BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen - BAB II WAHID PUTRA PRASETYADI T.KIM'18

  5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semen

  2.1.1 Definisi Semen Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat.

  Secara sederhana, definisi semen adalah bahan perekat atau lem, yang bisa merekatkan bahan

  • – bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga bisa membentuk sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian secara umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat bahan
  • – bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat (Bonardo Pangaribuan, 2013).

  Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 15-2049-2004, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak (clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat (xCaO.SiO

  2 ) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama

  • – sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat (CaSO .xH O) dan boleh ditambah dengan bahan tambahan

  4

  2

  lain. Hidrolis berarti sangat senang bereaksi dengan air, senyawa yang bersifat hidrolis akan bereaksi dengan air secara cepat. Semen portland bersifat hidrolis karena di dalamnya terkandung kalsium silikat (xCaO.SiO

  2 )

  dan kalsium sulfat (CaSO

  4 .xH

2 O) yang bersifat hidrolis dan sangat cepat

  bereaksi dengan air. Reaksi semen dengan air berlangsung secara

  irreversible , artinya hanya dapat terjadi satu kali dan tidak bisa kembali lagi

  ke kondisi semula

  2.1.2 Jenis-jenis Semen Beberapa jenis semen menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain : a. Portland Cement

  Adalah jenis yang paling umum dari semen dalam penggunaan umum di seluruh dunia karena merupakan bahan dasar beton, dan plesteran semen.

  b. Super Masonry Cement Semen ini lebih tepat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K225. Dapat juga digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, paving block , tegel dan bahan bangunan lainnya.

  c. Oil Well Cement Merupakan semen khusus yang lebih tepat digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi. Untuk saat ini jenis OWC yang telah diproduksi adalah class G, HSR (High Sulfat Resistance) disebut juga sebagai "BASIC OWC". Bahan additive / tambahan dapat ditambahkan / dicampurkan hingga menghasilkan kombinasi produk OWC untuk pemakaian pada berbagai kedalaman dan temperatur.

  d. Portland Pozzolan Cement

  Adalah semen hidrolis yang dibuat dengan menggiling clinker, gypsum dan bahan pozzolan. Produk ini lebih tepat digunakan untuk bangunan umum dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, seperti: jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat penuh.

  e. Semen Putih Digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

  f. Portland Composite Cement Digunakan untuk bangunan-bangunan pada umumnya, sama dengan penggunaan OPC dengan kuat tekan yang sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah selama proses pendinginan dibandingkan dengan OPC, sehingga pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan beton/plester yang lebih rapat dan lebih halus.

  Menurut SK-SNI T-15-1990-03 semen portland / Ordinary Portland

  Cement (OPC) dibedakan menjadi :

  1. Portland Cement Type I (Ordinary Portland Cement) Semen portland tipe I merupakan jenis semen yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas dan dapat digunakan untuk seluruh aplikasi yang tidak membutuhkan persyaratan khusus. Contohnya, ketika pemilik rumah atau tukang batu yang sedang mengerjakan proyek atau merenovasi rumah tinggal akan membeli semen di toko bangunan, mereka hanya menyebut semen, tanpa menyebut jenis semen apa yang seharusnya digunakan atau cocok dengan lingkungan pemukiman mereka berada, antara lain : bangunan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

  2. Portland Cement Type II (Moderate sulfat resistance) Semen portland tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen portland tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase. Semen portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.

  3. Portland Cement Type III (High Early Strength Portland Cement) Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin. Kegunaan pembuatan jalan beton, landasan lapangan udara, bangunan tingkat tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.

  4. Portland Cement Type IV (Low Heat Of Hydration)

  Tipe semen dengan panas hidrasi rendah. Semen tipe ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus diminimalkan. Oleh karena itu semen jenis ini akan memperoleh tingkat kuat beton dengan lebih lambat ketimbang portland tipe I. Tipe semen seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam gravitasi besar yang mana kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses curing merupakan faktor kritis. Cocok digunakan untuk daerah yang bersuhu panas.

  5. Portland Cement Type V (Sulfat Resistance Cement) Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi. Sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan,dan pembangkit tenaga nuklir.

2.2 Pozzolan

  Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan alumina

  dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidroksida (senyawa hasil reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa kalsium aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen.

  

Pozzolan merupakan bahan yang mengandung senyawa silica dan

  alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal membentuk senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium hidrat yang bersifat hidraulis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah (Subakti, 1994).

