BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - DWI MELIYA PANDAWATI BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden kecelakaan merupakan penyebab utama orang mengalami

  fraktur dan bisa menyebabkan kematian lebih dari 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar kebanyakan adalah dewasa muda, remaja bahkan anak-anak (Lukman, 2009). Dari WHO mencatat di tahun 2011 terdapat sekitar 1,3 juta orang mengalami kecatatan fisik yang dialaminya dan 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan. Insiden kecelakaan tersebut menjadi salah satu prevalensi yang cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstremitas bawah 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi (Depkes RI, 2011).

  Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala yang umum yaitu nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman dan bersifat subjektif dimana hanya penderita yang dapat merasakannya. Untuk itu perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya mengontrol nyeri (Potter, 2005).

  Kemampuan pasien beradaptasi terhadap nyeri pasca operasi fraktur dipengaruhi oleh manajemen nyeri yang dilakukan oleh perawat. Pada umumnya manajemen nyeri dilakukan dengan pendekatan farmakologis dan non farmakologis (Smeltzer, 2008). Manajemen nyeri dengan farmakologis dengan diberikan analgetik narkotika dan non narkotika. Beberapa analgesik mempunyai efek negatif seperti mual muntah, depresi pernafasan, sedasi, dan ketergantungan (Sugai et al, 2013).

  Melihat dari beberapa efek samping obat tersebut maka strategi atau teknik non farmakologis untuk manajemen nyeri pasca operasi fraktur diperlukan untuk membantu pasien beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya. Manajemen nyeri non farmakologis dapat mengurangi efek emosional dari rasa sakit, meningkatkan penyesuaian dan membuat pasien percaya bahwa mereka dapat mengontrol rasa nyeri sehingga menurunkan nyeri tanpa tergantung obat-obatan analgetik.

  Menurut Black dan Hawks (2005), penatalaksanaan nyeri akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi non farmakologi. Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan yaitu aromaterapi. Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan bagi penikmatnya (Primadiati, 2002).

  Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak essensial atau uap dalam pelaksanaanya berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi dan spirit seseorang (Monahan, Sands, Neighbors, Marek, Green, 2007; Koensoemardiyah, 2009).

  Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Aromaterapi lemon merupakan jenis aromaterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah limonea yang banyak dibandingkan senyawa lainnya, membuat minyak lemon dapat berfungsi sebagai aromaterapi. Minyak lemon bermanfaat untuk menenangkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya, untuk meredakan sakit dan nyeri pada persendian, untuk meredakan sakit kepala (Wong, 2010).

  Penelitian yang dilakukan oleh Shin dan Lee (2007) tentang aromaterapi dengan uji coba terkontrol secara acak terhadap 30 pasien stroek dengan nyeri bahu hemiplegia. Masing-masing dibagi kedalam kelompok aromaterapi akupresur (n=15) dan kelompok akupresur (n=15). Kelompok aromaterapi menggunakan aromaterapi lavender,pappermint dan rosemary. Setiap sesi akupresur berlangsung 20 menit dan dilakukan dua kali sehari selama 2 minggu. Hasilnya skor nyeri menunjukkan bahwa akupresur aromaterapi memberikan efek yang positif (p<0,001) pada bahu hemiplegia yang nyeri, dibandingkan dengan akupresur saja pada pasien stroke.

  Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan di ruang rawat inap seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, terdapat data jumlah pasien dari bulan Januari sampai Desember pada tahun 2016 sejumlah 2033 orang. Pada bulan Juni sampai September tahun 2016 jumlah pasien di ruang rawat inap seruni terdapat 991 orang (Rekam Medik RSMS, 2016).

  Hasil survey penelitian tanggal 12 Oktober 2016, terdapat 22 pasien yang mengalami fraktur diruang rawat inap Seruni. Biasanya pada saat pasien merasakan nyeri, perawat memberikan terapi farmakologi atau obat analgetik untuk mengurangi rasa nyerinya. Untuk tindakan terapi nonfarmakologi menggunakan aromaterapi lemon belum digunakan diruangan dan untuk teknik yang digunakan diruangan hanya menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyerinya, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian terapi nonfarmakologi menggunakan aromaterapi lemon untuk mengurangi nyeri pada pasien.

  Berdasarkan studi pendahuluan diatas peneliti akan melakukan penelitian d engan judul “Efektifitas aromaterapi lemon terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di ruang rawat inap seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2017 ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang peneliti akan lakukan adalah Apakah aromaterapi lemon efektif terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di ruang rawat inap seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ? C.

   Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan aromaterapi lemon terhadap penurunan skala nyeri pada pasien fraktur di ruang rawat inap Seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui karakteristik responden di ruang rawat inap Seruni RSUD

  Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

  b. Mengetahui rata-rata intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lemon.

  c. Mengetahui efektifitas aromaterapi lemon terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di ruang rawat inap Seruni RSUD Prof. Dr.

