BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang - Eko Waluyo BAB I

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Kematian bayi adalah kematian yang terjadi setelah bayi lahir

  sampai bayi belum tepat berusia satu tahun. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan adanya penurunan angka kematian bayi, serta peningkatan umur harapan hidup.Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka kematian anak. Meliputi indikator Angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB), dan angka kematian balita (AKABA).Menurut target yang telah ditetapkan oleh Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, angka kematian bayi maksimal 23 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012).

  Angka kematian bayi (AKB) di Negara-negara tetangga seperti Singapur 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup.Angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi 35 per 100.000 kelahiran hidup.Angka kematian neonatus di Negara-negara berkembang merupakan masalah besar, namun angka kematian yang cukup besar ini tidak dilaporkan serta dicatat secara resmi dalam statistik kematian neonatus.Menurut survey demografidan kesehatan Indonesia tahun 2008 angka kematian perinatal adalah 35 per 1000 kelahiran hidup, itu artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapaiusia satu tahun(Depkes, 2007).

  1 Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, melakukan peninjauan dengan hasil angka kematian neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 23 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2002.

  Proporsi penyebab penyebab kematian bayi baru lahir usia 7-28 hari(neonatal), sepsis 20.5%, kelainan kongenital 19%, pneumonia 17%, RDS 14%, prematuritas 14%, kelainan darah/ikterus 3%, cedera lahir 3%, tetanus 3%, defisiensi nutrisi 3%, SIDS 3%. Penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernafasaan 37%, prematuritas 34%, sepsis 12%, hipotermi 7%, kelainan darah/ikterus 6%, post matur 3%, dan kelainan kongenital 1% (Riskesdas, 2007).

  Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomenaklinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 20-30% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama.Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir diantaranya karena produksi bilirubin berlebih, penurunan uptake bilirubin oleh sel hati, penurunan konjugasi bilirubin dan gangguan ekskresi bilirubin, sebagian besar (70%-80%) bilirubin terbentukdari pemecahan hemoglobin dari eritrositdi sistem retikuloendoteliat (Kuncara, 2008).

  Bilirubin bersifat toksin yang dapat berbahaya bagi sel saraf. Berdasarkan temuan histologi dan biofisika pada mekanisme toksisitas bilirubin terhadap sel saraf. Penumpukan bilirubin menimbulkan perubahan potensial membran dan potensial aksi yang dapat mempengaruhi transmisi neurotransmiter sinaps. Hal yang esenial pada patogenesis ensefalopati bilirubin dan ireversibel adalah kerusakan mitokondria sebagai akibat dari presipitasi bilirubin acid dalam membran fosfolopid, sehingga menyebabkan disfungsi mitokondria (Madan, 2005).

  Ada sejumlah faktor epidemiologi yang berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin neonatus yaitu ikterus dalam 24 jam, masa gestasi, saudara sebelumnya mendapat terapi yang sama, usia ibu, jenis kelamin, bayi makrosomia dengan ibu DM, ASI/formula, dan ras kulit hitam (American Academic of Pedriatric (AAP), 2004).Menurut Putri (2014) pemberian ASI eksklusif merupakan faktor bukan faktor resiko.

  Hasil survai pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga tentang neonatus dengan hiperbilirubinemia pada tanggal 2 maret 2015.Berdasarkan data terdapat 493 neonatus yang di rawat pada tahun 2014. Presentase kasus yang ada pada data sebagai berikut sepsis (21,7%), BBLR (20,9%), asfiksia (14,2%), ikterus atau hiperbilirubinemia (6,29%). Pengambilan data awal, peneliti mengambil sampel

  5 neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia. Karakteristik dari 5 sampel meliputi: 3 neonatus berjenis kelamin lak-laki, premature (kelahiran pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu), berat badan normal (2500-4000 gram), ketuban pecah dini dan ikterus patologis, 2 neonatus berjenis kelamin perempuan, aterm (kelahiran pada usia kehamilan 37-42 minggu), berat badan lahir rendah (berat badan lahir kurang dari 2500 gram), ketuban belum pecah.Ke 5 neonatus tersebut diberi nutrisi ASI.

  Melati (2013) di Rumah Sakit DR. Achmad Muctar tentang gambaran faktor penyebab ikterus didapatkan bahwa berat badan kurang dari normal yaitu kurang dari 2500 gram sebagian besar mengalami ikterik. Penelitian Chouet al.(2003) mengemukaan bahwa kehamilan tidak cukup bulan (masa gestasi) dan pemberian ASI mempunyai hubungan dengan tingginya insidensi neonatal hiperbilirubinemia.

  Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbiliubinemia.

G. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu: “Apa saja faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia di RSUD dr. R Goetheng Taroenadibrata Purbalingga” H.

   Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  2. Tujuan Khusus Penelitian ini mempunyai tujuan kusus: a. Mendeskripsikan jenis kelamin, masa gestasi, berat badan lahir, ketuban pecah dini, pemberian nutrisi, neonatus hiperbilirubinemia dan non hiperbilirubinemia.

  b. Untuk mengetahui faktor jenis kelamin berhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  c. Untuk mengetahui faktor masa gestasi berhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  d. Untuk mengetahui faktor berat badan lahir berhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  e. Untuk mengetahuifaktor ketuban pecah dini berhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  f. Untuk mengetahui faktor pemberian nutrisiberhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  g. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berhubungan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

I. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini dapat memberikan referensi dan masukan serta wawasan tentang hiperbilirubinemia.

  2. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, ilmu dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yangberperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia, serta dapat menumbuhkan jiwa seorang peneliti.

  3. Bagi lahan penelitian Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan dalam pemberian informasi dan penanganan lanjutan bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubinemia, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan pelayanan khususnya neonatus sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang terus meningkat di RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga.

  4. Bagi Peneliti selanjutnya Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi hiperbilirubinemia, seperti jenis partus, usia ibu, anak sebelumnya ikterus.

  J. Penelitian terkait

  a. Sholeh kosim (2007) Hubungan hiperbilirubinemia dan kematian pasien yang di rawat di ruang NICU RSUP Dr Karyadi Semarang. Penelitian ini menggunakan disain observasional retrospektif dengan jumlah sample 90 yang terdiagnosa hiperbilirubin. Hasil penelitian ini yaitu jenis persalinan dengan tindakan merupakan faktor terjadinya hiperbilirubinemia,dan sepsis awitan lambat mempunyai resiko lebih besar untuk terjadi peningkatan kadar bilirubin dibandingkan dengan awitan dini.

  Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Sholeh kosim (2007). Hubungan hiperbilirubinemia dan kematian pasien yang di rawat di ruang NICU RSUP Dr Karyadi. Tempat penelitian dilakukan penelitian di RSUP Dr. Karyadi Semarang. Penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia. Tempat penelitian dilakukan di RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga.Menggunakan pendekatan retrospektif dengan desain case control.Persamaan dengan penelitian soleh kosim (2007) dengan peneliti adalah sama-sama meneliti tentang hiperbilirubinemia dan menggunakan pendekatanretrospektif.

  b. Sulistijo dkk. (2011) Pengaruh karakteristik demografi, klinis dan laboratorium pada neonates dengan hiperbilirubin. Metode penelitian dilakukan dengan mengkaji data rekamedis neonatus yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sample yang digunakan pada penelitian ini sejumlah 102 data pasien yang memenuhikriteria inklusi. Hasil pada penelitian ini yaitu persalinan dengan tindakan, asfiksi, kadar Hb rendah dan pemberian Asi eksklusif menyebabkan peningkatan kadar bilirubin pada neonatus.

  Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Sulistijo dkk. (2011). Pengaruh karakteristik demografi, klinis dan laboratorium pada neonatus dengan hiperbilirubin. Penelitian ini menggunakam desain penelitian dengan cara mengkaji data rekamedis neonatus yang memenuhi kriteria inklusi, tempat dilakukan penelitian di rumah sakit umum Dr. Saiful Anwar Malang. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemiametode penelitian yang akan di gunakan adalah pendekatan kohortretrospektifdengan desain case controldilakukan di RSUD dr. R. Goetheng taroenadibrata Purbalingga. Persamaan dengan penelitian Sulistijo dkk. (2011) dengan peneliti adalahsama-sama meneliti tentang neonatus dengan hiperbilirubinemia dan ada beberapa variabel yang sama.

  c. Ni Made Armawati (2010) Kejadian hiperbilirubinemia berdasarkan minuman bayi di ruang bayi

  RSUK PTPN. Desain penelitian ini adalah study perbandingan (comparative study) dengan pendekatan restropektif. Populasi pada penelitian ini adalah data sekunder dari semua bayi hiperbilirubinemia, serta semple penelitian ini menggunakan total populasi antara lain seluruh bayi baru lahir sejumlah 38 bayi. Hasil penelitian ini berdasarkan hasil hitung hipotesis nol (ho) di tolak, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil analisis terdapat perbedaan kejadian hiperbilirubinemia fisiologi berdasarkan pemberian minuman yaitu pemberian susu formula pada bayi lebih besar menyebabkankejadian hiperbilirubinemia dari pada bayi yang mendapat ASI.

  Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Ni Made Armawati (2010). Kejadian hiperbilirubinemia berdasarkan minuman bayi di ruang bayi RSUK PTPN. Penelitian ini menggunakam desain penelitian study perbandingan (comparative stdy) dengan pendekatan restropektif, tempat dilakukan penelitian di RSUK PTPN XII . Penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah faktor-faktor yang berperan pada kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemiametode penelitian yang akan di gunakan adalah desain case controldengan pendekatan kohort retrospektifdan dilakukan di RSUD dr. R. Goetheng taroenadibrata Purbalingga. Persamaan dengan penelitian Ni Made Armawati (2010) dengan peneliti adalah sama-sama meneliti tentang neonatus dengan hiperbilirubinemia,dan menggunakan ASI sebagai variable.