  Standar mutu pozzolan telah diatur dalam ASTM C 618-86 (dalam Aman Subakti, 1994) yang dibedakan menjadi tiga kelas :

  1. Kelas N

  

Pozzolan alam atau hasil pembakaran pozzolan alam, yang dapat

  digolongkan ke dalam jenis seperti: tanah diatomic, opaline cherts,

  

shales , tuff dan abu terbang vulkanik atau punicite. Semuanya bisa

  diproses melalui pembakaran atau tanpa pembakaran

  2. Kelas C

  

Fly ash mengandung CaO diatas 10% yang dihasilkan dari pembakaran

lignite atau sub bitumen batu bara.

  3. Kelas F

  

Fly ash mengandung CaO kurang dari 10% yang dihasilkan dari

pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.

  Menurut ASTM C 593-82 (dalam Aman Subakti, 1994) dilihat dari proses pembentukannya, bahan pozzolan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : pozzolan buatan dan pozzolan alam. Pozzolan buatan berasal dari tungku maupun hasil pemanfaatan limbah yang diolah menjadi abu yang mengandung silika reaktif melalui proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), abu sekam (rice husk ash) dam mikro silika (silica fume). Sedangkan pozzolan alam adalah bahan alam yang merupakan timbunan- timbunan atau bahan sedimentasi dari abu atau lava gunung berapi yang mengandung silika aktif dan bila dicampur dengan kapur padam akan terjadi proses sedimentasi.

  Salah satu contoh pozzolan alam adalah batu apung. Batu apung adalah salah satu contoh dari pozzolan alam, yang terjadi disebabkan oleh lemparan lava dan pendinginan yang cepat di udara sehingga terbentuk pori-pori yang sebagian tertutup oleh membran gelas. Batu apung merupakan batuan vulkanis yang mengandung pori-pori, kaya dengan kandungan gelas/silikat dan umumnya berwarna terang, oleh karena itu batu apung ringan dan memiliki berat jenis lebih kecil dari satu (Anonimus, 2004).

2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Semen

  2.3.1 Sifat Fisika Semen

  a. Kehalusan Butir (Fineness / Blaine) Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang dibutuhkan juga banyak. Semakin halus butiran semen maka proses hidrasinya semakin cepat sehingga semen mempunyai kekuatan awal tinggi. Selain itu butiran semen yang halus akan mengurangi bleeding, tetapi semen cenderung terjadi penyusutan yang besar dan mempermudah terjadinya retak susut pada beton. Tingkat kehalusan semen diuji dengan alat Blaine.

  b. Berat jenis dan berat isi

  3 Berat jenis semen berkisar antara 3,10 dengan berat

  • – 3,30 gram/cm

  

3

  jenis rata-rata sebesar 3,15 gram/cm . BJ semen penting untuk diketahui karena dengan mengetahui BJ semen akan dapat dilihat kualitas semen itu. Semen yang mempunyai BJ < 3,0 biasanya pembakarannya kurang sempurna atau tercampur dengan bahan lain atau sebagian semen telah mengeras, ini berarti kualitas semen turun. Berat isi gembur semen kurang lebih 1,1 kg/liter, sedang berat isi padat semen sebesar 1,5 kg/liter. Di dalam praktek biasanya digunakan berat isi rata-rata sebesar 1,25 kg/liter.

  c. Waktu pengikatan Waktu ikat adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mengeras mulai semen bereaksi dengan air sampai pasta semen mengeras dan cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen ada dua, yaitu waktu ikat awal (initial setting time), adalah waktu dari pencampuran semen dengan air sampai pasta semen hilang sifat keplastisannya, dan waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen sampai beton mengeras. Waktu ikat awal semen berkisar antara 1-2 jam tetapi tidak boleh kurang dari 1 jam atau lebih dari 8 jam. Waktu ikat awal semen sangat penting diketahui untuk mengontrol pekerjaan beton. Untuk tujuan-tujuan tertentu kadang-kadang dibutuhkan waktu initial setting time lebih dari 2 jam. Biasanya waktu yang lebih lama ini digunakan untuk pengangkutan beton (transportasi), penuangan, pemadatan dan finishing. Waktu ikatan semen akan lebih pendek apabila temperaturnya lebih dari 30°C. Waktu ikat ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air dan lingkungan sekitarnya.

