BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Berbicara - Fajri Arianingsih BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Berbicara Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-

  gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya.

  Apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave dalam Tarigan, 1987: 15). Pembicara yang baik memberikan contoh yang dapat ditiru oleh pandengar yang baik (Tarigan, 1987: 15). berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan.

  Keadaan pengajaran berbicara, sejalan dengan keadaan pengajaran bahasa Indonesia, belum memuaskan. Keterampilan berbicara, dalam arti luas, para pelajar belum memadai. Kenyataan dalam diskusi, seminar ataupun ceramah menunjukkan bahwa sebagian besar pesertanya diam, kurang bersuara.

  7 Siswa harus dapat menuntut pelajarannya dituntut agar dapat berbicara. Siswa harus dapat menyatakan pernyataan. Siswa harus dapat mengutarakan keterampilan dalam berbagai hal melalui berbagai cara pula, antara lain melalui berbicara. Dengan melihat keterampilan berbicara seseorang kita dapat menduga tentang pribadi atau karakternya, perasaannya, tingkat pendidikannya, kemampuannya dan daerah asalnya (Arsyad, 1998: 7).

  Tarigan (1987: 3-4) mengatakan bahwa secara linguis berbicara adalah “speaking is language” yang artinya berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebut kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. “Berbicara sudah barang tentu erat berhubungan dengan perkembangan kosakata yang diperoleh oleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan membaca”. Kebelum- matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan berbahasa. Keterampilan diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan berbahasa yang lain (Greene dan Petty, dalam Tarigan 1987 : 4).

2. Persiapan dalam Berbicara

  Ada tiga hal yang harus dipersiapkan sebelum orang berbicara, yaitu persiapan diri, persiapan materi, persiapan pendukung. Persiapan diri berkaitan dengan kondisi jasmani dan rohani pembicara, persiapan materi berkaitan dengan materi yang akan disampaikan, dan persiapan pendukung mencangkupi persiapan ilmu, persiapan vokal dan persiapan bahasa.

  Tarigan ( 2007 : 6) menyebut ciri-ciri pembicara yang ideal adalah: a. mampu memilih topik yang tepat b. menguasai materi c. memahami latar belakang pendengar d. memahami situasi e. merumuskan tujuan yang jelas f. menjalin kontak dengan pendengar g. memiliki kemampuan linguistik h. menguasai pendengar i. memanfaatkan alat bantu j. meyakinkan dalam penampilan k. mempunyai rencana.

3. Tujuan Berbicara

  Sebelum seseorang dapat menceritakan sesuatu yang telah disimak, maka terlebih dahulu harus mengerti sesuatu yang didengar atau dilihat, dalam uraian ini akan dijelaskan bagaimana seseorang menceritakan sesuatu dengan baik dan benar (Tarigan 1987 : 2) bahwa “tujuan akhir pengajaran bahasa ialah agar siswa terampil berbicara, terampil membaca dan terampil menulis”.

  Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan fisik. Psikologis dan linguistik, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Maka berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi- bunyi atau kata- kata. Berbicara adalah alat untuk mengkomunikasikan gagasan- gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasannya; dan apakah dia antusias atau tidak (Mulgrave dalam Tarigan, 1987 : 15).

4. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

  Pendapat Arsjad (1988 : 20) bahwa ada dua faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara yakni faktor kebahasaan dan faktor non kebasaan, yaitu : a.

  Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara Yang termasuk faktor kebahasaan antara lain :

  1) Ketepatan ucapan

  Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi- bunyi bahasa yang tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. 2)

  Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi Keserasian tekanan, nada, sendi dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang- kadang faktor penentu.

  Jika penyampaiannya biasa saja, maka dapat dipastikan menimbulkan kejenuan.

  3) Pilihan kata diksi

  Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran.

  Pemilihan kata harus kita sesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara.

