BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Lahir Nurul Machmudha BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gagal Ginjal Kronik adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun

  secara bertahap. Indonesia Renal Registry mendefinisikan gagal ginjal kronis sebagai kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan jaringan, komposisi darah dan urine atau tes pencitraan ginjal, yang dialami lebih dari tiga bulan (Indonesia Kidney Care Club, 2017). Menurut Syamsir A dan Iwan H (2016), gagal ginjal kronik adalah penyimpangan progresif, ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia. Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit tahap akhir yang sangat progresif dan irreversibel dimana gagalnya kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer. C, Suzanne, 2001; Padali, 2012).

  Banyak upaya dilakukan untuk mengatasi masalah GGK antara lain seperti mengatur pola makan, transplantasi ginjal, peritonieal dialisis, dan hemodialisis. Penderita GGK lebih memilih terapi hemodialsis sebagai terapi pengganti ginjal untuk meningkatkan kualitas hidupnya (Theofilou; Khalil; Anin 2014).

  1

  2 Secara global menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 50 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis) 1,5 juta orang (WHO, 2014).

  Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan baik pada pasien baru ataupun pasien yang aktif melakukan hemodialisis. Menurut Indonesia Renal Registry (2015), pada tahun 2013 terdapat 15.128 pasien baru dan 9.396 pasien aktif, tahun 2014 terdapat 17.193 pasien baru dan pasien aktif berjumlah 11.689 tahun 2015 masih mengalami peningkatan yaitu jumlah pasien baru menjadi 21.050 dan pasien aktif menjadi 30.554. Pasien baru merupakan pasien yang pertama kali menjalani dialisis pada tahun 2015, sedangkan pasien aktif merupakan seluruh pasien yang masih mengikuti hemodialisis rutin terhitung hingga tanggal 31 Desember 2015 (Indonesia Renal Registry, 2015). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara jumlah pasien aktif dan pasien baru, jumlah pasien aktif lebih banyak daripada pasien baru. Hal ini menandakan bahwa pasien yang dapat menjalani hemodialisis lebih banyak, yaitu sekitar 30.554 orang.

  Yayasan Peduli Ginjal atau Yagudi mengutarakan saat ini di Indonesia terdapat 40.000 penderita gagal ginjal kronik (GGK). Namun dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3.000 penderita yang biasa menikmati pelayanan cuci darah atau hemodialisa (Yagudi, 2014).

  Hemodialisis di Provinsi Jawa Tengah menduduki urutan ke tiga setelah Propinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, dengan 69.145 dengan tindakan hemodialisis rutin (Indonesia Renal Registry, 2015). Saat ini di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo, telah dilengkapi dengan 30 mesin Hemodialisis. Pelayanan hemodialisa tersebut mencakup penduduk Jawa Tengah bagian barat dengan jumlah prosedur hingga di atas 14.500 tindakan HD per tahun. Setiap bulan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat melayani pasien yang membutuhkan Hemodialisis baik rawat Inap maupun rawat jalan hingga diatas 200 pasien (RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, 2016). Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan menunjukan kunjungan pasien dengan hemodialisis dari januari hingga desember 2017 menembus angka 13.606 kunjungan.

  Hemodialisa adalah suatu alternatif terapi bagi penderita gagal ginjal kronik yang membutuhkan biaya besar serta hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air, dan elektrolit, antara darah pasien dengan dialisat melalui membran semipermeabel yang bertindak sebagai ginjal buatan (dializer). Mesin hemodialisis membantu dalam mengambil alih fungsi ginjal. Pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi hal ini masih di bawah standar durasi tindakan HD yang sebaiknya 5 jam (Indonesia Renal Registry, 2015).

  Terapi hemodialisis akan berlangsung terus menerus selama hidup dan dengan waktu yang begitu panjang memungkinkan munculnya komplikasi intradialisis.

  Komplikasi intradialisis adalah komplikasi yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisa. Menurut Barkan, et al.,(2006) komplikasi yang umum dialami pasien hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual, muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, demam, menggigil, aritmia dan emboli udara. Menurut Gulsum dan Suku (2011), komplikasi intradialisis adalah gejala abnormal yang merupakan efek dari proses dialisis berupa komplikasi kardiovaskular; Hipotensi, Hipertensi, Aritmia, Pericardial

  

effussion dan sakit dada. Komplikasi Neurologis; Sindrom disquilibrum

accident serebrovaskular, perubahan kesadarandan sakit kepala. Komplikasi

  lainnya yaitu terkait penggunan terapi antikoagulan. Heparin terkait trombpsitopenia, perdarahan diathesis, kelainan elektroitdan yang lainnya yaitu mual, muntah dan gatal.

  Hasil penelitian Vincent, Lawrence, dan Daniel pada tahun 2015, bahwa adanya variasi pada nilai SpO

  2 dan Heart Rate pada 68 pasien

  hemodialisa dengan End Stage Renal Disease (ESRD) yang diprediksi timbul terhadap kejadian hipotensi intradialisis. Hal ini menandakan penting adanya observasi terhadap pasien dengan hemodialisis. Observasi terhadap pasien dengan hemodialisis dimaksudkan untuk memonitor dan mengurangi timbulnya komplikasi intradialisis.

  Menurut Hidayat (2007), saturasi oksigen merupakan gambaran presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, kisaran nilai normal saturasi oksigen adalah antara 95

  • –100%. Kemudian hemoglobin tersebut terdeoksigenasi atau telah terjadinya proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh. Sedangkan heart rate atau laju jantung merupakan jumlah denyut dari suatu jantung selama satu menit, biasanya direpresentasikan sebagai bpm (beats per minute). Normalnya denyut jantung orang dewasa berkisar antara 60
  • – 100 x/menit. Pengukuran saturasi oksigen dan heart rate dapat dilakukan dengan beberapa teknik salah satunya yaitu dengan menggunakan pulse oksimetri. Pulse oksimetri merupakan suatu metode non invasive yang berfungsi untuk memonitoring saturasi oksigen (SpO ) dari hemoglobin, selain itu juga ditampilkan

  2

  representasi nilai denyut jantung. Pulse oksimetri bekerja dengan cara ditempelkan di bagian tertentu ditubuh pasien seperti telinga, jari tangan atau kaki yang selanjutnya akan mentransmisikan sinar melalui pembuluh darah pasien.

  Berdasarkan literatur yang diperoleh, beberapa pasien yang sering mengalami episode hipotensi pada saat hemodialisis memerlukan intervensi lebih lanjut, penghentian sementara pengangkatan cairan algoritma fusi data menunjukkan bahwa ada pengurangan SpO dan ketidakmampuan dalam

  2

  kompensasi jantung untuk mengembalikan tekanan darah ke keadaan normal (Sutherland, et al, 2010). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian Vincent,

  et al ., (2015) bahwa kadar saturasi oksigen dan nilai tekanan darah dapat

  memprediksi terjadinya hipotensi interdialisis. Interval RR yang dicatat oleh HR monitor (dengan laju sampling 1000 Hz) menunjukan standar deviasi dari semua interval RR normal (SDNN) meningkat 60-90 menit setelah dilakukan hemodialisis dibandingkan dengan pra-hemodialisis, hal itu menandakan bahwa hemodialisis akut meningkatkan HRV (Sidney et al., 2015). Pada penelitian Diroll (2014), menyimpulkan bahwasanya hipoksia yang terjadi pada hipotensi intradialisis dipengaruhi oleh cardiac output yang terdiri dari tekanan darah dan heart rate. Sedangkan pada literatur lainnya menyebutkan bahwa adanya hubungan kejadian komplikasi interdialisis dengan nilai saturasi oksigen (Usep & Suparti, 2017).

  Besarnya prevelensi GGK merupakan salah satu alasan pentingnya penelitian lanjutan mengenai komplikasi intradialisis. Penelitian sebelumnya membahas kejadian intradialisis dengan berpacu hanya pada pada nilai saturasi oksigen (SpO

  2 ). Sedangkan pada penelitian ini akan melihat dari 2

  varian nilai, yaitu nilai SpO beserta heart rate pasien ketika sedang dalam

  2

  terapi hemodialisis. Berdasarkan uraian diatas prevelensi gagal ginjal kronik beserta hemodialisis, peneliti tertarik untuk melihat variasi nilai SpO dan

  2

  heart rate terhadap kejadian komplikasi intradialis pada pasien hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo.

B. RUMUSAN MASALAH

  Hemodialisis merupakan suatu prosedur alternatif yang cukup efektif, namun proses hemodialisa dapat menimbulkan beberapa efek negatif, efek tersebut sering disebut dengan komplikasi intradialisis, yang diantaranya terjadi hipotensi, hipertensi mual muntah, pusing dan nyeri dada. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi bahwa mungkin adanya variasi nilai SpO

  2 dan Heart Rate pada pasien dengan Hemodialisis terhadap

  a. Mengetahui berbagai karakteristik pasien yang mengalami komplikasi Intrasialisis

  komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis

  2 terhadap kejadian

  c. Diketahui adanya hubungan variasi nilai SpO

  komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis

  2 dan Heart Rate terhadap kejadian

  b. Diketahui adanya variasi nilai SpO

  2. Tujuan khusus

  terjadinya komplikasi intradialisis, maka rumusan masalahnya yaitu adakah variasi nilai SpO

  dan Heart Rate terhadap kejadian komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo

  2

  1. Tujuan Umum Untuk mengetahui variasi nilai SpO

   TUJUAN

  Margono Soekarjo C.

  dan Heart Rate terhadap kejadian komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr.

