakan senyawa perusak ozon, hanya terdiri dari hidrogen, fluor, dan karbon. HFC tidak merusak ozon dan memiliki nilai ODP dan GWP yang rendah. Contoh HFC antara lain R134A, R404A, R407C, R507, dll.

  4. HC (Hydrocarbon)

  Hidrokarbon adalah senyawa organik yang terdiri dari hidrogen dan karbon. Refrijeran HC tidak memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan, namun memiliki dampak negatif terhadap pengguna, karena umumnya mudah terbakar. Contoh refrijeran HC antara lain propana, ethane, iso-butana, dll.

  5. Natural

  Refrijeran natural adalah yang langsung berasal dari alam dan juga tidak memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan. Namun beberapa diantara refrijeran ini memiliki efek samping bagi penggunanya, seperti kadar racun yang tinggi. Refrijeran natural yang biasa digunakan adalah udara, amonia dan karbondioksida.

  Berdasarkan klasifikasi refrijeran diatas, diketahui bahwa penggunaan refrijeran diatas memiliki sifat dan dampak yang berbeda- beda bagi lingkungan dan penggunanya. Sehingga penggunaan refrijeran yang tepat dan aman merupakan dasar penting dalam pemilihan refrijeran, refrijeran yang mudah di dapatkan, tidak merusak lapisan ozon dan tidak terlalu berbahaya bagi penggunanya merupakan pilihan yang tepat, sehingga refrijeran yang digunakan dalam penelitian ini diilih refrijeran amonia.

2.2.2 Amonia

  Amonia terdiri dari sebuah unsur nitrogen dan 3 unsur hidrogen dengan rumus kimia NH

  3 . Biasanya senyawa ini didapati berupa gas

  dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, namun amonia sendiri dapat merusak kesehatan. Amonia berwujud gas yang tidak berwarna mudah terbakar dan sangat beracun. Amonia yang murni tidak korosif terhadap logam yang banyak dipakai pada sistem refigerasi. Namun amonia yang bercampur dengan air akan menjadi korosif terhadap logam, terutama tembaga, kuningan, seng dan timah. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.

  Berikut ini merupakan karakteristik amonia, antara lai: 1. Titik beku -77,74C dan titik didih -33,5C.

  2. Pada suhu dan tekanan biasa bersifat gas dan tidak berwarna, beratnya lebih ringan daripada udara dan baunya menyengat.

  3. Amonia memiliki sifat basa, larutan amonia yang pekat mengandung 28%-29% amonia pada suhu 25C.

  4. Amonia bersifat korosif pada tembaga dan timah

  5. Amoniak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, karena dapat menimbulkan. Iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan mata dan paru-paru serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

  Selain pasangan adsorbsi gas amonia dengan CaCl

  2 terdapat beberapa pasangan pendingin adsorbsi yang lain, antara lain.

  1. Air-Litium bromida Sistem air-litium bromida banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Hubungan antara entalpi dengan persentase litium-bromida dalam larutan LiBr pada berbagai suhu larutan. Proses terjadi kristalisasi larutanLiBr-H2O, yaitu pada keadaan yang mana larutan mengalami pemadatan. Proses yang pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga mengganggu aliran di dalam pipa

  2. Amonia-Air Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0 ºC. Sistem amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan alloynya, serta sifat amonia yang sedikit beracun sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara. Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang juga mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrijeran masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga dapat menurunkan efek pendinginan.

  3. Zeolit-Air Zeolit memiliki beberapa sifat, berikut adalah sifatnya sebagai adsobrsi : Pada keadaan normal, ruang hampa dalam Kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada disekitar kation. Bila Kristal zeolit dipanaskan pada suhu sekitar 300-400 C air tersebut akan keluar

  Dehidrasi menyebabkan zeolit mempunyai struktur pori yang sangat terbuka, dan mempunyai luas permukaan internal yang luas sehingga mampu mengadsorbsi sejumlah besar subtansi selain air dan mampu memisahkan molekul zat berdasarkan ukuran molekul dan kepolarannya.

  Karena sifatnya yang mampu mengadsorbsi uap dan gas, maka zeolit bias digunakan sebagai adsorban sistem pendingin adsorbsi.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Skema Alat Penelitian

  Alat pendingin adsorbsi yang dibuat dari 3 komponen utama, yaitu generator, kondensor dan evaporator serta beberapa komponen-komponen penunjang lainnya dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini:

Gambar 3.1 Skema rangkain alat

  Keterangan :

  1. Reflektor

  6. Torong pengisi amonia

  Variabel yang diukur :

  3.2 Gambar 3.2 Variabel yang digunakan

  P1: Tekanan generator T3 : Temperatur evaporator P2: Tekanan evaporator T4 : Temperatur kotak evaporator T1: Temperatur generator G : Radiasi surya T2: Temperatur kondensor

3.3 Langkah Penelitian

  Secara rinci langkah langkah penelitian yang harus dilakukan dalam

  1. Pembuatan dan perakitan alat penelitian seperti gambar 3.1 & 3.2 untuk pengujian unjuk kerja alat pendingin.

  8. Alat dipanasi dengan radiasi matahari menggunakan reflektor.

  1 ) dan tekanan evaporator (P 2 ).

  Radiasi Surya (G), Tekanan generator (P

  2 ), temperatur evaporator (T 3 ), temperature ruang (T 4 )

  kondensor (T

  1 ), temperatur

  9. Data yang dicatat adalah Temperatur generator (T

  7. Bersihkan sisa air yang tertinggal di dalam evaporator dan kembali vakum evaporator.

  2. Sebelum dilakukan pengambilan data harus dipastikan tidak terdapat kebocoran pada alat dengan melakukan pengujian kebocoran vakum dengan menggunakan kompresor untuk melakukan penekanan hingga 5 bar dan selanjutnya diuji tekanan air dengan pompa hingga 40 bar.

  C, agar amoniak cair dapat menguap dan terpisah dengan air.

  o

  6. Evaporator dipanaskan dengan temperature sebesar 65-70

  5. Mengisikan sebanyak 7,8 liter ammonia cair melalui corong ke dalam evaporator.

  4. Pada generator dimasukan adsorber sebanyak 6 kg CaCl 2.

  3. Semua alat divakumkan menggunakan pompa vakum.

  10. Temperatur diukur dengan termokopel tipe K dan tekanan diukur dengan manometer. Pencatatan data dilakukan dengan bantuan alat pencatat (logger) tiap 15 menit untuk data pemanasan dan setiap 5

  11. Langkah penelitian 1 sampai 8 diulangi lagi hingga 3 (tiga) kali pengambilan data pemanasan dan 3 kali data pendinginan.

  12. Analisa data untuk mengetahui koefisien prestasi dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan (6), kemudian mencari hubungan temperatur terendah.

3.3 Peralatan Pendukung

  Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :

  1. Stopwatch : Mencatat lama waktu pemanasan

  2. Solar meter: Digunakan untuk mengukur intensitas energi surya yang datang.

  3. Termokopel: Untuk mengetahui temperatur udara sekitar, temperatur panci pemasak dan temperatur air.

  4. Ember Digunakan untuk merendam kondensor saat proses desorbsi dan adsorbsi.

  5. Kompor Listrik: Untuk memanaskan evaporator saat proses pengisian gas amoniak ke dalam generator.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Penelitian

  51

  21

  76

  2.3

  2.0

  27 8 120 955

  27

  21

  1.2

  1.4

  27 9 135 625

  27 7 105 241

  26

  21

  59

  1.8

  1.5

  6 90 865

  27

  3.0

  26

  27 11 165

  27

  30

  25

  75

  4.0

  3.9

  89

  29

  3.4

  24

  83

  4.1

  3.8

  27 10 150 860

  29

  24

  75

  27

  Pengambilan data pada penelitian pendingin adsorbsi uap amonia- CaCl

  2 menggunakan 6 kg CaCl 2 dan 2,4 kg amonia dengan tiga kali

  1 15 140

  0.5

  2 30 305

  26

  24

  20

  46

  0.6

  0.5

  27

  51

  27

  20

  48

  942 0.5 vakum

  C) Generator Evaporator (menit) (W/ m 2 ) (Bar) (Bar) t1 t2 t3 t4

  No. waktu Radiasi surya Tekanan Tekanan Suhu ( o

Tabel 4.1. Data pemanasan pertama diambil mulai pada tanggal 12 juli.

  pengambilan data untuk mengetahui unjuk kerja alat dan efek massa air dalam evaporator.

  0.8

  19

  73

  1.1

  1.9

  1.7

  5 75 524

  27

  27

  20

  62

  1.4

  4 60 428

  26

  26

  25

  20

  48

  0.8

  0.5

  3 45 220

  27

  20

Tabel 4.2. Data pendinginan pertama diambil pada tanggal 13 juli.

  2 30 915

  27

  20

  20

  72

  2.0

  1.8

  3 45 1017

  26

  20

  20

  57

  1

  0.8

  26

  2.0

  21

  19

  40

  0.4

  0.2

  1 15 775

  20

  24

  20

  36

  0.4

  0.1

  870

  4 60 390

  2.1