  4) Ketepatan sasaran pembicaraan

  Hal ini menyangkut pemakaian kalimat efektif. Kalimat yang mengenai sasaran akan memudahkan pendengar menerima pembicaraannya.

  b.

  Faktor Nonkebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara Yang termasuk faktor nonkebahasaan antara lain : 1)

  Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku Dengan penguasaan materi yang baik setidaknya akan dapat menghilangkan kegugupan dan pembicara dapat bersikap wajar, tenang dan santai. 2)

  Pandangan harus diarahkan ke lawan bicara Pandangan yang tertuju pada satu arah saja akan menimbulkan pendengar kurang memperhatikan. Untuk itu pendengar dan pembicara saling berkaitan dalam kegiatan berbicara. 3)

  Kesediaan menghargai pendapat orang lain Hendaknya dalam pembicaraan harus dapat memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat orang lain, bersedia menerima kritik dan bersedia diubah pendapat bila ada perbedaan pendapatnya, kalau pendapat itu betul- betul benar.

  4) Gerak-Gerik mimik yang tepat

  Hal ini menunjang keefektifan berbicara yang dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.

  5) Kenyaringan suara

  Tingkat kenyaringan disesuaikan dengan situasi, tempat dan jumlah pendengar. Harus ada pengaturan kenyaringan suara supaya dapat didengarnya. 6)

  Kelancaran Bila seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan penerimaan isi pembicaraannya.

  7) Relevansi atau penalaran

  Gagasan demi gagasan harus berhubungan secara logis. Dengan begitu bagian dalam kalimat karena hubungan kalimat dengan kalimat harus berhubungan dengan pokok pembicaraan. 8)

  Pengusaan topik Tujuan pengusaan topik untuk menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik sangat penting sebagai faktor utama dalam berbicara.

5. Hubungan Antara Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa yang Lain

  Berbicara dengan keterampilan berbahasa antara hubungan bahasa yang lain (Brooks dalam Tarigan, 1987 : 4) yaitu hubungan antara berbicara dengan menbaca, dan hubungan antara ekspresi lisan serta ekspresi tulis. Hubungan antara keterampilan berbicara dengan berbahasa yang lain: a.

  Hubungan antara berbicara dengan menyimak Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung merupakan komunikasi tatap muka. Hal yang memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dengan menyimak adalah sebagai berikut:

1) Ujaran biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru.

  Oleh karena itu contoh atau model yang disimak atau direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara. 2)

  Kata-kata yang akan dipakai dan dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang yang mereka temui, misalnya kehidupan desa dan kota serta kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka. 3)

  Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, misalnya ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat. 4)

  Anak yang lebih muda lebih cepat memahami kalimat- kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkan. 5)

  Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang. 6)

  Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik. 7)

  Berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.

  b.

  Hubungan antara berbicara dengan membaca Berbicara dan menulis merupakan keterampilan ekspresif dan produktif. Dalam kegiatan berbicara maupun membaca pengorganisasian pikiran sangat penting. Pengorganisasian pikiran lebih penting dalam membaca karena yang didapat dan direkam diorganisasikan dalam pola pikir yang kemudian dituangkan dalam bahasa lisan melalui berbicara. Hubungan antara bidang kegiatan lisan dan membaca telah dapat diketahui dari beberapa telah penelitian antara lain :

  1) Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa yang lain.

  2) Kalau pada tahun-tahun awal sekolah lanjutan membentuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka seperti kesadaran linguistik mereka terhadap istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan efektif serta penggunaan kata-kata yang tepat.

  3) Kosa kata khusus dalam bahan bacaan harus diajarkan secara langsung agar mereka memahami makna sebelum mereka mulai membacanya.

  c.

  Hubungan antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis Hubungan antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis mempunyai hubungan yang sangat erat dan mempunyai banyak persamaan antara lain:

  1) Anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis kosa kata, pola-pola kalimat, dan organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.

  2) Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman.Bila seorang anak harus menuliskan suatu uraian dan menjelaskan suatu proses ataupun melaporkan suatu kejadian.

  Pengalaman menunjukkan bahwa meningkatkan ekspresi lisan para individu berarti meningkatkan daya pikir mereka. Ekspresi lisan memang sangat perlu dan harus dilakukan agar guru dapat membimbing para individu ke arah kebiasaan berpikir yang tepat dan logis.

  Menyimak dan membaca erat berhubungan dalam berbagai hal karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan karena keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya keempat keterampilan tersebut sering berhubungan satu sama lain meskipun masing-masing memiliki ciri tertentu. Oleh karena adanya hubungan yang erat ini, maka pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan keteramilan yang lain. Dalam komunikasi semua aspek keterampilan berbahasa yang cukup luas akan dapat mengungkapkan maksudnya dan memahami maksud orang lain dengan mudah.

6. Metode dan Teknik Pembelajaran Berbicara

  Metode pengajaran bahasa ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru.

  Dalam interaksi guru berperan sebagai pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima. Proses interaksi akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karena, metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa (Sudjana, 1989: 76).

  Teknik pembelajaran berbicara (Tarigan, 1986: 43) suatu teknik pengajaran keterampilan berbahasa dapat dikatakan baik bila teknik pengajaran yaitu : a.

  Memikat, menantang atau merangsang siswa untuk belajar. b.

  Memberikan kesempatan yang luas serta mengaktifkan siswa secara mental dan fisik dalam belajar. Keaktifan dapat berwujud latihan, praktek dan mencoba melaksanakan sesuatu.

  c.

  Tidak menuntut peralatan yang rumit dan mahal.

  d.

  Mengembangkan penampilan siswa secara individu e. Mengembangkan pemahaman terhadap materi pelajaran.

  Dalam membaca cerpen siswa dilatih berbicara jelas, intonasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai pendengar dan berperilaku menarik. Pada awalnya siswa disuruh memilih topik yang menarik lalu memahami isi bacaannya kemudian membacakan kembali di depan kelas Tarigan, 1986: 11).

  Metode membaca cerpen yang akan peneliti gunakan adalah dengan keterampilan siswa berbicara. Guru menyediakan bahan bacaan yang agak panjang. Bahan itu diberikan kepada siswa untuk dibaca dan dipahami. Kemudian siswa disuruh membaca kembali isi bacaan yang dibacanya dengan kata-kata siswa sendiri.

  Siswa dinyatakan telah memahami isi bacaan dalam penilaian berbicara di kelas adalah setelah siswa membaca cerpen, siswa dapat menyebutkan: a.

  Kata Kunci Suatu bacaan yang panjang diutarakan kembali dengan bantuan sejumlah kata kunci yang dapat dalam bacaan.harus tepat memilih kata mana yang merupakan kata kunci.

  b.

  Kalimat topik Suatu bacaan yang panjang dapat disingkat dengan cara mengambil kalimat topik setiap paragraf.

7. Media pembelajaran

  1. Pengertian media Suparno (1988:2) menjelaskan media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan

  (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Dalam dunia pengajaran, pada umumnya pesan atau informasi tersebut berasal dari sumber informasi, yakni guru; sedangkan sebagai penerimanya adalah siswa. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut sejumlah kemampuan yang dikuasai oleh siswa.

  Oleh Bloom, kemampuan-kemampuan tersebut dikelompokkan menjadi tiga ranah (domain) yang kemudian yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom” yakni ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif meliputi kemampuan-kemampuan yang bersifat intelektual. Ranah afektif mencakup kemampuan-kemampuan yang berkenaan dengan rasa, sikap, dan tingkah laku. Ranah psikomotorik mencakup kemampuan-kemampuan yang bersifat jasmaniah atau keteramilan fisik. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikomunikasikan melalui berbagai saluran, yaitu saluran penglihatan (visual), saluran pendengaran (audio), saluran penglihatan dan pendengaran (audio-visual), saluran perasaan (sense), dan saluran yang berwujud penampilan (performance).