  2

  d. Diketahui adanya hubungan variasi nilai Heart Rate terhadap kejadian komplikasi heart rate e. Mengidentifikasi komplikasi intradialisis pada pasien hemodialisis

  D. MANFAAT

  1. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan dan pengembangan ilmu mengenai variasi nilai SpO

  2 dan Heart Rate terhadap kejadian komplikasi intradialisis pada

  pasien dengan hemodialisis yang akan menjadi rujukan penelitian selanjutnya.

  2. Bagi ilmu pengetahuan Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan referensi untuk mengatasi masalah seputar komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialysis.

  3. Instansi terkait Memberikan kontribusi penelitian mengenai komplikasi intradialisis pada pasien dengan hemodialisis

  4. Masyarakat Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengenali tanda gejala adanya komplikasi intradialisis dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

  E. PENELITIAN TERKAIT 1. Usep Munawar (2017)

  Dengan judul penelitian Hubungan Kejadian Komplikasi Intradialisis dengan Nilai Saturasi Oksigen (SpO

  2 ) Pada Pasien yang

  Menjalani Hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Rancangan penelitian dengan metode Analitik Observasional dengan pendekatan cross

  

sectional . Sampel penelitian ini adalah pasien yang menjalani tindakan

  hemodialisis sebanyak 60 orang dengan teknik accidental sampling, analisa data menggunakan analisa product moment. Hasilnnya adalah 20 responden (33,3%) tidak mengalami komplikasi sedangkan 40 respnden (66,70%) rata-rata mengalami 1 komplikasi. Selebihnya 2 dan 3 komplikasi, namun terdapat 1 responden yang mengalami 4 komplikasi.

  Variasi nilai saturasi oksigen pada responden yang tidak mengalami komplikasi adalah 97,7, dan responden yang mengalami komplikasi yaitu 1 komplikasi 97,3, 2 komplikasi 97,2, 3 komplikasi 95,5, 4 komplikasi 95,4. Ada hubungan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi oksigen (SpO

  2 ) pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD

  -value sebesar Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan nilai 0,0001. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan kejadian komplikasi intradialisis dengan nilai saturasi (SpO

  2 ) pada pasien yang

  menjalani terapi hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Semakin banyak komplikasi yang dialami semakin turun nilai saturasi oksigen.

2. Meyliza Esha Putri, 2014

  Dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Intradialisis Hipotensi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis. teknis penelitian ini adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian yaitu pasien yang sesuai kritesia inklusi yang menjalani hemodialisa di unit hemodialisa RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 2 Juni – 14 Juni 2014. Teknik pengambilan sampel adalah Purposive Sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 39 responden. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar observasi dan instrumen lain yaitu berupa

  sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darah dan monitor mesin

  hemodialisa untuk melihat laju ultrafiltrasi. Analisa data secara univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil analisis menunjukkan dua variabel tidak terdapat hubungan dengan hipotensi intradialisis yaitu usia dan jenis kelamin (p value > 0,005) dan variabel ultrafiltrasi rate ada hubungan dengan hipotensi intradialisis ( p value < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa adanya hipotensi intadialisis pada pasien yang barumenjalani hemodialisa.

3. Sutherland et al., (2010)

  Dengan judul penelitian Integrated Vital Sign Monitoring of . Rancangan penelitian yaitu

  Haemodialysis Patients: Pilot Study

  mengguanakan analisis ilustrasi dengan teknik potential utility dari 40 pasien yang aktif hemodialisis selama 6 bulan, dibagi menjadi 2 kelompok dan masing-masing mempunyai 4 kali sesi dialisis. Dari data yang diperoleh pasien mengalami ketidaknormalan tanda tanda vital ketika menjalankan hemodialisis. Hal ini menjadi acuan bahwa pentingnya mengidentifikasi sakit pasien melalui pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum dilakukannya proses hemodialisis. Hasilnya yaitu analisis lanjutan menggunakan EKG menunjukan terjadinya sinus rhythm dan

  

pulse rate dalam batas normal. Fenomena ini sering terkait dengan

  kejadian hipotensi yang di sertai dengan penurunan saturasi oksigen, hal ini diakibatkan karena adanya kejenuhan oksigen di awal melakukan terapi dialisis. Pada jam akhir hemodialisis pasien mengalami sedikit gangguan psikologis namun hal ini membuat kondisi pasien menjadi stabil.

  Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya variasi pulse rate yang signifikan dan terjadinya ketidakstabilan akibat adanya kecenderungan terjaidnya dekompensasi intradialitik. Hal itu dapat menjadi parameter perubahan tanda-tanda vital saat menjalani hemodialisis.