  d. Kekekalan bentuk Kekekalan bentuk adalah sifat dari pasta semen yang telah mengeras, dimana bila pasta tersebut dibuat bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh jumlah kapur bebas yang berlebihan dan magnesia yang terdapat pada semen. Kapur bebas yang terdapat di dalam adukan akan mengikat air dan menimbulkan gaya yang bersifat ekpansif. Alat yang digunakan untuk menguji sifat kekekalan semen adalah “Autoclave Expansion of Portland Cement” (ASTM C-151).

  e. Kekuatan semen Kuat tekan semen sangat penting karena akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton. Kuat tekan semen ini merupakan gambaran kemampuan semen dalam melakukan pengikatan (daya rekatnya) sebagai bahan pengikat. Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat benda uji terdiri dari semen dan pasir standar ottawa dengan perbandingan tertentu dan dibuat kubus 5 x 5 x 5 cm. Benda uji tersebut kemudian dilakukan perawatan (curing) dengan cara direndam dalam air. Setelah berumur 3, 7, dan 28 hari benda uji diuji kuat tekannya.

  f. Pengikatan awal palsu Yaitu pengikatan awal semen yang terjadi kurang dari 60 menit, dimana setelah semen dicampur dengan air segera nampak adonan menjadi kaku. Setelah pengikatan awal palsu ini berakhir, adonan dapat diaduk kembali. Pengikatan ini sifatnya hanya mengacau saja dan tidak mempengaruhi sifat semen yang lain. Pengikatan awal palsu terjadi karena pengaruh gips yang terdapat pada semen tidak bekerja sebagaimana mestinya. Seharusnya fungsi gips pada semen adalah memperlambat pengikatan, tetapi karena gips yang terdapat dalam semen terurai maka gips ini justru mempercepat pengikatan awalnya.

  2.3.2 Sifat Kimia Semen Semen portland dibuat dari serbuk mineral kristalin yang komposisi utamanya disebut mayor oksida, terdiri dari : kalsium atau batu kapur

  (CaCO

  3 ), aluminium oksida (Al

  2 O 3 ), pasir silikat (SiO 2 ), dan bijih besi

  (Fe

  2 O 3 ) serta senyawa-senyawa lain yang jumlahnya hanya beberapa persen

  dari jumlah semen yaitu minor oksida yang terdiri dari : MgO, SO , K O,

  3

  2 Na 2 O.

  Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah:

  1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO

  3 Berpengaruh besar terhadap pengerasan awal semen terutama sebelum mencapai 15 hari.

  2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO

  3 Kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton.

  2 O 3 dan MgO

  2 O

3 , Fe

  2 , Al

  2. Analisa kadar CaO, SiO

  1. Analisa Kadar Air Bahan Mentah

  2.4.1 Proses Penyiapan Bahan Baku Semua bahan baku dihancurkan sampai menjadi bubuk halus dan dicampur sebelum memasuki proses pembakaran. Pengeringan awal bahan baku diperlukan untuk proses penggilingan dengan sistim kering dan sebelum dilanjutkan pada proses selanjutnya bahan tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Analisa yang dilakukan meliputi :

  Menurut Anonimus, tahun 1983, proses pembuatan PPC terbagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut :

  2 O

  2 Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen setelah mencapai

  .Fe

  3

  2 O

  4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al

  3 Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen sesudah 24 jam.

  2 O

  3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al

  umur sekitar 14 -28 hari. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan.

2.4 Proses Pembuatan PPC

  2.4.2 Proses Pembuatan Produk Secara Kering

  1. Crusher Crusher terdiri atas 2 macam yaitu : Limestone Crusher dan Clay

  Crusher . Limestone crusher berfungsi untuk menghancurkan batu kapur

  menjadi ukuran ±10 cm dari ukuran ± 60 cm. Clay crusher berfungsi untuk menghancurkan tanah liat menjadi ukuran ±10 cm.

  Produk dari limestone crusher dan clay crusher ini dimasukkan dalam satu alat transportasi berupa belt conveyor, kemudian dimasukkan ke dalam stockpile. Terdapat masing-masing stockpile untuk Limestone dan

  . Juga terdapat stockpile untuk material korektif seperti pasir silika

  Clay

  dan pasir besi. Lalu masing-masing material tersebut ditimbang dengan berat tertentu menggunakan alat weight feeder dan ditransport dengan

  belt conveyor ke dalam raw mill untuk diproses lebih lanjut sebagai umpan kiln.

  2. Raw Mill Raw Mill merupakan suatu peralatan yang berfungsi untuk menghaluskan dan mengeringkan material bahan baku pembuatan semen (limestone, clay, pasir silika, dan pasir besi). Peralatan ini memakai sistem grinding table dan aliran udara panas, pengering yang berasal dari

  cooler dengan suhu ± 86ºC. Raw Mill mempunyai kapasitas 600 ton/jam.

  Material produk dari raw mill mempunyai kehalusan 80% lolos pada saringan 170 Mesh. Produk ini kemudian disimpan dalam silo-silo penyimpan yang disebut blending silo untuk proses homogenisasi.

  Material di dalam blending silo inilah yang akan digunakan sebagai umpan kiln, sedangkan material yang masih belum memenuhi standar kehalusan raw mill dialirkan kembali ke bucket elevator untuk digiling ulang.

  3. Kiln (Pembakaran)

  

Kiln adalah suatu unit peralatan berbentuk tanur putar yang berfungsi

untuk membakar umpan menjadi suatu material yang disebut clinker.

  

Kiln menghasilkan clinker sekitar 7500 ton/hari. Clinker merupakan

bahan setengah jadi yang berbentuk bulatan dengan diameter 1-8 cm.

  ini merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dari lelehan

  Clinker

  oksida-oksida umpan pada temperatur 650

  • – 1400ºC. Proses pemanasan terjadi bertahap, mulai dari penguapan kadar air, kalsinasi sampai pada proses clinkerisasi. Pemanasan pada kiln dimulai dengan pemanasan awal pada cyclone preheater yang terdiri dari 4 stage. Stage 1 dan 2 berfungsi untuk penguapan air, stage 3 dan 4 berfungsi untuk kalsinasi dengan temperatur 800-880ºC. Proses clinkerisasi terjadi pada kiln dengan temperatur 1400ºC. Selanjutnya lelehan yang keluar dari kiln didinginkan dalam cooler menggunakan hembusan udara luar yang dihembuskan melalui fan. Kemudian clinker akan melewati hammer mill untuk mengecilkan ukuran clinker sehingga ukurannya akan lebih kecil dan mudah dalam proses transport menggunakan apron conveyor. Dengan

  

apron conveyor , clinker akan dibwa menuju ke clinker storage untuk

selanjutnya digrinding di dalam finish mill unuk memproduksi semen.

  4. Finish Mill Finish Mill adalah suatu unit peralatan yang berfungsi sebagai penggiling akhir. Mill yang berukuran 13 m dibagi atas dua kompartemen, yaitu kompartemen pertama sepanjang 2,5 m berisi

  grinding ball (bola-bola baja) berdiameter 40

  • – 70 mm fungsinya untuk pemecahan bahan material. kemudian material masuk ke kompartemen kedua sepanjang 10,5 m yang berisi grinding ball berdiameter 17
  • – 20 mm. Untuk memproduksi PPC, clinker bersama-sama dengan gypsum dan pozzolan digiling dalam mill tersebut, sehingga diperoleh semen dengan kehalusan tertentu. Produk finish Mill disimpan dalam silo semen dan siap untuk dipacking.

2.5 Penelitian Pendukung

  Hargono (2002), pernah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Perbandingan Semen Pozzolan Dan Semen Portland Terhadap Kekekalan Bentuk Dan Kuat Tekan Semen”. Dalam penelitiannya, Hargono mencoba untuk mengoptimalkan penggunaan tanah tras atau pozzolan pada semen

  portland atau OPC. Selanjutnya campuran semen tersebut diukur kuat tekan

  dan kekekalan bentuknya. Percobaan yang dilakukan adalah dengan mencampur tanah tras dan kapur pada perbandingan 4:1, kemudian campuran tanah tras dan kapur dicampurkan ke dalam semen portland masing-masing dengan perbandingan 5:1 ; 2:1 ;1;1 ;1:2; 1;3 dan 1:4. Hasil penelitian menunjukkan campuran tanah tras - kapur dan semen portland pada perbandingan 1 : 4 mempunyai kuat tekan dengan waktu uji 3, 7 dan

  2

  10 hari masing-masing sebesar 205, 216 dan 220 kg/cm , harga tersebut memenuhi standar SNI kuat tekan dan kekekalan bentuk semen.