  Media sebagai komponen sumber belajar yang dapat merangsang siswa utuk belajar (Gagne dalam Sukartawi 1995:72).

  Sependapat dengan itu, Yusuf Hadi (Sukartawi 1995: 72) mengatakan; media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri siwa

  Pendapat dari Gagne dan Yusuf Hadi dapat disetarakan oleh Sukartawi (1995:72) bahwa media pembelajaran adalah alat bantu, baik berupa alat-alat elektronik, gambar, alat peraga, buku, dan lain- lain yang digunakan untuk menyalurkan isi bahan ajar kepada siswa. Adapun media majalah termasuk jenis buku atau media cetak yang dapat dijadikan sebagai alat peraga pendidikan.

  2. Jenis-jenis Media Ada beberapa jenis media pengajaran yang bisa digunakan dalam proses pengajaran (Sudjana, 2002: 27-69) yaitu: media grafis atau dua dimensi, gambar fotografi, media proyeksi, media audio, media tiga dimensi, dan lingkungan sebagai media pengajaran.

  Webster mendefinisikan Graphics sebagai seni atau ilmu menggambar, terutama penggambaran mekanik. Dalam pengertian media visual, istilah Graphics Materials mempunyai arti lebih luas, bukan hanya sekedar menggambar. Dalam bahasa Yunani, graphikos mengandung pengertian melukiskan atau menggambarkan garis-garis. Sebagai kata sifat, graphics diartikan sebagai penjelasan yang hidup, uraian yang kuat, atau penyajian yang efektif. Definisi tersebut dipadukan dengan pengertian praktis, maka grafis sebagai media, dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan kata-kata dan gambar.

  Bagan didefinisikan sebagai kombinasi antara media grafis dan gambar foto yang dirancang untuk memvisualisasikan secara logis dan teratur mengenai fakta pokok atau gagasan. Fungsi utama dari bagan adalah untuk menunjukkan hubungan, perbandingan, jumlah relatif, perkembangan, proses, klasifikasi dan organisasi. Diagram adalah suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal balik terutama dengan garis-garis. Grafik didefinisikan sebagai penyajian data berangka. Grafik merupakan keterpaduan yang lebih menarik dari sejumlah tabulasi data yang tersusun dengan baik. Poster didefinisikan sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti di dalam ingatan.

  Sudjana (2002: 70-95) mengatakan bahwa gambar fotografi merupakan salah satu media pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran. Hal itu disebabkan kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.

  Sudjana (2002: 129-155) menjelaskan pengertian media audio untuk pengajaran, dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita suara atau piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga terjadi proses belajar-mengajar. Pengembangan media audio sama halnya dengan pengembangan media halnya, yang secara garis besar meliputi kegiatan perencanaan, produksi dan evaluasi.

  Lingkungan sebagai media pengajaran ini para siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan (Sudjana, 2002: 208-217).

8. Media Majalah a. Perkembangan Media Cetak

  Majalah dapat dikategorikan sebagai media cetak. Sejarah media cetak dapat diterangkan sebagai berikut: Dalam dunia pendidikan dikenal adanya empat perkembangan besar sepanjang sejarah perkembangannya. Perkembangan besar pertama terjadi ketika dalam masyarakat tumbuh suatu profesi baru yang disebut guru. Guru memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan sebagai pengganti orang tua sendiri sebagai pendidik anak. Perkembangan ini merupakan pergeseran dari pendidikan di rumah ke arah pendidikan di sekolah yang diselenggarakan secara formal.

  Perkembangan besar kedua terjadi dengan dipakainya bahasa tulisan di samping bahasa lisan dalam menyajikan pengajaran.

  Perkembangan besar ketiga ialah ditemukannya teknik pencetakan serta diikuti dengan tersedianya buku dalam jumlah besar. Perkembangan keempat terjadi dengan mulai masuknya teknologi dengan produk berupa alat mekanik, optik dan elektronik. Keempat perkembangan inilah yang oleh Eric Ashby disebut “The Fourth Revolutions” dalam dunia pendidikan.

  Khusus dalam bidang pencetakan, yaitu dengan ditemukannya alat pencetak oleh Johan Gutenberg tahun 1456, kemudian berkembanglah berbagai produk alat pencetak yang semakin modern dan efektif penggunaannya diakses pada tanggal 23 Juli 2010).

b. Pengertian Majalah

  Salah satu bentuk media cetak adalah majalah. Majalah merupakan media komunikasi massa dalam bentuk cetakan yang tidak perlu diragukan lagi peranan dan pengaruhnya terhadap masyarakat pada umumnya. Majalah (magazines) ditinjau dari segi isinya dapat dibedakan menjadi majalah umum dan majalah khusus.

  Beberapa hal yang dapat dipelajari anak melalui majalah antara lain: a.

  Dapat mempelajari bahan-bahan bacaan yang hangat dan masalah- masalah aktual.

  b.

  Mendapatkan data kejadian mutakhir tentang hal-hal yang sedang menjadi cerpen yang menarik perhatian kalayak ramai.

  c.

  Bermanfaat sebagai sarana belajar menulis artikel, gagasan atau opini yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

  d.

  Memperkaya perbendaharaan pengetahuan, baik masalah-masalah lokal, regional maupun internasional.

  e.

  Bahan membuat kliping dan dapat digunakan sebagai bahan untuk display di papan tempel (majalah dinding). f.

  Meningkatkan kemampuan membaca kritis dan ketrampilan dalam berdiskusi diakses pada tanggal 23 Juli 2010).

c. Memanfaatkan Majalah Dalam Proses Pembelajaran

  Agar majalah dapat dimanfaatkan secara efisien oleh siswa pembacanya, maka guru perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut: a.

  Berilah motivasi kepada anak, bahwa membaca surat kabar dan majalah bukanlah merupakan pemborosan waktu, tetapi banyak manfaat yang akan diperoleh darinya.

  b.

  Berilah tugas-tugas yang memungkinkan anak mencari bahan bacaan dari sumber surat kabar dan majalah.

  c.

  Tampilkan kliping-kliping buatan siswa yang bagus, agar menarik minat siswa yang lain untuk membuatnya.

  d.

  Adakan diskusi dan pemecahan masalah dengan topik yang diambil dari surat kabar dan majalah.

  e.

  Berilah penilaian dan penghargaan yang wajar terhadap siswa yang telah berkarya, baik menulis artikel, menampilkan display, maupun yang membuat kliping surat kabar dan majalah diakses pada tanggal 23 Juli 2010).

B. Kerangka Berfikir

  Hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah metode atau teknik yang digunakan. Supaya hasil belajar siswa tercapai dengan baik maka digunakan suatu cara dalam kegiatan belajar yaitu menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat dan bervariasi agar siswa tidak akan bosan belajar.

  Salah satu teknik pembelajaran yang digunakan adalah teknik keterampilan berbicara melalui media majalah merupakan pengajaran yang menyenangkan.

  Berdasarkan landasan teori yang diuraikan di atas, peneliti akan menerapkan teknik membaca cerpen untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Rakit, bahwa dalam penerapan teknik tersebut siswa dapat aktif berbicara yang baik dan menyenangkan sehingga prestasi dan keterampilan berbicara siswa meningkat.

C. Hipotesis

  Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

  1. Penggunaan teknik menceritakan kembali isi cerpen dari majalah dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas VIII G SMP NEGERI 2 Rakit pada kompetensi dasar “keterampilan berbicara” pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

  2. Penggunaan teknik menceritakan kembali isi cerpen dari majalah dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas VIII G SMP NEGERI 2 Rakit pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.