BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Latif Susanto BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sekolah merupakan salah satu tempat untuk menimba ilmu

  pengetahuan dan sebagai salah satu wadah untuk mengembangkan kemampuan maupun kreativitas seorang siswa, diharapkan dalam proses belajar dan mengajar di dalam kelas terjadinya simbiosis mutualisme yang menguntungkan antara siswa yang satu dan yang lainnya maupun antara guru dan siswa, sehingga hasil dari belajar dapat tercapai secara maksimal sesuai yang diharapkan. Seorang siswa juga diharapkan dapat menjalin hubungan yang baik antara teman yang satu dengan yang lainya, sehingga dalam proses belajar mengajar akan mudah terciptanya kenyamanan dan keamanan yang akan membantu proses belajar seorang siswa. Pada kenyataannya setiap sekolah yang ada di Indonesia belum bisa menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman sebagai pendukung proses belajar bagi para siswanya, hal ini karena masih adanya perilaku kenakalan yang belum bisa diatasi oleh setiap pihak sekolah.

  Manusia sejak awal hingga sekarang, selalu mengalami perubahan- perubahan, baik pada perubahan fisik jasmaniah, maupun mentalnya, baik perubahan positif maupun negatif. Perubahan-perubahan tersebut tidak lain merupakan hasil dari karya rasa, cipta, dan karsa manusia yang selalu berkembang dan berjalan seiring bergulirnya waktu. Perubahan perilaku yang bersifat negatif dari masyarakat sebagai dampak dari pembangunan

  1 dapat dilihat antara lain dengan gaya hidup yang glamour, pergaulan bebas, hedonistik yang semuanya diekspresikan sesuai dengan tingkat intelektualitas dan kelas sosialnya masing-masing. Remaja misalnya, yang merupakan bagian dari masyarakat adalah komunitas yang paling rentan dalam menerima perubahan-perubahan tersebut. Karena pada masa itu adalah masa memasuki fase pencarian jati diri. Pencarian jati dirinya mereka mengekspresikan dengan berbagai cara dan gaya, ingin selalu tampil beda dan menarik perhatian orang lain. Fase ini jika tidak diimbangi dengan kokohnya benteng moral dan agama, maka sudah pasti bisa diduga arah jalan kehidupannya. Demikian halnya, bahwa peran dan tanggung jawab semua komponen bangsa dibutuhkan sebagai perwujudan kepedulian dan tindakan pencegahan terhadap semua itu. Pendidikan agama terhadap anak dalam menghadapi masa perkembangan dan pertumbuhan remaja dan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya.

  Kebutuhan remaja terkadang tidak dapat dipenuhi bila berhadapan dengan spiritual atau agama. Hal itu terlihat saat remaja berhadapan dengan berbagai situasi seperti film yang menayangkan pakaian seronok, buku atau majalah yang berisi gambar yang tidak sesuai dengan kaidah pembelajaran, dan pendalaman tentang nilai-nilai spiritual atau agama, akhlak dan sosial terutama didapatkan dari orang tuanya untuk membantu melawan pengaruh dan dorongan buruk atau negatif. Remaja yang kurang memahami dan mempunyai spiritual yang tidak kuat akan menjadi mudah terjerumus ke dalam hal-hal negatif seperti perilaku kenakalan (Daradjat, 2000).

  Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Hamid, 1999).

  Indonesia pada tahun 2006, 37,7% anak-anak usia 12-15 tahun sudah membakar rokok, bahkan 3 dari 10 pelajar SMP di indonsia (30,9%) mulai merokok sebelum usia 10 tahun. 70% siswa SMP dan SMU di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya sendiri. 20% dari 4 juta pengguna narkoba di seluruh Indonesia adalah remaja (Amelia, 2013). Survei tahun 2005 di Indonesia menunjukan 40%- 45% remaja antara 14-24 tahun menyatakan secara terbuka bahwa mereka telah berhubungan seks pranikah (Misbahol, 2010).

  Sampai saat ini, praktik kenakalan masih terjadi di lingkungan pendidikan dalam berbagai bentuk; fisik, psikis, merusak fasilitas sarana prasekolah, nongkrong di warnet atau mall, hingga tindakan asusila dengan kuantitas dan kualitas yang sangat memprihatinkan. Kenakalan Wakil Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Herlina (2012) mengatakan ini terjadi kasus kenakalan terhadap anak di sekolah hingga lebih dari 10 %. Kasus kenakalan di sekolah juga terjadi merata hampir di seluruh wilayah di Indonesia.

  Perilaku kenakalan tidak hanya terjadi di kota-kota metropolitan saja tapi juga di daerah kota yang sedang mengalami perkembangan ekonomi.

  SMK (X) Purbalingga merupakan salah satu contoh dari beberapa Sekolah Menengah Kejuruan yang terletak di daerah Purbalingga dengan perilaku kenakalan yang dilakukan oleh siswa di sekolah. Perilaku siswa di SMK (X) Purbalingga dapat dilihat dari data AKPS (Angka Kredit Pelanggaran Siswa) yaitu untuk mengetahui sejauh mana untuk tingkat kenakalan siswa melakukan pelanggaran di sekolah. Berdasarkan dari data Guru BP bentuk-bentuk pelanggaran tersebut sebagian besar adalah tidak masuk sekolah tanpa izin, datang sekolah terlambat, merusak fasilitas sarana prasekolah, mengganggu teman lain atau membuat keributan, mengolok- olok teman sampai berkelahi, berkata kasar atau jorok, nongkrong di warung-warung dan warnet pada saat jam sekolah.

  Hasil survei data AKPS tahun 2012-2013 ditemukan 55% siswa yang melakukan pelanggaran. Hal ini menunjukan terjadinya pelanggaran dilakukan siswa antara lain tidak masuk sekolah tanpa izin, datang sekolah terlambat, merusak fasilitas sarana prasekolah, mengganggu teman lain atau membuat keributan, mengolok-olok teman sampai berkelahi, berkata kasar atau jorok, nongkrong di warung-warung dan warnet pada saat jam sekolah. Di hari berikutnya selama 2 hari peneliti melakukan penelusuran diam-diam menuju ke kantin pada jam pulang sekolah, dengan teknik masuk ke genk atau kelompok siswa, dengan sedikit wawancara didapatkan hasil siswa yang sering melakukan kenakalan memang ada, seperti pada jam isitrahat melompat pagar, nongkrong di kantin dan warnet sambil merokok, pulang meninggalkan jam pelajaran, merusak sarana prasekolah, berkata kasar atau jorok, dan pulang sekolahpun tidak langsung pulang ke rumahnya melainkan mampir ke rumah teman untuk mengerjakan motor yang sedang di setting balap motor.

  Kasus tawuran antar sekolah hampir terjadi yang berawal dari hal sepele pada bulan Juli 2012. Tawuran dapat digagalkan oleh anggota Polsek Kalimanah, setelah ada laporan masyarakat. Salah satu pihak ternyata minta bantuan warga dari luar Purbalingga (Rachman, 2012).

  Remaja harus memahami dan mempunyai bekal spiritual yang kuat pada dalam dirinya sendiri sebagai bekal dan pedoman untuk mengontrol tingkah laku dan hal-hal negatif dalam kehidupannya. Untuk itu dengan terpenuhinya spiritualitas remaja terhadap anak diharapkan bisa menjadi solusi dari berbagai perilaku remaja terutama perilaku kenakalan yang

B. Rumusan Masalah

  Sampai saat ini, praktik kenakalan masih terjadi di lingkungan pendidikan dalam berbagai bentuk; fisik, psikis, merusak fasilitas sarana prasekolah, nongkrong di warnet atau mall, hingga tindakan asusila dengan kuantitas dan kualitas yang sangat memprihatinkan. Kenakalan terhadap anak di lembaga pendidikan ternyata semakin kompleks. Remaja harus memahami dan mempunyai bekal spiritual yang kuat pada dalam dirinya sendiri sebagai bekal dan pedoman untuk mengontrol tingkah laku dan hal-hal negatif dalam kehidupannya.

  Pelanggaran sering terjadi dari keadaan remaja, sedangkan kenakalan dapat dicegah dengan spiritualitas remaja yang diolah dengan baik. Berdasarkan hasil uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Adakah hubungan spiritualitas remaja dengan perilaku kenakalan remaja di SMK (X) Purbalingga ?”.

  C.

  Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan spiritualitas remaja dengan perilaku kenakalan remaja.

  Tujuan Khusus Penelitian ini adalah: a.

  Mengindentifikasi karakteristik siswa SMK (X) Purbalingga yaitu jenis kelamin. b.

  Mengetahui spiritualitas siswa SMK (X) Purbalingga.

  c.

  Mengetahui perilaku kenakalan siswa SMK (X) Purbalingga.

  d.

  Mengetahui hubungan antara spiritualitas siswa dengan perilaku kenakalan remaja.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.

  Bagi peneliti Menambah wawasan, pengalaman dan sarana melakukan penerapan ilmu yang diperoleh khususnya psikologi keperawatan anak tentang perkembangan remaja yang berhubungan dengan perilaku kenakalan.

2. Bagi responden

  Bagi remaja untuk menjalin hubungan yang erat dengan teman, berhati-hati dalam bersikap dengan orang lain agar tidak timbul pertengkaran, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan melakukan ibadah setiap hari, membaca Al qur’an dan aktif mengikuti kegiatan sekolah.

  3. Bagi instansi SMK (X) Purbalingga pada masa remaja untuk menjalin kerja sama yang sinergis dengan murid-muridnya, selain memberikan pendidikan bimbingan dan agama untuk memberikan arahan yang positif.

4. Bagi ilmu pengetahuan

  Sebagai masukan informasi bagi semua dan referensi bagi yang akan melakukan penelitian lebih lanjut khususnya keperawatan psikologi tentang perilaku kenakalan remaja.

E. Penelitian terkait 1.

  Prihastuti (2013) meneliti tentang hubungan tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja menggunakan desain deskripsi korelasi, pendekatan cross sectional. Hasil analisis dalam penelitian ini melalui uji Chi square didapatkan nila p= 0,001. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja, a.

  Perbedaan Penelitian Prihastuti (2013) tentang hubungan hubungan tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja desain penelitian deskripsi korelasi, pendekatan cross sectional. Sedangkan penelitian yang telah diteliti oleh peneliti adalah hubungan spiritualitas remaja berkaitan dengan kenakalan remaja di SMK (X) Purbalingga menggunakan desain penelitian deskripsi b.

  Persamaan Penelitian Prihastuti (2013) dan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi, pendekatan cross sectional dan sama-sama meneliti tentang perilaku kenakalan remaja.

  2. Fuadah (2011) gambaran kenakalan siswa menggunakan metode kuantitatif dengan format deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik proportionate stratified random sampling. Berdasarkan analisa hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum siswa memiliki tingkat kenakalan kategori sedang, dengan jumlah persentase 69.50%.

  a.

  Perbedaan Dalam penelitian Fuadah (2011) gambaran kenakalan siswa menggunakan metode kuantitatif dengan format deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik proportionate

  stratified random sampling. Sedangkan penelitian yang telah

  diteliti oleh peneliti adalah pengaruh hubungan spiritualitas remaja berkaitan dengan kenalakan remaja di SMK (X) Purbalingga menggunakan penelitian deskriptif korelasi, cross sectional.

  b.

  Persamaan Penelitian Fuadah (2011) dan penelitian yang akan di teliti oleh penliti sama-sama meneliti tentang kenakalan ramaja.

  Rina (2007) Faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku agresif pada remaja kelas II, III di SMP Pahlawan Toha Bandung. menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi perilaku agresif pada remaja kelas II, III di SMP Pahlawan Toha Bandung.

  a.

  Perbedaan Dalam Rina (2007) Faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku agresif pada remaja, mengggunakan desain penelitian deskriptif. Sedangkan penelitian yang telah diteliti oleh peneliti adalah hubungan spiritualitas remaja berkaitan dengan kenakalan remaja di SMK (X) Purbalingga menggunakan desain penelitian deskriptif analitik, pendekatan cross sectional.

  b.

  Persamaan Penelitian Rina (2007) dan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi, pendekatan cross sectional dan sama-sama meneliti tentang perilaku remaja di sekolah.