  Margono Soekarjo Purwokerto.

D. Manfaat Bagi Peneliti

  1. Bagi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan kajian yang lebih mendalam tentang efektifitas aromaterapi wangi lemon atau sebagai bahan masukan (sumber informasi) dan bagi para mahasiswa-mahasiswa keperawatan untuk dijadikan materi dalam pelatihan menangani nyeri pasien fraktur.

  2. Bagi Rumah Sakit RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Penelitian ini diharapkan memberi masukan pada pelayanan kesehatan seperti di ruang rawat inap lainnya untuk menginformasikan tentang efektifitas aromaterapi lemon untuk menurunkan nyeri atau menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya.

  3. Bagi peneliti Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam lagi dan menambah pengetahuan, wawasan bagi peneliti tentang efektifitas aromaterapi lemon.

  4. Bagi Pasien Diharapkan dengan pemberian aromaterapi lemon pada pasien dengan fraktur yang mengalami nyeri dapat membantu pasien dalam menurunkan nyeri fraktur.

E. Penelitian Terkait

  1. Penelitian Prasetyo Ardhy Widagdo (2014) dengan judul pengaruh aromaterapi lemon dan relaksasi otot progresif terhadap penurunan intensitas mual muntah setelah kemoterapi pada pasien kanker payudara di rumah sakit Telogorejo Semarang. Hasil dengan wilcoxon aromaterapi lemon berpengaruh dalam menurunkan intensitas mual muntah (p=0,001), kelompok kontrol menggunakan uji dependent t-test nilai p=0,096.

  Persamaan penelitian Prasetyo Ardhy Widagdo dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang aromaterapi lemon, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah didalam penelitian Prasetyo Ardhy Widagdo meneliti tentang pengaruh aromaterapi lemon dan relaksasi otot progresif terhadap penurunan intensitas mual muntah setelah kemoterapi pada pasien kanker payudara di rumah sakit telogorejo semarang.

  2. Penelitian Fadhla Purwandari (2014) dengan judul efektifitas terapi aroma lemon terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post laparatomi di rumah sakit Awal Bros Pekanbaru dan rumah sakit Syafira. Hasil penelitian menunjukan adanya penurunan skala nyeri yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah menghirup aroma lemon dengan hasil uji statistik yaitu

  ρ=0,000, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi

  penurunan skala nyeri. Persamaan penelitian Fadhla Purwandari dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang aromaterapi lemon terhadap penurunan nyeri, perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada penelitian Fadhla Purwandari pada pasien post laparatomi dan penelitian ini yaitu pada pasien fraktur.

  3. Penelitian Siti Cholifah (2016) dengan judul pengaruh aromaterapi inhalasi lemon terhadap penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif. Hasil penelitian menunjukan karakteritik masing-masing kelompok adalah homogen dan sebanding, pada masing-masing variabel didapatkan nilai

  ρ

  > 0,05. Pada umunya sebelum diberikan aromaterapi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri dengan skala 8 (31,6% dan 47,4%) dan homogen nilai ρ 0,189>0,05. Persamaan dari penelitian Siti Cholifah dengan penelitian adalah sama- sama meneliti tentang aromaterapi lemon terhadap penurunan nyeri.

  Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian Siti Cholifah meneliti pada persalinan kala I fase aktif dan penelitian ini pada pasien fraktur.

  4. Penelitian Shin & Lee (2007) dengan judul Effect of aromatherapy on

  

hemiplegic shoulder pain and motor power pain : a pilot study. Hasil

  penelitian menunjukan bahwa akupresur aromaterapi memberikan efek positif (p<0,001) pada bahu hemiplegia yang nyeri, dibandingkan dengan akupresur saja pada pasien stroke. Persamaaan penelitian Shin & Lee dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang aromaterapi terhadap penurunan nyeri, perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada penelitian Shin & Lee pada bahu hemiplegia yang nyeri dan pasien stroke, menggunakan aromaterapi lavender, pappermint, dan rosemary.

  5. Penelitian Huang (2014) dengan judul the effectiveness of aromatherapy

  

with lavender essential oil in relieving post arthroscopy pain. Hasil

  penelitian menunjukkan bahwa aromaterapi dengan 2% botol kalung minyak essensial lavender efektif mengurangi rasa sakit untuk jangka panjang (72 jam) digunakan. Persamaan penelitian Huang dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang aromaterapi terhadap penurunan tingkat nyeri, sedangkan perbedaannya pada penelitian Huang dengan penelitian ini yaitu pada penelitian Huang hanya meneliti pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri.